Beberapa kalangan mensinyalir merosotnya budi pekerti di kalangan anak dan remaja. Guru dan
orangtua agar lebih paham dan mengerti pemahaman dan permasalahan etika dan etiket remaja
saat ini. Seringkali orangtua geleng-geleng kepala melihat tingkah polah remaja dewasa ini.
Mulai dari tata krama terhadap orang dewasa, kelakuan ugal-ugalan di jalan raya, hingga
perilaku menyimpang, seperti seks dan narkoba. Bentrok anak dan orangtua pun kerap terjadi
lantaran remaja kurang memahami etiket bersopan santun. Rupanya, banyak remaja yang tak
tahu dengan etiket. Berbagai kalangan mengganggap bahwa dihapusnya pelajaran budi pekerti
dari kurikulum pendidikan Indonesia menjadi salah satu penyebab merosotnya etika dan budi
pekerti remaja saat ini.
Mungkin saja beberapa orangtua di jaman dulu mengaku sangat miris terhadap gaya dan perilaku
remaja yang banyak tidak beraturan. Remaja sekarang dianggap sudah menganggap remeh
segala sesuatu. Mereka sudah tidak lagi memandang orang tua serta melupakan norma-norma
yang ada. Jarang sekali terdengar remaja mengucapkan salam atau menanggapi sapaan orangtua.
Mudah sekali terlibat narkoba, mudah sekali terlibat dalam seks bebas, ini bahaya jika dibiarkan
secara
Etiket dan Etika
Perbedaan antara etika dan etiket. Etika merupakan falsafah moral yang dilandasi agama,
budaya, perilaku mana yang baik dan buruk. Etiket itu penjabarannya berdasarkan etika. Etiket
adalah aturan sopan santun dan tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Etiket
bisa disebut sebagai golden rules yang menyatakan perlakukan orang lain sebagaimana kamu
yang ingin diperlakukan. Karena itu, orang yang memahami etiket memperlakukan orang lain
dengan baik dan respek, sehingga akan lebih diterima dalam pergaulan. Sebagai remaja, pasti
ingin disukai banyak orang dan berhasil dalam pergaulan.
Etiket bisa diartikan sebagai rambu-rambu yang membantu mengetahui apa yang harus
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam situasi tertentu. Hal utama yang juga menjadi
dasar dari etiket adalah adat-istiadat atau tradisi dari daerah dan negara tertentu. Prinsip-prinsip
dalam etiket selalu tetap, tidak berubah, bersifat universal, dan tak terbatas waktu dan tempat.
Terdapat tiga prinsip dalam etiket, yaitu respek, empati dan kejujuran. Sangat penting untuk
menunjukkan penghargaan kepada setiap orang dengan kelebihan, kekurangan, kesamaan dan
perbedaan yang ada.
Etiket Remaja tidak hanya mengenai cara bergaul yang benar, tetapi juga menyangkut tentang
tentang berkehidupan dengan lingkungan manusia, alam dan segala isinya termasuk flora dan
fauna. Bila berkaitan hunungan dengan sesame manusia maka komunikasi dan sosialisasi sangat
memerlukan etika. Etika tersebut bisa saja mengenai cara berpacaran yang benar, aturan sopan
santun yang umum, sampai cara ber-gaul yang baik dalam situasi yang spesifik. Etika remaja
juga meliputi komunikasi dengan orang lain, cara bersikap di depan umum, cara berbusana yang
pantas untuk setiap kesempatan. Remaja yang memahami etiket akan lebih berhasil dalam
dikemukakan jauh pada masa lalu di awal abad ke-20 oleh bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley
Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu adalah bahwa masa remaja merupakan masa badai dan
tekanan (storm and stress). Selain itu juga masih banyak beberapa kalangan yang menyatakan
bahwa masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, hal serupa diungkapkan oleh Erickson
dimana pada masa remaja merupakan masa krisis identitas dan pencarian jati diri (Santrock,
2003, Papalia, dkk, 2001)
Keadaan remaja yang sedang berproses kearah pencarian dan pembentukan diri ini kerap
menimbulkan konflik, hal itu akan terus terjadi karena adanya unsur ketidak-siapan seorang
remaja dalam menghadapai permasalahan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal
remaja tersebut. Ketidaksiapan remaja dalam mengatasi persoalan hidup tentu saja akan
berpengaruh negative bagi perkembangan diri maupun lingkungan sekitarnya, missal; kehilangan
orientasi tentang membangun masa depan, terjerumus ke dunia narkoba, minuman alcohol,
pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya.
Apalagi jika dikaitkan dengan semakin pesatnya perkembangan IMTEK pada abad ini, perlu ada
penguatan baik secara in-formal, formal juga secara non-formal. Hal ini terkait pada kemampuan
untuk memfilterisasi informasi-informasi negative yang masuk dan terus berkembang. Walaupun
perkembangan yang terjadi merupakan kemajuan namun tidak dipungkiri juga akan
memunculkan dampak negative bagi remaja yang secara nota bene sedang dalam masa
pencaharian.
