Anda di halaman 1dari 13

Pada kasus preeklampsia yang berat serta pada eklampsia, magnesium yang diberikan

secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan saraf
pusat baik pada ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus
kontinu atau intramuskuler dengan injeksi intermitten. Jadwal dosis untuk preeklampsia berat
sama seperti untuk eklampsia. Karena persalinan dan pelahiran merupakan saat kemungkinan
besar terjadinya kejang, wanita dengan preeklampsia-eklampsia biasanya diberi magnesium
sulfat selama persalinan dan selama 24 jam postpartum. Magnesium sulfat tidak diberikan untuk
mengobati hipertensi. (1)
Berdasarkan sejumlah studi serta pengamatan klinis yang luas, magnesium sulfat
kemungkinan besar memiliki efek anti kejang spesifik pada korteks serebri. Biasanya ibu
berhenti kejang setelah pemberian awal magnesium sulfat dan dalam 1 sampai 2 jam akan sadar
dan pulih orientasinya tentang tempat dan waktu. (1)
Magnesium merupakan unsur penting dalam banyak sistem enzim, khususnya yang
terlibat dalam pembentukan energi, cadangan terbesar dalam skelet. Garam magnesium tidak
diserap baik dari saluran cerna, hal ini menjelaskan kegunaan magnesium sulfat sebagai laksatif
osmotik, bermanfaat bila diperlukan pengosongan usus yang cepat. Sebagai laksatif osmotik,
magnesium sulfat merupakan garam-garam anorganik dari ion-ion divalent, senyawa polialkohol
dan disakarida ini berkhasiat mencahar berdasarkan lambat absorbsinya oleh usus, sehingga
menarik air dari luar usus melalui dinding ke dalam usus oleh proses osmosa.
Pencahar osmotik bekerja dengan cara menahan cairan dalam usus secara osmosis atau
dengan mengubah penyebaran air dalam tinja. Magnesium diekskresi sebagian besar melalui
ginjal dan karena itu tertahan bila terdapat gagal ginjal walaupun hipermagnesemia
(menyebabkan kelemahan otot dan aritmia) jarang terjadi.
Hipomagnesemia. Karena magnesium dibuang dalam jumlah besar melalui cairan usus,
kehilangan besar dalam diare, stoma, atau fistula merupakan penyebab paling sering dar
hipomagnesemia, defisiensi dapat pula timbul pada alkoholisme atau terapi deuretik dan pernah
dilaporkan

setelah

pengobatan

lama

dengan

aminoglikosid.

Hipomagnesemia

menyebabkan hipokal-semia sekunder dan juga hipokalemia dan hiponatremia.

