Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH BISNIS DAN EKONOMI INDONESIA

FASILITAS PRODUKSI DAN DUKUNGAN


INFRASTRUKTUR

Oleh :
Firdza Pradhika I / 1506797980
Rendy Satya Padmanaba / 1506798541
Soeryo Soemirat / 1506798730

PE MANAJEMEN (Salemba)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

Pengertian Manajemen Produksi


Secara harfiah, Manajemen Produksi terbangun atas dua kata, yaitu
Manajemen dan Produksi. Manajemen memiliki dua makna, manajemen sebagai
posisi dan manajemen sebagai proses. Manajemen Produksi dapat diartikan sebagai
kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengkoordinasian, penggerakan,
dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa yang
berhubungan dengan proses pengolahan masukan (input, sumber daya produksi)
menjadi keluaran (output, produk barang maupun jasa) dengan nilai tambah yang
lebih besar. Dari pengertian tersebut, Manajemen Produksi memiliki beberapa unsur
utama, yaitu:
1. Manajemen

Produksi

adalah

sebuah

proses

manajemen,

sehingga

kegiatannya berawal dari aktivitas perencanaan dan berakhir pada aktivitas


pengendalian.
2. Manajemen Produksi mengkaji kegiatan pengolahan masukan menjadi
keluaran tertentu, baik barang maupun jasa.
3. Manajemen Produksi bertujuan untuk memberikan nilai tambah atau manfaat
lebih besar kepada organisasi atau perusahaan.
4. Manajemen Produksi adalah sebuah sistem yang terbangun dari subsistem
masukan, subsistem proses pengolahan, dan subsistem keluaran.
Selanjutnya, kita perlu malihat definisi Manajemen Produksi atau Operasinal
sebagai suatu tipe ilmu manajemen dari manajemen fungsional perusahaan
menurut pandangan para pakar Manajemen Produksi atau Operasional. Menurut
Chase dan Aquilano (1995), Chase, Aaquilano dan Jacobs (2001), Russel dan Taylor
(2000), Adam dan Ebert (1992) pada pokoknya merupakan sejumlah kegiatan yang
berhubungan

dengan

pendesainan,

kegiatan

transformasi

(operations),

dan

perbaikan sistem yang berfungsi untuk menciptakan dan menyerahkan keluaran


yang dihasilkan oleh perusahaan, baik produk barang maupun jasa.

Pembuatan keputusan merupakan elemen penting manajemen operasi dan


produksi. Pembuatan keputusan dapat dipandang dari berbagai perspektif yang
berbeda. Pembuatan keputusan merupakan keseluruhan proses pencapaian suatu
keputusan dari idetifikasi awal melalui pengembangan dan penilaian alternatifalternatif sampai pemilihannya.
Proses pembuatan keputusan diawali dengan perumusan masalah yang dilakukan
dengan menguji hubungan sebab-akibat, mencari penyimpangan-penyimpangan,
dan

yang

paling

penting

adalah

berkonsultasi

dengan

pihak

lain.

Selanjutnya pengembangan alternatif-alternatif dengan mengumpulkan analisa


data yang relavan. Dari data tersebut ditentukan alternatif dikembangkan sebelum
diambil suatu keputusan.
Setelah dikembangkannya alternatif maka langkah selanjutnya adalah evaluasi
alternatif- alternatif yang tergantung pada kriteria pemilihan keputusan yang tepat.
Evaluasi alternatif dipermudah dengan penggunaan model-model matematik
formal. Ini memungkinkan pembuat keputusan untuk mengkuantufikasikan kriteria
dan batasan-batasan serta mengevaluasi berbagai alternatif berdasarkan kerangka
model. Pemilihan alternatif dilakukan untuk mengevaluasi alternatif-alternatif untuk
mempermudah alternatif yang tinggi. Alternatif yang terpilih sering hanya
berdasarkan

jumlah

informasi

terbatas

yang

tersedia

bagi

manajer

dan

ketidaksempurnaan keputusan manajer. Pilihan alternatif terbaik pun sering


merupakan komprom berbagai faktor yang dipertimbangkan.
Implementasi keputusan. Suatu keputusan belum selesai sebelum diterapkan dalam
praktek. Langkah ini sama krusialnya dengan proses pembuatan keputusan secara
keseluruhan. Pemahaman akan perubahan organisasional adalah kunci sukses
implementasi. Implementasi tidak sekedar menyangkut pemberian perintah, namun
dalam hal ini manajer harus menetapkan jadwal kegiatan atau anggaran,
mengadakan dan mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan serta melimpahkan
wewenang dan tanggungjawab tertentu.
Melihat pengertian Manajemen Produksi atau Operasional menurut para pakar di
atas, maka ada tiga kategori keputusan atau kebijakan utama yang tercakup di
dalamnya, yaitu sebagai berikut:

1. Keputusan atau kebijakan mengenai desain. Desain dalam hal ini tergolong
tipe keputusan jangka panjang, dan dalam arti yang luas meliputi penentuan
desain dari produk yang akan dihasilkan, desain atas lokasi, dan tata letak
pabrik, desain atas kegiatan pengadaan masukan yang diperlukan, desain
atas metode dan teknologi pengolahan, desain atas organisasi perusahaan,
dan desain atas job description dan job specification.
2. Keputusan atau kebijakan mengenai proses transformasi (operations).
Keputusan produksi atau operasi ini berjangka pendek, berkaitan tentang
keputusan taktis dan operasi. Di dalamnya terkait jadwal produksi, gilir kerja
(shift) dari personil pabrik, anggaran produksi, jadwal penyerahan masukan
ke subsistem pengolahan, dan jadwal penyerahan keluaran ke pelanggan
atau penyelesaian produk.
3. Keputusan atau kebijakan perbaikan secara terus-menerus dari sistem
operasi.

Karena

sifatnya

berkesinambungan

(terus-menerus),

maka

kebijaksanaan tersebut bersifat rutin. Kegiatan yang tercangkup di dalamnya


pada pokoknya meliputi perbaikan terus-menerus dari mutu keluaran,
keefektifan dan keefesinan sistem, kapasitas, dan kompetensi dari para
pekerja, perawatan sarana kerja atau mesin, serta perbaikan terus menerus
atas metode penyelesaian atau pengerjaan produk.
Berpijak pada definisi tersebut maka Manajemen Produksi atau Opersional dibangun
atas tiga keputusan dan aktivitas utama, yaitu keputusan dan aktivitas desain,
transfrmasi, dan perbaikan terus-menerus atas sistem.
C.

Pengertian Produktivitas

Dalam

berbagai

referensi

terdapat

banyak

sekali

pengertian,

mengenai

produktivitas yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:


1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio
daripada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan
produksi yang dipergunakan (input);

2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu


mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada
kemaren, dan hari esok lebih baik dari hari ini; dan
3. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga fator;
investasi

termasuk

penggunaan

pengetahuan

dan

teknologi,

serta

manajemen, dan tenaga kerja


Selanjutnya J Ravianto (1986:2) mengemukakan, Produktivitas bukanlah ukuran
produksi atau keluaran yang diproduksi. Produktivitas adalah ukuran dari seberapa
baik kita menggunakan sumber daya dalam pencapaian hasil yang diinginkan. Hasil
yang didapatkan berhubungan dengan efesiensi dalam mendapatakan hasil dengan
menggunakan sumber daya yang minimal.
Efektivitas berfokus pada keluaran, dan efektivitas adalah seberapa baik (besar)
dihasilkan keluaran dari masukan sumber daya yang ada. Atau dapat dikatakan,
seberapa efektif sumber daya yang ada digunakan untuk mengahasilkan keluaran
yang

optimal,

atau

efektif

mendekati

pengertian

seberapa

jauh

kita

mendayagunakan masukan sumber daya yang ada. Sedangkan efisiensi berfokus


pada masukan, dan efisiensi adalah seberapa hemat masukan sumber daya
digunakan untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan.
Secara umum, sering produktivitas diartikan sebagai efisiensi penggunaan sumber
daya untuk menghasilkan keluaran. Produktivitas adalah fungsi dari efisiensi dan
efektivitas. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan secara efisiensi dan efektif di
dalam penggunaan sumber daya termasuk bahan-bahan, uang dan waktu akan
menghasilkan produktivitas yang relatif tinggi.
Jadi produktivitas adalah ukuran sampai sejauh mana sumber-sumber daya
disertakan dan dipadukan dalam organisasi dan digunakan untuk mencapai kualitas
dan jumlah hasil produksi yang maksimal, sehingga produktivitas merupakan
perpaduan antara efektivitas dan efisiensi. Produktivitas juga harus dikaitkan secara
langsung dengan aspek-aspek kualitas, efektifitas, dan efisiensi. Dalam hal ini
produktivitas pencapaian tujuan pada tingkat kualitas tertentu (output) dan
efesiensi penggunaan sumber-sumber daya (input) (Vincent Gaspers, 1998: 33).

