Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60
tahun ke atas (Hardy Winoto dan Setia Budhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan
terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu, di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit
degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode
terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi
tiga kelompok yakni :
1. Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua
orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh
siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ
tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu optimis, ceria dan
berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi, walaupunusia sudah lanjut,
harus tetap menjaga kesehatan.
Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan
fisik dan mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya
penyakit, biasanya disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari
penyakitnya.
Apalagi penyakit stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam
prediksi secara medis sering diartikan penderita tidak lama lagi meninggal

dunia.Keadaan ini menyebabkan lansia mengalami kecemasan menghadapi


kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud keadaan paliatif/terminal ?
2. Apa saja penyakit terminal?
3. Apa saja manifestasi klinis dari pasien menjelang ajal ?
4. Bagaimana fase fase kehilangan?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia menjelang ajal ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien
terminal
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian hospice
b. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis penyakit terminal
c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik
d. Mahasiswa mampu memahami fase-fase kehilangan
e. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit terminal.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Hospice dan Perawatan Paliatif
1. Hospice
Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana
pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi.Perawatan ini
bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien,
berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Perawatan akhir hayat
atau perawatan terminal adalah suatu proses perawatan medis lanjutan

yang terencana melalui diskusi yang terstuktur dan didokumentasikan


dengan baik, dan proses ini terjalin sejak awal dalam proses perawatan
yang umum/biasa. Dikatakan sebagai perawatan medis lanjutan karena
penderita biasanya sudah masuk ke tahap yang tidak dapat disembuhkan
(incurable). Melalui proses perawatan ini diharapkan penderita dapat
mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai dan tujuan hidupnya serta
upaya kesehatan dan pengobatan yang diinginkannya seandainya kelak ia
tidak lagi mampu untuk memutuskan sesuatu bagi dirinya sendiri. Atau,
penderita dapat pula menunjuk seseorang yang akan membuat keputusan
baginya sekiranya hal itu terjadi.
Dalam perawatan ini, keluarga ikut dilibatkan sehingga dengan
demikian diharapkan semua kebingungan dan konflik dikemudian hari
dapat dihindari. Proses ini perlu senantiasa dinilai kembali dan di up date
secara reguler karena dalam perjalanannya tujuan perawatan dan
prioritasnya sering kali berubah-ubah tergantung pada situasi/kondisi yang
dihadapi saat itu. Bila pada awalnya tujuan kuratif dan menghindari
kematian merupakan prioritas utama, pada stadium terminal tujuan
perawatan beralih ke usaha mempertahankan fungsi, meniadakan
penderitaan dan mengoptimalkan kualitas hidup penderita.Dengan
demikian diharapkan penderita dapat menghadapi akhir hayatnya secara
damai, tenang dan bermartabat (with dignity).Peralihan ini seharusnya
terjadi secara gradual/tidak secara mendadak.Sering kali tujuan perawatan
dan prioritas di pihak penderita dan keluarganya tidak sejalan dengan
tujuan dan prioritas dokternya.
Hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik sehingga kedua belah
pihak dapat memilih apa yang terbaik bagi penderita. Disini dokter
memegang peran kunci karena dialah yang lebih banyak mengetahui
tentang perjalanan penyakit yang senantiasa berubah serta alternatif
pengobatan yang mungkin diberikan pada penderita untuk mencapai
tujuan perawatan tadi serta bagaimana prognosisnya.Karena itu pengkajian
secara teratur dan up-dating perlu selalu diusahakan dan dikomunikasikan
dengan penderita/keluarganya. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas
3

diperlukan kerjasama dari beberapa ahli yang bekerja bersama dalam


sebuah tim yang multidisipliner dan bekerja secara interdisipliner sehingga
perawatan penderita dapat berjalan secara komprehensif.
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju
kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik,
psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito, 1995). Perawatan
terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-hari dan jaminan
terakhir kehidupan dimana bertujuan

untukmempertahankan hidup,

menurunkan stress, meringankan dan mempertahankan kenyamanan


selama mungkin(Weisman). Secara umum kematian adalah sebagian
proses dari kehidupan yang dialami oleh siapa saja meskipun demikian,
hal tersebut tetap saja menimbulkan perasaan nyeri dan takut, tidak hanya
pasien akan juga keluarganya bahkan pada mereka yang merawat dan
mengurusnya.
Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi ke tengah
keluarga, kenyataan ini sangat berat bagi keluarga yang akan
ditinggalkannya Untuk menghindari hal diatas bukan hanya keluarganya
saja yang berduka bahkan klien lebih tertekan dengan penyakit yang
dideritanya.
2. Pengertian Perawatan Paliatif
a. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk
meringankan
disembuhkan.