sering

Hipomagnesemia simtomatik dihubungkan dengan deficit 0.5-1 mmol/kg, mungkin


diperlukan sampai 160 mmol Mg 2+ selama 5 hari untukmenutup deficit (memungkinkan
pengeluaran melalui urin). Magnesium diberikan dosis awal secara infuse intravena atau injeksi
intramuskuler. Kadar magnesium plasma harus diukur untuk menenukan kecepatan dan lama
infuse, dan dosis harus diturunkan pada kerusakan ginjal.untuk mencegah berulangnya deficit,
magnesium dapat diberikan melalui mulut dengan dosis 24 mmol Mg 2+ tiap hari dalam dosis
terbagi, sediaan yang sesuai adalah tablet magnesium gliserofosfat (tidak dipasarkan). Untuk
pemeliharaan (misalnya pada nutrisi intravena) dosis parenteral magnesium adalah 10-20 mmol
Mg 2+ sehari (lazimnya sekitar 12 mmol Mg 2+ tiap hari).
Magnesium Sulfat menunjukkan peran besar dalam eklamsia untuk mencegah kejang
berulang. Cara pengobatan di Inggris beragam antar rumah sakit tetapi selalu diawali pemberian
intravena magnesium sulfat 4 gram (kira-kira 16 mmol Mg 2+) dalam 20 menit disusul dengan
infuse intavena dengan kecepatan 1 gram (kira-kira 4 mmol Mg 2+) tiap jam. Berulangnya
kejang mungkin memerlukan bolus intravena tambahan 2-4 gram (kira-kira 8-16 mmol Mg 2+).
Monitoring EKG dilaksanakan, demikian juga pengawasan tekanan darah dan pengawasan tanda
klinis overdosis (hilangnya reflek patella, lemah, mual, rasa panas, flushing, mengantuk,
pandangan ganda, dan slurred speech, injeksi kalsium glukonat digunakan pada manajemen
toksisitas magnesium). Juga perlu untuk memantau detak jantung fetus terus-menerus.
Magnesium sulfat ; garam Inggeris ; mekanisme kerjanya didalam usus berdasarkan
penarikan air (osmosis) dari bahan makanan karena tigaperempat dari dosis oral tidak diserap.
Resorpsi, antara 15-30% dari dosis diserap oleh usus, yang dapat mengakibatkan kadar
magnesium darah terlampau tinggi, khususnya jika fungsi ginjal kurang baik. Oleh karena itu,
magnesium sulfat hendaknya jangan digunakan untuk waktu yang lama. Mulai kerjanya setelah
1-3 jam. Boleh digunakan selama kehamilan, akan tetapi masuk ke air susu ibu
Obat ini bekerja sebagai vasodilator serebral dan stabilisator membran, mengurangi
iskemia dan kerusakan neuron yang mungkin terjadi. Obat ini juga bisa bekerja sebagai anti
konvulsan sentral yang memblok reseptor N-methyl-D-aspartat. Magnesium sulfat mempunyai
jangkauan terapi yang luas dan monitoring klinis cukup dengan mengobservasi frekuensi
pernapasan, saturasi PO2 (pulse oximetry ) dan reflek perifer. Monitoring ketat kadarnya dalam

serum penting khususnya jika ada penurunan ekskresi ginjal, karena kelebihan magnesium sulfat
bisa menyebabkan depresi pernafasan berat dan bahkan kegagalan fungsi kardio respirasi
untungnya ada antidotum kalsium glukonate yang bekerja cepat.
Penggunaan rutin magnesium sulfat sebagai profilaksi pada semua wanita dengan
preeklamsia masih dipertanyakan. Meskipun demikian jika keputusan dibuat untuk menerapi
wanita tersebut sebagai profilaksi selama persalinan magnesium sulfat adalah terapi ideal,
terlebih lagi pada uji terbaru dengan skala yang lebih besar, magnesium sulfat lebih baik
daripada phenitoin dan diazepam untuk terapi prevensi kejang berulang pada wanita eklamsia,
semua wanita dengan eklamsia harus mendapat magnesium sulfat selama persalinan dan minimal
24 jam postpartum.
Magnesium sulfat selain dipakai untuk mencegah kejang dapat dipakai untuk mengatasi
kejang dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi uterus, efek lainnya adalah vasodilatasi
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sementara dan diikuti
oleh kenaikan nadi. Dalam hal ini magnesium sulfat tidak dipakai sebagai anti hipertensi tetapi
sebagai vasodilatasi dari uterus. Dosis yang besar dapat mengakibatkan gangguan dari kontraksi
uterus.
DOSIS PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT
Infus intravena kontinu
1. Berikan dosis bolus 4 6 gram magnesium sulfat yang diencerkan dalam 100 ml cairan
IV dan diberikan dalam 15 20 menit
2. Mulai infus rumatan dengan dosis 2 gram/ jam dalam 100 ml cairan IV
3. Ukur kadar magnesium sulfat pada 4 6 jam setelahnya dan sesuaikan kecepatan infus
untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEq/ l (4,8 8,4 mg/ dl)
4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir
Injeksi Intramuskular Intermiten

