Anda di halaman 1dari 67

makalah apendiks

Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan mini karya tulis ilmiah ini.
Dimana makalah ini merupakan salah satu dari tugas mata kuliah ,yaitu bahasa indonesia .
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan mini karya tulis ilmiah ini. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya mini karya
tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...

Palembang, juni 2014

Penyusun

Daftar Isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi.............................................................................................................5
2.2 Etiologi.............................................................................................................5
2.3 Patofisiologi.....................................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis..........................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................6

2.6 Laboraturium.................................................................................................7
2.7 Penatalaksanan..............................................................................................7
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan Apendiksitis...............................................................8
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Penyebab dan faktor resiko............................................................................
4.2 Gejala usus buntu...........................................................................................
4.3 Pengobatan usus buntu..................................................................................
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................12
5.2 Saran.................... ..........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran315cm),dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga
umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu
sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan
berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing
ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang.
Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100
kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan
kurang serat. Menurut data epidemologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat
pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka
ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan
laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya
menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penyakit apendistis?
2. Bagaimana cara membuat asuhan keperawatan apendistis?
1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara teoritis
dalam merawat pasien dengan apendisitis.

2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tujuan Khusus
Mampu menguasai konsep teori penyakit apendisitis.
Mampu mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan apendisitis.
Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan apendisitis.
Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan klien dengan apendisitis.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan apendisitis.
Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan apendisitis.
Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan apendisitis.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Mahasiswa
Sebagai informasi dasar untuk mengenal penyakit apendistis.
2. Bagi Masyarakat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit apendistis.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Apendiksitis
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang
berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C,1996).

Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk,2000).
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan,tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
(Anonim, 2007).
2.2 Etiologi
Penyebab yang paling umum dari apendiksitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang
akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa yang menyebabkan inflamasi.
Selain itu appendiksitis juga disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh
hiperplasia foliksi limfoid, fekalit, benda asing, stiktor karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya dan neoplasma (Arief Mansjoer, 2000 : 307).
2.3 Patofisiologi
Appendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen appendik oleh
hyperplasia, folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya atau neoplasma.
Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabakan obstruksi dan akan
mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa atau
sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut yang menyebabakan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen.
Tekanan meningkat akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat ini terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. sumbatan disebabkan oleh nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, dan
suhu tubuh mulai naik.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan appendiksitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah akan terjadi appendiksitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan
lambat aciecum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendiks sehingga timbul
suatu masa lokal yang dsebut infiltrat appenduraris. Peradangan appendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua atau dewasa perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

2.4 Manifestasi Klinis


Nyeri didaerah umbilicus atau periumbilikus
Muntah dalam 2-12 jam

Nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk
Anorexia
Malaise
Demam tinggi
Konstipasi
Kadang-kadang disertai diare, mual
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah : jumlah leukosit (biasanya akan terjadi leukositosis ringan 10.000
20.000/ml) dengan peningkatan neutrofil.
Pemeriksaan urine untuk membedakan adanya kelainan pada ginjal dan saluran
kemih.
Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrate apendikularis.
Foto abdomen : dapat menyatakan adanya penyumbatan material pada appendik
Appendikografi

2.6 Laboraturium
Pemeriksaan darah : leukosit ringan umumnya pada appendicitis sederhana lebih dari
13000/mm3 umumya pada appendicitis perforasi. Hitung jenis : terdapat pergeseran ke kiri.
Pemeriksaan Urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal
bila appendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
2.7 Penatalaksanaan

Observasi
8 12 jam setelah timbulnya keluhan, dalam tindakan ini diobservasi ketat perlu dilakukan,
pasien diminta tirah baring dan dipuasakan
Pemeriksaan abdomen dan rektal
Pemeriksaan darah (leukosit) diulang secara periodik
Foto abdomen
Antibiotik
Operasi Appendik
Pasca Operasi
Observasi TTV
Baringkan klien dalam posisi semi fowler
Puasakan klien selama 12 jam
Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam
Lalu naikkan menjadi 30 ml/jam
Berikan makanan saring/cair pada keesokan harinya dan makanan berikutnya makanan
lunak.
Pada hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan klien diperbolehkan pulang.

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan
1.
a.
b.
c.

Pengkajian
Identitas Klien
Keluhan Utama
Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan dahulu : Kaji apakah klien pernah menderita dengan nyeri pada abdomen
seperti batu uretra

Riwayat kesehatan sekarang : Kaji adanya nyeri di daerah umbilikus dan peri umbilicus,
muntah, anorexia, malaise, demam tinggi, konstipasi, bahkan kadang-kadang terjadi diare.

Riwayat kesehatan keluarga


- Biasanya appendiksitis tidak merupakan penyakit keturunan ataupun menular.
- Kaji apakah ada anggota kelurga lain yang menderita penyakit hipertensi atau DM.
d. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien benar-benar terlihat sakit.

Suhu tubuh naik ringan pada appendiksitis ringan, suhu tubuh meninggi dan menetap atau
lebih bila terjadi perforasi

Dehidrasi ringan sampai berat tergantung pada derajat sakitnya, dehidrasi berat pada klien
appendiksitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan kekurangan masukan,
muntah, kenaikan suhu.

Abdomen : tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah, pada appendiksitis


perforasi lebih jelas, seperti nyeri tekan.
I : Perut tampak tegang
P : Penurunan bising usus
P : Adanya nyeri tekan sekitar umbilikus, distensi, abdomen dan kaku.
A : Tympani

Dada thoraks
I : Simetris kiri dan kanan
P : Fremitus kiri dan kanan
P : Sonor
A : Vesikular
2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan rasa nyaman : nyeri (sedang/berat b.d terjadinya peradangan/ peningkatan asam
lambung.

Resiko tinggi infeksi b.d perforasi/peradangan pada appendiks

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pengeluaran yang berlebihan ditandai dengan
mual, muntah, dan anoreksia
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi
1

Dx :
Gangguan

rasa

nyaman

Rasional
1. Dapat mengetahui tingkat nyeri dan
nyeri dapat menentukan intervensi atau

(sedang/berat)
b.d
terjadinya
peradangan
2.
Tujuan
:
Gangguan
rasa
nyaman dan nyeri hilang atauberkurang
KH : - Wajah klien tidak meringis
3.
TTV dalam batas normal
Klien tidak gelisah
Klien tidak mengeluh kesakitan
4.
1. Kaji tingkat nyeri, catat lokasi dan
karakteristik (skala 1-10)
2. Pertahankan istirahat dengan posisi
semi fowler
3. Alihkan perhatian klien
4. Kolaborasi

tindakan yang akan dilakukan.


Menghilangkan
ketegengan
abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
Dengan mengalihkan perhatian
maka klien tidak terfokus dengan
nyeri.
berikan analgetik sesuai dengan
indikasi

2 Dx :
1.
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d
perforasi reptur pada appendik
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
2.
KH : - TTV dalam batas normal
- Klien tidak demam
3.
- Tidak terjadi leokositosis
- Luka Bersih
4.
1. Awasi TTV
2. Lakukan pencucian tangan yang baik
dan perawatan luka septic.
3. Lihat insisi dang anti balutan 2 x 24
jam.
4. Berikan informasi yang tepat dan jelas.

Tanda-tanda vital yang meningkat


merupakan cirri utama terjadinya
infeksi.
Menurunkan resiko penyebaran
infeksi.
Memberikan defokasi dini terjadinya
proses infeksi.
Pengetahuan tentang kemajuan
situasi, meberikan dukungan emosi
dan membantu menurunkan ansietas.

Tanda
yang
membantu
mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler
Penurunan pengeluaran urine pekat
dengan peningkatan berat jenis
diduga
dehidrasi/kebutahan
peningkatan cairan
Indikator kembalinya peristaltik
kesiapan untuk pemasukan per oral
Menurunkan iritasi gaster atau
muntah
untuk
meminimalkan
kehilangan cairan

Dx :
1.
Resiko tinggi kekurangan
volume
cairan b.d pengeluaran yang berlebihan
ditandai dengan mual, muntah, dan2.
anoreksia.
Tujuan:Mempertahankan keseimbangan
cairan.
KH : - Kelembaban mukosa
3.
- Turgor kulit baik
- Tanda vital stabil
4.
1. Awasi tekanan darah dan nadi
2. Awasi masukan dan pengeluaran, catat
warna urine/konsentrasi, berat jenis
3. Auskultasi
bising
usus.
Catat
kelancaran flatus, gerakan usus
4. Berikan sejumlah kecil minuman jernih
bila peamsukan per oral dimulai dan

lanjutkan dengan diet sesuai toleransi

4. Impelementasi
Setelah intervensi disusun, maka dilanjutkan dengan tindakan yaitu : melaksanakan
secara langsung atau mendelegasikan dengan tenaga kesehatan lainnya yang dapat dipercaya
dalam memberikan asuhan keperawatan klien yang dilihat secara utuk dan unik atau biopsiko dan spiritual.
5. Evaluasi
Merupakan akhir dari suatu proses keperawatan, dan merupakan penilaian dari proses
keerawatan yang telah diberikan pada klien.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penyebab dan faktor resiko usus buntu
Penyebab appendicitis dapat terjadi karena:
Penyumbatan. Sisa makanan atau kotoran yang mengeras dapat terjebak di dalam
lubang pada rongga perut yang mengisi appendix anda
2.
Infeksi. Appendicitis dapat juga dikarenakan infeksi, seperti infeksi virus
gastrointestinal, atau mungkin karena jenis pembengkakan lainnya.
1.

