Anda di halaman 1dari 23

BAB I

SKENARIO III
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke tempat praktek anda dengan keluhan gemetar dan
berkeringat pada pukul 2.00 WIB dini hari. Apa yang terjadi dengan laki-laki tersebut?

BAB II
KATA KUNCI
-

Laki-laki berusia 45 tahun

Gemetar dan berkeringat pada dini hari pukul 2.00 WIB

BAB III
PROBLEM
1. Apa yang menyebabkan laki-laki itu berkeringat dan gemetar pada dini hari?
2. Penyakit apa saja yang berhubungan dengan gemetar dan berkeringat?

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Batasan
Pembahasan makalah ini terlalu luas jika diuraikan secara menyeluruh. Oleh karena itu,
kami memfokuskan pada kata kunci dan problem yaitu berkeringat dan gemetar pada dini
hari pukul 02.00 WIB dan laki-laki berusia 45 tahun.
Selanjutnya problem yang diangkat adalah apa yang menyebabkan laki-laki itu
berkeringat dan gemetar pada dini hari? Kami akan menjelaskan menjelaskan penyebab
dari berkeringat dan gemetar pada dini hari.
Penyakit apa saja yang berhubungan dengan berkeringat dan gemetar? Penyakit yang
berhubungan dengan berkeringat dan gemetar tidak hanya satu, jadi perlu diketahui
penyebab dan kronologi sebelum mengalami gejala.
4.2 Anatomi dan Histologi
Hati adalah organ dalam tubuh manusia yang terbesar kedua setelah kulit dan kelenjar
terbesar ( berat rata rata 1500 gram ). Hati terletak dibawah diaphragma di perut kanan
atas yaitu di region hipocondrium dextra et epigastrium. Hati memiliki bentuk umum seperti
prisma dengan basis ke kanan dan puncaknya ke kiri. ( Lihat gambar di bawah ). Warna hati
yaitu coklat kemerahmudaan, dengan konsistensi yang lembut.

Fascies diaphragamatica berdekatan dengan diapraghma dan fascies visceralis dengan tepi
bawah anterior mengarah ke organ-organ dalam abdomen. Fascies diaphragmatica menempel
sebagian pada diaphragm dan tidak memiliki lapisan peritoneal di area tersebut. Hepar dibagi
menjadi lobus kanan yang lebih besar dari yang kiri yang dipisahkan oleh Lig. Falciforme di
sebelah ventral. Lig. Falciforme berlanjut sebagai Lig. Coronarium yang kemudian menjadi Lig.
Triangulare dextrum dan sinistrum yang menghubungkan diaphragma. Lig. Triangulare
sinistrum berlanjut menjadi appendix fibrosa hepatis. Tepi bebas Lig. Falciforme mengandung
Lig. Teres hepatis ( sisa V. umbilicalis prenatal). Kedua ligamentum ini berhubungan dengan
dinding abdomen ventral.
Ligamentum falciforme yang membagi hepar menjadi dua lobus yaitu dengan lobus kanan
lebih besar dari lobus kiri. Menempel permukaan anteroposterior hati ke dinding anterior
abdomen dan diapragma. Tepi bebas ligamentum falciforme berisi ligamentum teres hepatis.
Ligamentum venosum melekat pada permukaan inferior hati antara lobus caudatus dan lobus
kiri. (Vinay Kumar Kapoor, MBBS, MS, 2013)

Hati dibagi menjadi dua lobus yaitu lobus kanan dan kiri dengan ukuran yang hampir sama
dengan dipisahkan oleh fissura ( Cantlies line ). Pembagian ini berdasarkan percabangan dari
arteri hepatic kanan dan kiri dan juga vena portae. ( Lihat gambar di bawah ).

Lobus quadratus hepatis memiliki batas anterior pada margo anterior hepatis, batas dorsal pada
porta hepatis, batas dextra pada fossa vessiva fellea, dan batas sinistra pada vena umbilicalis.
Lobus caudatus hepatis memiliki batas ventro-caudal pada porta hepatis. Batas deztra pada
fossa vena cava, dan batas sinistra pada fossa ductus venosi. Pada lobus caudatus hepatis
terdapat tonjolan yaitu processus caudatus dan processus papillaris.