Panji Anoraga (1998: 52) mengemukakan, Produktivitas adalah menghasilkan lebih


banyak, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. Dengan demikian
produktivitas tenaga kerja adalah efesiensi proses menghasilkan dari sumber daya
yang dipergunakan.
Produktivitas bukanlah membuat karyawan bekerja lebih lama atau lebih keras.
Peningkatan produktivitas lebih banyak merupakan hasil dari perencanaan yang
tepat, dari investasi yang bijaksana, dan teknologi baru, dari teknik yang lebih
tinggi. Di luar ini, produktivitas tergantung pada usaha yang penuh kesadaran dari
tiap-tiap karyawan. Kesediaan untuk bekerja secara memadai untuk gaji yang
memadai.
Produktivitas menunjukkan
penampilan,

perencanaan,

identifikasi

faktor-faktor

kegunannya
kebijakan
yang

dalam

pendapatan,

membantu
upah,

mempengaruhi

dan

mengevaluasi
harga

distribusi

melalui

pendapatan,

membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas


kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi.
John Suprihanto menyebutkan bahwa dalam produktivitas terkandung tiga hal
pokok, yaitu:
a)

Produktivitas diartikan sebagai kemampuan seperangkat sumber-sumber

ekonomi untuk menghasilkan sesuatu.


b)

Produktivitas adalah perbandingan antara pengorbanan (output) dengan

penghasi lan (input).


c)

Produktivitas adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan

bahwa mutu kehidupan hari ini haruslah lebih baik hari kemarin dan hari esok harus
lebih baik dari hari ini.
Produktivitas

menurut

Dewan

Produktivitas

Nasional

mempunyai

pengertian

sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini
harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Produktivitas
mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
keseluruhan sumber daya yang digunakan.

D.

Karakteristik Produksi Modern

Ciri-ciri dari produksi modern ialah adanya spesialisasi, saling ketergantungan dan
produksi massal.
1.

Spesialisasi

Jika kita perhatikan bisnis ada yang hanya bergerak dalam memproduksi barangbarang tertentu. Seperti membuat sepatu, membuat tekstil, membuat ouderdil
mobil, ada yang bergerak dalam bidang membuat barang (pabrik), ada yang
menjual barang saja (para pedagang)

dan sebagainya. Demikian pula dalam

permbagian kerja sudah dijumpai spesialisasi jabatan.


Beberapa produsen memusatkan diri pada pembuatan barang tunggal dan
produsen lainnya membatasi produksi pada suatu garis dari produk yang saling
berhubungan. Sebagai contoh pada industri manufaktur pembuatan sepeda motor,
semua komponen yang ada di sepeda motor tersebut tidak diproduksi seluruhnya
tetapi sebagian ada yang merupakan hasil produksi dari perusahaan lainnya
sehingga setiap perusahaan komponen tersebut akan saling berhubungan dan akan
saling memberikan informasi mengenai apa yang menjadi peluang pasar, disamping
itu biaya produksi akan menjadi lebih kecil dan yang paling utama adalah
terjaganya kualitas komponen. Spesialisasi dapat diartikan pula sebagai pembagian
pekerjaan, ini berlaku baik pada tingkat pekerja yang juga memiliki spesialisasi
dalam hal ketrampilan latar belakang pendidikan.
2.

Interdependence (saling ketergantungan)

Karena bisnis sudah bergerak dalam bidang tertentu, suatu perusahaan bergantung
kegiatannya pada perusahaan lain. Misalnva pedagang besar bergantung usahanya
kepada para produsen, dan dia bergantung pula kepada perusahaan angkutan yang
mengangkut barang. Dia juga sangat mernbutuhkan sarana telepon, pos dan listrik
yang dikerjakan oleh sektor lain.
3.

Produksi massal.

Barang dihasilkan dalam jumlah besar dan terus menerus dalam berbagai ukuran
sehingga mudah dipilih oleh konsumen. Produsen membuat barang untuk orangorang yang tidak dikenal. Oleh sebab itu, produsen harus mengetahui selera
konsumen agar produksi yang di buat secara massal mudah di pasarkan. Dengan
adanya produksi massal dan barangnya laku di pasar, akan timbul keuntungan baik
bagi bisnis itu sendiri maupun bagi masyarakat dan negara. Tenaga kerja akan lebih
banyak tertampung, pendapatan karyawan semakin meningkat. Demikian pula
pendapatan masyarakat bertambah, dan standar hidup juga semakin membaik.
4.

Mekanisme

Karakteristik yang juga dimiliki oleh industri modern adalah adanya mekanisasi.
Mekanisasi ini muncul setelah adanya revolusi industri yang merubah tenaga
manusia

dengan

menggunakan

peralatan

atau

mesin-mesin

dalam

rangka

mencapai tingkat produktivitas yang lebih baik. Penggunaan mesin atau mekanisasi
ini dapat ditemui dalam semua aspek kehidupan dan tidak hanya dalam dunia
industri

manufaktur.

Perkembangan

mekanisasi

peralatan

setiap

waktunya

mengalami kemajuan yang sangat pesat, apabila pada awal dicetuskannya ide
mekanisasi hanya dititik beratkan pada penggantian tenaga manusia (ketrampilan
tangan manusia) saat ini tengah mulai dicoba untuk memasukkan sejumlah
kecerdasan buatan (intelligence) tertentu ke mesin. Dengan kecerdasan buatan ini
mesin atau peralatan sudah mulai tidak menggunakan bantuan manusia secara
keseluruhan,
pengendalian

akan

tetapi

numerical

telah

menerapkan

(numerical

sejumlah

control),

kecerdasan

otomatisasi

seperti

(automation),

keseragaman produk (variety) sehingga kualitas produk yang dihasilkan memiliki


kualitas yang lebih terkendali.
Dengan kemajuan teknologi dalam bidang manufaktur tersebut mendorong
manusia selalu meningkatkan kemampuan proses dengan penemuan-penemuan
dalam hal rekayasa teknologi industry. Hal ini mendorong efisiensi dan keefektifan
dalam penggunaan material sehingga tidak banyak produk cacat sehingga
peningkatan kapasitas produksi dan meminimalkan penggunaan biaya dapat lebih
terkendali.
E.

Proses Produksi

1.

Pengertian Proses Produksi

Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya
sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk
memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau
menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995). Proses juga diartikan
sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan.
Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan danan menambah kegunaan (Utility)
suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara,
metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan
menggunakan faktor produksi yang ada.
Melihat kedua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa proses produksi
merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang
atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin,
bahan baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
Kegiatan utama yang bersangkutan dengan manajemen produksi adalah proses
produksi. Proses produksi adalah metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumbersumber antara lain tenaga kerja, bahan-bahan, dana dan sumberdaya lain yang
dibutuhkan.
Produksi merupakan suatu sistem dan di dalamnya terkandung tiga unsur,
yaituinput, proses, dan output. Input dalam proses produksi terdiri atas bahan baku/
bahan mentah, energi yang digunakan dan informasi yang diperlukan. Proses
merupakan kegiatan yang mengolah bahan, energi dan informasi perubahan
sehingga menjadi barang jadi. Output merupakan barang jadi sebagai hasil yang
dikehendaki
2.

Jenis-jenis Proses Produksi

Proses produksi pada umumnya dapat dipisahkan menurut berbagai segi. Pemilihan
sudut pandang yang akan digunakan untuk pemisahan proses produksi dalam
perusahaan ini akan tergantung untuk apa pemisahan tersebut dilaksanakan serta

penentuan tipe produksi didasarkan faktor seperti volume atau jumlah produk yang
akan dihasilkan, kualitas produk yang diisyaratkan dan peralatan yang tersedia
untuk melaksanakan proses.
1. Jenis proses produksi ditinjau dari segi wujud proses produksi
a)

Proses produksi kimiawi

Proses produksi kimiawi merupakan suatu proses produksi yang menitikberatkan


kepada adanya proses analisa atau

sintesa serta senyawa kimia.

Contoh

perusahaan obat-obatan, perusahaan tambang minyak dan lain-lain.


b)

Proses produksi perubahan bentuk

Proses perubahan bentuk adalah proses produksi dimana dalam pelaksanaannya


menitikberatkan pada perubahan masukan (input) menjadi keluaran (output)
sehingga didapatkan penambahan manfaat atau faedah dari barang tersebut.
Contohnya perusahaan mebel, perusahaan garmen dan lain-lain.
c)

Proses produksi assembling

Proses produksi assembling merupakan suatu proses produksi yang dalam


pelaksanaan produksinya lebih mengutamakan pada proses penggabungan dari
komponen-komponen produk dalam perusahaan yang bersangkutan atau membeli
komponen produk yang dibeli dari perusahaan lain. Contohnya perusahaan yang
memproduksi peralatan elektronika, perakitan mobil dan lain sebagainya.
d)

Proses produksi transportasi

Proses produksi transportasi merupakan suatu proses produksi dengan jalan


menciptakan jasa pemindahan tempat dari barang ataupun manusia. Dengan
adanya

pemindahan

tempat

tersebut

maka

barang

atau

manusia

yang

bersangkutan ini akan mempunyai kegunaan atau merasakan adanya tambahan


manfaat. Contohnya perusahaan kereta api, perusahaan angkutan dan lain-lain.
e)

Proses produksi penciptaan jasa administrasi

Proses produksi penciptaan jasa administrasi adalah suatu proses produksi yang
memberikan jasa administrasi kepada perusahaan-perusahaan yang lain atau
lembaga-lembaga

yang

memerlukannya.

Pemberian

metode

penyusunan,

penyimpanan dan penyajian data serta informasi yang diperlukan oleh masingmasing perusahaan yang memerlukannya merupakan jasa yang diproduksi oleh
perusahaan-perusahaan semacam ini. Contohnya lembaga konsultan manajemen
dan akuntansi, biro konsultan manajemen, dan lain-lain.
2. Jenis proses produksi ditinjau dari segi arus proses produksi
a)

Proses produksi terus-menerus.