Pada kedua kasus, bakteri dapat menyerang dengan cepat, menyebabkan appendix
meradang dan terisi oleh nanah. Jika tidak diobati secara benar, appendix dapat pecah.
4.2 Gejala penyakit usus buntu
Tanda dan gejala usus buntu (appendicitis) antara lain:
Nyeri gatal yang dimulai dari sekitar perut dan sering manjalar ke perut bagian kanan
bawah
Nyeri yang menjadi tajam dalam beberapa jam
Rasa kebal ketika anda menekan perut bagian kanan bawah
Nyeri yang tajam pada perut bagian kanan bawah yang terjadi ketika area di tekan dan
kemudian tekanan tersebut dilepas dengan capat
Nyeri yang memburuk ketika anda batuk, berjalan atau membuat gerakan bergetar
Mual
Muntah
Hilang nafsu makan
Demam ringan
Konstipasi
Sulit buang angin
Diare
Bengkak pada daerah perut

4.3 Pengobatan usus buntu


Ada cara tradisional untuk mengobati usus buntu tanpa operasi. Yang perlu anda
persiapkan adalah:
Bahan:
- 3 ruas jari kunyit,
- 2 sendok makan air jeruk nipis,
- garam dan gula merah secukupnya.
Caranya:
1. Kunyit dicuci bersih, kemudian parut untuk diambil airnya.
2. Tambahkan 2 sendok makan air jeruk nipis, garam, dan gula merah secukupnya, lalu
tambah air putih 1 cangkir.
3. Minumlah ramuan ini selama seminggu berturut-turut,
4. Jangan lupa berdoa kepada Allah untuk kesembuhan penyakit usus buntu anda.
Usus buntu termasuk penyakit yang tak bisa dicegah, Hanya saja apabila ada Anda
mengalami gejala-gejala radang ini, jangan sekali-sekali minum obat pencahar. Karena
tindakan ini justru bisa menyebabkan robekan usus buntu. Cukup kompres saja daerah yang
nyeri ini dengan es agar rasa nyeri berkurang dan peradangan bisa diperlambat.

BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke
dalam salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada
sekum yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks
yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh,
namun ulserasi mukosa oleh parasit E.
Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat
menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah
serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan
intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis.
3.2 Saran
Bagi mahasiwa keperawatan diharapkan dapat memahami konsep dasar penyakit
apendisitis yang berguna bagi profesi dan orang sekitar kita. Bagi masyarakat diharapkan
dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang penyakit apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi, edisi 2. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9 . Jakarta: EGC.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6.
Jakarta:
EGC.
Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, volume 2.
Jakarta: EGC.
Sylvia A Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, edisi 4 buku. Jakarta: EGC.
http://evaloy.blogspot.com/2013/05/askep-apendisitis.html?m=1

MAKALAH TENTANG PENYAKIT SALURAN


PENCERNAAN RADANG USUS BUNTU /
APPENDICITIS

DISUSUN OLEH :
MOHAMAD AMINUDIN (12080122)
MOHAMAD ARIFIN (12080123)
TEGUH HANDOYO (12080134)

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL


2013

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. TUJUAN PENULISAN ....................................................................................1
B. LATAR BELAKANG .......................................................................................1
C. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. USUS BUNTU
DEFINISI...............................................................................................3

B.

PENYAKIT RADANG USUS BUNTU


DEFINISI ...............................................................................................3
PENYEBAB ..........................................................................................4
TANDA DAN CIRI CIRI .....................................................................4
GEJALA ................................................................................................5
PEMERIKSAAN DIAGNOSA ...............................................................6
PENANGANAN DAN PENGOBATAN .................................................7

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN .................................................................................................8
B. SARAN ............................................................................................................8

BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN PENULISAN
1.
2.
3.
4.

Mahasiwa mengetahui definisi penyakit r usus buntu ( Appendicitis ).


Mahasiswa mengetahui penyebab penyakit usus buntu.
Mahasiswa mengetahui pencegahan penyakit usus buntu.
Mahasiswa mengetahui bahayanya penyakit usus buntu.

B. LATAR BELAKANG
Radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, maka
lebih dulu harus difahami apa yang dimaksud dengan usus buntu. Usus buntu,
sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benar-benar saluran usus yang
ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus
besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ
ini ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada
awalnya Organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi,
tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh)
dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.

Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat
mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali
kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis).

C. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Apakah yang dimaksud penyakit radang usus buntu?


Apa yang menyebabkan penyakit radang usus buntu?
Bagaimanakah gejala penyakit usus buntu?
Bagaimanakah pengobatan penyakit usus buntu?
Bagaimanakah pencegahan penyakit usus buntu?

BAB II
PEMBAHASAN
A. USUS BUNTU ( APPENDIK FERMIFORMIS)

DEFINISI
Usus buntu (Appendik), sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benarbenar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari

kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan
bawah.
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ
ini ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada
awalnya Organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi,
tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh)
dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.

B. PENYAKIT RADANG USUS BUNTU ( APPENDICITIS )

DEFINISI
Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu
menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu
(appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan
terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi.
Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak
segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan
nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah
infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

PENYEBAB
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri,
namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang
belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi)
pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras
(fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda
asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan
hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi
media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces
manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli,
inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus
buntu.
Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak
tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin,
Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat
mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada
akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai
infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.

Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang


beternak didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat
menimbulkan penyakit radang usus buntu.

TANDA DAN CIRI CIRI

Sakit perut, terutama dimulai di sekitar pusar dan bergerak kesamping kanan bawah.
Nafsu makan menurun.
Mual dan muntah.
Diare, konstipasi (sembelit), atau sering buang angin.
Demam rendah setelah gejala lain muncul.
Perut bengkak.
keram pada perut.

GEJALA

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;


1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mualmuntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak
terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa
juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.

2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik.


Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana
terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang
hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah,
kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang
khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (istilah kesehatannya).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu
sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing
ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin
ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul
pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain,
rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.

PEMERIKSAAN DIAGNOSA

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk
menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis)
oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiology ;
1. Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada
perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggitinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan
usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina
menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak
(axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.

2. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari
sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).

3. Pemeriksaan radiologi.
foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini
jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG)
cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 97 %), terutama
untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah
dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas
gambaran apendiks.

PENANGANAN DAN PENGOBATAN


Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit
radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah
dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja
dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%.
Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup
(laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7
10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari
kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. penyakit radang usus buntu ( appendicitis ) adalah Peradangan atau
pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran cairan limfe dan
darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya
usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah
tak mendapatkan makanan lagi.
b. Penyebab utama yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai
penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan
limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri
untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat
mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang
sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.

B. SARAN
a. Hendaknya jangan memakan cabai dan jambu klutuk beserta bijinya. Karena
memakan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak
tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asing,
b. Begitu pula jangan membiarkan masalah buang air besar karena bilaterjadinya
pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada
bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi
media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang
menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu
sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm system imun sektorik di saluran pencernaan.
Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas (syamsyuhidayat,
2005).
Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun, dalm tiga-empat
dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini di duga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat pada diit harian (Santacroce,2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu
penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.
Insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes
2008). Dinkes jateng menyebutkan pada tahun 2009 jumlah kasus apendisitis di jawa tengah sebanyak 5.980
penderita, dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian. Pada periode 1 Januari sampai 31 Desember
2011 angka kejadian appendisitis di RSUD salatiga, dari seluruh jumlah pasien rawat inap tercatat sebanyak 102
penderita appendisitis dengan rincian 49 pasien wanita dan 53 pasien pria. Ini menduduki peringkat ke 2 dari
keseluruhan jumlah kasus di instalsi RSUD Salatiga. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan
kasus apendiksitis di RSUD Salatiga.
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa
periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan
respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan
material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan
memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba
datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia
prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang
barat (www.ilmubedah.info.com, 2011).
B. Rumusan Masalah
1.

Apa defenisi dari apendisitis ?

2.

Apa etiologi dari apendisitis ?

3.

Bagaimana patofisiologi apendisitis ?

4.

Apa manifestasi klinis apendisitis ?

5.

Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?

6.

Apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis ?

7.

Jelaskan Komplikasi apendisitis !

8.

BagaimanaPencegahanapendisitis ?

9.

Jelaskan Prognosisapendisitis !

BAB II
KOSEP MEDIS
A. Defenisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat.
Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa apendisitis adalah kondisi dimana terjadi
infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1.

Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental setempat sehingga
menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.

2.

Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)


Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa di tutupi pendinginan oleh
omentum.

3.

Apendisitis perforata

Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan keterlambatan diagnosa merupakan faktor
yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks.
4.

Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun apendiks tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi
sekitar 50%.

5.

Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

B. Etilogi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya apendisitis ini
umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya
sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan faktor
pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).
C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus
tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan
pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek
dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan

tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
D. Manifestasi Klinik
Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus
atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan
demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan
muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu
menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002),apendisitis akut sering tampil dengan gejala
yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran
bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney
yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah
terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks
melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada
dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau
ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan
melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran
kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus
paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih
tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat
pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi klinis apendisitis adalah
sebagai berikut:
1.

Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan seringkali muntah

2.

Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot
rektus kanan

3.

Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri tekan, spasme otot, dan konstipasi
serta diare kambuhan

4.

Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah , yang menyebabkan nyeri kuadran
kiri bawah)

5.

Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus
paralitik dan kondisi memburuk.

E. Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut adalah
pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar
pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75 %. Sedangkan pada
pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.

