Anda di halaman 1dari 18

Rabu, 14 Maret 2012

IMPLEMENTASI REMUNERASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI


SIPIL (Studi pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya
persoalan

yang

dihadapi

oleh

negara,

telah

terjadi

pula

perkembangan

penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang


baik (good

governance)dengan

upaya-upaya

meningkatkan

transparansi

dan

akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, karena itu perlu ada rangka pemerintahan
yang kuat.
Reformasi birokrasi salah satu cara yang tepat untuk membangun kepercayaan
rakyat. Reformasi birokrasi ialah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem
yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Reformasi birokrasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses
dan prosedur, namun juga terkait perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta
tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan
dengan authority atau formal power (kekuasaan).
Dengan perkembangan politik dan demokrasi dewasa ini telah banyak melahirkan
tantangan-tantangan

yang

semakin

besar,

khususnya

bagi

lembaga-lembaga

pemerintahan. Setiap lembaga pemerintah dituntut untuk mendefinisikan visi, misi, dan
perannya sebagai lembaga publik agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik
bagi masyarakat.
Hal tersebut mengakibatkan adanya tuntutan atas perubahan internal birokrasi
tersebut, menuju terwujudnya pemerintahan yang menjamin kepastian hukum,
keterbukaan, profesional dan akuntabel sesuai dengan prinsip good governance.
Prinsip tersebut memberikan pengaruh kuat dalam pemerintahan Indonesia, yaitu
menuntut adanya perubahan-perubahan dalam sistem pemerintahan. Di samping itu,
juga perlu adanya peningkatan sumber daya manusia aparatur yang mampu

mencermati berbagai perubahan paradigma akibat perkembangan lingkungan yang


strategis.
Aparatur pemerintah dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
diharapkan memiliki sikap yang profesional, kompeten dan akuntabel yang dapat
mendukung kondisi pemerintahan yang transparan, demokratis, berkeadilan, efektif dan
efisien dengan menghormati hukum yang mendorong terciptanya partisipasi dan
pemberdayaan.
Dalam hal peningkatan mutu aparatur pemerintah sebagai modal dasar
pembangunan nasional, maka kinerja sumber daya manusia senantiasa harus
ditingkatkan dan diarahkan agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Peningkatan
mutu

sumber

daya

manusia

yang

strategis

terhadap

ketrampilan,

motivasi,

pengembangan dan manajemen pengorganisasian sumber daya manusia merupakan


syarat utama untuk mewujudkan kemampuan bersaing dan kemandirian. Sejalan
dengan itu visi dalam konteks pembangunan bidang kepegawaian dimasa yang akan
datang adalah mempersiapkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, mampu bersaing
dan mampu mengantisipasi perkembangan dunia yang pesat diberbagai aspek
kehidupan sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan dan kinerja yang tinggi.
(Maarif, 2003, h.2)
Kesadaran akan perlunya sumber daya manusia yang berkualitas, perlu
ditindaklanjuti dengan berbagai strategi yang dapat meningkatkan kinerja pegawai.
Salah satu strategi untuk menghadapi tantangan yang tidak ringan, setiap organisasi
harus mendesain kembali perencanaan organisasinya, pengelolaan manajemen kinerja
serta pendayagunaan manusia. Dalam hal ini berarti mengupayakan agar sumber daya
manusia itu mampu dan mau bekerjasama secara optimal demi tercapainya tujuan
organisasi.
Unsur sumber daya manusia dan sistem pemerintahan yang fleksibel terhadap
lingkungan perubahan menjadi semakin menentukan bagi keberhasilan pencapaian
tujuan yang diharapkan. Beberapa pakar menyatakan bahwa salah satu penyebab
keterpurukan perekonomian Indonesia adalah rendahnya komitmen dan kinerja
penyelenggaraan negara. Kinerja pegawai merujuk pada tingkat keberhasilan
seseorang dalam melaksanakan tugas serta upaya yang dilakukan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja seseorang dapat menjadi optimal jika didukung
oleh kemampuan yang baik dan motivasi yang kuat. Keberhasilan kinerja pegawai

sebuah organisasi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja


pegawai. Menurut Rothwell (2000, h.6), mengidentifikasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu : data dan informasi, sumber daya, peralatan dan
lingkungan, konsekuensi hasil kerja, keahlian dan pengetahuan, kemampuan, motivasi
serta insentif dan imbalan.
Komitmen dan kinerja yang rendah dari penyelenggara negara antara lain
disebabkan

rendahnya

oleh PNSdiindikasikan

gaji
sebagai

yang

diterima.

