Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
WHO memperkirakan 15 juta orang di dunia meninggal akibat
penyakit jantung setiap tahun, sama dengan 30% total kematian di dunia
(National Cardiovascular Centre, 2009). Pembaruan 2010 dari American
Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa terdapat 5,8 juta orang
dengan gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2006 dan juga terdapat
23 juta orang dengan gagal jantung di seluruh dunia (Ramachandran, 2010).
Kematian akibat penyakit kardiovaskuler khususnya decompensasi cordis
adalah 27 % (Lingamanaicker, 2007). Sekitar 3 - 20 per 1000 orang
mengalami decompensasi cordis, angka kejadian decompensasi cordis
meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 60
tahun) (Gray dkk, 2003).
Gagal jantung (heart failure) merupakan salah satu penyakit
kardiovaskuler yang menjadi masalah serius di dunia. American Heart
Association (AHA) pada tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk Amerika
menderita gagal jantung. Di Asia tercatat 38,4% juta penderita hipertensi pada
tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 67,4 juta orang pada
tahun 2005. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia
tahun 1995, prevalensi hipertensi untuk penduduk berumur > 25 tahun adalah
8,3 %, dengan prevalensi pada laki-laki sebesar 7,4 % dan pada perempuan
sebesar 9,1 %. Berdasarkan SKRT tahun 2004, prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 14 %, dengan prevalensi laki-laki sebesar12,2% dan
perempuan 15,5%. Penyakit system sirkulasi dari hasil SKRT tahun 1992,
1995,dan 2001 selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus
meningkat yaitu 16%, 18,9%, dan 26,4% (Departemen Kesehatan, 2007).
Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya
tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal
dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal
jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama (Maggioni,
2005).

Prevalensi gagal jantung pada DM mendekati 20%. Menurut Boy


er dkk prevalensi gangguan diastolik pada DM yang normotensi sebanya
k 75%(Fonarow, 2005). Stdudi Frmingham menyebutkan proporsi kejadian
gagal jantung pada penderita DM pada wanita tinggi dibandingkan laki- laki
yaitu masing- masing 12 % dan 6 % hampir sama dengan penelitian
Cardiovascular Health Study (CHS), DM merupakan prdiktor independen
terjadinya gagal jantung pada 58888 penderita yang telah menderita DM
selama 5,5 tahun (Masoudi, 2007).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang
menyebabkan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. DM merupakan
faktor

resiko

independen

terjadinya

gagal

jantung.

Rangsangan

neurohormonal memegang peranan pada patofisiologi terjadinya resistensi


insulin, cardiovascular event, dan progresifitas gagal jantung. Penelitian
Framingham menyatakan resiko terjadinya gagal jantung pada DM 2,4 kali
pada laki-laki dan 5 kali lebih besar pada wanita. Kontrol glukosa yang
buruk menurut United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
meningkatkan resiko gagal jantung pada DM tipe II. (Fonarow, 2005).
Hubungan antara DM dan gagal jantung multifaktor dan kemungkinan berupa
hubungan timbal balik, diabetes meningkatkan risiko terkena gagal jantung
dan tampaknya meningkatkan risiko diabetes. Berdasarkan hasil penelitian
UKPDS, setiap peningkatan HbA1c sebesar 1% akan meningkatkan resiko
gagal jantung sebanyak 12%. Kardiomiopati diabetik merupakan penyebab
utama gagal jantung pada penderita DM tipe I dan II (Roman, 2005;
Kamalesh, 2007).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
membahas hubungan antara Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Dengan
Kejadian Gagal Jantung.

BAB 2. LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien

Nama

: Ny. H

Umur

: 50 th

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Sumatra 11/4 Jember

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Tanggal MRS

: 24 Januari 2015

No. RM

: 111734

2.2.1 Keluhan utama


Sesak
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan
sejak 15 hari yang lalu. Pasien merasa sesak dirasakan saat beraktifitas berat dan
ringan seperti menyapu halaman rumah. Pasien juga merasa nafasnya terasa berat
saat tidur terlentang, sehingga pasien terbiasa menggunakan 2 bantal saat tidur
atau posisi setengah duduk. Jika tidak, pasien akan sering terbangun di malam
hari. Karena hal itu, pasien merasa badan pasien lemas dan cepat lelah. Pasien
juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati sejak 10 hari yang lalu. Nafsu makan juga
menurun. Pasien juga memiliki riwayat DM dan rutin minum obat. Mual (+),
muntah (-)
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+), DM (+)
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal

2.2.5 Riwayat Pengobatan


Riwayat pengobatan hipertensi secara rutin disangkal
Riwayat pengobatan hipertensi secara rutin (+)
2.2.6

Anamnesis Sistem
a. Sistem Serebrospinal

Penurunan kesadaran

(-), Demam (-), Kejang (-), Nyeri kepala (-)


b. Sistem Kardiovaskuler :