Proses produksi terus-menerus adalah proses produksi barang atas dasar aliran
produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan disuatu titik
dalam proses. Pada umumnya industri yang cocok dengan tipe ini adalah yang
memiliki karakteristik yaitu output direncanakan dalam jumlah besar, variasi atau
jenis produk yang dihasilkan rendah dan produk bersifat standar.
b)

Proses produksi terputus-putus

Produk diproses dalam kumpulan produk bukan atas dasar aliran terus-menerus
dalam proses produk ini. Perusahaan yang menggunakan tipe ini biasanya terdapat
sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses atau menunggu untuk
diproses, sehingga lebih banyak memerlukan persediaan barang dalam proses.
c)

Proses produksi campuran

Proses produksi ini merupakan penggabungan dari proses produksi terus-menerus


dan terputus-putus. Penggabungan ini digunakan berdasarkan kenyataan bahwa
setiap perusahaan berusaha untuk memanfaatkan kapasitas secara penuh.
3. Jenis proses produksi ditinjau dari segi penyelesaian proses produksi
Tujuan pemisahan proses produksi menurut segi penyelesaian proses ini pada
umumnya untuk mengadakan pengendalian kualitas dari proses produksi di dalam

perusahaan yang bersangkutan. Pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa


jenis, yaitu:
a)

Proses produksi tipe A

Proses produksi ini merupakan suatu tipe dari proses produksi dimana dalam setiap
tahap proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan dapat diperiksa secara
mudah. Dengan demikian pengendalian proses dapat dilaksanakan pada setiap
tahap proses, sesuai dengan yang dikehendaki oleh manajemen perusahaan yang
bersangkutan.
b)

Proses produksi tipe B

Proses produksi tipe ini merupakan suatu proses produksi dimana di dalam
penyelesaian proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan akan terdapat
beberapa ketergantungan dari masing-masing tahap proses produksi, pemeriksaan
hanya dapat dilaksanakan pada beberapa tahap tertentu saja. Dengan demikian
pengendalian proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan akan terbatas
kepada beberapa tahap proses yang dapat diperiksa secara mudah.
c)

Proses produksi tipe C

Perusahaan yang penyelesaian produksinya termasuk di dalam kategori proses


produksi tipe C ini adalah perusahaan yang melaksanakan proses penggabungan
atau pemasangan (assembling). Pelaksana proses produksi dalam perusahaan
tersebut dilakukan dengan pemasangan atau penggabungan komponen-komponen
produk.
d)

Proses produksi tipe D

Proses produksi tipe ini merupakan proses produksi yang dilaksanakan dalam
perusahaan dengan menggunakan mesin dan peralatan produksi otomatis. Mesin
dan peralatan produksi yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut dilengkapi
dengan beberapa peralatan khusus untuk melaksanakan pengendalian proses
produksi dalam perusahaan yang bersangkutan.

e)

Proses produksi tipe E

Proses produksi ini merupakan proses produksi dari perusahaan-perusahaan dagang


dan jasa. Pelaksanaan proses produksi yang agak berbeda dengan perusahaanperusahaan semacam ini menjadi agak berbeda dengan beberapa perusahaan yang
melaksanakan

processing

dalam

proses

produksi

yang

dilaksanakan

dalam

perusahaan yang bersangkutan.


F.

Langkah-langkah Proses Produksi


1. Seleksi proses

Seleksi proses mencakup semua keputusan mengenai tipe atau jenis proses
produksi dan peralatan tertentu yang digunakan. Keputusan pertama yang harus
dilakukan adalah berkenaan dengan pencarian jawaban atas pertanyaan : dapatkah
produk dibuat? Apakah tersedia teknologi untuk membuat produk yang sedang
dipertimbangkan?

Pertanyaan-pertanyaan

ini

terutama

bersangkutan

dengan

pemilihan teknologi utama, bukan dengan kelayakan ekonomik. Bila teknologi telah
tersedia, keputusan seleksi proses berikutnya adalah menentukan tipe proses
produktif yang digunakan. Sehingga produksi dapat teroganisir dan tidak terjadi
kerusakan dalam proses produksi. (Handoko,1999:121). Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan seleksi proses secara ringkas dapat
diperinci sebagai berikut:
2. Kebutuhan modal
Berapa banyak modal yang dibutuhkan untuk persediaan, mesin-mesin, peralatan
dan fasilitas-fasilitas lainnya? Proses aliran garis biasanya untuk memerlukan modal
lebih besar dari pada aliran intermiten atau proyek.
3. Kondisi pasar
Apa kebutuhan dan keinginan para pelanggan? Apakah perkiraan volume penjualan
pada harga yang direncanakan dapat menghasilkan laba yang diinginkan? Apakah
kondisi persaingan sekarang dan diwaktu yang akan datang menguntungkan?

4. Tenaga kerja
Apakah suplai tenaga kerja mencukupi sesuai dengan kebutuhan suatu jenis proses
pada biaya wajar? Bagaimana prospek tersedianya tenaga kerja diwaktu yang akan
datang?
5. Bahan mentah
Apakah bahan mentah tersedia dalam jumlah yang memadai? Apakah ada
perubahan-perubahan bahan mentah dalam proses produksi?
6. Teknologi
Perusahaan harus mempertimbangkan kemajuan teknologi baik untuk proses
maupun produk. Apakah

teknologi produk dan

proses cukup stabil

untuk

mendukung proses selama periode waktu tertentu?


7. Ketrampilan manajemen
Dapatkah perusahaan menguasai dan memelihara tipe ketrampilan-ketrampilan
manajemen yang dibutuhkan? Sebagai contoh, untuk proses intermiten, perusahaan
mungkin akan memerlukan ketrampilan manajemen operasi dalam forecasting,
scheduling dan pengendalian persediaan. (Handoko, 1999: 130-132).
8. Pemilihan Teknologi
Teknologi telah menjadi suatu faktor dominan dalam bisnis dan dalam kehidupan
kita. Kemajuan teknologi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
manajemen operasi. Keputusan-keputusan seleksi proses dan pemilihan teknologi
berhubungan sangat erat dan saling berkaitan. Tetapi salah satu keputusan tidak
selalu harus mendahului keputusan yang lain karena dalam praktek kedua
keputusan ini sering dibuat secara bersamaan.
Pemilihan teknologi mempunyai dampak terhadap semua bagian operasi terutama
dalam desain pekerjaan. Pemilihan teknologi dan desain pekerjaan dipadukan dalam
suatu desain sosioteknikal secara optimum. Disamping itu pemeliharaan teknologi

mempengaruhi seluruh aspek operasi-operasi lainnya, termasuk produktivitas dan


kualitas produk. Keputusa teknologi juga mempengaruhi strategi perusahaan
dengan keterkaitnya pada proses, peralatan, fasilitas dan prosedur yang telah
dipilih. Jadi, pemilihan teknologi bukan merupakan keputusan yang tertutup, tetapi
mempengaruhi semua bagian operasi dan bisnis. Teknologi yang Tersedia
1. Teknologi pabrik
Ada tingkatan teknologi bila diindentifikasikan atas dasar apakah manusia atau
mesin yang menyediakan tenaga dan mengendalikannya. Tingkatan pertama
adalah pekerjaan tangan, dimana manusia merupakan sumber tenaga dan
pengendali bagi alat-alat yang digunakan. Tingkatan kedua adalah pekerjaan mesin,
dimana mesin menyediakan tenaga, tetapi menusia masih harus mengendalikan
peralatan-peralatan. Tingkatan ketiga dimana proses telah diotomatisasikan, mesin
merupakan sumber tanaga dan pengendali. Manusia berfungsi sebagai pemrogram
dan pengawas mesin.
2. Teknologi perkantoran
Teknologi perkantoran telah berkembang sagat pesat dengan ditentukannya mesinmesin ketik elektrik, mesin foto-copy elektronik. Teknologi pengolahan kata yang
dikomputerisasikan sekarang menjadi semakin ekonomikal dan akan merubah
secara drastis tata kerja perkantoran.
3. Industri jasa
Teknologi pelayanan atau penyediaan jasa juga semakin otomatik. Dan karena
industri jasa sekarang dipandang lebih sebagai aspek teknikal dari pada humanistik
maka otomatisasi dan standarisasi menjadi mungkin. Hal ini tidak hanya
menghasilkan biaya-biaya yang lebih rendah tetapi juga kualitas yang lebih
seragam. (Handoko,1999:135-138).

4. Perencanaan Proses

Perencanaan adalah fungsi manajemen yang paling pokok dan sangat luas meliputi
perkiraan dan perhitungan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan pada waktu
yang akan datang mengikuti suatu urutan tertentu. Perencanaan merupakan salah
satu sarana manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan karena itu
setiap

tingkat

manajemen

dalam

organisasi

tegas,

jelas

sangat

membutuhkan

aktifitas

perencanaan.
Tujuan

perencanaan

harus

dan

mudah

dimengerti.

Seringkali

perencanaan harus mengalami perubahan, oleh karena itu perencanaan harus


besifat luwes dan terbuka untuk dapat dirubah bila diperlukan. Sifat luwes ini
mengakibatkan pelaksanaan kegiatannya harus dimonitor dan dikendalikan terus
menerus yang disesuaikan dengan kondisi yang ada namun perencanaan harus
tetap pada tujuan yang ditetapkan
Perencanaan

juga

merupakan

fungsi

memilih

sasaran

perusahaan

secara

kebijaksanaan, program dan pemilihan langkah-langkah apa yang harus dilakukan,


siapa yang melakukan dan kapan aktivitasnya dilaksanakan. Dalam perencanaan
produksi kita selalu menginginkan agar diperoleh perencanaan produksi yang baik
namun merencanakan proses produksi bukanlah hal yang mudah karena banyaknya
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor internal relative mudah dapat dikuasai
oleh PPC manager, namun faktor external tidak demikian. Karena itu perencanaan
harus dibuat ketat namun tidak kaku, artinya dapat dirubah bila diperlukan dan
kemungkinan perubahan ini juga harus diperhitungkan agar tidak menimbulkan
kesulitan. Perencanaan yang baik hanya akan diperoleh dengan didasarkan kepada
informasi yang baik dan pengukuran keberhasilan didasarkan kepada standard yang
ditetapkan.
1. Unsur-unsur perencanaan
Perencanaan adalah suatu hasil pemikiran yang rasional dimana di dalamnya
terdapat dugaan/perkiraan, perhitungan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai
pada masa yang akan datang. Syarat mutlak suatu perencanaan harus mempunyai
tujuan yang jelas dan mudah dimengerti. Perencanaan harus terukur dan
mempunyai standar tertentu. Perencanaan digolongkan sebagai fakta yang
Objective kebenarannya bahwa pemikiran yang rasional itu tidak atas hayalan

belaka

tetapi

suatu

perhitungan

berdasarkan

data

yang

objective.