salah

satu

Minimnya
penyebab

gaji

yang

belum

diterima

tercapainya

kesejahteraan PNS secara layak dan merata. Berbagai sorotan dilontarkan terhadap
gaji PNS, mulai dari keluhanPNS sendiri, sampai dengan akibat-akibat yang ditimbulkan
oleh masih kecinya kesejahteraan yang diterima PNS.
Bagi suatu organisasi, gaji merupakan salah satu pengeluaran atau biaya untuk
penggunaan tenaga kerja. Oleh karena itu, sistem balas jasa dapat dilihat sebagai
suatu sistem yang berada pada hubungan timbal balik antara organisasi dengan
pegawai. Selain itu, organisasi selalu mengaitkan antara balas jasa dengan kuantitas,
kualitas dan manfaat balas jasa / gaji yang dipersembahkan pegawai kepada organisasi
yang akan mempengaruhi pencapaian organisasi, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kelangsungan organisasi. Dari sisi pegawai, balas jasa dilihat sebagai
sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya, terutama hidup sehari-hari.
Sistem penggajian merupakan bagian dari sistem remunerasi dan merupakan salah
satu implementasi atau penerapan hasil dari manajemen kinerja. Remunerasi sendiri
memiliki pengertian sebagai setiap bentuk imbalan (reward) yang diterima pegawai
sebagai akibat dari kinerja-kinerja tugas dalam organisasi, termasuk diantaranya
hadiah, penghargaan atau promosi jabatan. Kinerja sendiri tidak dapat dicapai secara
optimal apabila remunerasi diberikan tidak secara proposional (Ivancevich:2001, h.286287). Pendekatan melalui pengembangan remunerasi ini dikenal sebagai cara yang
efektif untuk mengurangi biaya dan menambah produktifitas pegawai.
Kenaikan gaji hanya akan efektif jika dilaksanakan bersamaan dengan penerapan
manajemen kepegawaian yang berorientasi pada kinerja, sehingga ada kejelasan
tentang apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing pegawai, serta
ukuran/target kinerja yang bagaimana yang harus dicapai, dengan demikian setiap
pegawai memahami bahwa untuk mendapatkan imbalan tertentu harus mencapai
kinerja tertentu pula.

Dengan pengembangan sistem remunerasi pegawai yang berdasarkan pada beban


kerja dan tanggung jawab masing-masing pegawai serta kinerja pegawai maka
diharapkan dapat mengurangi terjadinya penyalahgunaan kewenangan berupa tindakan
korupsi,

kolusi

dan

nepotisme

di

lingkungan

pemerintahan,

karena good

governance erat kaitannya dengan moral individu. Buruknya kualitas pelayanan publik
juga ditunjukkan pada beberapa jenis layanan publik masih ditemukan adanya praktek
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kondisi ini terjadi karena adanya beberapa
situasi yang mempengaruhi aparat pemerintahan melakukan KKN. Di satu sisi aparat
pemerintahan memiliki tingkat penghasilan yang rendah dan di sisi yang lain
dihadapkan dengan tingkat kebutuhan yang tinggi. Hal ini mendorong aparat
pemerintahan untuk melakukan KKN guna memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya
perilaku ini merupakan upaya darurat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak tercukupi.
Tetapi pada tahap selanjutnya berkembang menjadi perilaku dan budaya dari aparat
pemerintahan.
Aparat pemerintahan melakukan korupsi secara terbuka misalnya dengan meminta
"uang administrasi atau uang rokok" dari warga masyarakat yang memerlukan
pelayanan. Perilaku korupsi ini diterima di masyarakat sebagai suatu hal yang normal
dan wajar karena gaji pegawai negeri sipil yang tidak mencukupi (Prasojo, 2006, h.298).
KKN merupakan ciri yang menonjol pada birokrasi yang buruk saat ini terutama di
Indonesia. Hampir