beban penderita,
Yang

dimaksud

terutama yang
tindakan

aktif

tidak

mungkin

antara

lain

mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta


memperbaiki aspek psikologis, sosial, dan spiritual.
Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup
maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif
tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir
hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh dokter
bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan
untuk sembuh (mis. menderita kanker). Sebagian pasien lanjut usia,

pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut stadium


paliatif, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat
menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut
usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal, kanker, stroke,
AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural
dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
medis dan keperawatan, memungkinkan diupayakan berbagai tindakan
dan pelayanan yang dapat mengurangi penderitaan pasien lanjut usia,
sehingga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik, tenang dan
mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman.
Diperlukan pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas
hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup adalah bebas dari segala sesuatu
yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga lebih
menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat menikmati
kesenangan selama akhir hidupnya.Sesuai arti harfiahnya, paliatif
bersifat meringankan, bukan menyembuhkan.Jadi, perawatan paliatif
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan
semangat dan motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif
dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin
ilmu.
Dalam memberi perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak
pada pola dasar yang digariskan oleh WHO, yaitu :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
2.
3.
4.
5.

proses yang normal.


Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia.
Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir

hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien
lanjut usia.

Pola dasar tersebut harus diterapkan langkah demi langkah


dengan mengikut sertakan keluarga pasien, pemuka agama (sesuai
agama klien), relawan, pekerja sosial, dokter, psokolog, ahli gizi, ahli
fisioterapi, ahli terapi okupasi, dan perawat. Prinsip pemberian
perawatan paliatif adalah memberi perawatan paripurna kepada klien
lanjut usia dengan pengawasan dari tim profesional.
b. Tim Perawatan Paliatif
Tim perawatan paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain
dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli
gizi, rohaniawan, dan relawan.
Perlu diingat bahwa

tujuan

perawatan

paliatif

adalah

mengurangi penderitaan lanjut usia. Penderitaan terjadibila ada salah


satu aspek yang tidak selaras, baik aspek fisik maupun psikis, peran
dalam keluarga, masa depan yang tidak jelas, gangguan kemampuan
untuk menolong diri, dan sebagainyauntuk memahami dan mengatasi
hal tersebut, peran tim interdisiplin menjadi sangat penting/dominant.
Keberhasilan perawatan paliatif bergantung pada kerjasamayang
efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja
sosial medis, rohaniawan/pemuka agama, relawan, dan anggota
pelayanan lainnya sesuai dengan kebutuhan. Setiap anggota tim harus
memahami dan menguasai prinsip perawatan paliatif yang selama ini
belum dapat dipelajari dengan seksama. Tim harus mampu
mengupayakan dan menjamin agar pasien lanjut usia mendapat
pelayanan perawatan seutuhnya yang mencakup bio-psiko-kultural dan
spiritual.
Artinya, tidak ada anggota tim yang menjadi primadona.
Pemimpin tim dan dibantu anggotanya harus berusaha keras untuk
mencapai tujuan perawatan.
Tentu saja kerja tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat
kebersamaan dalam memberi bantuan kepada pasien lanjut usia.
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien harus bekerjasama secara
profesional, ikhlas, dan dengan hati yang bersih. Perawatan paliatif

untuk lanjut usia bukan suatu intervensi yang bersifat kritis. Perawatan
paliatif adalah perawatan yang terencana. Walaupun dapat terjadi
kondisi kritis dan kedaruratan medis yang tidak terduga, hal ini dapat
diantisipasai, bahkan dapat dicegah melalui ikatan kerja tim yang solid
dan kuat.
c. Kekhususan Tim Paliatif
1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup
kerjanya.
2. Para profesional ini bergabung dalam satu kelompok kerja.
3. Secara bersama, mereka menyusun dan merancang tujuan akhir
perawatan, melakukan langkah tujuan pendek.
4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi di antara anggota tim,
bergantung pada kondisi yang paling diperlukan oleh pasien lanjut
usia.
5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien.
6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan.
d. Bagan Kepemimpinan Perawatan Paliatif
Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk
kerucut, melainkan lebih berbentuk lingkaran dengan pasien sebagai
titik sentral. Kunci keberhasilan juga interdisiplin bergantung pada
tanggung jawab setiap anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan
spesialisasinya, sehingga setiap kali pimpinan berganti, tugas profesi
masing-masing tidak akan terganggu. Keberhasilan keperawatan
paliatif pada pasien lanjut usia yang satu akan menjadi pengalaman
dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya penanggulangan
gejala yang samapada pasien yang lain.
B. Jenis - jenis Penyakit Terminal
Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:
1.
2.
3.
4.

Penyakit-penyakit kanker.
Penyakit-penyakit infeksi.
Congestif Renal Falure (CRF)
Stroke Multiple Sklerosis.
7

5. Akibat kecelakaan fatal.


6. AIDS.
C. Manifestasi Klinik
Fisik
a. Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai

1.

dari ujung kaki dan ujung jari.


b. Aktivitas dari GI berkurang.
c. Reflek mulai menghilang.
d. Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa dingin dan lembab terutama
e.
f.
g.
h.
i.
j.
2.

pada kaki dan tangan dan ujung-ujung ekstremitas.


Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.
Denyut nadi tidak teratur dan lemah.
Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.
Penglihatan mulai kabur.
Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
Klien dapat tidak sadarkan diri.