1. Berikan 4 gram magnesiun sulfat (MgSO47H2O USP) sebagai larutan 20% secara
intravena denagn kecepatan tidak melebihi 1 gram/ menit
2. Lanjutkan segera dengan 10 gram larutan magnesium sulfat 50%, separuhnya (5g)
disuntikkan dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong dengan jarum ukuran 20
sepanjang 3 inci (penambahan 1 ml lidokain 2% dapat mengurangi nyeri). Apabila
kejang menetap setelah 15 menit, berikan magnesium sulfat sampai 2 gram dalam
bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 gram/ menit.
Apabila wanita yang bersangkutan bertubuh besar, magnesium sulfat dapat diberikan
sampai 4 gram secara perlahan-lahan
3. Setiap 4 jam sesudahnya berikan 5 gram larutan magnesium sulfat 50% yang
disuntikkan dalam-dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi
hanya setelah dipastikan bahwa:
a. refleks patella masih baik
b. tidak terdapat depresi pernafasan
c. pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
d. tersedia antidotum yakni glukonas calcicus
4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah pelahiran
Stop pemberian MgSO4, jika
- frekuensi pernapasan <>
- Refleks patella (-) sampai menghilang pada kadar plasma 8-10 mEq/L
- Urine <>
- Kejang hampir selalu dapat diatasi bila kadar MgSO4 plasma dipertahankan 4-7 mEq/L

- Lethal dose adalah kadar MgSO4 lebih dari 20 mEq/L


FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI
Magnesium sulfat USP adalah MgSO47H2O dan bukan MgSO4. Magnesium yang
diberikan secara parenteral dikeluarkan hampir seluruhnya melalui ekskresi ginjal dan
intoksikasi magnesium dapat dihindari dengan memastikan bahwa pengeluaran urin memadai,
refleks patella atau biseps positif dan tidak ada depresi pernafasan. Kejang eklampsia ha,pir
selalu dapat dicegah apabila kadar magnesium plasma dipertahankan pada 4 7 mEq/ l (4,8 8,4
mg/ dl atau 2,0 3,5 mmol/ l). (1)
GANGGUAN FUNGSI GINJAL
Karena magnesium hampir seluruhnya dibersihkan melalui ekskresi ginjal, dengan
menggunakan dosis yang sudah dijelaskan, konsentrasi magnesium plasma akan berlebihan
apabila filtrasi glomerulurus berkurang secara nyata. Dosis standar awal magnesium sulfat dapat
dengan aman diberikan tanpa mengetahui fungsi ginjal. Setelah itu, fungsi ginjal dapat
diperkirakan dengan mengukur bersihan kreatinin, dan apabila nilainya 1,3 mg/ dl atau lebih
maka hanya diberikan dosis magnesium sulfat separuh dari dosis rumatan magnesium sulfat
intramuskular yang diuraikan sebelumnya. (1)
Dengan dosis untuk gangguan ginjal ini, kadar magnesium plasma biasanya berada dalam
rentang yang diinginkan yaitu 4 -7 mEq/ l. Apabila magnesium sulfat diberikan secara intravena
dengan infus kontinu, kadar magnesium serum digunakan untuk menyesuaikan kecepatan infus.
Pada kedua metode, apabila terjadi insufisensi ginjal, kadar magnesium plasma harus diperiksa
secara berkala. (1)
EFEK KARDIOVASKULAR
Efek akut ion magnesium parenteral pada wanita dengan PEB telah diteliti oleh Cotton
(1986) yang memperoleh data dengan menggunakan kateterisasi arteria radialis dan pulmonalis.
Setelah pemberian dosis 4 gram secara intravena dalam 15 menit, rerata tekanan darah arteri
sedikit menurun, dan hal ini disertai peningkatan indeks kardiak sebesar 13%. Dengan demikian

