Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Asma kardial adalah asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung atau disebut juga edema
paru kardiogenik
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya asma kardial karena terjadinya gagal jantung kiri
2.3 Patofisiologi
Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel pada akhir sistol. Dengan
berkurangnya curah jantung pada gagal jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah
yang lebih banyak dari keadaan normal. Pada fase diastole berikutnya maka sisa darah ini akan
bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri, sehingga tekanan akhir diastole
menjadi lebih tinggi.
Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul bendungan di daerah atrium kiri.
Tekanan darah di atrium kiri yang berkisar antara 10-12 mmHg meninggi karena bendungan
tersebut. Hal ini akan diikuti peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di pembuluh
darah kapiler paru-paru. Karena ventrikel kanan yang masih sehat memompa darah terus sesuai
dengan jumlah darah yang masuk ke atrium kanan maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik
di kapiler paru-paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18 mmHg dan terjadilah
transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.
Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi terjadi pula transudasi di
jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan mengurangi
besarnya lumen bronchus, sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara
pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan fase ekspirasi
menjadi lebih panjang. Keadaan ini dikenal dengan asma kardial, suatu fase permulaan gagal
jantung. Bila tekanan di kapiler paru makin tinggi, maka cairan transudasi ini akan makin
bertambah banyak. Cairan transudasi ini mula-mula akan masuk ke dalam saluran limfatik dan
kembali ke peredaran darah. Namun bilamana tekanan hidrostatik kapiler paru sudah di atas 25
mmHg, maka transudasi cairan ini menjadi lebih banyak dan saluran limfatik tidak cukup untuk

menampungnya, cairan tersebut akan tertahan di jaringan interstisial paru dan suatu saat akan
memasuki alveoli.
Dengan terjadinya edema interstisial, maka pergerakan alveoli akan terganggu sehingga proses
pertukaran udara juga tergangggu. Penderita akan merasa sesak nafas disertai dengan nadi yang
cepat. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru dengan gejala sesak
nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan kalau tidak dapat diatasi maka
kemudian diikuti oleh syok. Syok in disebut kardiogenik, dimana tekanan diastol sangat rendah,
sehingga tidak mampu lagi memberikan perfusi cukup pada otot-oto jantung.

2.4 Diagnosis
Untuk mendiagnosis asma kardial kita perlu membedakannya dari asma bronchial dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Asma kardial merupakan perjalanan
penyakit dari gagal jantung karena itu disertai oleh gejala-gejala gagal jantung lainnya.
1. Anamnesis

Gejala gejala berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas
atau rasa lemah atau tidak bertenaga.
Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dar gagal jantung, New York Heart
Association (NYHA) membagi HF menjadi empat klasifikasi.
Kelas I : sesak tinbul sdaat beraktivitas berlebih
Kelas II : sesak timbul saat aktivitas sedang
Kelas III : sesak timbul pada saat aktivitas ringan
Kelas IV : sasak timbul pada saat istirahat

Sesak nafas terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi dengan sikap duduk atau
berdiri (Ortopnue)

Serangan sesak nafas terjadi pada malam hari, pasien yang sedang tertidur terbangun
karena sesak (Paroksismal Nokturnal Dispneu)

Berkeringat dingin dan pucat


Untuk membedakan dengan asma bronchial kita perlu menanyakan apakah sesak
nafasnya terjadi setelah suatu infeksi virus, olah raga, terpapar allergen, atau karena lonjakan
emosi