Melihat kondisi remaja yang sangat rentan dengan konflik ini maka perlu adanya perhatian
khusus bagi semua kalangan untuk lebih serius dalam melakukan pendekatan melalui programprogram pendampingan dan pengembangan diri pada usia remaja.
Berkaitan dengan klasipikasi usia remaja, terdapat beberapa pendapat seperti menurut Hurlock
(1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12 18 tahun. Monk, dkk (2000) memberi
batasan usia remaja adalah 12 23 tahun, sedangkan menurut Stanley Hall (dalam Santrock,
2003) usia remaja berada pada rentang 12 23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan para ahli
juga dapat dilhat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja
sangat variatif hal ini sangat berkaitan dengan kecakapan/ kemampuan remaja dalam pemenuhan
kapasitas diri sebagai sosok orang dewasa.
1. Kebutuhan Pendidikan Life Skill dalam Menunjang Program-program Pengembangan dan
Penguatan Remaja.
Berbicara mengenai Life Skill atau kecakapan hidup, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak
kalangan yang mendefenisikan kecakapan hidup secara sempit, bahwa life skill hanya dikaitkan
dengan persoalan vokasional atau keterampilan kejuruan khusus saja. Hal ini tentu berbeda
dengan pengertian Life Skill yang diungkapkan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas
yang mendefenisikan life skill dengan makna yang lebih luas, dimana PUSKUR merujuk
pendapat WHO (1997) yang mendefinisikan bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan atau
kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang
mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif.
Menurut badan WHO kecakapan hidup mencakup lima jenis, yaitu:
1. Kecakapan mengenal diri
2. Kecakapan berpikir
3. Kecakapan sosial
4. Kecakapan akademik, dan
5. Kecakapan kejuruan.
Barrie Hopson dan Scally (1981) juga mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan
pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam
menghadapi situasi tertentu.
Sementara Brolin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan
interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri.
Pengertian kecakapan hidup tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu (vocational job),
namun juga memiliki kemampuan dasar pendukung secara fungsional seperti: membaca,
menulis, dan berhitung, merumuskan dan memecahkan masalah (probelm solving), mengelola
sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen, 2002).
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan
kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali seorang remaja dalam mengatasi
berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan,
sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan
dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan hidup dalam kehidupan.
Dikaitkan dengan pengembangan pendidikan kecakapan hidup pada remaja, jika diartikan secara
luas Pendidikan kecakapan hidup ini dapat menyentuh aspek-aspek kehidupan remaja seperti :
A. Aspek personal skill
Aspek ini menjangkau ruang pemahaman untuk mengenali diri (self awareness skill) sehingga
diharapkan remaja mampu berpikir rasional dalam setiap menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi (thinking skill). Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, serta
menyadari dan mensyukuri kelebihan juga kekurangan yang dimiliki. Dengan demikian maka
kecakapan ini dapat menjadi modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang
bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Kecapakan berpikir mencakup antara lain kecakapan mengenali dan menemukan informasi,
mengolah, dan mengambil keputusan (making decision) , serta memecahkan masalah (problem
Selanjutnya dapat juga menggunakan media seni musik sebagai pengembangan keharmonisasian.
Karena berbicara masalah musik tak akan pernah lepas dari pembahasan harmonisasi, seorang
audien akan merasa nyaman mendengarkan permainan musik jika ketukan irama antara alat
musik yang satu dengan lainnya bisa selaras, saling melengkapi dan saling memperindah.
Kemampuan seorang fasilitator untuk dapat mengkaitkan antara pembahasan
Keharmonisasian dalam bermusik dengan keharmonisasian dalam kehidupan sehari-hari.
Tentunya penguatan yang akan diraih dari peserta didik dengan media musik ini adalah remaja
memiliki kemampuan kecerdasan emosi intra dan inter-personal seperti mampu bekerja sama,
menghilangkan kecendrungan egois, mampu menganalisis situasi dalam melakukan tindakantindakan.
Kedua contoh media diatas, jika dikembangkan maka berdampak pada penguatan aspek Personal
skill dan aspek sosial skill pada remaja.
Program-program pengembangan lainnya dapat berupa peningkatan kwalitas mental seperti
pendidikan kepemimpinan (leadership), komunikasi (public speaking), juga pelatihan-pelatihan
kejuruan seperti komputer, kerajinan pertukangan, seni pahat/ukir, lukis, daur ulang bahan bekas
(recycle) serta kreatifitas lain yang menunjang kehidupan remaja secara vokasinal.
Jika empat aspek pengembangan kecakapan hidup diatas dapat dimiliki oleh seorang remaja
maka dipastikan mereka dapat tumbuh dan berkembang secara layak serta memiliki kemampuan
dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif
mencari serta menemukan solusi untuk mengatasinya. Hal ini tentunya dapat menjadi jawaban
atas permasalahan-permasalahan remaja yang telah dibahas diatas, tinggal bagaimana
kemampuan kita dalam menggali dan memformulusikan media serta metode yang tepat sebagai
pintu masuk kedalam dunia remaja.