2.

Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sangat membantu
dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendisitis.

3.

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut antara lain
adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari
saekum.

4.

Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga
bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

5.

Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan
terutama pada anak-anak.

F. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk

mengangkat apendiks)

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada

penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium
dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau
tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai berikut:
1.
a.

Tindakan medis
Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini
sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun
melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika
memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi.
Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan
foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda
lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.

b.

Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang menandakan bahwa ileus
pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan.
Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap terpasang.

c.

Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas yang berat dan demam yang
tinggi .

2.

Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol ketidakseimbangan cairan
dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang
direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.

3.

Terapi pasca operasi


Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia,
atau gangguan pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15
ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat
tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

G. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat


berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup
demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang
kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).
H. Pencegahan
1.

Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga
tidak tertumpuk lama dan mengeras.

2.

Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran
pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.

I.

Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit
apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi
komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis
sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).

BAB III
PENUTUP

simpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1.

Apendisitis akut

2.

Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)

3.

Apendisitis perforata

4.

Apendisitis rekuren

5.

Apendisitis kronis
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya apendisitis ini
umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya
sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan faktor
pencetus terjadinya penyakit ini.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

ran
Jagalah kesehatan dengan minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga
akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y,
dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan
kuat. Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam
memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital
bagi setiap orang. Aktivitas yang dilakukan tentunya mendukung proses
kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan yang lainnya.
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
seperti kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi,
dan ilmu pengetahuan. Semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat
melihat polahidup, ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.
Pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan
tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola
hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul adalah apendisitis.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum
dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman,
1989).
Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1.

Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis?

2.

Apa definisi dari apendisitis?

3.

Bagaimana etiologi apendisitis?

4.

Apa manifestasi klinik apendisitis?

5.

Bagaimana patofisiologi apendisitis?

6.

Bagaimana penatalaksanaan apendisitis?

7.

Apa komplikasi apendisitis?

8. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguan apendisitis?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1.

Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan makalah mata kuliah Sistem Pencernaan II serta
mempresentasikannya.
1.3.2.

Tujuan Khusus :

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :


1.

Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis

2.

Untuk memahami definisi dari apendisitis

3.

Mengetahui etiologi apendisitis

4.

Dapat mengetahui manifestasi klinik apendisitis

5.

Memahami patofisiologi apendisitis

6.

Mengetahui penatalaksanaan apendisitis

7.

Mengetahui komplikasi apendisitis

8. Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien


dengan gangguan apendisitis
1.4. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai buku
referensi dan internet.

1.5. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dari makalah ini adalah BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari :
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
sistematika penulisan dan manfaat penulisan. BAB II PEMBAHASAN, dan BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN, BAB IV PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran.
1.6. Manfaat Penulisan
1.

Mengetahui letak atau posisi anatomi dan fisiologi apendisitis

2.

Mengetahui penyebab dan proses perjalanan penyakit apendisitis

3. Memahami parameter pengkajian yang tepat untuk menentukan status


fungsi gastrointestinal
4. Mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
apendisitis

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi Appendix


Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum,
tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum.
Posisi apendiks terletak posteromedial caecum. Di daerah inguinal: membelok ke
arah di dinding abdomen dan posisinya bervariasi. Appendiks terletak di ujung
sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian
posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia
anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc.
Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan
pusat.
Panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat
basa mengandung amilase dan musin.
Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di
muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.

2.2

Definisi

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum
dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman,
1989).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada di umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa terjadi pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, apendiks itu
bisa pecah.
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).

2.3. Etiologi

Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factorfaktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen.
1.

Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a.

Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

b.

Adanya faekolit dalam lumen appendiks.

c.

Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya


2.

Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

3. Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
4.

Tergantung pada bentuk appendiks.

5.

Appendik yang terlalu panjang.

6.

Appendiks yang pendek.

7.

Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.

8.

Kelainan katup di pangkal appendiks.

2.4. Manifestasi Klinik


Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah menembus kebelakang
(kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan
tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare
tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks
melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbal, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui
pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung
appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada
bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang
terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan
dapat lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi
klien memburuk.

2.5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut
apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang
diikutiganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding
appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Omentum pada anak-anak lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan untuk terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua mudah
terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

2.6. Penatalaksanaan
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks.
Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam
posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang
peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
1. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik
dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah
baring dan dipuasakan
2.

Tindakan operatif : appendiktomi

3. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan
berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

2.7. Komplikasi
1.

Perforasi dengan pembentukan abses

2.

Peritonitis generalisata

3.

Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)

1. Obstruksi lumen apendiks (Hiperplasis folikel limfoid, fekalit, benda asing,


cacing, tumor)
2.

Infeksi bakteri

2.8. Pathway

Edema & ulserasi mukosa

Reaksi inflamasi

pascaoperasi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

1.

Data demografi

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2.

Riwayat kesehatan

a)

Keluhan utama

Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.


b) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
c)

Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.


d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3.

Pemeriksaan fisik ROS (review of system)

a) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,


konjungtiva anemis.
b) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
c) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
e) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar
f) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit
g) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h) Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen.
4.

Pola fungsi kesehatan menurut Gordon

a)

Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan


kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali
normal.
c)

Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola
eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
d) Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
e)

Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,


kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
f)

Pola Tidur dan Istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat


mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
g) Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya
sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
h) Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran
baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
i)

Pola Reproduksi seksual

Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama


beberapa waktu.
j)

Pola penanggulangan stress

Sebelum MRS : klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.


Sesudah MRS : klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum MRS : klien rutin beribadah, dan tepat waktu.
Sesudah MRS : klien biasanya tidak tepat waktu beribadah.
5.

Pemeriksaan diagnostik

a)

Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non


spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui
adanya komplikasi pasca pembedahan
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi
d) Pemeriksaan Laboratorium
Darah

: Ditemukan leukosit 10.000 18.0000 /ml

Urine

: Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

3.2. Diagnosa Keperawatan


ANALISA DATA
NO

DATA PENUNJANG

MASALAH

ETIOLOGI

DS : pasien
mengatakan nyeri
pada abdomen kanan
bawah tembus ke
punggung

Gangguan rasa
nyaman (nyeri)

Adanya
perangsangan
pada epigastrium

DO :
Wajah tampak
menyeringai
P : nyeri karena
adanya perangsangan
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk

R : nyeri dibagian
kanan bawah abdomen
S : skala nyeri 8
T : nyeri terjadi saat
ditekan
2

DS : DO :

Resiko terjadi
infeksi

Diskontinuitas
jaringan sekunder
terhadap luka
insisi bedah

Kekurangan
volume cairan

Pembatasan
cairan
pascaoperasi
sekunder
terhadap proses
penyembuhan

Kurang
pengetahuan

tidak mengenal
informasi tentang
kebutuhan
pengobatan/
perawatan pasca
pembedahan

TTV : Suhu 380C;


Nadi >80x/menit; TD
>110/70 mmHg; RR
>20x/menit
Terdapat luka insisi
bedah
3

DS : Pasien
mengatakan haus
DO :
Ada tanda-tanda
dehidreasi :
Membrane mukosa
kering
Turgor kulit menurun
>2detik
Urin pekat (oliguri
<500 cc/hari)
TTV tidak stabil:
TD >120/80 mmHg
Nadi >80x/menit
RR : >20x/menit
Suhu : >37,50C

DS : Pasien dan
keluarga mgatakan
tidak mengetahui
tentang proses
penyakit dan
pengobatannya

DO :
Bertanya mengenai
informasi proses
penyakit
Bertanya tentang
perawatan
pascaoperasi
Bertanya tentang
pengobatan

Diagnosa keperawatan apendisitis :


Pre-op :
1.

Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada epigastrium

Post-op :
2. Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka
insisi bedah
3. Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder
terhadap proses penyembuhan
4. Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang kebutuhan
pengobatan/ perawatan pasca pembedahan

3.3. Intervensi
1. Dx kep. 1 : Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada
epigastrium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
nyeri pasien dapat berkurang
KH : Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu tidur/ istirahat selama
7-9 jam dalam sehari
INTERVENSI

RASIONAL

Kaji nyeri, catat lokasi,


karakteristik, beratnya (skala
0-10)

Berguna dalam pengawasan


keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan. Perubahan
pada karakteristik nyeri,

menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis.
Pertahankan istirahat dengan
posisi semi fowler

Menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang

Dorong ambulasi dini

Merangsang peristaltik dan


kelancaran flatus, menurunkan
ketidaknyamanan abdomen

Berikan aktifitas hiburan

Meningkatkan relaksasi dan


dapat meningkatkan
kemampuan koping

Kolaborasi pemberian
analgetik

Menghilangkan dan
mengurangi nyeri

2. Dx kep. 2 : Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder


terhadap luka insisi bedah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien tidak
menunjukkan tanda dan gejala infeksi
KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase purulen, tidak
ada eritema dan tidak ada demam. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor )
luka bersih dan kering
INTERVENSI

RASIONAL

Awasi TTV. Perhatikan demam


menggigil, berkeringat,
perubahan mental.

