PeroneaL PALSY
PeroneaL PALSY
PENDAHULUAN
Latar belakang
Neuropati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur dari saraf tepi. Etiologi dari neuropati abtara lain: trauma, radang
gangguan metabolik, kelainan struktur sekitar saraf dan lain-lain sebab. (Walton,
1977).
Banyak saraf tepi yang mudah terkena cedera mekanikal karena panjangnya saraf
tersebut dan perjalanannya yang berada di superfisial. Oleh karena itu kompresi
neuropati khas ditandai oleh terkenanya 1 saraf tepi pada tempat dimana secara
anatomi paling mudah terkena tekanan. Dengan demikian tingkat kerusakan
ditentukan oleh berbagai faktor, tetapi yang paling penting adalah besar dan
lamanya tenaga cedera dan komposisi serta hubungan anatomi dari bagian saraf.
Penyempitan jalannya saraf secara anatomi, kebiasaan atau trauma berulang yang
berhubungan dengan pekerjaan dan keadaan-keadaan yang sangat rentan terhadap
cedera tekanan adalah faktor-faktor yang biasanya memperberat perkembangan
kompresi neuropati. Banyak penelitian melaporkan bahwa neuropati saraf
peroneus ataupun percabangannya sering terjadi, hanya insiden ygpasti belum
diketahui.(Vinken, 1975)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
N. Peroneus communis dibentuk oleh gabungan 4 divisi postereor
bagian atas pleksus sakral yaitu dari L45 dan S1-2. Pada paha, saraf ini
merupakan komponen N.sciatic sampai bagian atas daerah popliteal, dimana
N.Peroneus communis mulai berjalan sendiri.
Cabang
pertama
merupakan
saraf
sensoris
yang
meliputi
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DEFINISI
Peroneal Palsy yaitu keadaan yang ditandai dengan penurunan fungsi
sensorik dan motorik pada tungkai bawah dan kaki akibat lesi pada nervus
peroneal.
3.2 ETIOLOGI
- Tekanan dari luar (seperti penekanan pada saraf selama jongkok/ duduk
-
bersilang kaki)
Trauma, Diabetes, Lepra
Meskipun suatu mono neuropati N.peroneal communis ataupun
bermyelin. Menurut Ochoa & Mair (1969) bahwa 75% serabut saraf
kulit adalah tidak bermyelin.
Perbedaan dalam komposisi dan kerentanan terhadap tekanan dapat
menpengaruhi efek tekanan secara keseluruhan pada saraf otot dan saraf
kulit. Besar dan lamanya kompresi juga mempengaruhi sifat dan tingkat
kerusakan saraf.
Bentley dan Schlapp (1943) dalam penelitiannya terhadap hewan
kucing mendapatkan bahwa tekanan yang dipasang pada N.Sciatic
sebesar 120mmHg selama 3 jam, hanya menimbulkan gangguan
konduksi saraf yang moderate, sebaliknya tekanan antara 130200mmHg menimbulkan blok konduksi secara lengkap.
Danta dan kawan-kawan(1971) dalam penelitiannya terhadap
hewan baboon dengan tekanan 1000mmHg yang dipasang pada anggota
gerak bawah selama 1-3 jam, menimbulkan blok konduksi segmental
pada N.Popliteal media secara langsung dibawah manset. Pada
pemeriksaan histologi memperlihatkan paranodal invaginasi dari
serabut saraf yang terkompresi, keadaan ini agaknya akibat adanya
displacement myelin secara longitudinal dan berakibat obliterasi dari
nodes of Renvier. Paranodal invaginasi dapat diakibatkan oleh
perbedaan besarnya tekanan antara bagian serabut saraf yang
berkompresi dan yang tidak terkompresi. Kejadian paranodal invaginasi
seawal
awalnya
24
jam
setelah
dipasang
tourniquet,
ini
obliterasi
karena
paranodal
invaginasi
myelin.
Dahlstrom
dan
kawan-kawan
(1966)
berpeluang
terkena
tekanan.
Penyebab
meningkatnya
o Gangguan reflek
o Atropi otot
3. Penyakit lepra
Defisit neurologis berkembang secara progresif sesuai dengan
perkembangan penyakitnya
Gangguan sensoris intrakutan berkembang ke telapak kaki, tungkai
dan paha
Daerah sparing dapat terdeteksi antara jari-jari kaki, fossa poplitea
dan setengah proksimal medial paha
superfisial N.Peroneal yang berjalan lateral mengelilingi kaput fibula
terinfiltrasi dan membesar.