Palpitasi

(-),

Epistaksis

(-),

Hipertensi (+), Nyeri dada (-)


c. Sistem Pernafasan

Dyspneau (+), Batuk(-), Pilek (-), Pernafasan cuping


hidung (-), Retraksi dinding dada (-), dan tidak ada
ketertinggalan gerak
d. Sistem Gastrointestinal :

Nafsu

makan

menurun, BAB hitam (-), nyeri ulu hati (+), mual (+)
e. Sistem Urogenital

BAK lancar dan tidak

nyeri, serta berwarna kuning jernih


f. Sistem Muskuloskeletal :

Atrofi

otot

(-),

deformitas (-)
g. Sistem Integumentum :

Oedema (-), Ikterik

(-), Ptechiae (-), Purpura(-), Ekimosis (-)


Kesan: Terdapat gangguan di sistem kardiovaskuler dan gastrointestinal
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
a. Keadaan umum

cukup

b. Kesadaran :

Compos mentis

c. Vital Sign :
1) TD

: 140/90 mmHg

2) Nadi

: 102 x/mnt, kuat angkat, ireguler

3) RR

: 26 x/mnt

4) Suhu Axilla

: 36,4 C
d. Kulit

Ikterus (-), Ptechiae (-), Purpura (-),

Ekimosis (-)
e. Kelenjar limfe

Tidak ditemukan pembesaran

pada limfonodi leher


f. Otot : Artrofi (-)
g. Tulang

: Deformitas (-)

h. Status Gizi :
1) Berat badan

: 59 kg

2) Tinggi badan

: 148 cm

3) IMT

: 26,93 kg/m2 (gizi lebih)

Kesan : Didapatkan hipertensi, takikardi, takipneu, dan obesitas.


2.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus
a.Kepala
1)Bentuk

: Bulat

2)Rambut

Hitam, lurus

3)Mata

Konjungtiva anemis -/-

Sklera ikterus -/Oedem palpebra -/Reflek cahaya +/+


4)Hidung

Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-),

Pernafasan cuping hidung (-)


5)Telinga

Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-)

6)Mulut

Sianosis (-), Bau (-)

b. Leher :
1)Kelenjar limfe

Tidak ada pembesaran pada

limfonodi leher
2)Tiroid

3)Kaku kuduk:
4)JVP :

Tidak ada pembesaran


(-)

tidak meningkat

5)Tidak tampak retraksi suprasternal dan kontraksi M.


sternocleidomastoideus
c. Thorax
1) Cor
a) Inspeksi

Ictus cordis tidak tampak

b)Palpasi

Ictus cordis teraba ICS VII axillaris

anterior line sinistra


c) Perkusi

Redup di ICS VII midclavicula line

dextra sampai ICS VII axillaris anterior line sinistra


(batas jantung melebar)
d)Auskultasi :

S1/S2 tunggal, reguler, ekstra sistole

(-), gallop (+), murmur (-)


2) Pulmo
Ins

Per

Aspectus Ventralis
Bentuk dada normal

Aspectus Dorsalis
Bentuk dada normal

Simetris

Simetris

Retraksi (-)

Retraksi (-)

Gerak nafas tertinggal (-)


Nyeri tekan (-)

Gerak nafas tertinggal (-)


Nyeri tekan (-)

Fremitus raba

Fremitus raba

N
Pal

Sonor-Redup

S
S

Sonor-Redup

S
S

Aus

Suara Dasar

Suara Dasar

BV

BV

BV

BV

BV

BV

BV

BV

V V

V V

V
Wheezing

Wheezing
-

Rhonki

- -

Rhonki

- -

- -

- -

d. Abdomen
1)Inspeksi

Cembung

2)Auskultasi :

Bising usus (+) 10x/menit

3)Perkusi

Tympani-redup

4)Palpasi

Soepel, Shiffing dullness (-), Nyeri

tekan hipokondrium sinistr dan epigastrium (+),


Hepatomegali(-) dan splenomegali(-)

e. Ekstermitas
1) Superior

: Akral hangat +/+, oedem -/-

2) Inferior

: Akral hangat +/+, oedem -/-

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 24 Januari 2016
Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