Dugaan adanya infeksi/


terjadinya sepsis, abses

Lakukan pencucian tangan


yang baik dan perawatan luka
aseptic

Menurunkan risiko penyebaran


bakteri

Lihat insisi dan balutan. Catat


karakteristik drainase luka

Memberikan deteksi dini


terjadinya proses infeksi

Berikan informasi yang tepat


pada pasien/ keluarga pasien

Pengetahuan tentang
kemajuan situasi memberikan
dukungan emosi, membantu
menurunkan ansietas

Berikan antibiotik sesuai


indikasi

Mungkin diberikan secara


profilaktik atau menurunkan
jumlah organisme (pada infeksi
yang ada sebelumnya) untuk

menurunkan penyebaran dan


pertumbuhannya

3. Dx kep 3 : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi


sekunder terhadap proses penyembuhan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
KH : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa lembab, turgor kulit
baik (< 2 detik), TTV stabil (TD : 110/70-120/80 mmHg; RR : 16-20x/menit; N :
60-100x/menit; S : 36,5- 37,50 C), haluaran urin adekuat.
INTERVENSI

RASIONAL

Observasi TTV

Tanda yang membantu


mengidentifikasi fluktuasi
volume intravaskuler

Observasi membran mukosa, kaji


turgor kulit dan pengisian kapiler

Indikator keadekuatan intake


cairan dan elektrolit

Awasi intake dan output, catat


warna urine/konsentrasi, berat
jenis

Penurunan pengeluaran
urine pekat dengan
peningkatan berat jenis
diduga dehidrasi/kebutuhan
cairan meningkat

Auskultasi bising usus, catat


kelancaran flatus dan, gerakan
usus

Indikator kembalinya
peristaltik, kesiapan untuk
pemasukan per oral

Berikan sejumlah kecil minuman


jernih bila pemasukan peroral
dimulai, dan lanjutkan dengan diet
sesuai toleransi

Menurunkan iritasi
gaster/muntah untuk
meminimalkan kehilangan
cairan

4. Dx kep. 4 : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang


kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pebedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien dan keluarga mampu memahami dan mengerti tentang proses penyakit
dan pengobatannya
KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan
INTERVENSI

RASIONAL

Kaji ulang pembatasan aktifitas


pascaoperasi

Memberikan informasi pada


pasien untuk merencanakan
kembali rutinitas biasa tanpa
menimbulkan masalah

Anjurkan menggunakan
laksatif/ pelembek feses ringan
bila perlu dan hindari enema

Membantu kembali ke fungsi


usus, mencegah mengejan
saat defekasi

Diskusikan perawatan insisi,


termasuk mengganti balutan,
pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat

Pemahaman peningkatan kerja


sama dengan program terapi,
meningkatkan penyembuhan
dan proses perbaikan

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum,
tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Panjang apendiks rata-rata 6
9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir
itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna
termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum
dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman,
1989).
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factorfaktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen.
1.

Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a.

Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

b.

Adanya faekolit dalam lumen appendiks.

c.

Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya


2.

Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

Tanda dan gejalanya adalah nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah
menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc.
Burney bila dilakukan tekanan.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut
apendisitis supuratif akut.

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang
diikutiganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding
appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks.
Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam
posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang
peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
Komplikasinya :
1.

Perforasi dengan pembentukan abses

2.

Peritonitis generalisata

3.

Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)

Cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan


apendisitis meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.

4.2. Saran
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing untuk
melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak
benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi
prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang
timbul pada sistem pencernaan adalah apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. 2005. PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses


penyakit. Jakarta : EGC.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.

______, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com


diakses tanggal 1 Juni 2008.
______http://nursingbegin.com/askep-apendisitis/
______http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-apendisitis-ususbuntu/

MAKALAH APENDISITIS DENGAN USUS BUNTU


Christy Arum 21:01

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Masyrakat luas mengenal Appendiks dengan usus buntu. Pandangan masyrakat
tentang penyebab dari usus buntu adalah makanan yang pedas dan biji bijian, yang
kemudian terkumpul di perut ( abdomen ) dan untuk mengatasinya hanya dengan jalan
operasi / pembedahan. Anggapan inilah yang menyebabkan masyarakat tidak mau
memeriksaan dirinya ke dokter karena takut untuk di operasi. Sehingga pada umumnya
pasien yang memeriksakan dirinya sudah dalam keadaan yang parah. Walaupun keadaan
yang seperti di gambarkan di atas tidak selalu mengarah ke apendiksitis.
Apendiksitis merupakan peradangan pada apendiks periformis. Apendiks
periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan
panjang 2 6 Inci. Lokasi apendiks pada daerah iliakal, tepatnya pada dinding abdomen di
bawah titik MC Burney. ( Dorothy B. Daughty,1993 )
Apabila di deteksi secara dini, maka apendiksitis ini bukanlah merupakan suatu
keadaan yang membahayakan. Gejala awal dari apendiksitis ini adalah nyeri, mual,
muntah, tidak enak badan, demam, kadang kadang konstipasi atau diare. Keadaan ini
akan menjadi parah apabila apendiksitis tidak di deteksi secara dini, karena dapat
menyebabkan perforasi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian. Hal ini pula yang
membuat masyrakat
berbahaya.

mengangap

bahwa

apendiksitis

merupakan

penyakit

yang

Secara klinis penyakit ini di bedakan secara akut dan kronik. Apendiksitis akut
apabila nyeri tidak hebat dan menjadi apendiksitis kronik. Sedangkan apendiksitis kronik
nyeri hebat atau tidak teratasi dan penanganannya harus dengan pembedahan atau
apendiktomy. Apendiktomy adalah pemotongan saluran apendiks yang terinfeksi.
Asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien apendiksitis melputi
asuhan keperawatan pre dan post operasi dengan mengunakan pendekatan proses
keperawatan yang di mulai dari pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, membuat
perencanaan, serta melaksanakan tindakkan sesuai rencana yang di buat dan mampu
mengevaluasi hasil dari tindakkan yang di lakukan pada pasien.

Diagnosa keperawatan yang sering di temukan pada fase pre operasi adalah
Nyeri Abdomen berhubungan dengan Obstruksi dan peradangan apendiks, Potensial
kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia dan diare,
Resiko tinggi terjadi komplikasi peritonitis berhubungan dengan perforasi/ruptur
apendik, cemas ringan, sedang, berat, atau panik ; berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang tindakkan pembedahan ( proses keperawatan ). Kurang
pengetahuan tentang prosedur preop dan post op berhubungan dengan kurang terpapar
terhadap informasi
Perencanaan di buat berdasarkan prioritas perdiagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan I Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan
apendiks. Tujuan
:
Pasien
akan
mempertahankan
kenyamananya
selama
perawatan. Diagnosa Keperawatan II Potensial kekurangan volume cairan berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia dan diare. Tujuan : Pasien akan mempertahan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal selama perawatan. Diagnosa
keperawatan
III Potensial
terjadi
komplikasi
dengan perforasi/ruptur apendiks. Tujuan : Pasien

peritonitis
akan bebas

berhubungan
dari infeksi

(komplikasi) . Diagnosa Keperawatan IV Kurang pengetahuan tentang prosedur preop dan


post op berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi . Tujuan : Pasien akan
meningkatkan pengetahuanya .
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan / Implementasi pada fase pre operasi
ditujuhkan : Untuk mengatasi nyeri : Tindakan yang dilakukan anatara lain, mengajarkan
klien tekhnik relaksasi untuk mengatasi nyeri, Memberikan kompres dan kolaborasi
therapi untuk pemberian analgesik. Untuk Mengatasi kurang volume cairan ; Mengukur
intake dan output, mengkaji tanda tanda dini kurang volume cairan, mengatur
pemberian cairan perparenteral sesuai program. Tindakan untuk mencegah komplikasi :
peritonitis adalah ; Bed restkan pasien, monitor tanda tanda dini terjadinya peritonitis
serta pemberian antibiotika sesuai program. Untuk mengatasi masalah kurang
pengetahuan, maka pada pasien dan keluarganya diberikan pendidikan kesehatan
tentang, penyakit, prosedur perawatan, pembedahan yang akan dilakukan serta
komplikasi yang mungkin timbul.

telah

Evaluasi dilakukan dengan mengacuh pada tujuan dan kriteia evaluasi yang
ditentukan yaitu : Diagnosa keperawatan I Nyeri abdomen berhubungan

dengan obstruksi dan peradangan apendiks. Kriteria Evaluasi : Dalam 1-2 jam intervensi
penghilangan nyeri, persepsi subjektif pasien tentang nyeri menurun, dibuktikan dengan
skala nyeri, indikator-indikator obyektif, seperti meringis, wajah dan posisi tubuh relaks
(tidak ada/menurun) Diagnosa Keperawatan II Potensial kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia dan diare. Kriteria Evaluasi Dalam
jangka 1-2 jam intervensi diberikan dapat lihat tanda sebagai berikut : bibir tidak kering,
mukosa membran lembab, turgor kulit baik, tidak kering. Diagnosa keperawatan
III Potensial terjadi komplikasi peritonitis berhubungan dengan perforasi/ruptur
apendiks. Kriteria Evaluasi : Nyeri abdomen tidak bertambah hebat, tanda vital normal,
tidak ada tanda-tanda gelisah, dehidrasi dan akral tidak dingin. Diagnosa Keperawatan IV