setiap

hari

media

massa

baik

elektronik

maupun

cetak

memberitakan kasus korupsi yang dilakukan oleh para aparat pemerintahan. Korupsi
dilakukan secara berjamaah dari mulai level pegawai terendah sampai dengan pegawai
level tertinggi di setiap unit pemerintah. Akhir-akhir ini tidak jarang terlihat pejabatpejabat tinggi tertangkap tangan sedang melakukan KKN. Beberapa diantaranya sudah
dijatuhi hukuman penjara, sedang sebagian yang lainnya masih dalam proses. Korupsi
dalam pelayanan publik sudah menjadi praktek sehari-hari di Indonesia dan bahkan
sudah terlembaga yang melibatkan semua pihak yang terkait yang saling menjaga
rahasia dan saling melindungi (Prasojo, 2006, h.298).
Menurut Adiningsih (2007,h.83), persoalan korupsi adalah masalah struktural dan
berhubungan dengan sistem birokrasi. Sikap korup timbul karena gaji yang masih
rendah, adanya iming-iming uang yang ditawarkan dalam jumlah yang besar kepada
aparat, dan posisi kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan. Faktor kebutuhan hidup

yang semakin besar dan godaan yang

ada juga menjadi pemicu korupsi

(http://www.antara.co.id).
Dengan dasar seperti itu, maka remunerasi yang diterima oleh pegawai akan dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya secara adil dan layak. Di dalam penelitian ini, hanya
difokuskan pada sitem remunerasi Pegawai Negeri Sipil tanpa dikaitkan dengan
masalah korupsi, kolusi dan nepotisme karena masalah tersebut memerlukan penelitian
khusus.
Pada tataran normatif gaji Pegawai Negeri Sipil tercantum di dalam UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian yang mengemukakan bahwa struktur
gaji Pegawai Negeri Sipil yang harus dipenuhi adalah struktur gaji yang adil dan layak.
Gaji yang adil dan layak adalah bahwa gaji Pegawai Negeri Sipil harus mampu
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pengaturan gaji Pegawai Negeri
Sipil yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antara
Pegawai Negeri Sipil maupun antara Pegawai Negeri Sipil dengan swasta. Sedangkan
gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok. Selain
itu,

gaji

yang

diterima

oleh

Pegawai

Negeri

Sipil

harus

mampu

memacu

produktivitasnya yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat pelayanan kepada


masyarakat.
Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen
pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance. Tujuan dari pemberian
remunerasi di lingkungan KEMKUMHAM ini ialah peningkatan pelayanan hukum
kepada masyarakat, peningkatan kesadaran, seperti yang diungkapkan oleh Bambang
Rantam, Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI:
Dengan adanya remunerasi ini saya berharap agar kinerja seluruh pegawai
Kementerian Hukum dan HAM semakin ditingkatkan, jikalau ada catatan hitam yang
selama diberitakan di media saya harapkan agar kedepannya sudah tidak ada lagi.[1]
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa
tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa

kesejahteraan yang layak dari pegawai itu sendiri. Perubahan dan pembaharuan
tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan pemerintahan yang selama ini dinilai
buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
1. Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum,
berbelit belit, arogan, minta dilayani, dsb.)
2. Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
3. Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara.
4. Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien.
5. Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
Dilihat pada kenyataan yang terjadi, sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil pada
Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mendukung
tercapainya perubahan yang relatif signifikan terhadap kinerja, produktifitas dan
peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian
gaji yang sama, baik bagi pegawai berkinerja tinggi maupun pegawai berkinerja rendah.
Penerapan gaji belum didasarkan pada beban kerja yang harus ditanggung oleh
masing-masing pegawai. Selain itu tidak adanya sanksi terhadap pegawai yang
berkinerja rendah, mereka memiliki hak yang sama, sehingga mengakibatkan belum
profesionalnya kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Kementerian
Hukum

1.
2.
3.
o
o
4.

dan

Hak

Asasi

Manusia.

Berdasarkan

penelitian

yang

telah

dilakukan Widyaningrum (2008, h.109), bahwa:


Penerapan sistem penggajian ini masih menjadi masalah yang menimbulkan rasa
ketidakadilan bagi pegawai, terlihat dari berbagai kondisi sebagai berikut :
Gaji Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia yang relatif kecil, telah menimbulkan Social & economy cost yang mahal
melalui "maraknya" korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan birokrasi pemerintah.
Adanya tindakan tercela Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat Jenderal Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia bukan semata-mata karena rendahnya moral tetapi
karena terdesak kebutuhan hidup yang layak.
Sistem remunerasi yang berlaku pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia kurang transparan karena di samping gaji ada pegawai yang
menerima tunjangan khusus dan sejumlah honorarium dari pos non gaji sehingga:
Terjadi ketidakadilan dalam penghasilan (tidak semua dapat tunjangan khusus
atau honorarium).
Jumlah anggaran untuk belanja pegawai sulit diketahui secara pasti dan sulit
dipertanggungjawabkan kepada publik karena sebagian besar berasal dari sumber non
gaji.
Struktur gaji pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
kurang mendorong produktivitas, karena :