Walau

perencanaan mengandung unsur dugaan/pemikiran namun harus didasarkan pada


suatu standard yang terukur. Perencanaan adalah sebagai tahap persiapan/tindakan
pendahuluan untuk melaksanakan kegiatan dengan memperhatikan penyimpangan
yang mungkin terjadi
2. Fungsi Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi (Production Planning) adalah salah satu dari berbagai macam
bentuk perencanaan yaitu suatu kegiatan pendahuluan atas proses produksi yang
akan dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
Perencanaan produksi sangat erat kaitannya dengan pengendalian persediaan
sehingga

sebagian

besar

perusahaan

manufacture

menempatkan

fungsi

perencanaan dan pengendalian persediaan dalam satu kesatuan. Ditinjau dari


bentuk industri, perencanaan produksi suatu perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lainnya terdapat perbedaan. Banyak hal yang menyebabkan
perbedaan tersebut, bahkan pada perusahaan yang sejenis. Tujuan produksi bagi
perusahaan adalah barang dengan spesifikasi tertentu memenuhi permintaan
pelanggan. Tujuan tersebut dituangkan dalam Order Confirmation yang dibuat oleh
bagian penjualan. Dengan demikian dapat disimpulkan tujuan produksi sepenuhnya
dirumuskan oleh sales department, berdasarkan order yang telah diterima. Karena
tujuan produksi dirumuskan berdasarkan order yang telah diterima maka dalam
fungsi perencanan produksi pengaruh forecasting pada sistem perencanaan
produksi dapat dikatakan tidak signifikan.
Untuk mencapai tujuan, khususnya dalam perencanaan produksi dan pengendalian
persediaan

perusahaan

perlu

menyediakan

fasilitas

komunikasi

dan

sistem

informasi yang mendukung sistem pengolahan data terdistribusi. Program aplikasi


database management system yang terintegrasi dengan sistem lainnya di
lingkungan perusahaan sehinngga bagian perencanaan produksi dan pengendalian
persediaan memiliki sarana yang cukup handal yang dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif singkat. Bagian perencanaan dengan
mudah

dapat

mengumpulkan

informasi

yang

diperlukan

dalam

menyusun

perencanaan produksi. Agar masing-masing fungsi yang terdapat dalam Sistem

perencanaan dan bagian terkait dengan sistem perencanaan produksi dapat


menjalankan kerja dan tanggungjawabnya sesuai dengan sistem, maka setiap
personal disyaratkan mengenal sistem akuntansi komputer dan procedure yang
diterapkan. Dengan demikian efektifitas kerja dapat ditingkatkan.
3. Fungsi Pengendalian Persediaan.
Persediaan adalah barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual (barang
jadi)

atau

barang

dalam

process

produksi

atau

barang

yang

menunggu

penggunaannya dalam process produksi. Fungsi dasar pengendalian persediaan


baik bahan baku, barang dalam proses maupun barang jadi banyak sekali. Fungsi
tersebut meliputi proses berurutan mulai dari timbulnya kebutuhan, pembelian,
pengolahan,

delivery.

Permasalahan

utama

persediaan

yang

timbul

yaitu

bagaimana fungsi tersebut dapat mengatur persediaan sehingga setiap permintaan


dapat dilayani akan tetapi biaya persediaan harus minimum. Bila persediaan cukup
banyak, permintaan dapat segera dilayani akan tetapi menyebabkan biaya
penyimpanan barang tersebut akan menjadi sangat mahal. Dengan memperhatikan
hal tersebut diambil keputusan untuk menentukan nilai persediaan. Menentukan
nilai persediaan sangat tergantung kepada jenis perusahaan, modal kerja dan
omzet perusahaan serta lead time untuk mendapatkan barang tersebut.
4. Biaya Pembelian.
Yang dimaksud biaya pembelian dalam hal ini adalah biaya pembelian bahan baku
untuk produksi. Pembelian skala besar dapat mengurangi biaya pembelian dengan
adanya potongan harga (quantity discount) yang diberikan Supplier dengan
konsekwensi biaya transportasi yang ditanggung Supplier relative lebih murah
karena

pengangkutan

barang

dilakukan

tidak

terlalu

sering,

namun

perlu

diperhitungkan apakah potongan harga tersebut lebih kecil dari biaya penyimpanan.
Disamping itu jumlah persediaan yang cukup dapat mempercepat delivery sehingga
tidak menimbulkan kekecewaan pelanggan. Karena jenis perusahaan memproduksi
suatu barang sesuai permintaan pelanggan dimana permintaan tersebut akan
dipenuhi

pada

waktu

yang

akan

datang,

cara

pembelian

tersebut

tidak

menguntungkan karena penyimpanan barang tersebut membutuhkan ruang yang


luas dan waktu penyimpanan yang relatif lama.

5. Biaya Penyimpangan
Biaya penyimpanan meliputi biaya penyediaan ruang yang diperlukan untuk
menampung barang tersebut, biaya perawatan atas resiko kerusakan, serta biaya
tenaga kerja yang diperlukan untuk merawat dan mengamankan barang tersebut
dari segala macam bentuk gangguan. Selain itu biaya penyimpanan juga berkaitan
dengan biaya bunga dimana semakin besar dana yang dialokasikan pada
persediaan akan mengakibatkan alokasi akan investasi yang lain akan terhambat
atau dilakukan dengan suntikan dana dari kreditur dalam hal ini adalah Bank.
Sesuai dengan sifat perusahaan yang memenuhi permintaan pelanggan pada waktu
yang akan datang maka persediaan bahan baku dasar, tinta spesial yang tidak
diperuntukan untuk order produksi tertentu (bebas) adalah nol. (Achun,2008).

Pengertian Tata Letak Fasilitas atau Pabrik


Fasilitas produksi adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam proses
produksi dapat berupa mesin-mesin, alat-alat produksi, alat pengangkutan
bahan, dan peralatan pabrik. Desain fasilitas produksi adalah bagaimana
mesin-mesin, alat-alat produksi, alat pengangkutan bahan, dan peralatan
pabrik dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mempermudah dan mempercepat
proses produksi.
Menurut Wignjosoebroto (2009), tata letak pabrik atau tata letak
fasilitas dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas
pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturantersebut
akan berguna untuk luas area penempatan mesin atau fasilitas penunjang
produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan
material baik yang bersifat temporer maupun permanen, personel pekerja
dan sebagainya. Tata letak pabrik ada dua hal yang diatur letaknya yaitu
pengaturan mesin dan pengaturan departemenyang ada dari pabrik.
Bilamana kita menggunakan istilah tata letak pabrik seringkali hal ini akan
kita artikan sebagai pengaturan peralatan/fasilitas produksi yang sudah ada
ataupun bisa juga diartikan sebagai perencanaaan tata letak pabrik yang
baru samasekali.

Pada umumnya tata letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut
menentukan

efisiensi

dan

dalam

beberapa

hal

akan

juga

menjaga

kelangsungan hidup ataupun kesuksesan kerja suatu industri. Peralatan dan


suatu desain produk yang bagus akan tidak ada artinya akibat perencanaan
tata letak yang sembarangan saja. Karena aktivitas produksi suatu industri
secara normalnya harus berlangsung lama dengan tata letak yang tidak
selalu

berubah-ubah,

maka

setiap

kekeliruan

yang

dibuat

didalam

perencanaan tata letak ini akan menyebabkan kerugian-kerugian yang tidak


kecil. Tujuan utama didalam desain tata letak pabrik pada dasarnya adalah
untuk meminimalkan total biaya yang antara lain menyangkut elemenelemen biaya seperti biaya untuk kontruksi dan instalasi baik untuk
bangunan mesin, maupun fasilitas produksi lainnya. Selain itu biaya
pemindahan

bahan,

biaya

produksi,

perbaikan,

keamanan,

biaya

penyimpanan produk setengah jadi dan pengaturan tata letak pabrik yang
optimal akan dapat pula memberikan kemudahan di dalam proses supervisi
serta menghadapi rencana perluasan pabrik kelak dikemudian hari.

a. Pentingnya Tata Letak Dan Pemindahan Bahan


Keuntungan-keuntungan

yang

didapat

berupa

kenaikan

jumlah

produksi, mengurangi waktu tunggu, mengurangi waktu prosespemindahan


bahan, penghematan penggunaan area untuk produksi, gudang, dan
pelayanan, kemudian pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian
mesin, tenaga kerja, dan fasilitas produksi. Selain itu, proses manufakturing
yang lebih singkat, mengurangi resikobagi kesehatan dan keselamatan kerja
dari operator, memperbaiki moral dan kepuasan kerja, mempermudah
aktivitas supervisi, mengurangi

kemacetan

dan kesimpangsiuran,

dan

mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari


bahan baku ataupun produk jadi.
b. Tujuan Perancangan Fasilitas
Tata letak dan pemindahan bahan berpengaruh paling besar pada
produktifitas dan keuntungan dari suatu perusahaan bila dibandingkan

dengan

factor

-faktor

lainnya.Selain

itu,

material

handling

sangat

berpengaruh sebagai 50% penyebab kecelakaan yang terjadi dalam industri


dan

merupakan

40%

dari

80%

seluruh

biaya

operasional.