magnesium menurunkan resistensi vaskular sistemik serta tekanan arteri rata-rata (MAP) dan
pada saat yang sama meningkatkan curah jantung tanpa tanda-tanda depresi miokard. Temuantemuan ini terjadi bersamaan dengan flushing (kulit memerah) dan mual transien. Efek
kardiovaskular hanya berlangsung selama 15 menit walaupun infus magnesium terus diberikan
dengan kecepatan 1,5 gram perjam. (1)
Thurnau (1987) memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kecil, tetapi sangat
bermakna, konsentrasi magnesium cairan serebrospinal setelah terapi magnesium untuk
preeklampsia. Besarnya peningkatan ini berbanding lurus dengan konsentrasi serum.
Peningkatan ini tidak dapat disebabkan oleh penyakit itu sendiri karena kadar magnsium cairan
serebrospinal tidak berubah pada wanita preeklampsia berat yang tidak diobati apabila
dibandingkan dengan kontrol normotensif. (1)
Lipton dan Rosenberg (1994) memperkirakan bahwa efek anti kejang disebabkan oleh
blokade influks kalsium neuron melalui saluran glutamat. Cotton (1992) memicu aktivitas kejang
di regio hipokampus tikus karena hipokampus adalah regio ambang kejang yang rendah dan
kepadatan reseptor N-metil-D-aspartat yang tinggi. Reseptor-reseptor ini dikaitkan dengan
berbagai model epilepsi. Karena kejang hipokampus dapat dihambat oleh magnesium,
diperkirakan bahwa resptor N-metil-D-aspartat berperan dalam kejang eklampsia. Yang penting,
hasil-hasil seperti ini mengisyaratkan bahwa magnesium memiliki efek susunan saraf pusat
dalam menghambat kejang. (1)
EFEK PADA UTERUS
Ion-ion magnesium dalam konsentrasi yang relatif tinggi akan menekan kontraktilitas
miometrium, baik in vivo maupun in vitro. Dengan regimen seperti yang telah dijelaskan dan
kadar plasma yang ditimbulkannya, belum pernah dijumpai bukti-bukti depresi miometrium
selain penurunan aktivitas transien selama dan segera setelah dosis bolus intravena awal. Leveno
(1998) meneliti hasil akhir persalinan dengan pemberian magnesium sulfat dan pemberian
fenitoin untuk penanganan preeklampsia, mendapat hasil bahwa magnesium sulfat tidak secara
bermakna mengubah stimulasi persalinan oleh oksitosis, interval rawat inap sampai janin keluar,

dan rute pelahiran. Hasil serupa juga dilaporkan oleh peneliti lain (Atkinson, 1995 ; Szal, 1999 ;
Witlin, 1997). (1)
Mekanisme bagaimana magnesium dpaat menghambat kontraktilitas uterus masih belum
dikethaui, tetapi secara umum dianggap bahwa hal ini disebabkan oleh efek megnesium terhdap
kalsium intraselular ular (Watt-Morse, 1995). Jalur regulatorik yang mengarah pada kontraksi
Ca2+ bebas intrasel ular, yang mengaktifkan rantai pendek miosin kinase (Mizuki, 1993).
Konsentrasi magnesium ekstraselular yang tinggi dilaporkan tidak saja menghambat masuknya
kalsium ke dalam sel miometrium tetapi juga menyebabkan kadar magnesium intrasel ular
meningkat.
Peningkatan kadar magnesium intraselular ini dilaporkan dapat menghambat masuknya
kalsium ke dalam sel mungkin dengan menyekat saluran kalsium (Mizuki, 1993). Mekanisme
ihibisi kontraktilitas uterus ini tampaknya bergantung pada dosis karena untuk menghambat
kontraksi uterus diperlukan kadar magnesium serum minimal 8 sampai 10 mEq/ l (Watt-Morse,
1995). Hal ini mungkin menjelaskan mengapa secara klinis tidak tampak efek pada uterus
apabila magnesium sulfat diberikan untuk terapi atau profilaksi eklampsia. Secara spesifik,
megnesium sulfat apabila diberikan secara intravena atau intramuskular untuk preeklampsia atau
eklampsia, menghasilkan kadar yang secara konsisten di bawah 8 10 mEq/ l sehingga tidak
terjadi hambatan kontraktilitas uterus. (1)
EFEK PADA JANIN
Bayi baru lahir ibu yang mendapat pengobatan magnesium sulfat kemungkinan akan
mengalami hipermagnesemia dengan gejala gagal napas, refleks yang menurun dan gejala perut
kembung (akibat hipermagnesemia menekan fungsi otot polos usus sehingga menyebabkan
ileus). Oleh sebab itu pada bayi baru lahir tersebut sejak menit pertama sampai 1 jam setelah
lahir harus diamati :
1. Tangis, apakah menangis lemah atau tidak ada tangisan
2. Refleks, apakah lemah atau menurun

3. Pernapasan, apakah perlu dilakukan resusitasi atau perlu bantuan pernapasan dengan
alat resusitasi
Magnesium yang diberikan secara parenteral kepada ibu dengan cepat menembus
plasenta untuk mencapai keseimbangan di serum janin dalam derajat yang lebih ringan di cairan
amnion

(Hallak,

1993).