Gaji tidak dikaitkan dengan kompetensi dan prestasi, namun didasarkan pada
pangkat dan masa kerja.
o
Jarak antara gaji terendah dan gaji tertinggi terlalu pendek, sehingga kenaikkan
pangkat hanya diikuti dengan kenaikan penghasilan dalam jumlah yang tidak berarti.
5. Sistem pensiun yang kurang menjamin kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil setelah
memasuki masa pensiun.
Dalam rangka memperhatikan secara lebih intensif mengenai remunerasi yang
berorientasi kinerja, sehingga dapat mendorong produktifitas Pegawai Negeri Sipil,
maka penulis

merasa penting

untuk

melakukan

penelitian

yang

berjudul"IMPLEMENTASI REMUNERASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI


SIPIL (Studi pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia)."
B. Rumusan Masalah
Untuk membatasi masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini, maka penulis
hanya melakukan penelitian di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum
dan HAM RI, khususnya mengenai Implementasi Remunerasi terhadap kinerja Pegawai
Negeri Sipil. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah penulis dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah implementasi remunerasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat
Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI?
2. Faktor apasajakah yang mempengaruhi implementasi remunerasi di Sekretariat
Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah untuk
dapat menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis bagaimana implementasi remunerasi terhadap kinerja
pegawai pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI; dan
2. Mengetahui dan menganalisis faktor apasajakah yang mempengaruhi implementasi
remunerasi di Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI.
D. Kontribusi penelitian
1. Kontribusi Teoritis
Hasil penelitian ini terutama diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
menganalisis penerapan sistem remunerasi pegawai yang adil dan layak. Secara
khusus, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam
meninjau kembali mengenai sistem remunerasi pegawai sehingga dapat memberikan
reward yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai. Selain itu
juga diharapkan dapat memberikan masukan, dan pemikiran yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu administrasi publik.

2. Kontribusi Praktis
a. Bagi peneliti
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan diperoleh sehingga dapat menambah
wawasan dalam berpikir praktis.
b. Bagi instansi terkait
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan yang
bermanfaat

bagi

instansi

terkait,

serta dapat

memberikan

kontribusi

dalam

penyempurnaan sistem remunerasi Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan beban kerja
dan kinerja pegawai, sehingga mencerminkan keadilan baik secara internal maupun
eksternal. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk memperbaiki sistem remunerasi yang terdapat di lingkungan
Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI. Perbaikan yang dimaksud disini
adalah upaya strategis yang dapat dilakukan secara internal lembaga pemerintah.
c. Bagi peneliti lain
Sebagai informasi pembanding bagi peneliti lain yang membahas tentang remunerasi
yang dilaksanakan Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI, sehingga
menjadi lebih baik pada masa mendatang. Dan digunakan sebagai bahan masukan
untuk peneliti-peneliti selanjutnya dengan tema yang sama.

E. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam penulisan ini serta mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai apa yang akan dibahas dalam setiap bab, maka
BAB I

sistematika penulisan ini disusun sebagai berikut:


PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan, kontribusi penelitian serta sistematika penulisan skripsi yang akan
menjelaskan pemadatan materi di semua bab dalam skripsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tinjauan pustaka tentang Implementasi
Remunerasi terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil yang memuat tentang remunerasi,
pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, serta pengertian,
pengelompokkan dan kedudukan PNS.

BAB III

METODE PENELITIAN
Dalam bab metode penelitian ini penulis menjelaskan bagaimana penelitian untuk
skripsi ini dilakukan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif, yang pada garis besarnya memuat tentang jenis penelitian, fokus penelitian,
lokasi dan situs penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrument
penelitian serta analisi data.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini dibahas mengenai bagaimana penerapan remunerasi pada Sekretariat
Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI; dan bagaimana Implementasi Remunerasi
terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI.
Selain menyajikan data-data yang ada, di bab ini penulis juga memaparkan analisisnya
yang sesuai dengan konsep serta teori yang diapakai dalam bab tinjauan pustaka.