Dalam

pelaksanaanya, tata letak dan material handlingmemiliki hubungan yang


tidak dapat dipisahkan satu sama lain.Secara garis besar, tujuan utama dari
perancangan tata letak adalah mengatur area kerja beserta seluruh fasilitas
produksi di dalamnya untuk membentuk proses produksi yang paling
ekonomis, aman, nyaman, efektif, dan efisien. Selain itu, perancangan tata
letak juga bertujuan untuk mengembangkan material handling yang baik,
penggunaan
meningkatkan

lahan

yang

efisien,

kemudahan

dan

mempermudah

kenyamanan

perawatan,

lingkungan

dan

kerja.Terdapat

beberapa keuntungan tata letak fasilitas yang baik, yaitu:


1. Menaikkan output produksi
Pada umumnya, tat letak yang baik akan memberikan output yang lebih
besar dengan ongkos kerja yang lebih kecil atau sama, dengan jam kerja
pegawai yang lebih kecil dan jam kerja mesin yang lebih kecil.
2. Mengurangi delay
Mengatur keseimbangan antara waktu operasi dan beban dari tiap-tiap
departemen atau mesin adalah bagian dari tanggung jawab perancang
tata letak fasilitas. Pengaturan yang baik akan mengurangi waktu tunggu
atau delay yang berlebihan yang dapat disebabkan oleh adanya gerakan
balik

(back-tracking),

kemacetan

gerakan

(congestion)

yang

memotong

(cross-movement),

menyebabkan

proses

dan

perpindahan

terhambat.
3. Mengurangi jarak perpindahan barang
Dalam proses produksi, perpindahan barang atau material pasti terjadi.
Mulai dari bahan baku memasuki proses awal, pemindahan barang
setengah jadi, sampai barang jadi yang siap untuk dipasarkan disimpan
dalam gudang. Mengingat begitu banyaknya perpindahan barang yang
terjadi dan betapa besarnya peranan perpindahan barang, terutama
dalam proses produksi, maka perancangan tata letak yang baik akan
meminimalkan biaya perpindahan barang tersebut.
4. Penghematan pemanfaatan area

Perancangan tata letak yang baik akan mengatasi pemborosan pemakaian


ruang yang berlebihan.
5. Pemaksimalan pemakaian mesin, tenaga kerja, dan/atau fasilitas produksi
lainnya.
6. Proses manufaktur yang lebih singkat
Dengan memperpendek jarak antar proses produksi dan mengurangi
bottle neck, maka waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu
produk akan lebih singkat sehingga total waktu produksi pun dapat
dipersingkat.
7. Mengurangi resiko kecelakaan kerja
Perancangan tata letak yang baik juga bertujuan untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman, dan nyaman bagi para pekerja yang terkait
di dalamnya.
8. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman
Dengan penataan lingkungan kerja yang baik, tertata rapi, tertib,
pencahayaan yang baik, sirkulasi udara yang baik , dsb, maka suasana
kerja yang baik akan tercipta sehingga moral dan kepuasan kerja para
pekerja akan meningkat. Hal ini berpengaruh pada kinerja karyawan yang
juga akan meningkat sehingga produktivitas kerja akan terjaga.
9. Mempermudah aktivitas supervisor
Tata letak yang baik akan mempermudah seorang supervisor untuk
mengamati jalannya proses produksi.
Dalam PTLP ini pada dasarnya akan merupakan proses pengurutan
dari suatu perencanaan tata letak yang sistematis. Urutan proses tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Pemilihan Lokasi
2. Opeation Process Chart (OPC)
3. Routing Sheet
4. Multi Product Process Chart (MPPC)
5. Menentukan Gudang
6. Ongkos Material Handling (OMH)
7. From To Chart (FTC)
8. Outflow, Inflow
9. Tabel Skala Prioritas (TSP)

10. Activity Relationship Diagram (ARD)


11. Activity Relationship Chart (ARC)
12. Area Alocation Diagram (AAD)
c. Tipe Tata Letak Fasilitas Produksi
Menurut Wignjosoebroto (2009), pemilihan dan penempatan alternatif
tata letak merupakan langkah yang kritis dalam proses perencanaan fasilitas
produksi, karena tata letak yang dipilihakan menentukan hubungan fisik
dariaktivitas

produksi

yang

berlangsung.Penetapan

mengenai

macam

spesifikasi,jumlah dan luas area dari fasilitas produksiyang diperlukan


merupakan langkah awalsebelum perencanaan pengaturan tata letakfasilitas.
Salah satu alasan orang cenderung untukmemusatkan perhatian
terlebih dahulupada tata letak baru kemudian sistempemindahan bahannya
terletak padapenekanan terhadap proses manufacturingyang berlangsung.
Ada empat macam atautipe tata letak yang secara klasik umumdiaplikasikan
dalam desain tata letak,
yaitu :

Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Aliran Produksi


Menurut Wignjosoebroto (2009), jika suatu produk secara khusus
memproduksi suatu macam produk atau kelompok produk dalam
jumlah besar dan waktu produksi yang lama, maka semua fasilitas
produksi dari pabrik tersebut diatur sedemikian rupa sehingga proses
produksi dapat berlangsung seefisien mungkin. Dengan tata letak
berdasarkan aliran produksi, maka mesin dan fasilitas produksi lainnya
akan diatur menurut prinsip mesin sesudah mesin atau prosesnya
selalu berurutan sesuai dengan aliran proses, tidak peduli macam
mesin yang dipergunakan.

Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap


Menurut Wignjosoebroto (2009), tata letak fasilitas berdasarkan proses
tetap, material atau komponen produk utama akan tetap pada
posisi/lokasinya. Sedangkan fasilitas produksi seperti alat, mesin,
manusia serta komponenkomponen kecil lainnya akan bergerak
menuju lokasi material atau komponen produk utama tersebut. Pada

proses perakitan tata letak tipe ini alat dan peralatan kerja lainnya
akan cukup mudah dipindahkan. Berikut skema diagram dari tata letak
fasilitas produksi yang diatur berdasarkan posisi material tetap.

Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk


Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokkan produk atau
komponen yang akan dibuat. Produk-produk yang tidak identik
dikelompok berdasarkan langkah-langkah proses, bentuk, mesin atau
peralatan yang dipakai dan sebagainya. Disini pengelompokkan tidak
didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir seperti halnya pada tipe
produk tata letak. Pada tipe kelompok produk, mesin-mesin atau
fasilitas produksi nantinya juga akan dikelompokkan dan di tempatkan
dalam sebuah manufacturing sel. Karena disini setiap kelompok produk
akan memiliki urutan proses yang sama maka akan menghasilkan
tingkat efisien yang tinggi dalam proses manufakturingnya. Efisiensi
tinggi tersebut akan dicapai sebagai konsekuensi pengaturan fasilitas
produksi secara kelompok atau sel yang menjamin kelancaran aliran
kerja.

Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Fungsi atau Macam Proses


Menurut Wignjosoebroto (2009), tata letak berdasarkan macam proses
sering dikenal dengan proses atau tata letak berdasarkan fungsi
adalah metode pengaturan dan penempatan dari segala mesin serta
peralatan produksi yang memiliki tipe atau jenis sama ke dalam satu
departemen. Dalam tata letak menurut macam proses, semua mesin
dan

peralatan

yang

mempunyai

ciri

operasi

yang

sama

akan

dikelompokkan bersama sesuai dengan proses atau fungsi kerjanya.


d. Teori Infrastruktur
Pengertian infrastruktur merujuk pada sistem fisik dalam menyediakan
transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas
publik lain seperti listrik, telekomunikasi, air bersih dsb, yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi
(Grigg, 1988; Fadei Muhammad 2004). Sistem infrastruktur merupakan
pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam
kehidupan masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai
fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-

instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 1988; Fadel Muhammad 2004).
Menurut Arthur Lewis, (1994;114) Prasarana (Infrastructure) bisa dengan
aman mengikuti investasi yang lain. Sebagai contoh, jika investasi industri
naik, akan terdapat penekanan akan penyediaan listrik dan fasilitas
pengangkutan. Orang-orang yang bertanggung jawab atas fasilitas umum
harus memperhatikan naiknya kebutuhan, dan karena bisnis itu baik, tidak
akan mendapat kesulitan dalam memperoleh dana untuk membiayai
perluasan sistem. Sementara itu, prioritas yang kurang penting (terutama
kebutuhan konsumen domestik) sudah tersingkir karena tidak adanya suplai
tetapi investasi utama tidak mungkin dibuat tetap.
PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
Pembangunan infrastruktur merupakan bagian integral dari pembangunan nasional
dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur juga mempunyai peran
yang penting dalam memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta diyakini
sebagai

pemicu

pembangunan

suatu

kawasan.

Jaringan

transportasi

dan

telekomunikasi dari Sabang sampai Merauke serta dari Sangihe Talaud ke Rote
merupakan salah satu perekat utama Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
tulang punggung distribusi barang, penumpang maupun jasa, serta merupakan
aspek penting dalam peningkatan produktivitas sektor produksi. Ketersediaan
sarana perumahan dan permukiman, seperti layanan air minum dan sanitasi secara
luas dan merata serta pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, turut
menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyediakan fasilitas dan
layanan infrastruktur yang berkualitas, baik dalam bentuk pengaturan dengan
kerangka regulasi maupun rehabilitasi dan peningkatan kapasitas dan fasilitas
infrastruktur yang rusak, serta pembangunan baru melalui kerangka investasi dan
pelayanan umum. Namun, ketersediaan infrastruktur masih tetap belum memadai
yang ditunjukkan dengan banyaknya kecelakaan di sektor transportasi, terjadinya
krisis listrik, serta lamanya pemulihan infrastruktur akibat bencana gempa, tanah
longsor, banjir, dan semburan lumpur yang terjadi dalam dua tahun terakhir ini.