Psikososial
Sesuai dengan fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E. Kuber
Ross mempelajari respon-respon atas menerima kematian dan maut secara
mendalam dari hasil penyelidikan/penelitiannya yaitu:
a. Respon kehilangan
1) Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah (air muka),
ketakutan, cara tertentu untuk mengulurkan tangan.
2) Cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang dan
kemudian mengendor.
3) Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau
menanggis.
b. Hubungan dengan orang lain
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidakmampuan
untukberhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan.
D. Grieving (Berduka)
Berduka merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan, biasanya
akibat perpisahan. Dimanifestasikan dalam perilaku, perasaan dan pemikiran .
Berduka juga merupakan proses mengalami reaksi psikologis, fisik, dan sosial
terhadap kehilangan yang dipersepsikan. Respon yang ada dalam berduka

yaitu keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa bersalah dan


marah.Berduka juga mencakup pikiran, perasaan dan perilaku.
Breavement adalah respon subjektif dalam masa berduka yang dilalui
selama

reaksi

berduka.Biasanya

kesehatan.Sedangkan

berefek

berkabung adalah

pada
periode

masalah

psikis

dan

penerimaan terhadap

kehilangan dan berduka yang terjadi selama individu dalam masa


kehilangan.Sering dipengaruhi oleh kebudayaan dan kebiasaan.
1. Reaksi Berduka
a.Menolak dan Isolasi
1) Tidak percaya terhadap hal tersebut.
2) Tidak siap menghadapi masalah.
3) Memperhatikan kegembiraan yang dibuat-buat

(menolak

b.

berkepanjangan).
Marah (Anger)
Marah

terhadap

orang

lain

untuk

hal-hal

sepele:

iritabel/sensitive.
c.Bargaining/tawar menawar
1) Mulai tawar menawar terhadap loss.
2) Mengekspresikan rasa bersalah, takut, putisment terhadap rasa
berdosa, baik nyata maupun imajinasi
d.
Depresi
1) Rasa berduka terhadap apa yang terjadi.
2) Kadang bicara bebas atau menarik diri.
e.Acceptane/penerimaan
1) Penurunan interest lingkungan sekitar.
2) Berkeinginan untuk membuat rencana rencana.
2. Konsep Teori Berduka
a.Teori Engel ( 1964)
Teori ini memiliki ciri-ciri bahwa berduka terdiri dari syok,
tidak percaya, mengembalikan kesadaran, mengenali dan restitusi .
b.
Teori Kubler Ross ( 1969)
Konsep berduka terdiri atas lima tahap antara lain mengingkari,
marah, fase tawar-menawar, fase sedih yang mendalam dan
penerimaan.
c.Teori Rando (1991)
Pada teori Rando terdiri dari penghindaran, konfrontasi, dan
akomodasi. Meskipun tidak ada dua orang yang bereaksi sama
terhadap kematian dan ajal, namun respon fisiologis dan psikologis
9

terhadap kematian, yang dikenal sebagi berduka telah digambarkan


dalam tahapan tahapan oleh orang orang terkenal seperti Engel,
Linderman, Parkes, Bolbley, dan Kubler Ross.
Berduka merupakan respon normal dan universal terhadap
kehilangan yang dialami melalui perasaan, perilaku, dan penderitaan
emosional. Berduka adalah proses pergeseran melewati nyeri akibat
kehilangan.

Kehilangan

kesehatan,

teman,

kerabat,

pekerjaan,

keamanan financial merupakan sebagian dari kehilangan kumulatif


yang menyebabkan berduka pada lansia.Periode berduka adalah waktu
penyembuhan, adaptasi, dan pertumbuhan.
Asuhan keperawatan untuk pasien dan pemberi perawatan yang
berduka memerlukan rasa saling memberi yang sensitive, peduli dan
empati.Berbagai pendapat, perasaan dan ketenangan merupakan
intervensi keperawatan yang paling tepat. Bimbingan adaptif dapat
membantu mereka mempersiapkan orang yang menjelang ajal untuk
mengahadapi nyeri dan perasaan alamiah mereka yang berhubungan
dengan proses berduka .
3. Berduka dan Proses Keperawatan Berduka
a.Pengkajian
Dalam proses ini perawat dapat menghindari asumsi yang salah
tentang kematian, memberi kesempatan klien untuk mengeksploitasi
perasaan, mengkaji klien dan keluarga tentang makna kehilangan
mereka, dan gunakanlah komunikasi yang empati dan berduka.
Kaji reaksi klien selama berduka, kaji faktor faktor yang
mempengaruhi kehilangan, kaji karakteristik personal dan identitas
klien, kaji bagaimana hubungan dengan subyek yang hilang, kaji
karakteristik kehilangan, kaji keyakian spiritual dan sistem pendukung
yang lain.
b.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa ditegakkan untuk klien berduka adalah :
1) Berduka disfungsional.
2) Berduka yang diantisipasi.
10

3) Penyesuaian diri yang terganggu.