BAB V

PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari penulis. Kesimpulan
berisi tentang garis besar dari pembahasan yang akan menjawab permasalahan yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan saran merupakan rekomendasi dari
penulis tentang penelitian yang telah dilakukan sebagai studi lanjutan dan kebijakankebijakan yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Pemerintah mengenai Remunerasi
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan dan RB) akan membuat program penilaian kinerja untuk setiap aparatur
negara. Hasil penilaian ini akan berdampak pada remunerasi. Reformasi birokrasi
mendorong agar adanya percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah.
Aparatur pemerintah sebagai alat pemerintah yang dituntut agar bekerja lebih
profesional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dan
menunjang

kelancaran

tugas

pemerintah

dan

pembangunan

(dalam

Effendi,

2009,h.186).
1.

Latar belakang kebijakan remunerasi


Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus
komitmen
Namun

pemerintah
pada

tataran

untuk

mewujudkan clean

pelaksanaannya,

Perubahan

and

good

governance.

dan

pembaharuan

yang

dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa
tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa
kesejahteraan yang layak dari pegawai yang melaksanakannya. Perubahan dan
pembaharuan tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang
selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
a)

Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit
belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb);

b)

Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme);

c)

Rendahnya kualitas disiplin dn etos kerja aparatur negara;

d)

Kualitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien;

e)

Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.[2]

2.

Maksud dan tujuan kebijakan remunerasi


Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks
Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan
kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer,
mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai
(Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru, setiap pegawai

diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan
atau iming-iming materi (kolusi).
3.

Pihak yang mendapatkan remunerasi


Sesuai dengan Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana
Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN,
Nomor:PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan
Remunerasi

diperuntukan

bagi

seluruh

Pegawai

negeri

di

seluruh

lembaga

pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala prioritas


ke dalam tiga kelompok :
a)

Prioritas pertama adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, rumpun pengelola
Keuangan Negara, rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta
Lembaga Penertiban Aparatur Negara.

b)

Prioritas kedua adalah Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi,


sistem produksi, sumber penghasil penerimaan Negara dan unit organisasi yang
melayani masyarakat secara langsung termasuk Pemerintah Daerah (PEMDA).

c)

Prioritas ketiga adalah seluruh kementerian/lembaga yang tidak termasuk prioritas


pertama dan kedua.

4.

Landasan hukum kebijakan remunerasi


Berikut adalah landasan hukum yang mendasari kebijakan tentang pemberian
remunerasi, yaitu:

a)

UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
KKN.

b)

UU No.43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU No.8 tahun 1974 tentang pokokpokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai
negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai dengan beban pekerjaan &
tanggung jawabnya. ( Pasal 7, UU No.43 tahun 1999)

c)

Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka


Panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E. Yang menyatakan
bahwa :
Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk
meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di
pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan
dibidang bidang lainnya. .

d)

Perpres No.7 tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Nasional.

e)

Konvensi ILO No. 100; Diratifikasi pada tahun 1999, bunyinya Equal remuneration for
jobs of equal value (Pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya harus mendapat imbalan
yang sama).
Sedangkan yang menjadi payung hukum pemberian remunerasi di Kementerian
Hukum dan HAM RI adalah Peraturan Presiden No. 40 tahun 2011 tentang Tunjangan
Kinerja Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dalam Peraturan tersebut juga dicantumkan nominal tunjangan kinerja berdasarkan
kelas jabatannya (Job Class) masing-masing.
Mengenai pelaksanaan pemberian remunerasi telah tercantum dalam Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011 tentang Pelaksanaan
Pemberian Tunjangan Kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan
HAM RI.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian remunerasi di Kementerian Hukum dan
HAM RI, tertera dalam bab 2 mengenai komponen penentu besaran tunjangan kinerja
yang tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01.
tahun 2011.
Dalam pasal 3 menyebutkan bahwa tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 diberikan berdasarkan 3 komponen, yaitu:

a) Target kinerja yang dihitung menurut kategori dari nilai capaian Standar Kinerja
Pegawai (SKP);
b) Kehadiran menurut hari dan jam kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI
serta cuti yang dilaksanakan oleh pegawai; dan
c) Ketaatan pada kode etik dan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Sedangkan dalam pasal 4 disebutkan bahwa :
1) Tunjangan kinerja dibayarkan secara proporsional berdasarkan kategori dan nilai
capaian SKP;
2) Ketentuan mengenai kategori dan nilai capaian SKP sebagaiamana dimaksud dalam
pasal 3 huruf a serta penerapannya diatur dalam Peraturan Menteri.
Besaran tunjangan kinerja yang akan diterima tidak mutlak sama dengan besaran
yang ditetapkan sesuai grade karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnyajumlah
kehadiran (telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18