Ketimpangan akibat terbatasnya kemampuan pembiayaan pemerintah, tingginya


kebutuhan masyarakat akan infrastruktur, dan adanya potensi pengikutsertaan
investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur mendorong pemerintah untuk
melakukan reformasi dalam mempercepat pembangunan infrastruktur. Reformasi
tersebut mengandung tiga pokok pembaharuan, yaitu
(1) penghapusan bentuk monopoli dengan mendorong terciptanya kompetisi;
(2) penghilangan diskriminasi dan hambatan bagi swasta dan koperasidalam
penyediaan infrastruktur; dan
(3) reposisi peran pemerintah termasuk pemisahan fungsi pembuat kebijakan dan
fungsi operasi.
Dalam tiga tahun terakhir, Pemerintah memprioritaskan reformasi sektoral dan
lintas sektoral untuk mendorong peran serta swasta dalam pembangunan
infrastruktur dengan mengedepankan prinsip kemitraan yang adil, terbuka,
transparan, kompetitif, dan saling menguntungkan. Komitmen pemerintah dalam
kemitraan ini di antaranya terlihat dari berbagai penyempurnaan kebijakan,
peraturan perundang-undangan, dan kelembagaan, serta pengaturan tentang
dukungan pemerintah dan pengelolaan risiko dalam proyek kerja sama antara
pemerintah dan swasta (KPS). Di beberapa sektor, bentuk KPS bahkan juga sudah
diimplementasikan dalam penyediaan fasilitas dan layanan infrastruktur di wilayah
non-komersial

dengan

insentif

pemerintah

sebagai

pendorong.

Selain

itu,

pembangunan infrastruktur juga dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah


pusat dan pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah,

serta

kerja

sama

antara

pemerintah

dan

masyarakat/komunitas.

Permasalahan, langkah kebijakan, dan hasil pencapaian selama tahun 2005 hingga
semester pertama tahun 2008, serta tindak lanjut yang diperlukan untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur sumber daya air, transportasi, pos dan
telematika, energi dan ketenagalistrikan, serta perumahan dan permukiman
diuraikan berikut ini.
Permasalahan yang Dihadapi
A. Bidang Sumber Daya Air

Pembangunan infrastruktur bidang sumber daya air yang diwujudkan melalui


pengembangan dan pengelolaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
air untuk berbagai kebutuhan serta pengendalian daya rusak air ditujukan untuk
mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk mencapai
kesejahteraan

dan

kemakmuran

rakyat.

Namun,

dalam

pelaksanaannya,

pengembangan dan pengelolaan sumber daya air tersebut mengalami beberapa


kendala/permasalahan yaitu :
1. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang
dan waktu, yang berpotensi menimbulkan banjir pada musim hujan dan
terjadinya kelangkaan air pada musim kemarau menimbulkan potensi
bahaya kemanusiaan lainnya berupa kekeringan yang berkepanjangan dan
bahkan di beberapa daerah tertentu kelangkaan air juga diterjadi pada
musim hujan.
2. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya
air, baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang
semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan
penurunan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) dalam menahan dan
menyimpan air. Dari tahun ke tahun indikasi terjadinya proses percepatan
laju kerusakan daerah tangkapan air semakin tinggi dan memprihatinkan.
Kecenderungan

meluas

dan

bertambahnya

jumlah

DAS

kritis

telah

mengarah pada tingkat kelangkaan air dan peningkatan daya rusak air
yang semakin serius. Kelangkaan air yang terjadi mendorong pola
penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara lain pola eksploitasi air
tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan amblesan permukaan
tanah.
3. Kemampuan penyediaan air menurun. Berkurangnya area resapan air dan
menurunnya kapasitas lingkungan diikuti oleh menurunnya keandalan
prasarana sumber daya air penyedia air baku seperti waduk dan embung
akibat terjadinya percepatan sedimentasi dan pencemaran sungai oleh
limbah

permukiman

dan

industri.

Menurunnya

keandalan

prasarana

tersebut juga terjadi pada saluran-saluran pembawa seperti jaringan irigasi,


jaringan pipa dan instalasi penyedia air baku, serta prasarana pengendali
banjir. Kondisi ini diperparah dengan kualitas operasi dan pemeliharaan

tampungan serta instalasi air baku yang masih rendah sehingga tingkat
layanan prasarana sumber daya air menurun semakin tajam.
4. Tingkat layanan jaringan irigasi yang masih belum optimal. Kinerja jaringan
irigasi belum dapat memenuhi kebutuhan air usaha tani terutama untuk
pencapaian
swasembada

produksi

padi

pangan

dalam

nasional.

mencapai
Rendahnya

dan

mempertahankan

kualitas

operasi

dan

pemeliharaan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada


jaringan irigasi. Diperkirakan total area kerusakan jaringan irigasi tersebut
mencapai sekitar 30%. Hal yang cukup mengkhawatirkan, sebagian besar
kerusakan tersebut justru terjadi pada daerah-daerah penghasil beras
nasional di Pulau Jawa dan Sumatera.
5. Potensi terjadinya konflik air meningkat. Pada tahun 2003, secara nasional
kebutuhan air mencapai 112,3 miliar m3 dan diperkirakan pada tahun 2009
kebutuhan air akan mencapai 117,7 miliar m3. Kebutuhan air yang semakin
meningkat pada satu sisi dan ketersediaan yang semakin terbatas pada sisi
yang lain, secara pasti akan memperparah tingkat kelangkaan air.
Pada musim kemarau tahun 2003, Pulau Jawa dan Bali telah mengalami
defisit sebanyak 13,1 miliar m3. Demikian pula wilayah Nusa Tenggara juga
mengalami defisit air sebesar 0,1 miliar m3. Ketidakseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan waktu, kemampuan
penyediaan air yang semakin menurun serta tingkat layanan jaringan irigasi
yang masih belum optimal dapat memicu terjadinya berbagai bentuk konflik
air, baik antarkelompok pengguna, antarwilayah, maupun antargenerasi.
Konflik air yang tidak terkendali berpotensi berkembang menjadi konflik
dengan dimensi yang lebih luas, bahkan lebih jauh dapat memicu berbagai
bentuk disintegrasi.
6. Abrasi pantai semakin meluas. Adanya fenomena perubahan iklim global
yang antara lain menimbulkan tingginya gelombang dan meningkatnya
banjir akibat naiknya permukaan air laut, telah mengakibatkan meluasnya
dampak kerusakan yang mengancam keberadaan lahan produktif, wilayah
pariwisata,

permukiman

penduduk

dan

kawasan-kawasan

penting

perekonomian. Selain itu, abrasi pantai pada beberapa daerah perbatasan


di wilayah pesisir dan pulau-pulau terluar nusantara dapat menyebabkan
bergesernya garis perbatasan dengan negara lain. Di wilayah-wilayah

tersebut, pengamanan garis pantai mempunyai peran strategis dalam


menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
7. Koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan masih lemah.
Perubahan paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi
memerlukan beberapa langkah penyesuaian tata kepemerintahan, peran
masyarakat dan swasta dalam pengelolaan infrastruktur sumber daya air.
8. Kualitas pengelolaan data dan sistem informasi masih rendah.
Kualitas data dan informasi yang dimiliki saat ini belum memenuhi standar
yang ditetapkan dan tersedia pada saat diperlukan. Selain itu, akses publik
terhadap data masih belum dapat terlayani secara baik. Pertukaran data
dan informasi antarinstansi pengelola sumber daya air masih banyak
mengalami hambatan. Masalah lain yang dihadapi adalah sikap kurang
perhatian dan penghargaan akan pentingnya data, dan informasi.

B. Bidang Transportasi
Pembangunan transportasi terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
masyakarat dalam melakukan kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Berbagai
permasalahan masih terjadi dalam pembangunan sektor transportasi seperti
di bawah ini. Tingkat keselamatan dan keamanan pelayanan transportasi
yang masih rendah. Kondisi ini ditandai dengan masih tingginya tingkat
kecelakaan transportasi, terutama angkutan jalan. Secara umum fasilitas
keselamatan dan keamanan transportasi belum memenuhi persyaratan
kebutuhan. Persyaratan keselamatan penerbangan dan pelayaran sudah
mulai

meningkat

persyaratan

sejalan

keselamatan

dengan
yang

permintaan

internasional

memenuhi

standar

terhadap

internasional.

Keselamatan transportasi darat dan kereta api masih perlu mendapatkan


perhatian.

Kepedulian

penyelenggara

juga

dan

tingkat

berperan

disiplin

dalam

masyarakat,

upaya

petugas,

meningkatkan

dan

kualitas

keselamatan dan keamanan transportasi.