c.Perencanaan dan Implementasi
1) Lakukanlah komunikasi yang baik dengan klien.
2) Pertahankan harga diri klien.
3) Tingkatkan aktivitas yang mungkin bisa dilakukan oleh klien.
4) Tingkatkan kenyamanan spiritual.
5) Tingkatkan dukungan keluarga klien.
6) Beri perhatian yang cukup.
E. Dying (Sekarat/Menjelang Ajal)
Sekarat adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju
kematian. Dengan makin meningkatnya jumlah populasi usia lanjut,
meningkat pula jumlah penderita penyakit kronis, yang pada suatu saat
mengalami keadaan dimana tidak ada sesuatu yang dapat dikerjakan untuk
memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas sehari hari.
Bagi penderita yang keadaannya tidak sadar/koma dalam, semua
fungsi organ jelas tidak bisa membaik dengan berbagai pengobatan, keadaan
yang jelas tidak memberi harapan.Akan tetapi apabila penderita masih dalam
kesadaran penuh, dan masih mampu bermobilisasi, dengan berbagai fungsi
organ yang masih berfungsi, maka persoalan etika hukum menjadi lebih rumit.
Dalam hal diatas yang menjadi masalah bagi praktek kedokteran di
Indonesia adalah bagaimana memberitahukan keadaan sebenarnya pada
penderita yang sering kali memberi beban psikologis sangat berat, sehingga
keluarga kerapkali menyembunyikan kebenaran dari klien.menurut hak azaz
otonomi, seharusnya klienlah yang paling berhak tahu atas kondisi
kesehatannya.
Teori Teori Dying (Menjelang Ajal / Sekarat )
Penulis yang paling dikenal dalam bidang kematian dan menjelang ajal
adalah Elizabeth KublerRoss. Hasil kerjanya membuat peka perawat,
professional layanan kesehatan dan konsumen terhadap proses menjelang ajal
dan kebutuhan-kebutuhan yang melekat pada orang yang menjelang ajal.
Teorinya mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami
lima tahap, dimulai dengan penyingkapan awal terminalitas dan berakhir
dengan momen akhir kehidupan.

11

a. Tahap l, penyangkalan dan isolasi, biasanya mewakili pertahanan temporer


yang digantikan dengan penerimaan parsial. Penyangkalan ini tidak boleh
diinterpretasikansebagai adaptasi yang negatif atau merendahkan. Sebagai
pertahanan

awal,

penyangkalan

membantu

seseorang

dengan

melindunginya dari ansietas dan ketakutan.


b. Pada Tahap II, kemarahan dan penyangkalan digantikan dengan perasaan
marah, gusar, iri, kebencian, Hal ini dianggap sebagai salah satu tahap
yang paling sulit bagi keluarga dan pemberi perawatan karena perasaan ini
sering diarahkan pada mereka.
c. Selama Tahap III, tawar menawar, orang sering berupa negosiasi dengan
Tuhan untuk mendapatkan tambahan waktu.
d. Tahap IV, depresi, meliputi 2 jenis kehilangan : kehilangan yang terjadi di
masalalu dan kehilangan hidup yang akan terjadi. Yang disebut sebagai
persiapan berduka oleh Kubler Ross.
e. Tahap V, penerimaan, merupakan fase akhir dari proses menjelang ajal.
Amberton mengisolasi empat strategi koping utama yang digunakan
oleh orang yang menjelang ajal ; penyangkalan, ketergantungan, pemindahan,
dan regresi. Teorinya menekankan pada suatu pendekatan tim dalam merawat
orang yang menjelang ajal, dengan focus pada pendekatan asuhan paliatif
daripada pendekatan kuratif. Dukungan yang konsisten oleh pemberi
perawatan diperlukan pada saat pasien yang menjelang ajal terombang-ambing
diantara berbagai bentuk ketergantungan dan kecukupan diri. Orang yang
menjelang ajal perlu mengetahui bahwa mereka tidak akan diabaikan atau
ditinggal sendiri.
Pattison tidak menyetujui pembagian proses menjelang ajal menjadi
tahapan-tahapan kronologis yang tersusun. Ia mengindentifikasi berbagai
mekanisme koping ego yang digunakan oleh orang yang menjelang ajal pada
berbagai titik yang berbeda selama siklus hidup. Lansia menggunakan
altruisme, humor, supresi, pikiran, antisipasi, dan sublimasi untuk menghadapi
kebutuhan-kebutuhan terminal. Patrison merujuk pada fase-fase proses
menjelang ajal :fase akut, fase kehidupan kronis , fase menjelang ajal, fase