2. Pemeriksaan fisik
Ditemukannya gejala-gejala :

suara nafas berbunyi pada saat ekspirasi (wheezing)

terdengar bising ekspirasi

fase ekspirasi menjadi lebih panjang

Ditemukan juga gejala-gejala gagal jantung kiri

Takikardi >120/menit

Kardiomegali

Gallop S3

Ronki paru

Edema paru

Penurunan kapasitas vital paru

2.5 Diagnosis Banding dengan Asma Bronchial


Kadang-kadang suit membedakan edema paru kardiogenik akut dengan Asma Bronkhial yang
berat, karena pada keduanya terdapat sesak nafas yang hebat, pulsus paradoksus, lebih enak
posisi duduk dan wheezing merata yang menyulitkan auskultasi jantung. Pada asma bronchial
terdapat riwayat serangan asma yang sama dan biasanya penderita sudah tau penyakitnya.
Selama serangan akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan hipoksia arterial kalau ada
tidak cukup menimbulkan sianosis. Sebagai tambahan, dada nampak hiperekspansi, hipersonor,
dan penggunaan otot pernafasan sekunder nampak nyata. Wheezing nadanya lebih tinggi dan
musika, suara tambahan seperti ronkhi tidak menonjol. Penderita edema paru akut sering

mengeluarkan banyak keringat dan sianotik akibat adanya desaturasi darah arteri dan penurunan
aliran darah ke kulit. Perkusi paru sering redup, tidak ada hiperekspansi, pemakaian otot
pernafasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain wheezing terdengar ronkhi basah.
Gambaran radiology paru menunjukkan adanya gambaran edema paru yang membedakan
dengan asma bronchial. Setelah penderita sembuh gambaran edema paru secara radiology
menghilang lebih lambat dibandingkan penurunan tekanan kapiler paru.

2.6 Pengobatan
Ditujukan terhadap 3 hal yaitu :
A. Pengobatan non-spesifik Payah Jantung Kiri Akut.
B. Pengobatan faktor presipitasi.
C. Pengobatan penyakit dasar jantungnya
Aminophyline :
Berguna apabila edema paru disertai bronkhokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas
edema paru oleh karena asma bronchial atau asma kardial, karena selain bersifat bronchodilator
juga mempunyai efek inotropik positif, venodilatasi ringan dan diuretic ringan. Dosis biasanya 5
mg/kgBB intravena dalam 10 menit dan dilanjutkan drip intravena 0,5 mg/kgBB/jam. Dosis
dikurangi pada orang tua, penyakit hati dan gangguan fungsi ginjal. Setelah 12 jam dosis
dikurangi menjadi 0,1 mg/kgBB/jam.
BAB III
KESIMPULAN

Asma kardial adalah asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung atau disebut juga edema
paru kardiogenik. Asma kardial ini disebabkan oleh gagal jantung kiri dimana pada saat tekanan
di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi terjadi pula transudasi di jaringan interstisial
bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan mengurangi besarnya lumen
bronchus, sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara pernafasan menjadi
berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan fase ekspirasi menjadi lebih panjang.
Keadaan ini dikenal dengan asma kardial. Asma kardial perlu dibedakan dengan asma bronchial
karena gejalanya yang hampir sama terutama asma bronkial yang berat. Asma kardial ini perlu

dikenali secepatnya karena penyebabnya sanagat berbeda dengan asma bronkial begitu juga
dengan pengobatannya.

STEP 1

Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan
penyempitan yang bersifat sementara.
Asma Bronkial adalah satu hiper-reaksi dari bronkus dan trakea yang mengakibatkan
penyempitan saluran nagas yang bersifat reversibel.
Asma Bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan
penyempitan yang bersifat sementara.
Asma bronkial adalah adanya gangguan pada selaput bronkus yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pernafasan.
Step 3:
Patofisiologi
Asma beronkial adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel, obstruksi disebabkan oleh satu atau
lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan nafas
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronik
3. Pengisian bronki dan kelenjar mukus yang kental.
Selain itu otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiper inflasi, dengan udar terperangkap di dalam jaringan paru.
Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah
keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan
ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebakan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bardikinin, protaglandin serta anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat. Pelapasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi
otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan memran
mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem saraf ototnom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal
melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah
asetilklin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu
dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis.
Selain itu reseptor dan - adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam broniki. Ketika
reseptor -adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi tejadi ketika reseptor
- adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor dan - adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin
monofosfat. Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan, yang mengarah pada peningkatan
mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta
mengakibatkan peningkatan tingkat, yang menghambat pelepasan mediator kimiawai dan
menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan - adrenergik terjadi
pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.
Manifestasi Klinis
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi, pada beberapa keadaan batuk mungkin
merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya
tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang
mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan bantuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernafasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk
tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi kuat.
Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus mengandung masa galatinosa bulat, kecil yang
dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia
hebat, dan gejala-gejala retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran
tekanan nadi.
Serangan asma berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan
meski serangan jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontiniu yang lebih berat yang disebut
Status Asmatikus kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup. Latihan fisik dan
kegairahan emosional, reaksi yang berhubungan kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat
menyertai asma termasuk ekzema, ruam dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi
secara periodik setelah pemajanan terhadap alergan spesifik obat-obat tertentu.
Gambaran Klinis