Nilai normal

HEMATOLOGI
Hemoglobin

13.9

12-16

gr/dL

Leukosit

6.1

4.5-11

109/L

Hematokrit

41.5

36-46

Trombosit

215

150-450

109/L

SGOT

64

10-31

U/L

SGPT

62

9-36

U/L

Albumin

3.9

3.4 4.8

gr/dL

206

<200

mg/dL

135-155

mmol/L

FAAL HATI

GULA DARAH
Glukosa Sewaktu
ELEKTROLIT
Natrium

134.6

Kalium

4.19

3.5 5.0

mmol/L

Chlorida

106.5

90-110

mmol/L

Calsium

2.15

2.15 2.57

mmol/L

Magnesium

0.84

0.77 1.03

mmol/L

Fosfor

1.10

0.85 1.60

mmol/L

FAAL GINJAL
Kreatinin Serum

1.1

0.5-1.1

mg/Dl

BUN

21

6-20

mg/dL

Urea

40

26-43

gr/24 h

Tanggal 25 Januari 2016


Jenis

Hasil

pemeriksaan
Gula darah

pemeriksaan

sewaktu

148

Nilai normal
<200

mg/dl

2.4.2 Pemeriksaan EKG

24/01/2016

2.4.3 Foto Thorax

Resume
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan
sejak 15 hari yang lalu. Pasien merasa sesak dirasakan saat beraktifitas berat dan
ringan seperti menyapu halaman rumah. Pasien juga merasa nafasnya terasa berat
saat tidur terlentang, sehingga pasien terbiasa menggunakan 2 bantal saat tidur
atau posisi setengah duduk. Jika tidak, pasien akan sering terbangun di malam
hari. Karena hal itu, pasien merasa badan pasien lemas dan cepat lelah. Pasien
juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati sejak 10 hari yang lalu. Nafsu makan juga
menurun. Pasien juga memiliki riwayat DM dan rutin minum obat. Mual (+),
muntah (-). Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi dan Diabetes Melitus
Keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis. Status gizi dengan IMT
Gizi lebih. Pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi, takikardi, takipneu, bunyi
jantung dengan irama gallop, dan nyeri tekan di regio hipokondrium sinistra dan
epigastrium. Pemeriksaan Laboratorium: peningkatan SGOT dan SGPT FAAL
hati. Pemeriksaan EKG terdapat LVH (Left Ventricle Hypertrophy)
2.5 Diagnosis Kerja
Etiologi

: HHF + DM

Anatomis

: LVH

Fungsional

: DCFC III

Sekunder

: Dispepsia

2.6 Planning
2.6.1 Planning Terapi

O2 3lpm

Inf. PZ 500cc/24 jam

Inj Ranitidin

Inj furosemide 3x1

p/o Valsartan 80mg 0 - 0 1

p/o Spironolakton 25mg 1-0-0

p/o Bisoprolol 2,5 mg 1 - 0 0

p/o Dexanta syr 3x CI

2.6.2 Planing diagnostik

TF

ECG

2.6.3 Planing Monitoring


1. EKG
2. Vital sign
3. Urine tampung/24 jam
2.6.4 Planning edukasi

Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan dan


tindakan medis kepada pasien serta keluarga.

Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada pasien dan


keluarga

Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya

2.7 Prognosis
Dubia

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena


beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan
tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah (Saseen and
Carter, 2005). Hipertensi adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit
kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati
(Anonimc, 2006). Prevalensi populasi hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3 kali
lebih tinggi daripada kelompok pada non diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi
sangat penting untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada individu dengan
diabetes (Anonim, 2002). Pada diabetes tipe 1, adanya hipertensi sering
diindikasikan adanya diabetes nefropati. Pada kelompok ini, penurunan tekanan
darah dan angiotensin converting enzym menghambat kemunduran pada fungsi
ginjal (Thomas, 2003). Pada diabetes tipe 2, hipertensi disajikan sebagai sindrom
metabolit (yaitu obesitas, hiperglikemia, dyslipidemia) yang disertai oleh
tingginya angka penyakit kardiovaskular (Anonimc, 2006)
a. Patofisiologi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan
resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi
metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan
dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi
endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang
mengatur struktur fungsi pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida,
spesies reaktif lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II.
Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat
atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun bioavailabilitas pada
endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada individu dengan
diabetes mellitus.
Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mesintesis aktivasi
dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif
yang merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut

oleh resistensi insulin, yang menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari
jaringan adipose. Asam lemak bebas, aktivasi protein kinase C, menghambat
phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif. Semua
mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas (Rodbard, 2007)
b. Sasaran
1. Pasien dengan diabetes perlu diperlakukan pada tekanan darah sistolik
<130
mmHg.
2. Pasien dengan diabetes perlu diperlakukan pada tekanan darah diastolik
<80
mmHg (Anonimc, 2006)
c. Terapi hipertensi dengan diabetes mellitus
1. Terapi non-farmakologis
Pengobatan non farmakologis berupa pengurangan asupan garam,
penurunan
berat badan bagi pasien gemuk dan olahraga (Bakri, 2003)
a) Terapi farmakologis
Menurut JNC VII, pengobatan dengan diuretik, ACE inhibitor, beta
blocker,
angiotensin reseptor bloker, dan calcium antagonist mempunyai manfaat
pada terapi hipertensi pada diabetes tipe 1 dan tipe 2 (Chobanian et al.,
2004).