12

akhir. Ia mengatakan bahwa persiapan reaksi psikologis muncul selama


interval hidup-mati. Pendekatan individual diperlukan untuk menghadapi
stress dan krisis yang dapat muncul kapan saja dalam proses menjelang ajal.
Wiesman mengemukakan adanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi
respons emosional yang continue dan berubah-ubah selama proses menjelang
ajal. Ia menekankan pada individualitas seseorang daripada memberi label
berdasarkan urutan munculnya reaksi emosional.
F. Death (Kematian)
Kematian adalah kondisi berhentinya fungsi organ tubuh secara
menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap.Meninggal dunia adalah
keadaan insan yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa
fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung seseorang telah terhenti.Kematian
adalah satu fase kehidupan yang terakhir bagi manusia.Persepsi seseorang
tentang kematian berbeda-beda.Dalam merawat lansia yang tidak ada harapan
untuk sembuh, seorang perawat profesional harus mempunyai keterampilan
yang multikompleks.Sesuai dengan peran yang dimiliki, perawat harus
mampu memberi pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental, sosial dan spiritual. Perawat juga dituntut untuk membantu anggota
keluarganya dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus
menyelami perasaan hidup dan mati.
Pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang sedang menghadapi
sekratul maut tidak selamanya mudah. Klien lansia akan memberi reaksi yang
berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan cara klien lansia menghadapi
hidup. Bagaimanapun keadaannya, perawat harus dapat menguasai situasi,
terutama anggota keluarga dalam keadaan kritis ini memerlukan perhatian
perawat karena kematian seorang dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula
berlangsung sehari-hari.Kadang-kadang sebelum ajal tiba, klien lansia
kehilangan kesadarannya terlebih dahulu.
Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lansia
tidak dapat lagi atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh.Pengertian
kematian/mati adalah apabila seorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak

13

bernapas selama beberapa menit, dan tidak menunjukan segala refleks, serta
tidak ada kegiatan otak.
Penyebab kematian diantara lain adalah sebagai berikut :
1. Penyakit
a.Keganasan (Karsinoma Hati, Paru, Mammae)
b.
Penyakit kronis, misalnya:CVD (Cerebrovaskuler Disease), CRF
(Chronic Renal Failure (gagal Ginjal)), Diabetes Melitus (gangguan
endokrin), MCI (Myocard Infark (Gangguan Kardiovaskular)), COPD
(Chronic Obstruction Pulmonary Disease).
2. Kecelakaan (Hematoma Epidural)
a. Ciri/tanda klien lansia menjelang kematian:
1) Gerakan dan penginderaan menghilang secara berangsur-angsur.
Biasanya dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung
kaki.
2) Gerakan peristaltik usus menurun.
3) Tubuh klien tampak mengembung.
4) Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan dan ujung
hidungnya.
5) Klien tampak pucat, berwarna kebiruan/kelabu.
6) Denyut nadi mulai tidak beraturan.
7) Napas mendengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh
adanya lendir pada saluran pernapasan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh lansia.
8) Tekanan darah menurun.
9) Terjadi gangguan kessadaran (ingatan menjadi kabur)
b. Tanda-tanda kematian
1)
Pupil mata tetap membesar atau melebar dan tidak berubah.
2)
Hilangnya semua refleks dan ketidaan kegiatan otak yang tampak
jelas dalam hasil pemeriksaan EEG dalam waktu 24jam.
G. Fase-Fase Kehilangan
Masuknya klien ke dalam ancaman peran sakit pada rentang hidupmati mengamcam dan mengubah hemostatis.Lebih dari rasa takut yang nyata
tentang kematian dan pengaruh terhadap anggota keluarga yang dirawat
dirasakan oleh keluarga. Banyak faktor yang mempengaruhi klien dalam
perawatan penyakit terminal, apabila seseorang sudah divonis/prognosa jelek,
ia tiak akan bisa menerima begitu saja tentang apa yang ia hadapi sekarang.
14

Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui


klien dalam menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat
bermanfaat untuk memahami kondisi klien pada saat ini, yaitu:
1. Tahap peningkatan atau denial
Adalah ketidakmampuan menerima, kehilangan untuk membatasi
atau mengontrol nyeri dan distress dalam menghadapinya. Gambaran pada
tahap denial yaitu:
a. Tidak percaya diri
b. Shock
c. Mengingkari kenyataan akan kehilangan
d. Selalu membantah dengan perkataan baik
e. Diam terpaku
f. Binggung, gelisah
g. Lemah, letih, pernafasan, nadi cepat dan berdebar-debar
h. Nyeri tubuh, mual
2. Tahap anger atau marah
Adalah kekesalan terhadap kehilangan. Gambaran pada tahap
anger yaitu:
a. Klien marah-marah
b. Nada bicara kasar
c. Suara tinggi
3. Tahap tawar menawar atau bargaining
Adalah cara coping dengan hasil-hasil yang mungkin dari penyakit
dan menciptakan kembali tingkat kontrol. Gambaran pada tahap ini yaitu:
a. Sering mengungkapkan kata-kata kalau, andai.
b. Sering berjanji pada Tuhan.
c. Mempunyai kesan mengulur-ulur waktu.
d. Merasa bersalah terus menerus.
e. Kemarahan mereda.

