Anda di halaman 1dari 2

Politik luar negeri indonesia pasca reformasi

Delima armida devina p/1444110050

Politik Luar Negeri Indonesia yang berprinsipkan bebas aktif mendapat warna berbeda dalam
penerapannya atas berbagai kepemimpinan. Dinamika domestik dan Internasional yang
dihadapipun mengalami perkembangan, sehingga setiap pemimpin mengarahkan politik luar
negeri RI berdasar kepentingan negara pada masanya yang dipengaruhi pula oleh konflik dan
peristiwa yang terjadi (Mashad,2008:175).
Peralihan dari turunnya rezim Soekarno diserahkan kepada B.J. Habibie sebagai pengganti yang
sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden Soeharto. Situasi masyarakat saat itu tengah
mengalami traumatis dari rezim Soeharto yang mendatangkan kesengsaraan berkali lipat dari
kesejahteraan yang telah diberikan. Habibie sebagai pengganti Soeharto dituding sebagai warisan
dari orde baru yang membuat rakyat sangsi dan sinis akan kepemimpinannya, Habibie
mengalami krisis legitimasi rakyat (Mashad, 2008: 180). Pada kepemimpinannya, kepentingan
nasional berfokus pad aupaya pemulihan perekonomian (Mashad,2008:179). Disisi lain, dari sisi
dunia internasional citra Indonesia sempat buram akibat krisis di Indonesia yang sarat dengan
kekerasan, pelanggaran HAM, dan rezim yang otoriter dan korup.
Melihat dukungan domestik tidak berhasil dihimpun, maka B.J. Habibie berniat menghimpun
dukungan internasional melalui pencitraan yang lebih baik. Hal inilah yang melatari keputusan
lepasnya Timor-Timor dari RI, ditengah desakan masyarakat Internasional untuk pembebasan
Timor-Timor, Habibie berupaya memberi citra baik dengan melepas Timor-Timor.
Pemerintahan RI kemudian menememukan kestabilannya pada kepemimpinan yang selanjutnya,
Susilo Bambang Yudhoyono. Penerapan demokrasi mulai berjalan lancar dalam sistem
pemerintahan, terbukti dengan lancarnya pemilu pada tahun 2004. Pada kepemimpinannya,
Politik luar negeri RI berfokus pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
partisipasi dalam dunia internasional (Mashad,2008:191). Terbukti dengan terselenggaranya
peringatan 50 tahun KAA dan usul Indonesia ke ASEAN mengenai masyarakat keamanan
ASEAN serta dengan cara mengikuti organisasi ekonomi G-20 dan penguatan hubungan dengan

negara-negara ASEAN melalui posisi Indonesia di tahun 2012 ini sebagai chairman dari
ASEAN.
Kesimpulan
Corak kepemimpinan antara orde lama dan orde baru berbeda jauh dengan kepemimpinan masa
reformasi. Sebelum reformasi, kepemimpinan Kedua tokoh masih menimbulkan ketidak stabilan
keadaan politik, ekonomi, dan sosial. Mengingat keadaan negara yang baru saja merdeka dan
berada ditengah ketegangan dan persaingan perang dingin. Namun disisi lain, kepemimpinan
Soekarno dan Hatta telah menunjukan taringnya bagi dunia Internasional dengan menentukan
sikapnya sendiri secara tegas dan militan. Keduanya memberikan pengaruh dalam dunia
Internasional melalui KAA dan GNB, terlepas dari masa kejatuhan mereka. Indonesia
mengambil peran dalam dinamika internasional saat itu. Berbeda dengan msa reformasi saat ini,
keadaan nasional telah menjadi stabil secara ekonomi, politik, dan sosial secara umum meskipun
tidaj menutup kemungkinan masih adanya pergolakan internal. Namun disisi lain, Indonesia
tidak lagi memiliki peran signifikan dalam dunia Internasional, Pemerintahan yang ada seakan
tunduk pada kekuasaan super power yang mendikte interaksi kita. Seperti pada sektor ekonomi,
Negara kapitalis sebagai elite dalam perekonomian global melalui neo imperialismenya tengah
menguasai banyak negara khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Kepemimpinan saat
ini perlu mengambil bagian dalam dunia Internasional dengan tetap memperjuangkan
kepentingan negaranya.
Refrensi
Mashad, Dhurorudin, 2008. Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi, dalam Ganewati
Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik.
Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar, hlm. 174-238.

Anda mungkin juga menyukai