KU.01.01. tahun 2011). Selain itu di masa yang akan datang, besaran tunjangan
kinerja bisa naik atau juga bisa turun, tergantung dari hasil penilaian Tim Evaluasi
Independen.
5.

Tahap pelaksanaan remunerasi


Pentahapan Remunerasi dari awal kegiatan (pengumpulan data) sampai dengan
tahap legislasi (penerbitan undang-undang) adalah :

a)

Analisa jabatan

b)

Pengumpulan data jabatan

c)

Evaluasi jabatan dan Pembobotan

d)

Grading atau penyusunan struktur gaji baru.

e)

Job pricing atau penentuan harga jabatan

f)

Pengusulan peringkat dan harga jabatan kepada Presiden (oleh Meneg PAN)

6.

Prinsip dasar kebijakan remunerasi


Prinsip dasar kebijakan Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau
kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga yang tidak
berkompeten juga mendapatkan penghasilan yang sama. Maka dengan kebijakan
Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan
sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.
B. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Keberhasilan suatu organisasi baik besar maupun kecil bukan semata-mata
ditentukan oleh sumber daya alam yang tersedia, akan tetapi banyak ditentukan oleh
kualitas sumber daya manusia yang berperan merencanakan, melaksanakan dan
mengendalikan organisasi yang bersangkutan.

1.

Pengertian MSDM
Manajemen Sumber Daya Manusia atau sering disebut Personnel Management,
Manajemen Kepegawaian atau Manajemen Personalia adalah beberapa istilah yang
sama artinya, merupakan anak atau cabang dari manajemen.
Sering diungkapkan Manajemen sebagai memperoleh hasil melalui orang lain,
dan karena Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu cabangnya,
maka iapun mempunyai sasaran yang sama dengan manajemen, dengan tekanan
utama terpeliharanyahuman relationship yang baik antar-individu dan bahwa setiap
individu berusaha memberi kontribusinya yang optimal dalam pencapaian tujuan
organisasi.

Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana
mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien
dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan,
karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan
adalah manusia bukan mesin dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM
menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dan lain-lain.[3]
Unsur MSDM adalah manusia. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan
implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier,
evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber
daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung
sumber daya manusianya.

Malayu Hasibuan (2006, h.9) mengungkapkan bahwa : manajemen adalah ilmu


dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya secara effektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen ini
terdiri dari enam unsur (6M), yaitu: man, money, methode, materials, machines, dan
market. Unsur man(manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen
yang disebut Manajemen Sumber Daya Manusia atau disingkat MSDM yang
merupakan terjemahan dari man power management. Manajemen yang mengatur
unsur manusia ini ada yang menyebutnya manajemen kepegawaian atau manajemen
personalia.
Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia yang dapat diterima secara
universal tidak ada, karena antara definisi yang dibuat oleh penulis yang satu dengan
penulis yang lain terdapat perbedaan-perbedaan.
Menurut Edwin B. Flippo (dalam Moekijat, 1999, h.7) Manajemen kepegawaian
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap
pengadaan, pengembangan, kompensasi integrasi, dan pemeliharaan orang-orang
dengan tujuan membantu mencapai tujuan organisasi, individu, dan masyarakat.
Sedangkan menurut Drs. Heidjracman Ranupandoyo dan Drs. Suad Husnan,
MBA (dalam Triton PB, 2005, h.13) : Manajemen Personalia adalah perencanaan,
pengorganisasian,

pengarahan

dan

pengawasan

dari

pengadaan,

pemberian

kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk


membantu pencapaian tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.