Foot drop merupakan gejala kedua yang tersering
Bila mengenai N.Tibialis posterior 1/3 distal tungkai, menimbulkan
paralisis otot-otot intrinsik pada permukaan volar kaki dan hilangnya
sensibilitas telapak kaki
Stretch reflex masih baik. Keadaan ini merupakan gejala yang paling
membantu untuk membedakan lepra dari polineuropati lainnya
Serabut otonom rusak bersama-sama dengan serabut-serabut motoris
dan sensoris. Hilangnya keringat didaerah yang kurang sensitiv.
Extrimitas menjadi dingin danagak hitam. Tidak didapatkan
hipotensi postural, nocturnal diare, krisis abdominal, gangguan
kandung kemih dan impotensi yang biasa terjadi pada neuropati dan
radikulopati
4. Diabetes
Biasanya pada usia pertengahan dan tua
Kelemahan danatropi otot-otot proksimal extrimitas bawah yang
asimetris
Sering disertai nyeri pada otot-otot paha. Nyeri terasa paling berat
pada malam hari
Reflek patella menurun/hilang
Gangguan sensoris sering tidak begitu menyolok
Terutama mengenai otot-otot iliopsoas, quadrisep dan adduktor. Bila
kelompok otot anterolateral pada tungkai bawah terkena bersamaan
menimbulkan anterior compartement syndrome
3.4 EVALUASI PASIEN
Awalnya, pasien dengan neuropati peroneal mengeluh lateral tungkai
bawah dan kaki sakit punggung. Concurrent low back pain atau nyeri paha
10
11
Tabel 1
Drop kaki asal perifer
Saraf
L5 akar saraf
Motor
Indrawi
Gluteus maximus / medius / minumus, tensor Lateral kaki, betis lateral, dorsum kaki, dan
fasciae
latae,
semitendinosus, jari kaki medial
semimembranosus, bisep femoris, tibialis
posterior, TA, PL, PB, EDB, EHL
(gastrocnemius / soleus)
Plexopathy
presentasi
lumbosakral
variabel:
contoh
adalah lesi proksimal
saraf siatik
Saraf siatik
Kelemahan
Hip penculikan dan rotasi
internal
Lutut fleksi,
Dorsofleksi pergelangan
kaki, inversi, dan eversi
Ekstensi
Toe
(plantarflexion)
Paha posterior, betis lateral, punggung dan Hip rotasi internal dan
kaki plantar (hemat kaki lateral)
penculikan, fleksi lutut,
pergelangan
kaki
dorsofleksi, plantarflexion,
inversi dan eversi
Ekstensi Toe (adduksi
pinggul parsial)
12
Saraf
Superficial
peroneal PL, PB
dan
Dorsofleksi pergelangan
kaki dan eversi parsial>
inversi
Ekstensi Toe
Betis lateral dan dorsum kaki (hemat kaki Ankle eversi
lateral)
TA = tibialis anterior, PL = peroneus longus, PB = peroneus brevis, ekstensor digitorum EDB = brevis, ekstensor EHL = halusis longus,
EDL = ekstensor digitorum longus, PT = peroneus Tertius, EHB = ekstensor halusis brevis
13
3.5 DIAGNOSIS
Diagnosa
peroneus
neuropati
ditegakkan
berdasarkan
gejala
tersedia
di
pusat-pusat
besar.
Kim
dan
kelompoknya
menunjukkan bahwa lutut MRI harus dilakukan dalam semua kasus nontraumatik kelumpuhan saraf peroneal sejak ganglia intraneural mungkin
etiologi yang paling umum. Teknik lain yang lebih baru untuk menilai
daerah sekitar kepala fibula adalah sonografi resolusi tinggi. Visser
menunjukkan bahwa USG merupakan cara yang mudah dan mudah untuk
mengevaluasi saraf peroneal umum di lokasi yang dangkal .
Studi Electrodiagnostic membantu mengkonfirmasikan diagnosis
neuropati peroneal, termasuk diagnosis alternatif, dan menentukan
prognosis. Pemeriksaan yang disarankan termasuk bermotor studi
konduksi saraf dari saraf peroneal dan saraf tibialis dan studi konduksi
saraf sensorik dari sural dan dangkal saraf peroneal. Secara umum, jika
lesi melibatkan demielinasi, perlambatan fokal atau konduksi blok (rugi
15
amplitudo pada situs stimulasi yang lebih proksimal) dapat dilihat. Jika
lesi akibat hilangnya akson, senyawa otot aksi amplitudo potensial akan
menurun pada semua situs stimulasi. Jarum ujian elektromiografi lanjut
dapat melokalisasi lesi. Otot rutin diperiksa untuk penelitian ini meliputi
dua otot dipersarafi oleh saraf peroneal dalam, satu otot diinervasi oleh
saraf peroneal dangkal, tibialis posterior, otot lain dipersarafi oleh saraf
tibialis (yaitu, gastrocnemius medial), dan kepala pendek biseps femoris.