Kurang pengetahuan tentang prosedur preop dan post op berhubungan dengan kurang
terpapar terhadap informasi . Kriteria Evaluasi : Pasien mengungkapkan pengetahuan
tentang prosedur pembedahan termasuk persiapan preoprasi dan sensasi dan perawatan
operasi dan sensasi, dan mendemostrasikan latihan pascaoprasi dan menggunakan
alat sebelum preosedur pembedahan atau pada kedaruratan selama periode
pascaoperasi segera.
Pengkajian pada post operasi di lakuakan oleh perawat unrtuk menentukan
diagnosa keperawatan. Hal hal yang perlu di kaji data subyektif : nyeri daerah pusat
menjalar ke daerah perut kanan bawah, mual, muntah, kembung, tidak nafsu makan,
demam, tungkai kanan tidak dapat di luruskan, diare, atau konstipasi. Dan data obyektif :
nyeri tekan di titik MC Burney, spasme otot, takhicardi, takipnea pucat, gelisah, bisisng
usus berkuran atau tidak ada, demam 38 0 C 38,5 0 C.
Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan setelah klien menjalani
apendictomy adalah : Nyeri berhubungan dengan Luka pembedahan, Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan luka operasi, Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi tentang perawatan di rumah dan tindak lanjut yang
dibutuhkan, Potensial kekurangan cairan dan elektolit berhubungan dengan demam dan
pemasukan cairan yang tidak memadai, Potensial tidak efektifnya pola napas
berhubungan dengan efek anastesi dan mobilisasi.
Perencanaan. Pada perencanaan ditetapkan prioritas diagnosa keperawatan
serta tujuan perawatan dari masing masing diagnosa yang telah ditentukan. Diagnosa
Keperawatan 1 : Nyeri berhubungan dengan Luka pembedahan . Tujuan : Pasien akan
mempertahankan kenyamananya selama perawatan . Diagnosa Keperawatan
2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan. Tujuan : Pasien
akan mempertahankan integritas kulit yang normal selama perawatan . Diagnosa
Keperawatan 3 : Potensial kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan demam
dan pemasukan cairan yang tidak memadai. Tujuan : Pasien akan mempertahankan
cairan dan elektrolit yang seimbang selama perawatan Diagnosa Keperawatan 4 : Kurang
pengetahuan
tentang
perawatan
dirumah
dan
tindak
lanjut
yang
dibutuhkan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi. Tujuan : Pasien
akan meningkatkan pengetahuanya tentang perawatan dirumah dan tindak lanjut yang
dibutuhkan.
Implementasi keperawatan yang di berikan pada pasien post operasi Untuk
mengatasi nyeri : Ajarkan tekhnik relaksasi untuk mengatasi nyeri, kolaborasi untuk
pemberian analgesik. Untuk mencegah kerusakan integritas kulit : Mengubah posisi klien
tiap 2 jam, memandikan pasien, merawat luka dengan tekhnik steril. Untuk
mengatasi masalah resiko tinggi kurang cairan : Mengukur intake dan output, memonitor
pemberian cairan secara intravena, mengkaji tanda- tanda dini kekurangan volume cairan.
Evaluasi : Diagnosa Keperawatan 1 : Nyeri b.d Luka pembedahan. Kriteria
Evaluasi : Dalam 1-2 jam intervensi penghilangan nyeri, persepsi subjektif pasien tentang
nyeri menurun, dibuktikan dengan skala nyeri, indikator-indikator obyektif, seperti tidak

meringis, wajah dan posisi tubuh relaks, luka operasi, tidak ada tanda tanda infeksi .
Diagnosa Keperawatan 2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka
pembedahan Kriteria Evaluasi : Luka insisi sembuh tanpa ada tanda-tanda infeksi.
Diagnosa Keperawatan 3 Potensial kekurangan cairan dan elektrolit b.d demam dan
pemasukan cairan yang tidak memadai. Kriteria Evaluasi : Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi (bibir tidak kering, mukosa membran lembab, tidak sering kehausan,
pemasukan cairan mencukupi. Diagnosa Keperawatan 3 Kurang pengetahuan tentang
perawatan dirumah dan tindak lanjut yang dibutuhkan b.d kurang terpapar terhadap
informasi Kriteria Evaluasi : Pasien mengungkapkan pengertianya tentang perawatan di
rumah dan tindak lanjutnya.
Angka kejadian penderita apendiksitis di ruang II

(dua ) wanita RSUD. Prof.

Dr. W. Z. Yohanes Kupang tahun 2001 sebanyak 23,7 % dan pada tahun 2002 sebanyak
25,9 % kasus.
Melihat teori apendiks lalu membandingkan dengan pengamatan rumah sakit
maka penulis tertarik memperdalam cara pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medik apendiktomy baik mulai dari pengkajian sampai evaluasi

1.2
1.2.1

TUJUAN PENULISAN
TUJUAN UMUM :
Peserta ujian akhir program mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien apendiktomy

1.2.2

TUJUAN KHUSUS
Peserta ujian akhir program mampu melakukan pengkajian, merumuskan masalah dan
diagnosa keperawatan, membuat perencanaan sesuai dengan diagnosa yang di tegakan,
melakukan tindakkan / implementasi, serta membuat evaluasi terhadap hasil dari
tindakkan tersebut, di sertai pendokumentasian perkembangan keperawatan secara tepat

1.3

METODE PENULISAN.
Penulisan ilmiah ini mengunakan metode diskritif melalui studi kasus yang di
lakukan pada NY. S Di ruang II ( dua ) wanita RSUD Prof. Dr. W. Z. Yohanes kupang yang di
rawat dari tanggal 21 23 agustus 2002, dengan diagnosa medik post apendiktomi hari
ke dua.
Pengumpulan data di peroleh dengan wawancara observasi, pemeriksaan fisik
dan studi dokumentasi. Kemudian data dianalisa dan di buat tulisan dalam bentuk narasi.

1.4

SISTEMATIKA PENULISAN
Tulisan ilmiah ini berdasarkan sistimatika yaitu :
BAB I PENDAHULUAN yang berisi latar belakang dan tujuan penulisan, BAB II ASUHAN
KEPERAWATAN meliputi gambaran kasus dan pembahasan, BAB III PENUTUP yang berisi
kesimpulan dan saran

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1

STUDI KASUS
Aplikasi pada kasus pasien dengan apendiksitis telah di lakukan asuhan
keperawatan dengan mengunakan pendekatan proses keperawatan pada NY. S, dengan
post apendiktomy hari ke II ( dua ) yang di rawat pada ruang II ( dua ) wanita RSUD Prof.
Dr. W. Z. Yohanes kupang.

2.1.1

PENGKAJIAN

a.

Pengumpulan data

Data di peroleh dari pasien, keluarga, catatan medik dan catatan keperawatan. Pasien
yang di rawat berinisial NY. S. Berusia 39 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan ibu rumah
tangga, sudah menikah dan mempunyai 3 ( tiga ) orang anak pasien beragam islam
berasal dari sumbawa .
Pasien masuk rumah sakit tanggal 19 agustus 2002 saat di kaji pasien sadar penuh
( composmentis ). Keadaan umum pasien nampak sakit sedang wajah tampak meringis
tidak mau bangun dari tempat tidur karena takut lukanya bertambah besar dan sakit
sehingga ADLnya di bantu oleh keluarga, pasien muntah, badan pasien kotor, bau saat di
kaji pasien sedang haid sehingga terdapat ceceran darah pada daerah sekitar operasi
pangkal paha dan alat tenun.
Keluhan utama saat ini pasien mengeluh nyeri, terdapat luka operasi, pusing, muntah ,
belum flaktus. Pasien dan keluarga mengatakan mereka tidak tahu tentang perawatan luka
operasi riwayat kesehatan masa lalu, klien tidak pernah menderita tekanan darah tinggi,
sakit maag, tetapi klien hanya menderita batuk pilek.
Hasil pemeriksaan fisik yang di dapatkan konjungtiva tidak anemik, mata tidak cekung,
kulit tidak pucat, turgor kulit elastis, terpasang infus RL pada lengan tangan kanan,
tekanan darah150 / 100 MMhg nadi 98X/menit, respirasi 20 x/ menit suhu 37,2o C dan
terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen.
Kondisi sosial pasien mempunyai hubungan yang baik dengan lingkunganya di tandai
dengan banyaknya keluarga atau kerabat yang datang mengunjungi klien di rumah sakit .
Pemeriksaan penunjang yang di lakukan terhadap NY. S adalah pemeriksaan darah pada
tanggal 22 agustus 2002 dengan hasil leokosit : 10,4 10 3 / MM3 ( 3, 5 10, 0 103 / MM3 )
pemeriksaan urine pada tanggal 12 agustus 2002 dengan hasil urine rutin : berat jenis : 1.
010, PH : 6 leokosit dalam urine : (+) 2, darah rutin : cloting time : 3 00, bleding time :1
10.
Managament medik RL 20 tetes x/ menit, ampicilin 3 x 1 gram, Gentamicin 2 x 80 gram,
tradosik 3 x 2 Ml
Analisa Data

Berdasarkan hasil pengkajian dapat di temukan dan di kelompokan masalah masalah


yang terjadi pada NY. S. Berdasarkan kebutuhan pasien Data subyektif : klien mengeluh
nyeri pada luka operasi ( khususnya pada saaat muntah dan merubah posisi. Data
obyektifnya adalah terdapat luka operasi pada daerah abdomen, klien kelihatan meringis
kesakitan setiap kali kalau ada refleks muntah, duduk atau berjalan, scala nyeri 2 ( nyeri
sedang ), tanda tanda vital tekanan darah 150/100 MMhg, nadi 98 x/menit,
respirasi 20x/menit, suhu 37oC. Masalah : Nyeri akut di sebabkan karena adanya luka
pembedahan .
Data subyektif : Klien mengatakan sedang haid sehingga darah tercecer ke daerah
operasi, pangkal paha dan alat tenun. Data obyektit : terdapat luka operasi tidak ada tanda
tanda infeksi ( panas, kemerahan, oedema, dan drainase ), dan terdapat darah haid di
sekirtar daerah luka operasi, pangkal paha dan alat tenun, suhu 37 oC. Masalah resiko
tinggi infeksi pada daerah insisi yang di sebabkan karena terpapar terhadap infasi
kuman .
Data subyektif pasien tidak tahu tentang perawatan luka,aktifitas apa saja yang harus di
lakukan serta cara menganti balutan. Data obyektif pasien nampak bingung dan takut
mobilisasi dan pasien sering bertanya tentang perawatan pre operasi. Masalah kurang
pengetahuan keluarga tentang perawatandi rumah dan tindak lanjut yang di butuhkan
yang di sebabkan karena kurang terpapar terhadap informasi .

b.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa
dapat
di
tegakkan
adalah
nyeri
berhubungan
dengan
Luka
Pembedahan , resiko tinggi infeksi pada daerah insisi berhubungan dengan terpapar
terhadap invasi kuman, dan kurang pengetahuan keluarga tentang perawatan rumah dan
tindak lanjut berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi

c.