Pendapat lain oleh Malayu S.P Hasibuan (2006, h.10) bahwa : MSDM adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dr. H. Achmad
S. Ruky (2006, h.20) mengungkapkan bahwa :
MSDM adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan
peranan manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur MSDM adalah manusia yang
merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan demikian, fokus yang dipelajari
MSDM ini hanyalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja.
Dengan demikian Manajemen Sumber Daya Manusia atau manajemen
kepegawaian dapat didefinisikan sebagai pengelolaan organisasional baik individu
maupun kolektif terhadap aset manusia untuk memberikan kontribusi optimal dalam
mencapai sasaran organisasi atau dengan kata lain berhubungan dengan masalahmasalah kepegawaian dalam suatu organisasi.
2.
a.
b.

c.

d.

Tujuan & Manfaat MSDM


Ada 4 tujuan besar dalam MSDM (Davis,1996,h.6) :
Tujuan organisasi :
Untuk mengetahui dan menilai sejauh mana Manajemen Sumber Daya Manusia dapat
memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi
Tujuan Fungsional :
Untuk menilai ketersediaan Sumber Daya Manusia yang ahli dan trampil dalam
melaksanakan tugas serta kesetiaan pada organisasi, dedikasi pada tugas dan
kesediaan bekerjasama.
Tujuan Masyarakat :
Untuk melihat dan menilai seberapa besar kontribusi Manajemen Sumber Daya
Manusia dalam mempengaruhi organisasi, merespon isu sosial dan etika yang
berkaitan dengan kebutuhan dan tantangan dalam masyarakat.
Tujuan individu :
Untuk melihat dan mengukur keberhasilan Manajemen Sumber Daya Manusia
membantu pegawai dalam mencapai tujuan pribadinya atau tujuan yang berkaitan
dengan kontribusi mereka dalam organisasi.
3.

Fungsi-fungsi MSDM
Menurut Cherrington(1995,h.11), fungsi-fungsi sumber daya manusia terdiri dari:

a. Staffng/Employment
Fungsi ini terdiri dari tiga aktivitas penting, yaitu perencanaan,
penarikan, dan seleksi sumber daya manusia. Sebenamya para manajer bertanggung
jawab untuk mengantisispasi kebutuhan sumber daya manusia. Dengan semakin
berkembangnya perusahaan, para manajer menjadi lebih tergantung pada manajemen
sumber daya manusia untuk mengumpulkan informasi mengenai komposisi dan
keterampilan tenaga kerja saat ini.
Dalam proses seleksi, manajemen sumber daya manusia melakukan
penyaringan melalui wawancara, tes, dan menyelidiki latar belakang pelamar. Tanggung
jawab manajemen sumber daya manusia untuk pengadaan tenaga kerja ini semakin
meningkat dengan adanya hukum tentang kesempatan kerja yang sama dan berbagai
syarat yang diperlukan perusahaan.
b. Performance Evaluation
Penilaian kinerja sumber daya manusia merupakan tanggung jawab
manajemen sumber daya manusia dan para manajer. Para manajer mempunyai
tanggung jawab utama untuk mengevaluasi bawahannya dan manajemen sumber daya
manusia bertanggung jawab untuk mengembangkan bentuk penilaian kinerja yang
efektif dan memastikan bahwa penilaian kinerja tersebut dilakukan oleh seluruh bagian
perusahaan.
Manajemen sumber daya rnanusia juga perlu melakukan pelatihan
terhadap para manajer tentang bagaimana membuat standar kinerja yang baik dan
membuat penilaian kinerja yang akurat.
c. Compensation
Dalam hal kompensasi/reward dibutuhkan suatu koordinasi yang baik
antara manajemen sumber daya manusia dengan para manajer. Para manajer
bertanggung jawab dalam hal kenaikan gaji, sedangkan manajemen sumber daya
manusia bertanggung jawab untuk mengembangkan struktur gaji yang baik. Sistem
kompensasi yang memerlukan keseimbangan antara pembayaran dan manfaat yang
diberikan kepada tenaga kerja. Pembayaran meliputi gaji, bonus, insentif, dan
pembagian keuntungan yang diterima oleh karyawan. Manfaat meliputi asuransi
kesehatan, asuransi jiwa, cuti, dan sebagainya. Manajemen sumber daya manusia
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kompensasi yang diberikan bersifat
kompetitif diantara perusahaan yang sejenis, adil, sesuai. dengan hukum yang berlaku
(misalnya:UMR), dan memberikan motivasi.

d. Training and Development


Diposkan oleh Nur Rohmah di 3/14/2012 01.37.00 PM

Anda mungkin juga menyukai