Neonatus

dapat

mengalami

depresi

hanya

apbila

terjadi

hipermagnesemia yang parah saat lahir. Belum pernah dijumpai gangguan neonatus pada terapi
dengan meagnesium sulfat (Cunningham dan Pritchard, 1984). Apakah magnesium sulfat
mempengaruhi pola frekuensi denyut jantung janin, terutama variabilitas denyut demi denyut
masih diperdebatkan. Dalam sebuah penelitian acak yang membandingkan infus magnesium
sulfat dengan infus salin, mendapatkan bahwa magnesium sulfat berkaitan dengan penuruanan
sedikit yang secara klinis tidak bermakna dalam variabilitas frekuensi denyut jantung janin.
Sebagian penulis menyatakan adanya kemungkinan efek protektif magnesium sulfat
terhadap cerebral palsy pada janin dengan berat lahir sangat rendah. Murphy (1995)
mendapatkan bahwa preeklampsia yang bersifat protektif terhadap cerebral palsy, dan bukan
magnesium sulfat. Namun Kimberlin (1996) tidak memperoleh manfaat tokolisis dengan
magnesium sulfat pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari 1000 gram.
PENGAWASAN

PEMBERIAN

MAGNESIUM

SULFAT

DAN

TERMINASI

KEHAMILAN
Disini ditekankan bahwa pemberian obat-obat disertai pengawasan terus menerus. Jumlah
dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi
keselamatannya dan sedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita preeklamsia harus dihindarkan
dari semua rangsangan yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan, injeksi atau
pemeriksaan dalam.
Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernafasan dicatat tiap
30 menit pada suatu kertas grafik suhu dicatat tiap jam. Bila penderita belum melahirkan,
dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat permulaaan atau kemajuaan persalinan.

Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernafasan pada penderita koma, penderita
dibaringkan dalam posisi terndelenberg dan selanjutnya dibalikkan kesisi kiri dan kanan tiap jam
untuk menghindari dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernafasan,
dan oksigen diberikan pada sianosis. Dauer cathether di pasang untuk mengetahui diuresis dan
untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif. Balans cairan harus diperhatikan
dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yang hilang melalui
kulit dan paru-paru pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 ml. Balans cairan dinilai dan
disesuaikan tiap 6 jam.
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolismus jaringan dan asidosis. Pada
penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infuse dekstran, glukosa
10%, atau larutan asam amino, separti amino fusion. Cairan yang terakhir ini mengandung kalori
dan asam amino.
Bila terjadi henti napas berikan antidotum yakni glukonas calcicus 1 g IV pelan pelan disertai
oksigenasi dan biasanya langkah ini sudah cukup untuk mengatasi depresi napas tersebut. Bila
terjadi henti napas (tidak pernah terjadi pada dosis terapi) lakukan pula intubasi dan ventilasi
aktif.
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki maka direncanakan untuk
mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara aman. Apakah pengakhiran
kehamilan dilakukan dengan seksio sesaria atau dengan induksi persalinan pervaginam, hal
tersebut tergantung dari berbagai faktor, seperti keadan serviks, komplikasi obstetrik, paritas,
adanya ahli anesthesia dan sebagainya.
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan secara cepat
tanpa banyak kesulitan. Pada eklamsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi
dan infuse pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam dan keadan
serviks mengijinkan. Tetapi bila serviks masih lancip dan tertutup terutama pada primigravida,
kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi sefalopelviks, sebaiknya dilakukan
seksio sesarea.
EFEKTIVITAS KLINIS TERAPI MAGNESIUM SULFAT