Jika salah satu otot disuplai oleh saraf peroneal tidak normal, otot lebih
lanjut diberikan oleh akar saraf L5 tetapi tidak saraf peroneal (yaitu,
tibialis posterior) harus dievaluasi untuk mengecualikan radiculopathy,
plexopathy lumbosakral, atau sciatic neuropati.
3.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Radikulopati L5
Post operasi pinggul
High aciatic mononeuropathy yang mengenai serabut peroneus kommunis
3.7 Terapi
Konservatif, menghindari faktor kompresi
Operasi
Physical therapy
Nyeri adalah gejala yang paling awal di neuropati peroneal dan
mungkin yang paling sulit untuk diobati. Agen saat ini tersedia untuk nyeri
neuropatik meliputi: lidokain topikal, capsaicin, selective serotonin reuptake
inhibitor, antiepilepsi, opioid, dan agonis reseptor -. Seperti memberikan
bantuan gejala saja, pilihan pengobatan tergantung pada komorbiditas dan
efek samping yang mungkin. Sebuah tinjauan pilihan ini adalah di luar
lingkup artikel ini, tetapi pengobatan harus individual kepada pasien.
Modalitas seperti panas dan es juga dapat memberikan pereda nyeri
yang efektif. Namun, pasien dengan kehilangan sensori harus hati-hati
16
17
18
19
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Peroneal Palsy yaitu keadaan yang ditandai dengan penurunan fungsi
sensorik dan motorik pada tungkai bawah dan kaki akibat lesi pada nervus
peroneal.
Peroneal palsy dapat disebabkan oleh: (1) Tekanan dari luar (seperti
penekanan pada saraf selama jongkok/ duduk bersilang kaki) dan (2) Trauma,
Diabetes, Lepra
Gejala klinis peroneus neuropati dapat dibedakan menurut level lesinya
dan menurut penyebabnya
Terapi peroneal palsy yaitu : (1) Konservatif, menghindari faktor
kompresi, (2) Operasi dan (3) Physical therapy
20
Daftar Pustaka
Internet
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1962/1/bedah-iskandar
%20japardi41.pdf
http://id.scribd.com/doc/54595171/Neuropati-Peroneal-Palsy
Edwards PH, Wright ML, Hartman JF. . Pendekatan praktis untuk diagnosis
diferensial sakit kaki kronis pada atlet Am J Med Olahraga 2005;. 33 (8) :
1241-9.
Garazzo D, Ferraresi S, Buffatti P. Surgical treatment of common peroneal nerve
injuries: indications and results: a series of 62 cases. J Neurosurg Sci. 2004;
48 (3):10512.
Hagiwara Y, Hatori M, Kokubun S, Miyasaka Y. Gait characteristics of sciatic
nerve palsya report of four cases. Ups J Med Sci. 2003; 108 :2217.
Kim DH, Murovic JA, Teil RL, Kline DG. Manajemen dan hasil di 318 lesi saraf
peroneal umum operasi di Pusat Ilmu Kesehatan LSU Neurosurgery
2004;.. :1421-54 9.
Moeller JL, Munroe J, McKeag DB. Cryotherapy diinduksi umum kelumpuhan
saraf peroneal Clin J Sports Med 1997;.. 7 :212-6.
Preston DC, Shapiro BE. Neuropati peroneal. Dalam: Elektromiografi dan
neuromuskuler gangguan. Philadelphia: Elsevier; 2005. hlm 343-54.
Shefller LR, Hennessey MT, Naples GG, Chae J. Peroneal nerve stimulation
versus an ankle foot orthosis for correction of footdrop in stroke: impact on
functional ambulation. Neurorehabil Neural Repair. 2006; 20 (30):35560.
Spinner RJ, Atkinson JL, Scheithauer BW, Batu MG, Birch R, Kim TA, Kliot M,
Kline DG, Tiel RL. Ganglia intraneural peroneal: pentingnya cabang
artikular. Seri Klinis J Neurosurg 2003;... 99 (2) :319-27
21
Visser LH. Resolusi tinggi sonografi dari saraf peroneal umum: deteksi ganglia
intraneural Neurology 2006; 67 :1473-5
Weber DJ, Stein RB, Chan KM, Loeb GE, Richmond FJ, Rolf R, James K, Chong
SL. BIONic WalkAide for correcting foot drop. Conf Proc IEEE Eng Med
Biol Soc. 2004; 6 :418992
22