Gambaran klinis asma bronlial klasik adalah serangan episodik batuk, mengi dan sesak nafas.
Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat didada, dan pada asma alergik
mungkin disertai pilek atau bersin. Mesikpun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi
pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih
kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya bantuk tanpa
disertai mengi, dikenal dengan istileh Cough vairant asthma. Bila hal yang terakhir ini
dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji
provokasi bronkus dengan metakolin.
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemjanan alergen dengan gejala asma tidak jelas.
Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non alergik
seperti asap rokok, asap yang merangsang, inefksi saluran nafas ataupun perubahan cuaca.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan, gejala biasanya memburuk pasa awal minggu dan
membaik menjelang akhir minggu, pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang
minggu. Gejalanya mungkin akan membaik bilapasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya,
seperti sewaktu cuti misalnya, pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi
dengan bahan tersangka yang ada dilingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan
diagnosis.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi asma ringan umumnya normal, tetapi pada asma berat dapat dijumpai
bermacam-macam gambaran radiologi yang disebabkan oleh komplikasi seperti atelektasi,
pneumotoraks, pneumomediastinum atau pneumonia. Pada asma yang disertai obstruksi berat,
didapatkan gambaran radiologi hyperlucent, dengan pelebaran sela antar iga, diafragma letak
rendah, penumpukan udara di daerah refrosternal tetapi jantung masih dalam batas normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Dahak
Dahak ataupun sputum mukoid berwarna jernih, terdiri dari mukopolisakarida dan serabut
glikoprotein, bila disebabkan alergi murni, umumnya dahak sukar dikeluarkan saat batuk. Dahak
yang sangat kental sering kali menyebabkan penyumbatan yang disebut ariways plugging. Dahak
purulen berwarna kuning atau kuning kehijauan, umumnya berjumlah banyak, dengan
konsistensi kenyal atau lunak, berasal dari jaringan epitel yang mengalami kerusakan (nekrotik)
bercampur, tampak gambaran spiral Churschmann, bdan creola dan kristal charcot leyden serta
90-% dahak mengandung sel eosinofil.
b. Pemeriksaan darah