4. Tahap depresi
Adalah ketiada usaha apapun untuk mengungkapkan perasaan atau
reaksi kehilangan. Gambaran pada tahap ini yaitu:
a. Klien tidak banyak bicara.
b. Sering menanggis.
c. Putus asa.
15

5. Tahap acceptance atau menerima


Adalah akhir klien dapat menerima kenyataan dengan kesiapan.
Gambaran pada tahap ini yaitu:
a. Tenang/damai.
b. Mulai ada perhatian terhadap suatu objek yang baru.
c. Berpartisipasi aktif.
d. Tidak mau banyak bicara.
e. Siap menerima maut.
Tidak semua orang dapat melampaui kelima tahap tersebut dengan
baik, dapat saja terjadi, ketidakmampuan menggunakan adaptasi dan timbul
bentuk-bentuk reaksi lain. Jangka waktu periode tahap tersebut juga sangat
individual.Penerimaan suatu prognosa penyakit terminal memang berat bagi
setiap individu.Ini merupakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan
kesejahteraan pada individu tersebut.Dari ancaman tersebut timbul suatu
rentang respon cemas pada individu, cemas dapat dipandang suatu keadaan
ketidakseimbangan atau ketegangan yang cepat mengusahakan koping.
Rentang

respon

seseorang

terhadap

penyakit

terminal

dapat

digambarkan dalam suatu rentang yaitu harapan ketidakpastian dan putus asa.
1. Harapan
Mempunyai respon psikologis terhadap penyakit terminal. Dengan
adanya

harapan

dapat

mengurangi

stress

sehingga

klien

dapat

menggunakan koping yang adekuat.


2. Ketidakpastian
Penyakit terminal dapat mengakibatkan ketidakpastian yang
disertai dengan rasa tidak aman dan putus asa, meskipun secara medis
sudah dapat dipastikan akhirnya prognosa dapat mempercepat klien masuk
dalam maladaptif.
3. Putus asa
Biasanya ditandai dengan kesedihan dan seolah-olah tidak ada lagi
upaya yang dapat berhasil untuk mengobati penyakitnya.Dalam kondisi ini
dapat membawa klien merusak atau melukai diri sendiri.
16

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJALKEADAAN TERMINAL
A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan
pendekatan holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien
bukan hanya pada penyakit dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan
tetapi juga aspek psikososial lainnya.
Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data
psikososial pada klien terminal yaitu dengan menggunakan metode
PERSON.
P: Personal Strenghatyaitu kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya
hidup, kegiatannya atau pekerjaan.
Contoh yang positif:

17

Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung jawab penuh


dan nyaman, Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Contoh yang negative :Kecewa dalam pengalaman hidup.
E: Emotional Reactionyaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan
klien.
Contoh yang positif:Binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan.
Contoh yang negatif :Tidak berespon (menarik diri)
R : Respon to Stress yaiturespon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa
lalu.
Contoh yang positif:
1.
2.

Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi.


Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya : latihan dan
olahraga.

Contoh yang negatif:


1. Menyangkal masalah.
2. Pemakaian alkohol.
S : Support System yaitu keluarga atau orang lain yang berarti.
Contoh yang positif:
1.
2.

Keluarga
Lembaga di masyarakat

Contoh yang negatif :Tidak mempunyai keluarga


O:Optimum Health Goal yaitualasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
Contoh yang positif:
1.
2.

Menjadi orang tua


Melihat hidup sebagai pengalaman positif

Contoh yang negatif :


1.
2.

Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat


Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik

18

N : Nexsus yaitu bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai


penyakit atau mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif:Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan.
Contoh yang negatif :
1.
2.

Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan.


Menunda keputusan.
Pengkajian yang perlu diperhatikan klien dengan penyakit terminal

menggunakan pendekatan meliputi.


1.

Faktor predisposisi yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis


klien pada penyakit terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud
telah mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu:
a. Riwayat psikososial, termasuk hubungan-hubungan interpersonal,
penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya.
b. Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
c. Kemampuan koping.
d. Sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

dibutuhkan support tambahan.


Tingkat perkembangan
Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan.
Identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup.
Adanya reaksi sedih dan kehilangan
Pengetahuan klien tentang penyakit
Pengalaman masa lalu dengan penyakit
Persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal,
persepsi terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya

fasilitas kesehatan dan beratnya perjalanan penyakit.


l. Kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali

dalam

penderitaan.
2.

Fokus Sosiokultural yaitu klien mengekpresikannya sesuai dengan tahap


perkembangan, pola kultur atau latar belakang budaya terhadap kesehatan,
penyakit, penderitaan dan kematian yang dikomunikasikan baik secara
verbal maupun non verbal.

19

3.

Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal,
yaitu:
a. Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.
b. Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
c. Support dari keluarga dan orang terdekat.
d. Hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien
menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor
presipitasi, diantaranya:
a.Penyakit kanker
b.
Penyakit akibat infeksi yang parah/kronis
c.Congestif Renal Failure (CRF)
d.
Stroke Multiple Sklerosis
e.Akibat kecelakaan yang fatal

4.

Faktor perilaku
a. Respon terhadap klien
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan
mengalami krisis dan keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien
tersinggung sehingga secara langsung dapat menganggu fungsi
fisik/penurunan daya tahan tubuh.
b. Respon terhadap diagnosa
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal
adalah shock atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam,
ekspresi klien dapat berupa emosi kesedihan dan kemarahan.
c. Isolasi social
Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering
dialami, klien kehilangan kontak dengan orang lain dan tidak tahu
dengan pasti bagaimana pendapat orang terhadap dirinya.

5.