Pada abad ke 17 di Paris, eklampsia dihubungkan dengan 50% dari semua penyebab
kematian maternal. Pertama kali digunakan regimen Magnesium Sulfat adalah pada tahun 1929
di rumah sakit Chicago Lying-In, dengan pemberian Magnesium Sulfat secara intramuskular
berhasil menurunkan angka kematian dari 36% menjadi 7%. Pasien-pasien dengan eklampsia di
Amerika Serikat sejak tahun 1955 hingga 1980, kematian maternal sedikit demi sedikit berhasil
diturunkan dengan menggunakan terapi ini. (10)
Lucas (1995) melaporkan hasil penelitiannya pada 2000 wanita dengan hipertensi di
Parkland Hospital dalam penggunaan magnesium lebih efektif apabila dibandingkan dengan
fenitoin dalam profilaksi kejang. Magnesium sulfat juga dilaporkan efektif sebagai profilaksi
kejang eklampsia apabila dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin pada 1700 wanita yang
dilakukan acak pada 23 pusat kesehatan di 8 negara. (10)
Penelitian yang dilakukan MAGPIE dengan membandingkan magnesium sulfat dan
dengan pemberian plasebo, berhasil mencegah terjadinya eklampsia lebih dari 50% dari 10.000
wanita yang ikut serta. Selain itu juga mengurangi angtka kematian maternal lebih dari setengah,
tetapi secara statistik hasil tidak signifikan. (10)
Pada tahun 1995, dipublikasikan hasil-hasil dari uji klinis multinasional terapi eklamsia.
Studi the Eclampsia Trial Collaborative Group (1995) ini sebagian didanai oleh WHO
dikoordinasikan oleh the National Perinatal Epidemiology Unit di Oxford, Inggris. Studi ini
menyertakan 1687 wanita dengan eklampsia yang secara acak dibagi untuk mendapat regimen
anti kejang yang berlainan. Ukuran hasil akhir yang utama adalah kekambuhan kejang dan
kematian ibu. Pada satu penelitian, 453 wanita yang secara acak mendapat magnesium sulfat
dibandingkan dengan 452 yang diberi diazepam. Pada penelitian lain, 388 wanita eklamptik
secara acak mendapat magnesium sulfat dan dibandingkan dengan 387 wanita yang diberi
fenitoin.
Wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat mengalami 50% penurunan insiden
kejang berulang dibandingkan dengan mereka yang mendapat diazepam. Kematian ibu menurun
pada wanita yang mendapat magnesium sulfat, namun walupun secara klinis mengagumkan,
namun perbedaan ini secara statistik tidak bermakna. Secara spesifik, terdapat 3,8 % kematian

pada 453 wanita yang mendapat magnesium sulfat diabndingkan dengan 5,1 % pada 452 yang
mendapat diazepam. Morbiditas maternal dan perinatal tidak berbeda di antara kedua kelompok
dan tidak terdapat perbedaan dalam jumlah induksi persalinan atau SC.
Pada perbandingan kedua, wanita yang secara acak mendapat magnesium sulfat
dibandingkan dengan yang mendapat fenitoin memperlihatkan penuruanan 67% dalam kejang
berulang. Mortalitas ibu di kelompok magnesium lebih rendah daripada di kelompok fenitoin
(2,6 versus 5,2%). Penurunan angka kematian ibu sebesar 50% yang mengesankan ini ternyata
juga tidak bermakna secara statistik.
Pada perbandingan lain, wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat lebih kecil
kemungkinannya memerlukan ventilasi buatan, terjangkit pneumonia dan dirawat di ruang
perawatan intensif daripada mereka yang mendapat fenitoin. Neonatus dari wanita yang
mendapat magnesium sulfat secara bermakna lebih kecil kemungkinannya membutuhkan
intubasi saat pelahiran dan dirawat di ruang perawatan intensif dibandingkan neonatus yang lahir
dari ibu yang mendapt fenitoin.
Infark cerebral dan perdarahan adalah salah satu sebab utama kematian karena
preeklampsia-eklampsia. Sejak ditemukannya magnesium sulfat sebagai vasodilator cerebral,
efek entieklampsi bekerja dengan mengurangi iskemia dengan mengurangi vasospasme cerebral.
Penelitian lain yang membandingkan magnesium sulfat dengan vasodilator spesifik cerebral
nimodipin, memberikan hasil magnesium sulfat masih lebih efektif sebagai terapi profilaksi
kejang pada preeklampsia berat. (11)
Pada pemberian nimodipine kejang terjadi pada 2,6% dari total pasien (819) sedang
dengan pemberian magnesium sulfat hanya 0,8% pasien (831) terjadi kejang. 12 dari 21 pasien
pada pemberian nimodipin mendapatkan kejang pada periode antepartum dan 9 pasien kejang
postpartum. Pasien yang mendapatkan profilaksi magnesium sulfat kejang terjadi pada saat
antepartum, tidak ada pasien yang mendapatkan kejang berulang post partum. (11)
Pasien dengan pemberian nimodipin dan mendapatkan terapi hydralazine lebih banyak
terjadi eklampsia apabila dibandingkan dengan magnesium sulfat yang disertai hydralazine juga
(4% vs 1,1%). Pada pasien tanpa diberikan hydralazine, frekuensi terjadinya eklampsia pada

