Kista Ovarium Terpuntir
Kista Ovarium Terpuntir
KEGAWATDARURATAN GINEKOLOGI
Terdapat beberapa keadaan yang merupakan kegawatdaruratan ginekologi, yaitu:
1. Kehamilan ektopik terganggu.
2. Kista ovarium terpuntir.
3. Kista pecah
1. Kehamilan Ektopik Terganggu
Pendahuluan
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang
wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut.
Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh
setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu
diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan
atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat
mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para
wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan
oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut.
Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau
kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan
dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu
uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi
yang dapat berakhir dengan kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang
sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang
terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus
yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur
dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.
Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
berada di luar tempat yang semestinya. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Insiden
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan
ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu
yang dini tidak selalu jelas.
2.
3.
Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila
ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan
vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadangkadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari
perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda
tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita
sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu.
Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat
bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga
perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar
sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.
Diagnosis
a.
Anamnesis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau
tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan/ kiri bawah. Berat atau
ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam
peritoneum.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris
kanan dan kiri.
c.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+)
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
meningkat.
USG: berguna pada 5 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar
uterus. Beberapa penilaiannya:
Kuldosentesis
Tatalaksana
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada
laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari
adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus
diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam
tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu : kondisi
penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
(pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan
pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus,
oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.
Komplikasi
5
Insiden
Kista ovarium terpuntir dapat terjadi pada berbagai usia, namun umumnya
terjadi pada awal usia reproduksi. Hampir 17% kasus ditemukan pada wanita
premenarche dan postmenopause. Usia median adalah 28 tahun dengan persentasi
pasien berusia <30 tahun mencapai 70-75%.
Patofisiologi
Kista ovarium terpuntir secara klasik terjadi unilateral pada ovarium yang
membesar patologis. Ireguleritas ovarium menimbulkan fulcrum di sekitar tuba
yang terlibat. Proses tersebut dapat berlangsung pada ovarium saja tapi lebih
sering mempengaruhi kedua ovarium dan tuba (adnexa terpuntir). Hampir 60%
torsi terjadi pada sisi kanan.
Berbagai faktor mempengaruhi perjalanan kista ovarium terpuntir. Kista
ovarium terpuntir normalnya paling sering terjadi pada usia muda, dimana
abnormalitas perkembangan misalnya tuba yang panjang atau ketiadaan
mesosalfing mungkin berperan. Faktanya, kurang dari setengah terpuntirnya
ovarium pada pasien anak melibatkan kista, teratoma, atau massa lainnya. Selama
hamil muda, adanya pembesaran kista korpus luteum mungkin merupakan
predisposisi terpuntirnya kista. Wanita yang menjalani induksi ovulasi untuk
infertilitas memiliki resiko lebih besar, dimana adanya kista teka lutein
memperbesar volume ovarium secara bermakna.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, sebagaimana anamnesis biasanya tidak spesifik dan
sangat bervariasi. Massa adnexa kenyal, unilateral, dilaporkan pada 50-90%.
Bagaimanapun, tidak adanya temuan ini tidak menyingkirkan diagnosis.
Nyeri tekan umum ditemukan; tetapi cukup ringan pada 30% pasien. Oleh
karena itu, tidak adanya nyeri tekan tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan
kista ovarium terpuntir. Nyeri lepas dan muscle rigidity dapat ditemukan dan
sering sulit dibedakan dari abses pelvis atau apendisitis.
Temuan massa ovarium mungkin mengarahkan, namun bisa menyesatkan
asal sumber nyeri. Karena massa yang terlibat biasanya non-neoplasma atau kista
hemoragik, yang memang menimbulkan nyeri pada lokasi dan dengan kualitas
yang sama.
c. Pemeriksaan penunjang
USG adalah modalitas pencitraan utama untuk pasien yang dicurigai
mengalami kista ovarium terpuntir. Pembesaran ovarium sekunder terhadap
kerusakan drainase vena dan limfatik adalah temuan paling umum pada
kista ovarium terpuntir.
Kombinasi Doppler flow imaging dengan penentuan morfologik ovarium
dapat meningkatkan akurasi diagnosis; membantu memperkirakan viabilitas
struktur adneksa dengan menggambarkan aliran darah pada pedikel yang
terpuntir dan adanya aliran vena sentral.
Computed tomography dapat menggambarkan pembesaran ovarium dan
massa adneksa, tapi tidak dapat mengevaluasi da tidaknya aliran darah ke
ovarium yang terlibat. CT dapat berguna dalam menyingkirkan penyebab
lain nyeri abdomen bawah bila diagnosis tidak dapat ditentukan. CT dapat
menyingkirkan adanya massa pelvis.