Mekanisme koping
a. Denialadalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit
fisik yang berfungsi pelindung klien untuk memahami penyakit secara
1)

bertahap, tahapan tersebut adalah:


Tahap awal (initial stage)yaitu tahap menghadapi ancaman
terhadap kehilangan saya harus meninggal karena penyakit ini

20

2)

Tahap kronik (kronik stage)yaitu persetujuan dengan proses


penyakit aku menyadari dengan sakit akan meninggal tetapi tidak

3)

sekarang. Proses ini mendadak dan timbul perlahan-lahan.


Tahap akhir (finansial stage)yaitu menerima kehilangan saya akan
meninggal

kedamaian

dalam

kematiannya

sesuai

dengan

kepercayaan.
b. Regresiadalah mekanisme klien untuk menerima ketergantungan
terhadap fungsi perannya. Mekanisme ini juga dapat memecahkan
masalah pada peran sakit klien dalam masa penyembuhan.
c. Kompensasiadalah suatu tindakan dimana klien tidak mampu
mengatasi keterbatasannya karena penyakit yang dialami.
Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji
saat pengkajian pada klien terminal singkat kesadaran antara lain adalah:
1. Belum menyadari (closed awereness) yaitu klien dan keluarga tidak
menyadari kemungkinan akan kematian, tidak mengerti mengapa klien
sakit, dan mereka yakin klien akan sembuh.
2. Berpura-pura (mutual pralensa) yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya tahu prognosa penyakit terminal.
3. Menyadari
(open
awereness)
yaitu
klien

dan

keluarga

menerima/mengetahui klien akan adanya kematian dan merasa tenang


mendiskusikan adanya kematian.
Pengkajiaan adalah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum
perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada
harapan sembuh, perawat harus mengidentifikasi dan menetapkan masalah
pasien terlebih dahulu.Oleh karena itu tahapan itu meliputi pengumpulan data,
analisis data mengenai status kesehatan dan berakhir penegakan diagnosa
keperawatan, yaitu pernyataan tentang masalah pasien yang dapat di
intervensi. Tujuan pengkajian adalah member gambaran yang terus menerus

21

mengenai kesehatan pasien yang memungkinkan tim perawatan untuk


merencanakan asuhan keperawatannya secara perseorangan.
Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenal pasien dan
keluarganya. Siapa pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan
jiwanya. Rencana pengobatan apa yang telah di laksanakan ?tindakan apa saja
yang telah diberikan ? adakah bukti mengenai pengetahuannya, prognosisnya
dan pada proses kematian yang mana pasien berada? Apakah ia menderita rasa
nyeri? Apakah anggota keluarganya mengetahui prognosisnya,dan bagaimana
reaksi mereka? Filsafat apa yang dianut pasien dan keluarganya mengenai
hidup

dan

mati,

kesehatan/keperawatan

pengkajian
pasien

kebutuhan,keadaan,

khususnya.

Sikap

dan

pasien

masalah
terghadap

penyakitnya,antara lain apakah pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah


menyadari tentang keadaannya?
1. Perasaan Takut.
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak
terkendalikan yang begitu sering diasosiakan dengan keadaan sakit
terminal, terutama bila keadaan tersebut disebabkan oleh penyakit yang
ganas.Perawat harus menggunakan pertimbangan yang sehat apabila
sedang merawat orang yang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan
rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat.
Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri,
walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang
rasa nyeri,seperti aspirin,dehidrokodein dan dektromororamid.Apabila
orang berbicara tentang perasaan takut mereka terhadap maut, respons
mereka secara tipikal mencakup perasaan yang takut terhadap hal yang
tidak jelas,takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat,
urusan yang belum selesai dan sebagainya.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan
mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada
umumnya orang akan merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan
terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.

22

2. Emosi.
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian,antara
lain mencela dan mudah marah.
3. Tanda vital.
Perubahan fungsi tubuh sering tercermin pada suhu badan, denyut
nadi, pernafasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang
mengaturnya berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan
dengan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting
untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.
4. Kesadaran.
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada,
yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan
perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar gerak, gerak tekan dan
sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan sesuai (Mahar Mardjono,1981).
5. Fungsi tubuh.
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ.Setiap organ
mempunyai fungsi khusus.
6. Tingkat Kesadaran
1. Composmentis yaitu sadar sempurna
2. Apatis yaitu tidak ada perasaan/kesadaran menurun (masabodoh)
3. Somnolenyaitu kelelahan (mengantuk berat)
4. Soporus yaitu tidur lelap patologis (tidur pulas)
5. Subkomayaitu keadaan tidak sadar/hampir koma
6. Koma yaitu keadaan pingsan lama disertai dengan penurunan daya
reaksi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial
berhubungan dengan kondisi sakit terminal.
2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan
fungsi

23

3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan


terminal
4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti,
ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah
perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang cemas
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan
kematian, ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan
dirinya, menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari
kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun
perawat.
6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien
dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai
dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah
sholat.
7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan
C. Intervensi Keperawatan
1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial
berhubungan dengan kondisi sakit terminal
Tujuan :Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut berhubungan
dengan sakit terminal
Intervensi :
a. Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon
jika dibutuhkan klien dan gali perasaan klien.
b. Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
c. Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan
menjelang.
d. Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di
dekatnya.
e. Perhatikan kenyamanan fisik klien.
2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan
fungsi
Tujuan :Mempertahankan rasa aman, tenteram, percaya diri, harga diri

24

dan martabat klien


Intervensi :
a.
b.
c.
d.