pemberian nimodipin saja lebih banyak daripada dengan pemberian magnesium sulfat (1,4 vs
0,5%). (11)
Dari penelitian-penelitian di atas dapat dibuktikan bahwa pemberian magnesium sulfat
secara parenteral secara signifikan dapat mencegah eklampsia. Perbedaan yang signifikan
didapatkan pada perbandingan kejang postpartum yang dapat dicegah dengan penggunaaan
magnesium sulfat. Dengan mengkaji penelitian dengan penggunaan magnesium sulfat dan
nimodipin, teori yang menyebutkan adanya vasospasme cerebral dan iskemia adalah sebab
predominan eklampsia tidak dapat dibuktikan. Karena dengan penggunaan nimodipin tidak
terbukti lebih efektif dibandingkan dengan magnesium sulfat. (11)
Penelitian yang dipublikasikan sebelumnya oleh Belfort (2002), menjelaskan adanya
perubahan hemodinamik cerebral pada pasien preeklampsia. Peningkatan tekanan perfusi
cerebral adalah penyebab kerusakan utama dibandingkan penurunan aliran darah cerebral.
Peningkatan tekanan perfusi cerebral adalah hasil dari barotrauma cerebral dan edema vasogenik.
Nimodipin memperlihatkan peningkatan tekanan perfusi cerebral pada pasien dengan
preeklampsia, sedangkan magnesium sulfat justru menurunkannya.(12)
Nimodipin kurang efektif dibandingkan dengan magnesium sulfat dalam mencegah
kejang, menjelaskan bahwa kejang pada pasien preeklampsia bukan disebabkan karena
perdarahan yang banyak dalam kaitannya dengan overperfusi (encephalopathy hipertensi) dan
iskemi. Kejang yang lebih banyak terjadi dengan terapi nimodipin akan menjelaskan bahwa
dasar dari kerja nimodipin mengurangi perlindungan vasokonstriksi dan memperburuk
overperfusi. Efek ini bisa dibuktikan pada periode postpartum dimana tingkat konstriktor yang
dihasilkan plasenta akan menurun. (12)
KEUNTUNGAN PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT
o Cara pemberian mudah, sederhana, nyaman bagi pasien
o Relatif mudah diperoleh dan harganya pun relatif murah, sedangkan hasilnya cukup baik

o Pada kadar terapi, kesadaran pasien tidak terpengaruh meskipun Mg dapat melewati sawar
(barrier) plasenta, namun hampir tidak pernah mempengaruhi keadaan janin, kecuali
terjadi hipermagnesia (>15 mEq/L) pada saat kala II
Patofisiologi Lain dari magnesikus :

Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice
untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan
antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan
aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang
eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus
dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah
menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis
kalsium juga memberikan efek yang baik untuk otot skelet.
Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi.
Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena dapat
dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih
singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman, digunakan jika akses IV
atau pengawasan ketat pasien tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan
pengawasan ketat atas pasien dan fetus.
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah
kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada, pernafasan
sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam. Terapi
magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir ; dapat dihentikan jika tekanan
darah membaik serta diuresis yang adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, pada level 6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output yang meningkat
memerlukan dosis rumatan untuk mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien
diawasi apakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan magnesium.

Anda mungkin juga menyukai