Tatalaksana
Pembedahan dilakukan untuk menghilangkan jaringan nekrotik. Jika
pembedahan tidak dapat dilakukan, bedrest, cairan intravena, dan analgesik dapat
memberikan hasil yang memuaskan, walaupun membutuhkan waktu yang lebih
lama. Dapat digunakan obat-obatan untuk mengatasi gejala yang muncul seperti
penggunaan antiemetik/ sedatif.
Komplikasi
Infeksi
Peritonitis
Sepsis
Adhesi
Nyeri kronis
Infertilitas (rare)
Prognosis
Baik dengan diagnosis dini dan penanganan tepat.
3. Kista Pecah/ Robekan Dinding Kista
Bila kistanya kecil, pecahnya kista biasanya tidak disadari. Bila besar, atau
terdapat perdarahan dari kista, pecahnya kista dapat disertai nyeri. Nyeri awalnya
hanya pada satu sisi, kemudian menyebar ke seluruh pelvis.
Terjadi pada torsi tangkai kista ovarium dan karena trauma seperti jatuh,
diurut, pukulan pada perut, koitus. Apabila kista hanya mengandung cairan serous,
rasa nyeri akibat robekan dan iritasi peritonium tidak begitu hebat, tapi robekan
pada dinding kista disertai perdarahan yang timbul mendadak dan berlangsung
terus menerus kedalam rongga abdomen, maka akan menimbulkan gejala nyeri
yang terus menerus dengan akut abdomen.
Pada kista pecah, misalnya pada kista coklat/kista endometriosis, pecahnya
kista terjadi akibat perlekatan-perlekatan yang bersifat infiltratif dan makin
menipisnya dinding kista karena makin bertambahnya darah yang menumpuk
dalam rongga kista.
Gejala klinis berupa nyeri pelvis sampai seluruh abdomen. Nyeri dan rasa
tidak nyaman dapat menjadi lebih berat dan perdarahan juga dapat terjadi setelah
kista pecah. Nyeri sangat mendadak, tajam, dan dapat meningkat dengan adanya
10
aktivitas. Selain itu dapat terjadi perdarahan, baik ringan maupun berat. Apabila
terjadi perdarahan berat atau hemoperitoneum, dapat menimbulkan sinkop.
Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas,
akibat adanya iritasi peritoneum. Abdomen dapat terdistensi dengan adanya
penurunan bising usus. Pada pemeriksaan pelvis, seringkali ditemukan massa
kista yang pecah namun belum mengalami ruptur secara menyeluruh. Demam dan
leukositosis jarang ditemukan. Penurunan hematokrit terjadi hanya jika
perdarahan terus berlangsung.
Tatalaksana
Pada umumnya kista pecah memerlukan terapi pembedahan, baik berupa
laparoskopi
maupun
laparotomi.
Kuldosentesis
dapat
membantu
dalam
11
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama
: Ny. E
Nama suami : Tn S
Umur
: 26 tahun
Umur
: 35 tahun
Alamat
: Kampung Jua
Pekerjaan
: wiraswasta
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Suku
: Minang
No. MR
: 76.93.95
Anamnesis
Seorang pasien wanita umur 26 tahun masuk KB IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 10 Februari 2012 dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang bagian belakang menjalar ke bagian perut depan bawah
sampai di atas kemaluan sejak 6 jam yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang :
Nyeri pinggang bagian belakang menjalar ke bagian perut depan bawah
sampai di atas kemaluan sejak 6 jam yang lalu. Nyeri dirasakan semakin
lama semakin hebat seperti menusuk sehinggapasien tidak dapat
melakukan aktivitas ataupun berjalan. 1 hari sebelumnya pasien pergi
berurut ke dukun karena rasa tidak nayaman pada perut bagian bawahnya.
Keluhan ini disertai dengan rasa nyeri pada saat berkemih. Frekuensi
berkemih menjadi lebih sering dan jumlah air kencing yang keluar sedikitsedikit disertai rasa perih setelah selesai berkemih. Keluhan ini disertai
juga perasaan mual tanpa disertai muntah.
Pasien tidak mengetahui apakah terdapat pembesaran massa dalam
perutnya.
12
: Sedang
Kesadaran
: Komposmentis kooperatif
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi
: 84 x / menit
Frekuensi nafas
: 20 x /menit
Suhu
: 37 0C
Berat Badan
: 51 kg
Tinggi badan
: 150 cm
Status Generalis
Mata
Kulit
: Sianosis (-)
Kepala
KGB
Leher
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
: Status ginekologi
Genitalia
: Status ginekologi
Ekstremitas
Status Ginekologi :
Mammae
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genitalia :
14
Inspeksi
Inspekulo
Vagina
Porsio
VT Bimanual
Vagina
Porsio
: Tumor (-)
: Multipara, ukuran sebesar jempol tangan dewasa,
: 13,4 gr%
Leukosit
: 15.400 /mm3
Hematokrit
: 37
Trombosit
: 230.000/mm3
15