Perencanaan

Perencanaan di buat berdasarkan prioritas perdiagnosa keperawatan. Diagnosa Nyeri


berhubungan dengan Luka pembedahan
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan mempertahankan kenyamananya selama perawatan
Kriteria Evaluasi :
Dalam 1-2 jam intervensi nyeri hilang, persepsi subjektif pasien tentang nyeri menurun,
dibuktikan dengan skala nyeri, indikator-indikator obyektif, seperti tidak meringis, wajah
dan posisi tubuh relaks, luka operasi, tidak ada tanda tanda infeksi
Intervensi Keperawatan
1 Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri
dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri_ - 10 (nyeri paling buruk). Beri
2

Beri posisi tidur nyaman

Kolaborasi therapi analgesik sesuai program.

Ajarkan cara menanggulangi nyeri :

Napas dalam dan batuk efektif

Tidur terlentang, kedua telapak tangan menekan daerah luka operasi

dengan bantal kecil


-

Relaksasi

Mobilisasi bertahap

Lakukan program medik

Kompres es pada daerah yang sakit untuk mengurangi nyeri

Ciptakan lingkungan yang tenang

Diagnosa Keperawatan II : resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan


terpapar terhadap invasi kuman .
Hasil yang di harapkan : Pasien akan meningkatkan usaha usaha
mencegah infeksi
Kriteria evaluasi
Selama perawatan pasien tidak menunjukan adanya tanda tanda infeksi
luka kering dan bersih suhu tubuh dalam batas normal,
Intervensi Keperawatan
1. Kaji karakteristik luka.
2. Kaji tanda tanda infeksi (panas, kemerahan, pembengkakan dan
drainase ).
3. Rawat luka dengan teknik steril.
4. Menjaga kebersihan klien.
5. Anjurkan pada klien agar menjaga daerah luka tetap kering.
6. Anjurkan klien untuk intake makanan tinggi kalori dan protein

DIAGNOSA KEPERAWATAN III


Kurang pengetahuan tentang perawatan dirumah dan tindak lanjut yang dibutuhkan b.d
kurang terpapar terhadap informasi

Hasil yang diharapkan :


Pasien akan meningkatkan pengetahuanya tentang perawatan dirumah dan tindak lanjut
yang dibutuhkan.
Kriteria Evaluasi :
Pasien mengungkapkan pengertianya tentang perawatan di rumah dan tindak lanjutnya..
Intervensi keperawatan

1 Ajarkan perawatan luka secara bersih dan kering


2 Diskusikan tanda gejala infeksi luka, laporkan pada dokter bila
terjadi
3

Diskusikan tentang diit yang tidak merangsang peristaltik usus dan anjurkan nutrisi yang
memadai

Jelaskan kebutuhan latihan dan istirahat yang seimbang

Berutahukan pasien untuk menghindari latihan fisik yang berat untuk beberapa minggu.

Kontrol kembali ke dokter sesuai tanggal yang ditentukan.

d.

Implementasi

implementasi yang di lakukan pada tanggal 21 agustus 2002 sebagai berikut.


Diagnosa I
-

Membina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. R/ dengan adanya
hubungan saling percaya keluarga tidak ada keraguan terhadap perawat

Mengkaji karakteristik nyeri.R/ Sebagai data dasar untuk tindakan selanjutnya.


Mengkaji muntah dan menganjurkan untuk menahan abdomen agar tidak nyeri saat
muntah. R/ Muntah terjadi karena penurunan fungsi refleks osefgus dan pada saat muntah
terjadi kontraksi dinding abdomen yang dapat menyebabkan nyeri.

Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. R/ mengurangi rasa nyeri

Memberikan periode istirahat berencana ( membatasi pengunjung pada jam istirahat. R/


Mengurangi kelelahan pasien

Memberikan injeksi tradosik 3 x I gram. R/ mengurangi rasa nyeri


Diagnosa II

Mengkaji karakteristik luka. R/ sebagai data dasar untuk tindakkan selanjutnya.

Mengkaji tanda tanda infeksi (tidak terdapat pembengkakkan, kemerahan, drinase dan
panas pada daerah luka. R/ adanya luka operasi yang dapat mencetuskan infeksi.

Menganjurkan pada klien agar menjaga daerah luka tetap kering dan bersih. R/
Mencegah terjadinya infeksi

Memandikan klien dengan posisis tidur, mengunakan sabun mandi dan air hangat,serta
menganti pakaian dan alat tenun. R/ menjaga kebersihan klien agar tidak terpapar
terhadap invasi kuman
Menganjurkan pada klien untuk intake makanan tinggi kalori dan
protein. R/ Makanan yang tinggi kalori dan protein dapat mempercepat
penyembuhan luka

Diagnosa III
-

Mengajarkan perawatan luka secara bersih dan kering R/

Meningkatakan pengetahuan klien.


-

Mendiskusikan dengan pasien tanda gejala infeksi luka, laporkan pada

dokter bila terjadi R/ Mencegah terjadinya komplikasi


-

Mengajarkan tentang diit yang tidak merangsang peristaltik usus dan

anjurkan nutrisi yang memadai R/ Dengan intake nutrisi yang ade kuat
dapat mempercepat proses penyembuhan.
Menjaskan kebutuhan latihan dan istirahat yang seimbang R/
Mencegah adanya kontraktur pada otot
Beritahukan pasien untuk menghindari latihan fisik yang berat untuk
beberapa minggu. R/ Mencegah adanya injury pada daerah oprerasi
-

Kontrol kembali ke dokter sesuai tanggal yang ditentukan.

e.

Evaluasi

Evaluasi selanjutnya di buat pada lampiran II ( dua ).

2.2 PEMBAHASAN
Pada kasus yang di ambil, di ruang II ( dua ) wanita RSUD Prof. Dr. W. Z. Yohanes kupang
di temukan kesenjangan antara teori dan praktek. Pada teori di bahas pre dan post

operasi, namun pada kasus di bahas pasien di rawat dengan post appendiktomy hari ke II
( dua ). Sebaiknya perawatan di lakukan dari pre sampai post operasi agar di ketahui
perkembangan pasien, saat menerima pasien, perawat seharusnya mengkaji secara
akurat, seperti : Tanggal haid dan perkiraan haid, agar pada masa post operasi pasien
tidak mengalami keadaan di mana tubuhnya nampak kotor dan terdapat ceceran darah
haid pada daerah operasi, pangkal paha dan alat tenun. Dan jika dokter meberikan
instruksi sebaiknya perawat mengkaji kembali keadaan klien, Sehingga perawat tidak
hanya menerima instruksi dari dokter.
Secara teoritis pasien post operasi hari ke II ( dua ) sudah dapat melakukan mobilisasi
seperti ; duduk di atas tempat tidur, bisa berjalan dan mampu melakukan ADL dengan
bantuan keluarga, namun pada kasus yang di rawat pasien belum melakukan mobilisasi
hal ini bisa terjadi karena tidak di berikan pendidikkan kesehatan pada saat pre operasi
atau tidak di motivasi oleh perawat, atau di motivasi tetapi pasien takut karena ada luka
operasi dan kalau bergerak menimbulkan nyeri. Untuk mengatasi keadaan ini tindakkan
yang di lakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan dengan cara memotivasi klien
untuk mobilisasi, misalnya duduk, berjalan, mandi dengan bantuan keluarga. Disamping
itu perawat juga melakukan intervensi langsung pada klien dengan mengajak pasien
untuk duduk dan berjalan didalam ruangan.
Data lain yang juga di temukan adalah pasien masih mengeluh pusing dan saat di
observasi tekanan darah klien meningkat, pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
hipertensi, namun saat ini klien sedang haid dan baru aff susuk. Kemungkinan keadaan
ini di akibatkan oleh efek anastesi dan perubahan hormon karena pelepasan susuk
tersebut.
Serta pada saat di kaji klien mengeluh muntah pada post operasi hari ke II ( dua ), hal ini
akibat dari efek anasthesi yang menyebabkan terjadi penurunan refleks esofagus. Atau
juga karena pasien belum mengkonsumsi makanan sehingga terjadi sekresi lambung
yang menimbulkan refleks muntah. Dengan adanya muntah maka akan meningkatakan
rasa nyeri, karena pada saat muntah terjadi penarikkan dinding abdomen.