Aksesibilitas terhadap pelayanan transportasi bagi beberapa golongan
masyarakat masih terbatas. Kondisi ini terjadi akibat jumlah sarana dan
prasarana

transportasi

yang

belum

memadai

di

wilayah

terpencil,

pedalaman, dan perbatasan. Keterbatasan akses transportasi juga terjadi di


wilayah perkotaan yang padat penduduk. Hal ini mengakibatkan terjadi
kesenjangan antarwilayah dan antargolongan masyarakat, pelaksanaan
pembangunan di wilayah perbatasan tidak dapat optimal, serta dapat
mengganggu upaya pemberian bantuan dalam penanganan bencana di
berbagai wilayah.
Kualitas dan kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang belum
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Upaya yang dilakukan belum mampu memenuhi standard pelayanan minimal
jasa pelayanan transportasi. Prasarana dan sarana belum dikelola secara
profesional. Kerusakan yang terus bertambah akibat dari kualitas konstruksi
jalan yang belum optimal, bencana alam seperti longsor, banjir, gempa bumi,
serta akibat muatan lebih (overloading) di jalan yang sampai saat ini belum
dapat diselesaikan secara tuntas, akan mengakibatkan akumulasi kerusakan
sarana dan prasarana transportasi yang pada gilirannya akan mengganggu
keberlanjutan pelayanan transportasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata 52% truk mengalami kelebihan muatan sekitar 45% di atas batas
muatan yang diizinkan atau sekitar 4 ton di atas berat yang diizinkan.
Dukungan infrastruktur transportasi dalam peningkatan daya saing sektor riil
belum optimal. Pelayanan transportasi belum dapat memenuhi kebutuhan
sektor industri dan sektor lainnya. Akses jalan dari pusat kegiatan ekonomi
dan industri menuju daerah pemasaran dan pelabuhan masih belum dapat
mengimbangi permintaan.
Retribusi yang dipungut pemerintah daerah serta pungutan liar oleh oknum
aparat dan preman menambah biaya transportasi yang harus ditanggung
oleh dunia usaha. Ketidakefisienan tersebut menyebabkan semakin tingginya
biaya transportasi di Indonesia sehingga mengurangi daya saing produk
nasional di pasar luar negeri dan dalam negeri. Sebagai gambaran, untuk
beberapa sektor ekspor, total biaya sebelum pengiriman dan angkutan darat
dalam negeri mencapai lebih dari 40% dari total biaya logistik dan biaya
angkutan.
Ketergantungan kepada Pemerintah dalam hal penyelenggaraan infrastruktur
transportasi

masih

cukup

tinggi.

Peran

serta

dunia

usaha

dalam

pembangunan prasarana dan sarana transportasi masih belum optimal.


Pendanaan dari APBN masih sangat dominan. Hal ini berkaitan dengan sifat
investasi di bidang infrastruktur transportasi yang padat modal dengan
pengembalian yang lambat, serta faktor pelayanan publik yang perlu
memperoleh perhatian. Peraturan dan kebijakan Pemerintah masih dinilai
menghambat dan belum mampu mendorong peran serta, baik swasta,
masyarakat,

maupun

pemerintah

daerah

dalam

membangun

dan

mengoperasikan prasarana dan sarana transportasi.


Beberapa revisi peraturan perundang-undangan sector transportasi belum
dapat diselesaikan. Saat ini baru UU 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian
telah direvisi menjadi UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dan UU
No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran juga telah selesai direvisi menjadi UU
No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. UU yang telah direvisi tersebut masih
perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaannya agar
dapat dipergunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan transportasi.
Revisi UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, dan UU No.
15 Tahun 1992 tentang Penerbangan masih dalam proses pembahasan di
legislatif. Lambatnya proses revisi peraturan perundang-undangan bidang
transportasi

tersebut

juga

menambah

ketidakpastian

dalam

investasi

pembangunan infrastruktur transportasi, termasuk dalam menarik investasi


swasta dalam penyelenggaraan transportasi.
Perencanaan yang belum terintegrasi. Kondisi ini mengakibatkan tidak
terjadinya keseimbangan pembangunan transportasi, yang dalam hal ini
pelayanan transportasi masih bertumpu pada moda jalan, dimana modal
share prasarana jalan masih cukup besar. Di lain pihak kondisi jaringan jalan
masih

terbatas

dan

kemampuan

daya

dukung

jalan

rendah

akibat

pelanggaran muatan lebih yang hingga saat ini masih berlangsung.


C. Energi
Percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya di bidang energi masih
dihadapkan pada beberapa permasalahan, antara lain
(1) ketergantungan pada produk minyak bumi yang masih tinggi sementara
sumber daya minyak bumi terbatas, sedangkan cadangan sumber daya
energi alternatif yang cukup besar;

(2) keterbatasan infrastruktur gas bumi, kapasitas produksi kilang, dan


distribusi;
(3) pertumbuhan dan intensitas energi yang masih tinggi; dan
(4) keterbatasan dana untuk pengembangan sektor energi dan sementara
iklim bisnis sektor energi kurang menarik minat investor swasta dalam negeri
dan asing, termasuk pengembangan teknologi energy baru terbarukan dan
efisiensi energi. Hal ini terutama disebabkan, antara lain, oleh ketidakpastian
hukum, birokrasi yang dinilai masih cukup panjang, dan harga jual energi
yang masih belum mencerminkan nilai keekonomiannya.
D. Ketenagalistrikan
Untuk bidang ketenagalistrikan, berbagai permasalahan pokok yang dihadapi
yaitu
(1) masih belum tertanganinya krisis listrik di beberapa wilayah termasuk di
Pulau Jawa; (2) rasio elektrifikasi yang masih rendah baru mencapai 64,3%
dan desa berlistrik baru mencapai sekitar 91,9%; (3) ketimpangan distribusi
kebutuhan listrik masyarakat dan industri, yaitu 80% berada di sistem JawaMadura-Bali (Jamali) dan 20% berada di luar sistem Jamali;
(4) keterbatasan kemampuan, baik keuangan pemerintah maupun korporat
dalam

menjaga

kesinambungan

investasi

pembangunan

fasilitas

ketenagalistrikan; (5) tarif dasar listrik (TDL) yang belum


ditetapkan sesuai dengan nilai keekonomiannya sehingga dinilai kurang
menjamin pengembalian investasi;
(6) masih lemahnya efisiensi pengelolaan sistem ketenagalistrikan nasional;
(7) lemahnya koordinasi pasokan energi primer untuk pembangkit tenaga
lsitrik antara produsen dan Perusahaan Listrik Negara;
(8) tingginya biaya operasi pembangkitan yang diakibatkan oleh tingginya
harga bahan bakar; serta
(9) tarif listrik belum mencapai nilai ekonominya menyebabkan Perusahaan
Listrik Negara belum mampu self financing untuk melaksanakan investasi
fasilitas ketenagalistrikan.
E. Pos dan Telematika

Permasalahan utama dalam pembangunan pos dan telematika adalah


terbatasnya kapasitas,

jangkauan,

dan kualitas infrastruktur

pos dan

telematika yang mengakibatkan rendahnya kemampuan masyarakat dalam


mengakses

informasi.

Kondisi

ini

menyebabkan

semakin

lebarnya

kesenjangan digital (digital divide), baik antardaerah di Indonesia maupun


antara Indonesia dan negara lain. Permasalahan lainnya adalah pola
pemanfaatan layanan pos dan telematika oleh masyarakat yang masih
bersifat konsumtif sehingga tingkat pemanfaatan layanan pos dan telematika
sebagai pencipta peluang ekonomi masih rendah.
Dari sisi penyediaan infrastruktur, kesenjangan digital disebabkan, antara
lain, oleh
(1) terbatasnya kemampuan pembiayaan pemerintah sehingga kegiatan
pemeliharaan dan pembangunan baru terutama di wilayah nonkomersial
masih terbatas, sebagai contoh hingga tahun 2007 layanan telekomunikasi
baru menjangkau sekitar 6% dari 43 ribu total jumlah desa, sedangkan
jangkauan siaran TVRI dan RRI di wilayah nonkomersial menurun dari 80%
menjadi 50% akibat kurangnya peremajaan perangkat yang sebagian besar
sudah melebihi usia teknis;
(2) belum terjadinya kompetisi yang setara dan masih tingginya hambatan
(barrier to entry) sehingga peran dan mobilisasi dana swasta dalam kegiatan
pembangunan infrastruktur pos dan telematika belum optimal;
(3) masih rendahnya optimalisasi pemanfaatan infrastruktur yang ada
sehingga terdapat aset yang tidak digunakan (idle);
(4) terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi;
(5) terbatasnya pemanfaatan industri dalam negeri sehingga ketergantungan
terhadap komponen industri luar negeri masih tinggi, sebagai contoh tingkat
komponen dalam negeri industri komputer nasional masih kurang dari 10%;
dan
(6) masih terbatasnya industri aplikasi dan materi (content) lokal.
Kesenjangan digital juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan masyarakat
dalam memanfaatkan layanan infrastruktur karena terbatasnya daya beli dan
kemampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK). Hingga tahun 2007 tingkat literasi masyarakat,

termasuk aparatur pemerintah, terhadap TIK (e-literasi) diperkirakan belum


mencapai 30%.
Pembangunan

pos

dan

telematika

pada

tahun

2007

menghadapi

permasalahan akibat tidak tercapainya sebagian sasaran yang sudah


ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007. Hal ini
disebabkan oleh terlambatnya penandatanganan naskah perjanjian pinjaman
(loan agreement) proyek Improvement of TV Transmitting Stations Phase-I
sehingga penyediaan pemancar TV di 14 lokasi terpencil dan blank spot tidak
dapat dilakukan pada tahun 2007. Selain itu, penyediaan jasa akses
telekomunikasi di 38.471 desa yang merupakan program Universal Service
Obligation

(USO)

tidak

dapat

direalisasikan

karena

tidak

terpilihnya

pemenang dalam proses pemilihan (tender) penyelenggara yang dilakukan


pada pertengahan tahun 2007.
F. Perumahan dan Permukiman
Pembangunan dan pengelolaan infrastruktur perumahan dan permukiman
yang mencakup perumahan, air minum, air limbah, persampahan dan
drainase

ditujukan

untuk

memenuhi

standar

pelayanan

minimal

dan

memberikan dukungan terhadap pertumbuhan sektor riil. Permasalahan


umum yang dihadapi dalam pembangunan perumahan dan permukiman
adalah masih terdapatnya rumah tangga yang belum memiliki hunian yang
layak, masih adanya rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap air
minum dan penyehatan lingkungan permukiman (PLP) yang layak, serta
masih

kurangnya

dukungan

infrastruktur

penyediaan

air

minum

dan

penyehatan lingkungan untuk mendukung sektor industri, pariwisata dan


perdagangan.
Secara lebih rinci, permasalahan yang dihadapi antara lain:
1. Pelayanan air minum baru mencapai 44,4% di perkotaan dan 9,4% di
perdesaan.
2. Sebanyak 19,7% dari total penduduk belum memiliki sarana jamban dan
jumlah rumah tangga yang memiliki tangki septic baru mencapai 40%.
3. Terdapat 49.000 hektar kantong-kantong kawasan kumuh yang dihuni oleh
penduduk miskin perkotaan akibat keterbatasan sarana dan prasarana.