Obat

antihipertensi yang ideal untuk penyandang diabetes mellitus sebaiknya


memenuhi
syarat-syarat:
a) Efektif menurunkan tekanan darah
b) Tidak menganggu toleransi glukosa atau menganggu respons
terhadap hipohiperglikemia
c) Tidak mempengaruhi fraksi lipid

d) Tidak menyebabkan hipotensi postural, tidak mengurangi aliran


darah

tungkai,

tidak meningkatkan risiko impotensi


e) Bersifat kardio-protektif dan reno-protektif (Bakri, 2003)
Diuretik
(a). Mekanisme
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya tejadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain itu beberapa diuretik juga
menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek
ini diduga akibat penurunan natrium di ruang intertisial dan di dalam sel otot
polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium
(Nafrialdi et al., 2007)
(b). Manfaat
Diuretik thiazid bermanfaat pada diabetes, bisa sendiri atau sebagai bagian
dari regimen terapi yang dikombinasikan. Terapi dengan klortalidon
menurunkan titik akhir primer pada penyakit jantung kronis fatal dan infark
miokard untuk tingkat derajat yang sama sebagai dasar terapi pada lisinopril
atau amlodipin. Perhatian potensial adalah kecenderungan dari diuretik tipe
thiazid untuk hiperglikemia buruk, tetapi efek yang ditunjukkan kecil dan
tidak memproduksi kejadian kardiovaskular dibandingkan golongan obat
yang lain (Chobanian et al., 2004)
ACE Inhibitor (ACEI)
(a). Mekanisme
ACE-inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu,
degradasi bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek
vasodilatasi

ACEinhibitor. Vasodilatasi

secara

tidak

langsung

akan

menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan


menyebabkan ekskresi air dan retensi kalium (Nafrialdi et al., 2007)
(b). Manfaat

Terapi dengan ACE Inhibitor juga komponen yang penting pada regimen
untuk mengontrol tekanan darah pada pasien diabetes. ACE Inhibitor
digunakan sendiri untuk menurunkan tekanan darah tetapi lebih banyak
efektif ketika dikombinasikan dengan diuretik thiazid atau obat antihipertensi
lain (Chobanian et al., 2004)
Angiotensin reseptor bloker (ARB)
(a). Mekanisme
Dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa antagonis reseptor
angiotensin II ( losartan, kandesartan, irbesartan, valsatran dan erprosartan)
merelaksasi otot polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan
ekskresi garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan
mengurangi hipertropi sel (Oates et al., 2008)
(b). Manfaat
Angiotensin

reseptor

bloker

memproduksi

perbaikan

lebih

besar

dibandingkan dengan beta bloker pada 1,195 pasien dengan diabetes,


termasuk menurunkan 37% mortalitas pada kejadian kardiovaskular. ACE
inhibitor dan angiotensin reseptor bloker mempunyai efek yang baik pada
fungsi renal dan memperbaiki sensitivitas insulin, oleh karena itu ACE
Inhibitor dan angiotensin reseptor bloker adalah pilihan utama dan ideal pada
terapi pasien dengan diabetes dengan hipertensi (Torre et al., 2006)
Beta bloker
(a). Mekanisme
1. Penurunan

denyut

jantung

dan

kontraktilitas

miokard

sehingga

menurunkan curah jantung.


2. Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat
penurunan produksi angiotensin II
3. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada
sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer
dan peningkatan biosintesis prostasiklin.
b). Manfaat
Beta bloker, terutama beta-1 selektif agen, bermanfaat pada diabetes sebagai
bagian pada terapi beberapa obat, tetapi sebagai monoterapi nilai mereka

kurang jelas. Meskipun beta bloker menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan pada homeostasis glukosa pada diabetes, termasuk sensitivitas
insulin yang buruk, dan penutup potensi epinefrin menengahi gejala dari
hipoglikemia, masalah ini biasanya mudah di tangani dan bukan
kontraindikasi yang absolut untuk penggunaan beta bloker (Chobanian et al.,
2004)
Calsium channel bloker (CCB)
(a). Mekanisme
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium
terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.
Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek takikardia dan
vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan dihidropiridin kerja
pendek (nifedipin). Sedangkan diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan
takikardi karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung (Nafrialdi et
al., 2007)
(b). Manfaat
Calsium channel bloker digunakan pada diabetes, sebagai bagian kombinasi
terapi untuk mengontrol tekanan darah. Calcium channel bloker menurunkan
kejadian penyakit kardiovaskular pada diabetes dibandingkan plasebo pada
beberapa hasil percobaan klinik (Chobanian et al., 2004)
Tabel 2. Petunjuk pemilihan obat pada Compelling indication (Chobanian et
al.,2004)

Anda mungkin juga menyukai