Pada penderita yang mengalami stress, dehidrasi dan infeksi, lekosit dapat meningkat
(15.000/mm3) sedangkan eosinofil meningkat diatas harga normal (normal = 250/mm3). Pada
asma tipe alergi, eosinofil dapat meningkat sampai 800-1000/mm3. kalau peningkatan eosinofil
ini melebihi 1000/mm3, misal sampai 4000/mm3, ada kemungkinan peningkatan ini disebabkan
infeksi. Bila eosinofil tetap tinggi setelah diberi kortikosteroid, maka asma tipe ini disebut
steroid resistent bronchial asthma.
c. Pemeriksaan EKG
Didapatkan sinus takikardia, bila peningkatan detak jantung diatas 120/menit, menunjukkan ada
hipoksia dan mungkin disertai dengan PaO2 sekitar 60-40 mmHg. Bila terjadi serangan asma
kuat, tekanan darah meningkat dan EKG menunjukkan gambaran strain ventrikel kanan yang
disertai perubahan aksis jantung ke kanan dan perubahan ini dapat pulih asal. Juga didapatkan
RBBB (Right Bundle Branch Block). P-pulmonal. Aritmia terjadi bila penderita mendapat
epinefrin atau bila ada kenaikan katekolamin waktu terjadi serangan.
Menentukan faktor pemicu asma sering kali tidak mudah. Tes uji kulit bisa membantu
menentukan alergen yang memicu timbulnya serangan asma yang disebabkan oleh alergi. Tes uji
kulit, dilakukan untuk mengetahui uji kerentanan dengan uji tusuk kulit, dilakukan guna
menemukan IgE spesifik di kulit.
Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor
pemicu terjadinya asma, maka dapat dilakukan Bronchial Challenge Test. Uji provokasi dengan
menyemprotkan suatu alergen atau bahan yang menyebabkan pengerutan otot polos saluran
napas, seperti histamine atau metakolin melalui mulut atau hidung. Hasil dikatakan positif jika
terjadi penurunan fungsi paru yang berarti, atau bahkan sampai timbul asma.
Pengobatan
Pengobatan asma bronkial tingkat sedang harus diobati dengan obat mutakhir berupa beta-2
mimetik seperti salbutamol (3x2-4mg/oral) kalau perlu dengan Inhaler yang setiap semprotan
mengandung 0,1 mg. Berbeda dari betamimetik lainnya, efek samping terhadap jantung tidak
ada, hanya penderita mengalami tremor. Obat lain yang juga baik ialah aminofilin 500-1200 mg
perhari secara oral (pada kasus akut 250 mg dilarutkan dalam 50 ml glukosa 20% yang diberikan
perlahan-lahan melalui suntikan intra-vena. Bila perlu aminofilin diberi secara infus intra vena).
Bila serangan lebih berat, berikan prednison 40 mg oral, pada sebagian besar penderita asma,
dosis bat tersebut dapat diturunkan dengan segera, tetapi beberapa penderita membutuhkan
prednison dengan dosis pemeliharaan.
Pada asma ekstrinsik tetapi juga pada sebagian penderita asma intrinsik perlu pemberian
disodiumcromoglyucate diantara dua serangan. Obat ini akan melindungi sel mast pada saat
dirangsang oleh alergen dan mecegah pengeluaran histamin dan prostaglandi. Sewaktu serangan
obat ini tidak berguna.

Penanganan (pengobatan) Status asmatikus merupakan keadaan darurat medik yang penting.
Dengan segera harus diberi infus yang berisi aminofilin dosis tinggi disertai pemberian
hidrokortiosn 200 mg. Bila terdapat bronkopneumonia harus diobati. Pemberian oksigen dapat
membantu, tapi kadang-kadang bila kadar CO2 darah arteri cukup tinggi dan penderita bernafas
semata-mata karena kekurangan oksigen (anoxic drive=didorong oleh kekurangan O2),
pemberian O2 dapat membahayakan karena kadar CO2 yang semakin tinggi dapat menyebabkan
narkose. Bila kita tidak dapat mengukur PCO2 tanyakan pada penderita apakah pemberian
oksigen meringankan. Bila tidak hentikan.
Banyak penderita yang dalam status asmatikus yang meninggal, karena dokter yang tidak
mengetahui keadaanya, sering terlanjur memberikan opium sekalipun sebenarnya hanya dosis
kecil. Jadi jagnan memberikan morfin pada penderita asma (keadaan akan membingungkan
karena pada asma kardial perlu pemberian morfin). Serangan asma bronkial harus dibedakan
dengan asma kardial, pada umumya hal ini muda. Penderita asma kardial umumnya
memperlihatkan gambaran penyakit jantung yang cukup jelas.
Perhatikan hal-hal tersebut dibawah ini :
1. Hipertensi yang berat
2. Nadi cepat serta tidak teratur sama sekali (fibrilasi atirum)
3. Pembesaran jantung dengan irama galpo atau murmur (bising jantung yang keras)
4. Ronki basah dilapangan bawah paru-paru

Anda mungkin juga menyukai