Gali perasaan klien sehubungan dengan kehilangan.


Perhatikan penampilan klien saat bertemu dengan orang lain.
Bantu dan penuhi kebutuhan dasar klien antara lain hygiene, eliminasi.
Anjurkan keluarga dan teman dekat untuk saling berkunjung dan

melakukan hal hal yang disenangi klien.


e. Beri klien support dan biarkan klien memutuskan sesuatu untuk
dirinya, misalnya dalam hal perawatan.
3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan
terminal
Tujuan :Mengurangi rasa takut, depresi dan kesepian
Intervensi :
a. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, marah dan lain
lain.
b. Perhatikan empati sebagai wujud bahwa perawat turut merasakan apa
yang dirasakan klien.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber koping, misalnya dari
teman dekat, keluarga ataupun keyakinan klien.
d. Berikan klien waktu dan kesempatan untuk mencerminkan arti
penderitaan, kematian dan sekarat.
e. Gunakan sentuhan ketika klien menunjukkan tingkah laku sedih, takut
ataupun depresi, yakinkan bahwa perawat selalu siap membantu.
f. Lakukan hubungan interpersonal yang baik dan berkomunikasi tentag
pengalaman pengalaman klien yang menyenangkan.
4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti,
ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah
perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang cemas
Tujuan :Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta
semangat hidup
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan klien.

25

b. Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.


c. Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan
harapan hidup dengan tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk
perawatan dan pengobatan.
d. Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
e. Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama
dengan klien.
f. Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan
mendengarkan musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi,
misal dengan menarik nafas dalam.
g. Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.
h. Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan
kematian, ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan
dirinya, menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari
kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun
perawat
Tujuan :Koping individu positif
Intervensi :
a. Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
b. Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami
suatu kematian dan itu telah ditentukan oleh Tuhan.
c. Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
d. Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan
mendengarkan segala keluhan dengan rasa empati dan penuh
perhatian.
e. Hindari barang barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
f. Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
g. Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum
menjelang ajal.
h. Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.
6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien
dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai

26

dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah
sholat
Tujuan :Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat
dalam keadaan sakit
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.

Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.


Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
Ajarkan tata cara tayamum.
Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
Datangkan seorang ahli agama.

7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan


Tujuan :Membantu individu menangani kesedihan secara efektif
Intervensi :
a. Motivasi keluarga untuk menverbalisasikan perasaan perasaan antara
lain : sedih, marah dan lain lain.
b. Beri pengertian dan klarifikasi terhadap perasaan perasaan anggota
keluarga.
c. Dukung keluarga untuk tetap melakukan aktivitas sehari hari yang
dapat dilakukan.
d. Bantu keluarga agar mempunyai pengaharapan yang realistis.
e. Berikan rasa empati dan rasa aman dan tenteram dengan cara duduk
disamping keluarga, mendengarkan keluhan dengan tetap menghormati
klien serta keluarga.
f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk melakukan upacara
keagamaan menjelang saat saat kematian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia, yang
menjadi obyek adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan aspek
pengobatan medis (cure), dan yang terakhir, perawatan dalam arti yang
luas (care), Core,cure,care merupakan tiga aspek yang saling berkaitan
dan saling berpengaruh. Kapanpun ajal menjemput, semua orang harus
siap. Namun ternyata semua orang termasuk lanjut usia akan merasa
syok berat saat dokter memvonis bahwa penyakit yang dideritanya
tidak bisa disembuhkan.
27

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana
pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi.Perawatan ini
bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien,
berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual.
Jenis-Jenis Penyakit Terminal
Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:
Penyakit-penyakit kanker, Penyakit-penyakit infeksi, Congestif Renal Falure
(CRF), Stroke Multiple Sklerosis, Akibat kecelakaan fatal, AIDS.
Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui
klien dalam menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat
bermanfaat untuk memahami kondisi klien pada saat ini, yaitu: tahap
peningkatan atau denial, tahap anger atau marah, tahap tawar menawar atau
bergaining, tahap depresi, tahap acceptance atau menerima
B. Saran
Dalam

pembuatan

makalah

ini

kelompok

masih

jauh

dari

sempurna.Oleh karena itu kelompok kami meminta kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat
bagi pembaca.

28

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth Ed.8.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.
Depkes R.I. 1999. Kesehatan Keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi
Media
Ganong.1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC.
Http//www.Google.com/asuhan keperawatan menjelang ajal+PDF ( di akses
tanggal 24 April 2013, pukul 12.10 WIB )
Http//www.Google.com/ tanda-tanda kematian+PDF ( di akses tanggal 24 April
2013, pukul 13.00 WIB )

29

Anda mungkin juga menyukai