Hepatosit dan
sinusoid

Trias GLISSON

Unit structural parenkim hati adalah lobules hepaticus yang terdiri dari trabekula hepatosit.
Lobules hepaticus klasik yang hampir heksagonal dikelilingi oleh saluran-saluran porta di tiga
sampai enam sudutnya. Tiga struktur yang secara bersama-sama disebut trias GLISSON ( trias
porta ) selalu ditemukan dalam saluran porta, tertanam dalam jaringan ikat. V.centralis terletak
di pusat lobules hepaticus dan mengumpulkan darah dari sinusoid hepar yang awalnya berasal
dari arteri-arteri dan vena-vena di perifer lobules. V.cetralis kemudian bermuara ke dalan Vv.
Sublobulares, yang merupakan cabang Vv.hepatica. aliran darah radial yang lambat dalam
sinusoid memungkinkan hepatosit mengabsorpsi zat makanan dan metabolit serta menyekresi
protein-protein yang disintesis seperti protein plasma.

Fisiologi Hepar
Kerja terpenting hepar :
1. Pengambilan komponen bahan makanan yang diantarkan dari saluran cerna melalui
pembuluh darah porta ke dalam hepar

2. Biosintesis senyawa-senyawa dalam tubuh, penyimpanan, perubahan dan


pemecahan menjadi molekul yang dapat dieksresikan.
3. Menyediakan secara tetap metabolit dan bahan-bahan pembentuk yang kaya energy
bagi organisme ( metabolisme )
4. Detoksifikasi senyawa-senyawa toksik melalu biotransformasi
5. Eksresi bahan-bahan bersama dengan empedu dan pembentukan serta pemecahan
dari komponen plasma darah. (Z Zaenuri - 2007)
Fungsi Hepar sebagain metabolism karbohidrat :
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein saling
berkaitan satu sama lain. Hepar mengubah pentose dan heksosa yang diserap dari usus
halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di
dalam hepar kemudian hepar akan memecah glikogen menjadi glukosa. Proses
pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenolisis. Karena proses-proses ini,
hepar merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hepar mengubah
glukosa melalui heksosa monophosphate shut dan terbentuklah pentose. Pembentukan
pentose mempunyai beberapa tujuan : menghasilkan energy, biosintesis dari nukleotida,
nucleic acid dan ATP dan biosintesis senyawa 3 karbon yaitu pyruvic acid yang
diperlukan dalam sikuls krebs.

Patomekanisme
Keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan disebut sebagai homeostasis
metabolik. Insulin dan glukagon adalah dua hormon utama yang mengatur penyimpanan
dan mobilitas bahan bakar. Insulin mendorong penyimpanan bahan bakar dan
pengunaan bahan bakar untuk pertumbuhan. Insulin mendorong penyimpanan glukosa

sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan
penyimpanan di jaringan adipose, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di
otot rangka. Insulin meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan
merangsang transport glukosa ke dalam otot dan jaringan adipose. Pada saat yang
sama, insulin bekerja menghambat mobilitas bahan bakar.

Glukagon adalah hormon utama yang memobilisasi bahan bakar dengan mempertahankan
ketersediaan bahan bakar apabila tidak tesedia glukosa makanan dengan merangsang
pelepasan glukosa dari glikogen hati, dengan merangsang glukoneogenesis dari laktat,
gliserol, dan asam amino, dan bersama-sama dengan penurunan insulin, dengan
memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adipose sebagai sumber bahan bakar
alternative . Tempat kerjanya terutama di hati dan jaringan adipose; hormon ini tidak
memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot rangka. hormon lain, misalnya epinefrin,
dikeluarkan sebagai respon sistem saraf pusat terhadap hipoglikemia, olahraga, atau stress
fisiologis jenis lain. Epinefrin dan hormon stres lain juga meningkatkan ketersediaan bahan
bakar. Sedangkan hormon-hormon yang bekerja melawan insulin ditunjukkan pada gambar
berikut.

Gambar : Hipoglikemia adalah salah satu sinyal stres yang merangsang


pelepasan kortisol, epinefrin dan norepinefrin. Hormon adrenokortikotropik
(ACTH) dilepas dari hipofisis dan merangsang pelepasan kortisol (suatu
glukokartikoid) dan kortek adrenal. Sinyal syaraf merangsang pelepasan
epinefrin dari medula adrenal dan norepinefrin dari ujung syaraf. Sinyal saraf
juga memegang sedikit peranan pada pelepasan glukagon. Keduanya bukan
hormon utama yang melawan kerja insulin.