BAB 111
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Apendiksitis merupakan peradangan pada apendiks periformis. .Penangan
apendiksitis pada umumnya dilakukan adalah pembedahan atau apendiktomy.
Apendiktomy adalah pemotongan saluran apendiks yang terinfeksi.Perawatan pasien
apendiktomi ini membutuhkan peran perawat untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah
diperolehnya. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan apendiksitis
kronik yang menjalani pembedahan meliputi : mengatasi nyeri, Mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah infeksi dan memberikan pendidikan
kesehatan pada klien.
Masalah keperawatan yang ditemukan pada kasus adalah : Nyeri, Resiko tinggi
infeksi dan kurang pengetahuan. Tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah
resiko tinggi infeksi adalah : Menjaga kebersihan diri, mengkaji tanda- tanda infeksi,
menganjurkan pasien agar jangan menyentuh lukanya dan menjaga agar luka tetap kering
serta mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori. Untuk mengatasi masalah nyeri
tindakan yang telah dilakukan adalah ; Mengajarkan klien tekhnik relaksasi. Untuk
masalah kurang pengetahuan, telah dioberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga.
Evaluasi dilakukan dengan mengacuh pada tujuan dan kriteria yang telah
ditetapkan. Setelah 3 hari perawatan evaluasi akhir yang diperoleh adalah : Pasien bebas
dari rasa nyeri, tidak terjadi infeksi dan pengetahuan pengetahuan serta keluarga
meningkat. Selanjutnya pasien dipulangkan.

3.2 Saran

1.

Untuk perawat , selama fase pre operasi hendaknya mempersiapkan pasien


untuk menghadapi pembedahan secara holistik menyangkut aspek biopsikososial
dan spiritual secara mandiri tanpa menunggu instruksi dari dokter. Bagi perawat di
ruang operasi ; sebelum mengirim pasien kembali ke ruang rawat inap agar

memperhatikan keadaan pasien sestabil mungkin sehingga tidak menumbulkan


masalah baru di ruang rawat inap. Perlu adanya kerjasama yang baik antara
perawat
ruangan
dan
perawat
ruang
operasi. Pendidikan
pasien
tentang mobilisasi post operasi perlu diberikan sebelum dan setelah operasi agar
pasien tidak takut untuk melakukannya.
2. Bagi pasien ; Mengikuti semua anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan,
khususnya perawat dan perlu didukung oleh keluarga.
3. Bagi Rumah sakit ; Memberikan pelatihan pada para perawat tentang
penanganan pasien post operasi, khususnya post operasi apendiksitis.

Lampiran I
ANALISA DATA
No

Data Penunjang

Masalah

Penyebab

DS : Klien mengeluh nyeri pada daerah operasi


( khususnya pada saat muntah dan merubah
posisi )

Gangguan rasa nyaman ;


nyeri

Adanya luka pembedahan

Resiko tinggi infeksi pada


daerah insisi

Terpapar terhadap invasi


kuman

Kurang pengetahuan
keluarga tetang perawatan
di rumah dan tindak lanjut

Kurang terpapar terhadap


informasi

DO : - Terdapat luka operasi pada daerah


abdomen.
Klien kelihatan meringis kesakitan setiap kali
muntah, duduk, atau berjalan
Scala nyeri 2 ( MC Gil, nyeri sedang )
Tanda tanda vital
Tekanan darah : 150 / 100 MMhg
Nadi : 98 x/ menit
Suhu 37 oC
Respirasi 20 x/ menit
2

DS : Klien mengatakan sedang haid sehingga


darah tercecer ke daerah operasi, pangkal
paha, dan alat tenun.
Do : - terdapat luka operasi
Tidak ada tanda tanda infeksi ( panas,
kemerahan, oedema, dan drainase )
Terdapat darah haid di daerah luka operasi,
pangkal paha, dan alat tenun.
Suhu 37 oC

DS : klien mengatakan tidak tahu tentang


perawatan luka, dan aktivitas apa saja yang
harus di lakukan
DO : - Pasien nampak bingung dan takut untuk
mobilisasi
- Pasien sering bertanya tentang cara
perawatan di rumah

Usus buntu atau apendik, adalah organ yang berbentuk seperti kantong kecil sebesar ujung jari, yang terhubung
dengan usus besar dan terletak disebelah kanan perut kita. Sementara itu apendisitis adalah sebutan untuk
penyakit yang menginfeksi usus buntu, dimana organ ini menjadi bengkak, meradang, dan berisi nanah. Kondisi
apendisitis ini adalah kondisi yang serius, dan harus secepatnya mendapat penanganan medis bahkan pada
kondisi yang parah diperlukan operasi untuk menghilangkan usus buntu. Sebab jika tidak segera dioperasi,
apendisitis bisa semakin meradang, dan pada akhirnya bisa pecah, sehingga menumpahkan isi cairan yang bisa
menularkan penyakit kedalam rongga perut. Hasil akhirnya, bisa menyebabkan kondisi yang disebut dengan
peritonitis, yaitu infeksi serius pada lapisan atau selaput rongga perut(peritoneum), yang bisa berakibat fatal jika
tak ditangani segera dan diobati secara serius. Peritonitis ini akan menyebabkan usus menjadi tersumbat, dan
penderita menjadi tak bisa buang air besar dan mengalami demam tinggi bahkan sok. Advertisement Sekilas
Belum ada yang tahu betul, apa fungsi sesungguhnya dari apendik ini, akan tetapi studi terbaru mengatakan
bahwa kegunaan usus buntu mungkin adalah tempat bagi bakteri baik, yang bekerja untuk membantu
pencernaan dan melawan bakteri jahat. Walaupun sebenarnya itu adalah salah satu bagian dari organ dalam
dari tubuh kita, namun kita masih bisa hidup walaupun tanpanya. Lalu kenapa orang bisa menderita sakit usus
buntu atau apendisitis?..
Penyebab dan gejala sakit usus buntu Penyebab : Apendisitis bisa terjadi karena diawali dengan tersumbatnya
usus buntu ini seringkali oleh benda yang terbawa makanan, oleh kotoran yang keras, yang kemudian
menyebabkan infeksi yang menyebabkan pembengkakan. Sakit usus buntu bisa mempengaruhi segala
golongan usia, namun yang paling sering adalah menimpa orang dengan rentang usia 10 hingga 30 tahun. Para
ilmuwan dari University of Calgary, Kanada, menemukan keterkaitan antara polusi tinggi dan kasus usus buntu
yang lebih tinggi. Gejala : Agar bisa menghindarkan dari kondisi yang lebih serius, dan mencegah tidakan medis
yang lebih besar, maka mengenali gejala awal adalah sangat penting. Dengan demikian, jika mengalami
gejalanya yang mungkin mengarah ke apendisitis, sebaiknya memeriksakan diri ke dokter secepatnya. Gejala
awalnya adalah rasa sakit yang terjadi di semua daerah perut, namun kemudian rasa sakit tersebut menjadi lebih
didefinisikan di perut bawah sebelah kanan. Rasa sakit yang terasa bertambah parah Terasa semakin sakit jika
batuk atau bersin Mual, muntah, serta diare Hilang nafsu makan Tidak bisa buang gas atau kent*t Demam tinggi
Mengalami sembelit Jika seseorang mengalami gejala demikian, dan rasa sakit yang semakin parah, sebaiknya
periksa kedokter, dan tidak menundanya dengan pemberian obat-obatan penghilang rasa sakit yang beli dari
toko. Separuh dari penderita usus buntu mengalami gejala yang tidak khas, rasa sakit bisa terasa di berbagai
tempat di tubuh. Sementara itu, gejalanya juga mungkin serupa dengan kondisi lain seperti sakit batu ginjal,
kehamilan etopik, atau infeksi saluran kemih. Jadi, secepatnya periksa kedokter merupakan langkah yang paling
baik, sekaligus untuk memastikan gejala dan cepat mendapat pertolongan. Tips: Negara dengan kasus penyakit
usus buntunya lebih rendah, masyarakatnya cenderung lebih banyak yang memasukkan makanan kaya serat
dalam diet mereka, dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan demikian bisa diasumsikan bahwa diet
yang tinggi serat bisa membantu mengurangi potensi mengembangkan usus buntu.Teorinya adalah, dengan diet
serat tinggi, maka kotoran akan menjadi lebih lunak, sehingga akan kecil kemungkinannya untuk bisa
menyumbat usus buntu, menyebabkan infeksi, dan yang pada akhirnya menyebabkan apendisitis. Advertisement
Read more at carakhasiatmanfaat.com: Penyebab dan Gejala penyakit usus buntu atau apendisitis

Gejala Usus Buntu, Definisi, Penyebab dan Pengobatan


Di artikel ini, kita akan membahas mengenai penyakit usus buntuatau appendicitis. Dimulai dari
fungsi organ usus buntu, definisi penyakit, penyebab, faktor resiko, gejala dan cara
pengobatannya.
Usus buntu atau appendix dan anak limpa yang dahulu dianggap tidak bermanfaat bahkan
merugikan karena berpotensi menyebabkan radang usus buntu, sesungguhnya memiliki
keutamaan fungsi tersendiri. Melalui hasil studi yang dilakukan di Mount Sinai School of
Medicine, justru organ sampah inilah yang bekerja sangat keras. Usus buntu adalah organ
penyimpanan bakteri baik yang membantu proses pencernaan makanan.
Fungsi Usus Buntu

Sejarah terdahulu menyebutkan ada beberapa bagian tubuh manusia yang dikatakan tidak
bermanfaat hanya karena ilmu medis belum memahami fungsi organ-organ tersebut dengan
baik.