4. Sebanyak 32.000 desa tertinggal belum memiliki akses infrastruktur dasar


yang memadai.
5. Masih rendahnya kualitas pengelolaan pelayanan air minum yang
dilakukan oleh perusahaan daerah air minum (PDAM).
6. Kelembagaan pengelola Insatalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang
belum beroperasi dengan baik sehingga IPLT yang telah terbangun belum
berfungsi optimal dan berkelanjutan
7. Belum berfungsinya badan pengelolaan rusunawa dan belum dihubinya
rusunawa yang telah dibangun karena tidak adanya listrik dan air minum.
Dalam pembangunan subbidang perumahan, permasalahan yang dihadapi
antara lain,
(1) masih rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan rumah layak huni, yang
disebabkan antara lain oleh masih rendahnya kemampuan (affordability)
masyarakat

untuk

memiliki

rumah,

terbatasnya

akses

masyarakat

berpenghasilan rendah (MBR) kepada sumberdaya perumahan;


(2) menurunnya kualitas lingkungan perumahan dan permukiman, yang
disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan kota yang tidak diimbangi dengan
kecepatan penyediaan prasarana, sarana dan ulititas kota, lemahnya
pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan, serta ditambah dengan
ketidakmampuan masyarakat untuk dapat memperbaiki perumahan dan
lingkungannya sehingga memicu tumbuhnya beberapa kawasan kumuh
perkotaan yang tidak jauh dari pusat-pusat aktivitas masyarakat;
(3)

alokasi

anggaran

pembangunan

perumahan

rakyat

dan

subsidi

perumahan masih jauh dari anggaran yang dibutuhkan untuk mendukung


pencapaian sasaran RPJM Nasional;
(4) kelangkaan dan mahalnya harga tanah, hal ini menjadi kendala dalam
pemenuhan kebutuhan hunian untuk daerah padat penduduk seperti di
perkotaan;
(5) proses perizinan di daerah masih menjadi kendala dalam rangka
percepatan pembangunan rumah bagi MBR;
(6) keterbatasan energi listrik dan suplai air minun yang menyebabkan
ketidakpastian

pasokan

pembangunan RSH;

listrik

dan

air

minum

terhadap

rencana

(7) bidang perumahan belum menjadi prioritas bagi sebagian besar


pemerintah daerah;
(8) kurangnya pemahaman pemerintah daerah kota besar/metro akan
pentingnya pembangunan rumah secara vertikal;
(9) belum ada koordinasi yang baik dari berbagai pelaku pembangunan, baik
di Pusat maupun daerah dalam melayani MBR untuk mendapatkan hunian
yang layak;
(10) masih terdapat kebijakan fiskal yang belum mendukung penyediaan
rumah bagi MBR (BPHTB, PPN Masukan dan PPH Final);
(11) terbatasnya

informasi

tentang

sumber

daya perumahan

(tanah,

teknologi, tenaga terampil, bahan bangunan dan lain-lain); serta


(12) pembangunan perumahan skala besar belum mengikuti prinsip hunian
berimbang dalam rangka menjamin akses MBR tinggal dekat tempat
kerjanya.
Dalam pembangunan subbidang air minum dan air limbah, permasalahan
yang dihadapi antara lain
(1) terbatasnya cakupan dan kualitas pelayanan Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM);
(2) pemberlakuan tarif air minum yang tidak mampu mencapai kondisi
pemulihan biaya (full cost recovery);
(3) meningkatnya kecenderungan kabupaten/kota hasil pemekaran untuk
membentuk PDAM baru yang terpisah dari PDAM kabupaten/kota induk;
(4) masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku bersih dan
sehat yang terlihat dari masih tingginya open defecation;
(5) masih rendahnya tingkat pengolahan tinja; serta
(6) masih rendahnya pelayanan sistem pembuangan air limbah (sewerage
system).
Dalam pembangunan subbidang persampahan dan drainase, permasalahan
yang dihadapi antara lain
(1)

masih

lingkungan

rendahnya
(environment

pencemaran lingkungan;

pengelolaan
friendly)

persampahan
sehingga

yang

berpotensi

berwawasan
menyebabkan

(2) menurunnya kualitas manajemen tempat pembuangan akhir (TPA) yang


terlihat dari perubahan sistem
pengelolaan TPA menjadi open dumping;
(3) terbatasnya lahan di perkotaan yang dapat digunakan sebagai TPA; serta
(4) tidak berfungsinya saluran drainase sebagai pematus air hujan akibat
semakin meningkatnya volume sampah yang dibuang di saluran drainase.
G. Bidang Pengembangan Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS)
Kemampuan Pemerintah di dalam membangun infrastruktur yang sesuai
dengan kebutuhan masih terhambat rendahnya kapasitas fiskal. Kebijakan
defisit APBN yang selama ini dijalankan pemerintah masih belum mampu
untuk memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Hal itu
disebabkan

oleh

perkiraan

kebutuhan

investasi

untuk

pembangunan

infrastruktur jauh melebihi ketersediaan anggaran dalam APBN, Pemerintah


harus menutupi kekurangan pembiayaan ini dengan melibatkan partisipasi
swasta untuk menyediakan (membiayai, membangun dan mengoperasikan)
infrastruktur melalui skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS).
Untuk menarik modal dan keahlian swasta dalam penyediaan infrastruktur
yang pada umumnya bersifat kompleks dan berisiko tinggi, Pemerintah harus
mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor dan lembaga
pembiayaan.
memungkinkan

Hal

ini

dilakukan

liberalisasi

melalui

industry

reformasi

infrastruktur

kebijakan

dengan

yang

membuka

persaingan, memperkuat kerangka regulasi, menjalankan mekanisme cost


recovery,

mengalokasikan

risiko

secara

optimal,

serta

memperkuat

kelembagaan. Dengan adanya iklim investasi yang baik diharapkan swasta


dapat

berpartisipasi

secara

maksimal

sehingga

dapat

mendukung

pencapaian berbagai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam


RPJMN.
Reformasi kebijakan dalam rangka memberikan peluang bagi partisipasi
swasta dalam penyediaan infrastruktur telah dilakukan Pemerintah sejak
tahun pertama RPJMN 2004-2009. Di sisi lain Pemerintah memfokuskan
upaya peletakan fondasi yang kuat dalam rangka partisipasi swasta di bidang
infrastruktur.

Selain

itu,

Pemerintah

juga

mulai

berupaya

untuk

mempersiapkan dan menawarkan berbagai proyek infrastruktur untuk

dikerjakan bersama dengan swasta. Hal ini perlu dilakukan mengingat


kebutuhan pembangunan infrastruktur sangat mendesak dan tidak dapat
menunggu penyelesaian, kerangka pengaturan maupun kebijakan dan
kelembagaan. Oleh karena itu, bersamaan dengan penyelesaian dan
penyempurnaan kerangka kebijakan KPS, Pemerintah terus mendorong
terwujudnya transaksi proyek-proyek infrastruktur melalui KPS.

H. Jasa Konstruksi
Sebagai tulang punggung pembangunan infrastruktur masih menghadapi
berbagai kendala, diantaranya
(1) tata kelola pembinaan jasa konstruksi masih perlu disempurnakan dan
dilengkapi untuk dapat mengantisipasi tantangan yang semakin kompleks;
(2) usaha jasa konstruksi belum kukuh, handal, dan berdaya saing tinggi
sehingga terjadi distorsi pasar jasa konstruksi serta ketergantungan pada
anggaran belanja pembangunan yang disediakan Pemerintah;
(3) tertib usaha jasa konstruksi belum sepenuhnya terwujud sehingga terjadi
ketidakadilan dan penyimpangan dalam pengadaan dan penyelenggaraan
jasa konstruksi yang pada akhirnya akan berdampak pada efektifitas (mutu
konstruksi) dan efisiensi pembangunan infrastruktur;
(4) kelembagaan jasa konstruksi belum mampu menjadi penggerak utama
bagi pengembangan jasa konstruksi karena lembaga pengembangan jasa
konstruksi (LPJK) belum dapat melaksanakan sepenuhnya tugas yang
diamanatkan UU No. 18/1999 dan bersama asosiasi jasa konstruksi, LPJK
masih menyisakan berbagai masalah registrasi usaha jasa konstruksi;
(5) Badan usaha jasa konstruksi asing masih mendominasi pangsa pasar jasa
konstruksi nasional, khususnya untuk pekerjaan berskala besar.

Anda mungkin juga menyukai