Jenis-Jenis Penyakit yang Berhubungan


Jenis penyakit yang berhubungan yaitu :
-

Diabetes Melitus tipe 1


Diabetes tipe 1 adalah penyakit kronis dengan ciri-ciri tubuh kekurangan insulin yang
ditandai ketidakmampuan pankreas untuk mensekresikan insulin karena kerusakan

autoimun sel beta. Tidak seperti penderita DM tipe 2, orang-orang dengan DM tipe 1
biasanya tidak gemuk. Pasien ini bergantung pada insulin eksogen. Pada saat puasa
tingkat glukosa mencapai >126 mg/dL atau 2 jam setelah makan glukosa darah
mencapai > 200 mg/dL glukosa plasma acak 200 mg / dL pada pasien dengan gejala
klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia.
-

Somogyi Effect
Somogyi effect adalah hipoglikemia selama malam diinduksi oleh insulin dapat
menyebabkan respon hormon glukagon yang menghasilkan hiperglikemia di pagi hari.
Fenomena ini sebenarnya lebih jarang daripada fenomena dawn, yang merupakan
kenaikan pagi abnormal dalam tingkat glukosa darah karena perubahan kadar hormon.
Penyebab dari somogyi effect ini adalah kelebihan insulin. Fenomena Somogyi mungkin
langka. Hal ini terjadi pada diabetes mellitus tipe 1 dan kurang umum pada diabetes
mellitus tipe 2. Dengan identifikasi yang tepat dan manajemen

Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan penurunan konsentrasi glukosa plasma ke tingkat yang
dapat menyebabkan gejala atau tanda-tanda seperti perubahan status mental dan / atau
stimulasi sistem saraf simpatik. Kondisi ini biasanya timbul dari kelainan pada
mekanisme yang terlibat dalam homeostasis glukosa. Penyebab paling umum dari
hipoglikemia pada pasien dengan diabetes menyuntikkan suntikan insulin dan
melewatkan makan atau kelebihan dosis insulin.

Fenomena Dawn
Fenomena dawn adalah suatu kondisi dimana kadar glukosa darah saat puasa,
terutama saat bangun tidur di pagi hari sangat tinggi. Ini karena pelepasan beberapa
hormone. Kondisi ini biasanya dijumpai pada pasien diabetes tipe 1 dan 2.
Pemeriksaan Fisik Penyakit
Tensi

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

RR

: 70 kg

TB

: 172 cm

Kepala/Leher : dalam batas normal


Anemia ( - ) , icterus ( - ), cyanosis ( - ), dyspnea ( - )
Thorax

: cor

: S1 S2 tunggal, murmur ( - )

Pulmo : vesicular, ronkhi ( - ), wheezing ( - )


Hepar

: 1 jari di bawah arcus costa, tepi tajam, nyeri tekan ( - ), konsistensi


lunak, permukaan rata

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gula darah

: dini hari pukul 02.00 : 40 mg/dL


pagi hari pukul 06.00 : 500 mg/dL

BAB V
HIPOTESIS AWAL ( DIFFERENTIAL DIAGNOSE )

Berdasarkan skema dari pembahasan tentang anatomi, histologi, fisiologi, patofisiologi,


dan patomekanisme diatas, kami dapat menyusun differential diagnosis atau hipotesis awal
dalam permasalahan ini adalah:
1.
2.
3.
4.

Somogyi effect
Fenomena dawn
Diabetes Melitus tipe 1
Hipoglikemia

Maka dari itu untuk gejala klinis, pemeriksaan fisik yang diperlukan dan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan, DD ini akan kami bahas lebih lanjut di bab selanjutnya.

BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

DD
Somogyi effect

Gejala Klinis
1. Kadar glukosa tidak normal yaitu

Gejala Klinis
pada pasien

rendah saat dini hari ( hipoglikemia )


< 60 mg/dL
2. Ditandai dengan kadar glukosa yang

tinggi saat pagi hari ( hiperglikemia )


> 200 mg/dL

Hipoglikemia

3. Penggunaan suntik insulin

4. Riwayat penyakit DM 1 atau 2

1. Lapar

2. Gemetar dan keringat dingin

3. Berdebar

Fenomena dawn

4. Pusing

5. Kadar glukosa < 30 60 mg/dL

1. Kadar glukosa yang sangat tinggi


saat bangun tidur pagi hari > 200

mg/dL
2. Pada tengah malam tidak ada

mengalami hipoglikemia < 60


mg/dL
3. Riwayat penyakit DM 1 dan DM 2

VI.2 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang datang dengan keluhan diatas, maka pemeriksaan yang terpenting
adalah kontrol glukosa darah. Studi laboratorium untuk mengindentifikasi somogyi effect
meliputi kadar glukosa saat puasa, hemoglobin A1C , kadar glukosa setelah malam hari dan
pengambilan sampel glukosa secara teratur. Tingkat glukosa darah pada saat puasa diharapkan
tidak tinggi karena induksi hormone. Tes glukosa pada tengah malam akan menunjukan apakah
hipoglikemia akibat terapi insulin atau tidak. Ini membantu dalam menegakkan diagnosis.
Pemantauan glukosa yang teratur diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Pada pemeriksaan kadar gula darah pada pasien, didapatkan hasil sebagai berikut :
-

Kadar glukosa saat tengah malam

Kadar glukosa saat pagi hari setelah bangun : tinggu, 550 mg/dL

: rendah, 40 mg/dL

BAB VI
HIPOTESIS AKHIR

Hasil diagnosis kami kepada Tn. Imam Maksun yang berusia 45 tahun adalah somogyi
effect. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang kami
lakukan. Alasan kami memilih somogyi effect sebagai diagnosa akhir adalah naik turunnya kadar
glukosa pasien pada tengah malam atau pagi hari. Pada DDx kami mencantumkan diabetes
mellitus tipe 1 karena pasien memiliki kadar glukosa yang sangat tinggi, sedangkan pasien juga
memiliki kadar glukosa yang rendah pada suatu saat ( hipoglikemia ). Pada keadaan ini lebih
mengarah pada somogyi effect, dimana memiliki kesamaan dengan fenomena dawn. Namun
bedanya pada somogyi effect pasien mengalami kadar glukosa yang rendah saat tengah malam
dan pada pagi harinya pasien mengalami kadar glukosa yang tinggi.
Dari hasil anamnesa pasien yang sebelumnya menggunakan terapi insulin dan memiliki
riwayat penyakit diabetes. Dimana somogyi effect ini bisa disebabkan akibat dari kadar insulin
yang berlebihan sehingga menekan jumlah glukosa sehingga terjadi kekurangan glukosa. Pasien
ini mengalami komplikasi diabetes melitus, dimana komplikasinya meliputi hipoglikemia,
hiperglikemia dan somogyi effect. Pada kasus ini pasien dinyatakan mengalami somogyi effect,
karena ia mengalami fase hipoglikemia saat tengah malam dan pada pagi hari ia mengalami
hiperglikemia. Namun bila pada pagi hari pasien mengalami hiperglikemia tanpa disertai dengan
hipoglikemia maka pasien mengalami fenomena dawn.

BAB VII
MEKANISME DIAGNOSIS

KU : Gemetar dan berkeringat


YA

TIDAK

Terbangun saat dini hari


YA

TIDAK

Hipoglikemi
a

Kadar glukosa darah rendah


saat tengah malam < 60 mg/dL
YA

TIDAK

Fenomena
Dawn

Kadar glukosa yang tinggi pagi


hari saat bangun tidur > 200
mg/dL
YA

TIDAK

Menggunakan suntik insulin


YA

Somogy
i Effect

TIDAK

Memiliki riwayat diabetes


melitus
YA

TIDAK

BAB VIII

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

VIII.1. Penatalaksanaan
Program penatalaksanaa yang dapat di berikan kepada penderita Hipoglikemia memiliki
beberapa tujuan yang penting diantaranya:
1. Mencegah progresivitas penyakit
2. Mengurangi gejala
3. Meningkatkan toleransi Latihan
4. Mencegah dan mengobati komplikasi
5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
6. Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
7. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
8. Meningkatkan kualitas hidup penderita
9. Menurunkan angka kematian
Melalui tujuan-tujuan tersebut diharapkan terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan
diagnosis Hipoglikemia diantaranya:
Melalui tujuan-tujuan tersebut diharapkan terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan
diagnosis Hipoglikemia diantaranya:
1. Penatalaksanaan :
1. Pemberian makanan yang mengandung karbohidrat kompleks
2. Memenuhi kadar gula darah pada otak agar tidak terjadi kerusakan irreversible
3. Pemberian Glukosa Oral
2. Prinsip Tindakan Medis

3. Farmakologi :
1. Pemberian injeksi glukagon
2. Pemberian Glukosa secara Intravena

4. Nonfarmakologi :
a. Suportif
b. Diet
a. Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita.
b. Pada sebagian besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan,
protein.
c. Tambahan vitamin dapat dibenarkan.