Pada tahun 1985, ahli anatomi Jerman, R. Wiedersheim membuat sebuah jurnal mengenai
daftar organ vestigial (tidak beguna). Daftar itu mencakup sekitar 100 organ, termasuk usus
buntu dan tulang ekor. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ditemukan bahwa semua
organ di dalam daftar Wiedersheim sesungguhnya memiliki fungsi-fungsi amat penting.
Misalnya, ditemukan bahwa usus buntu atau umbai cacing, yang dikira organ vestigial, ternyata
organ limfoid (penghasil zat anti-kuman) yang melawan infeksi-infeksi di dalam tubuh.
Definisi Penyakit Usus Buntu

Appendicitis adalah kondisi dimana appendix anda membengkak dan terisi oleh nanah.
Appendix adalah kantong berbentuk jari yang menonjol keluar dari usus besar pada bagian
bawah sebelah kanan perut anda. Appendix ini belum diketahui fungsi pentingnya, tetapi bukan
berarti
tidak
dapat
menyebabkan
masalah.
Appendicitis menyeabbkan nyeri yang dimulai dari sekitar pusar dan kemudian menjalar ke
bawah perut bagian kanan. Appendicitis biasanya meningkat pada 12 sampai 18 jam dan
dengan
cepat
menjadi
sangat
parah.

Appendicitis dapat berefek pada siapapun, tetapi paling sering terjadi pada mereka yang berusia
10 sampai 30 tahun. Pengobatan appendicitis standar adalah operasi untuk mengeluarkan
appendix.
Penyebab & Faktor Risiko

Penyebab appendicitis dapat terjadi karena:


1. Penyumbatan. Sisa makanan atau kotoran yang mengeras dapat terjebak di dalam
lubang pada rongga perut yang mengisi appendix anda
2. Infeksi. Appendicitis dapat juga dikarenakan infeksi, seperti infeksi virus gastrointestinal,
atau mungkin karena jenis pembengkakan lainnya.

Pada kedua kasus, bakteri dapat menyerang dengan cepat, menyebabkan appendix meradang
dan terisi oleh nanah. Jika tidak diobati secara benar, appendix dapat pecah.
Gejala Penyakit Usus Buntu

Tanda dan gejala usus buntu (appendicitis) antara lain:

Nyeri gatal yang dimulai dari sekitar perut dan sering manjalar ke perut bagian kanan
bawah

Nyeri yang menjadi tajam dalam beberapa jam

Rasa kebal ketika anda menekan perut bagian kanan bawah

Nyeri yang tajam pada perut bagian kanan bawah yang terjadi ketika area di tekan dan
kemudian tekanan tersebut dilepas dengan capat

Nyeri yang memburuk ketika anda batuk, berjalan atau membuat gerakan bergetar

Mual

Muntah

Hilang nafsu makan

Demam ringan

Konstipasi

Sulit buang angin

Diare

Bengkak pada daerah perut

Lokasi rasa sakit bervariasi, berdasarkan pada usia dan posisi appendix anda. Anak-anak dan
wanita hamil, khususnya dapat memiliki nyeri appendicitis pada tempat yang berbeda.
Oke, itu dia penjelasan mengenai gejala penyakit usus buntu atau appendicitis. Di artikel
selanjutnya kita akan membahas mengenai cara mengobati penyakit usus buntu. Jadi jangan
sampai ketinggalan

Penyakit Apendisitis ( Gejala Usus Buntu ) dan Cara


Mengobati Usus Buntu
Diposkan oleh susanto

Apendisitis adalah kondisi di mana usus buntu Anda menjadi meradang dan terisi oleh nanah.
Usus buntu adalah sebuah kantong berbentuk jari yang keluar dari usus Anda di sisi kanan
bawah perut Anda. Struktur kecil ini memiliki tujuan penting tidak diketahui, tetapi itu tidak berarti
tidak dapat menimbulkan masalah.
Usus buntu menyebabkan rasa sakit yang biasanya dimulai di sekitar pusar dan kemudian
bergeser ke perut kanan bawah. Nyeri Apendisitis biasanya meningkat selama periode 12
sampai 18 jam dan akhirnya menjadi sangat parah.
Apendisitis dapat menyerang siapa saja, tetapi paling sering terjadi pada orang antara usia 10
dan 30. Pengobatan apendisitis standar operasi pengangkatan usus buntu.
Tanda dan gejala usus buntu mungkin termasuk :
Nyeri sakit yang dimulai di sekitar pusar dan sering bergeser ke perut kanan bawah
Nyeri yang menjadi tajam selama beberapa jam
Terasa lembut ketika Anda menekan pada perut kanan bawah
Nyeri di perut kanan bawah yang terjadi ketika tempat tersebut ditekan dan kemudian tekanan
dengan cepat dilepaskan
Nyeri yang semakin memburuk jika Anda batuk, berjalan atau melakukan gerakan gemuruh
lainnya
Mual
Muntah
Kehilangan nafsu makan

Demam ringan
Sembelit
Ketidakmampuan untuk buang angin
Diare
Pembengkakan perut
Tempat nyeri Anda dapat bervariasi , tergantung pada usia dan posisi usus buntu Anda . Anakanak atau wanita hamil, mungkin mengalami nyeri usus buntu di tempat yang berbeda.

Ketika ke dokter
Rencanakan dengan dokter jika Anda atau anak Anda mengalami tanda-tanda atau gejala yang
mengkhawatirkan Anda. Jika nyeri perut begitu parah sehingga Anda tidak dapat duduk diam
atau mencari posisi yang nyaman, segera hubungi dokter.
Penyebab usus buntu tidak selalu jelas. Terkadang usus buntu dapat terjadi sebagai akibat dari:

Sebuah obstruksi. Limbah makanan atau sepotong tinja keras dapat memblokir
pembukaan rongga yang membentang dari usus buntu Anda.

Infeksi. Gejala usus buntu juga dapat mengikuti infeksi, seperti infeksi virus
gastrointestinal, atau mungkin akibat dari jenis peradangan lainnya.

Dalam kedua kasus, bakteri di dalam usus buntu berkembang biak dengan cepat, menyebabkan
usus buntu menjadi meradang, bengkak dan penuh dengan nanah. Jika tidak segera diobati,
usus buntu bisa pecah.
Apendisitis dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti:
Usus buntu yang pecah. Jika usus buntu Anda pecah, isi usus Anda dan organisme menular

dapat bocor ke rongga perut Anda. Hal ini dapat menyebabkan infeksi rongga perut (peritonitis).
Sebuah kantong nanah yang terbentuk di perut. Jika usus buntu Anda telah pecah, infeksi dan
rembesan isi usus dapat membentuk abses - saku infeksi (abses appendix) sekitar usus buntu.
Abses appendix membutuhkan perawatan sebelum air mata abses, menyebabkan infeksi yang
lebih luas dari rongga perut.
Rasa sakit dari usus buntu dapat berubah dari waktu ke waktu, sehingga merencanakan
pengobatan kadang-kadang bisa sulit. Selain itu, nyeri perut dapat timbul dari sejumlah masalah
kesehatan lain selain usus buntu. Untuk membantu mendiagnosa radang usus buntu, dokter
mungkin akan mengambil riwayat tanda-tanda dan gejala dan melakukan pemeriksaan fisik
secara menyeluruh di perut Anda.
Tes dan prosedur yang digunakan untuk mendiagnosa apendisitis meliputi:
Pemeriksaan fisik untuk menilai rasa sakit Anda. Dokter Anda mungkin akan menekan
dengan lembut pada daerah sekitar perut yang menyakitkan. Ketika tekanan akan tiba-tiba
dilepaskan, jika nyeri usus buntu Anda merasa lebih buruk, menandakan bahwa peritoneum
yang berdekatan meradang. Tanda-tanda lain, dokter Anda mungkin perhatikan meliputi
kekakuan perut dan kecenderungan untuk kaku pada otot perut Anda dalam menanggapi
tekanan atas usus buntu yang meradang.
Tes darah. Hal ini memungkinkan dokter untuk memeriksa jumlah sel darah putih, yang mungkin
menunjukkan infeksi.
Tes urine. Dokter Anda mungkin ingin Anda melakukan tes urine untuk memastikan bahwa
infeksi saluran kemih atau batu ginjal tidak menyebabkan rasa sakit. Jika batu ginjal, sel darah
merah biasanya terlihat selama pemeriksaan mikroskopis urin.
Tes pencitraan. Dokter Anda mungkin juga merekomendasikan untuk scan perut, scan
ultrasound atau scan computerized tomography (CT) untuk membantu mengkonfirmasi usus
buntu atau mencari penyebab lain sakit Anda.

Pengobatan Usus Buntu


Pengobatan Apendisitis (usus buntu) biasanya melibatkan pembedahan untuk
mengangkat usus buntu yang meradang. Pengobatan lain mungkin diperlukan
tergantung pada situasi Anda.
Pembedahan untuk mengangkat usus buntu (appendectomy)
Gejala usus buntu dapat diatasi dengan operasi terbuka menggunakan satu
sayatan perut yang panjangnya sekitar 2 sampai 4 inci (5 sampai 10 cm). Atau
operasi usus buntu bisa dilakuka operasi laparoskopi, yang melibatkan beberapa

sayatan perut kecil. Selama laparoskopi usus buntu, dokter bedah memasukkan
alat-alat bedah khusus dan kamera video ke dalam perut Anda untuk
mengangkat usus buntu.
Secara umum, operasi laparoskopi memungkinkan Anda untuk sembuh lebih
cepat. Tapi operasi laparoskopi tidak sesuai untuk semua orang. Jika usus buntu
Anda telah pecah dan infeksi telah menyebar di luar usus buntu atau jika abses
muncul, Anda mungkin memerlukan operasi usus buntu terbuka. Operasi usus
buntu terbuka memungkinkan dokter bedah membersihkan rongga perut.

Anda mungkin juga menyukai