BAB IX
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

IX.1. Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien


Yang pertama harus anda perhatikan dalam penyampaian kasus seperti ini yaitu
menghindari kata-kata kasar. Raut wajah anda juga tidak boleh menampakkan bahwa penyakit
itu merupakan penyakit yang sangat berat / mematikan, anda harus bisa menyampaikannya
dengan santai dan tenang sehingga bisa menciptakan suasana positif sehingga dapat memberi
motivasi-motivasi yang pasien butuhkan dari penyakit tersebut. Tentu saja dengan hal itu, jika
pasien mendengarnya tidak akan terjadi guncangan mental ataupun dampak berikutnya yang bisa
kita sebut depresi

IX.2. Peran Pasien / keluarga untuk Penyembuhan


Peran pasien itu sendiri dalam penyembuhan penyakit ini ataupun memperkecil dampak
penyakit ini sangat penting untuk dilakukan. Karena jika ada niat ingin sembuh dalam dirinya,
pasti akan mulai lebih baik dalam merawat dirinya sendiri. Tidak hanya itu, kebutuhan psikologis
juga sangat diperlukan dalam hal ini.
Peran keluarga maupun orang-orang disekitar pasien juga sangat berperan penting dalam
upaya penyembuhan. Mereka dapat memberi support yang sangat berpengaruh besar bagi pasien.
Sehingga pasien akan menjadi lebih semangat dan tahu bahwa orang-orang di sekitarnya peduli
terhadap dia. Dan di dalam benak pasien akan tertanam bahwa dia harus tetap sehat, demi
keluarga serta orang-orang terdekat mereka yang peduli dan sayang terhadap mereka yang juga
tidak ingin kehilangan pasien.

IX.3. Pencegahan Penyakit


Untuk mencegah terjadinya Hipoglikemi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Konsumsi Glukosa yang cukup ( Mengonsumsi makanan yang
mengandung gula )

2. Ikuti pola makan sesuai dengan diet diabetes yang sudah direncanakan
sebelumnya
3. Konsumsi obat sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan
4. Hindari minum-minuman keras dengan perut kosong

BAB X
PENUTUP

X.1. Kesimpulan
Dapat kami simpulkan bahwa Pak ----- ini terkena penyakit Hipoglikemi

karena

merasakan gejala-gejala seperti yang kami dapatkan diatas. Penegakkan diagnosis Hipoglikemi
tersebut juga didukung dengan adanya hasil pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan hasilhasil pemeriksaan penunjang penderita Hipoglikemi. Dan Untuk penyembuhan Hipoglikemi itu
sendiri dapat dilakukan apabila ditangani secara teratur dan sesuai prosedur.
X.2. Penutup
Demikianlah makalah yang berdasarkan pada Skenario III Buku Modul Mahasiswa
Kardiorespirasi dan Metabolisme yang telah kami buat bersama. Kami sebagai penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Dan, dapat mengerti serta menerapkan
bagian-bagian dari kata kunci yang mengandung nilai positif untuk masa depan nanti. Serta
dalam berprestasi untuk menggapai karir dan cita-cita kita sebagai seorang dokter. Pada
akhirnya, atas keterlibatan Anda dalam membaca tugas makalah ini, kami uacapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bimbingan.org/berkeringat-gemetar-pada-diabetes.htm

Alex J. Graveling, Brian M. Frier, Hypoglycaemia: An overview, 2009


Hyperthyroidism
David Cooper, MD, Michael McDermott, MD, and Leonard Wartofsky, MD, 2013
Vinay Kumar Kapoor, MBBS, MS , Liver

Anatomy , 2013

Rubenstein, David. Kedokteran klinis Ed. 6. Erlangga. 2007

Anda mungkin juga menyukai