Anda di halaman 1dari 23

MATERI AJAR MTSL (MUATAN TEKNIS SUBSTANSI LEMBAGA)

DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI


Oleh SUGIYO
Widyaiswara Utama BPSDM Kementerian Hukum dan Ham RI

Dalam rangka pengajaran untuk memberikan pengetahuan kompetensi teknis


bidang dan peningkatannya, perlu diberikan bahan ajar sesuai dengan
kompetensi bidangnya masing-masing. Apalagi melalui model pembelajaran “e-
learning” baik pemberi materi maupun peserta perlu membangun komunikasi
dalam menyatukan persepsi terkait materi yang diajarkan.
Sehubungan dengan pembelajaran e-learning mata ajar Muatan Teknis
Substansi Lembaga (MTSL) “Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian
Hukum dan Ham RI” berikut disusun materi ajar dengan tata urutan sebagai
berikut :
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kegiatan pelatihan di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) pada dasarnya
merupakan kegiatan penting bagi setiap insan khususnya aparatur sipil
negara (ASN) Kemenkumham. Nilai penting kegiatan ini menjadi sangat
tampak ketika kita semua insan ASN Kemenkumham RI menyadari bahwa
semua keberhasilan pelaksanaan tugas ASN Kemenkumham berawal
pelatihan. Keberhasilan tersebut pada gilirannya mewujud sebagai
profesionalisme ketika ASN Kemenkumham kembali melaksanakan tugas
seusai mengikuti pelatihan dan mendapatkan lebih banyak pengetahuan,
kesantunan, dan keterampilan sebagai modal baru mengaktualisasikan
kinerja ASN Kemenkumham.
Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana diuraikan dalam
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : 29 Tahun 2015, tanggal
29 September 2015, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Hukum dan HAM RI memiliki 11 unit kerja setingkat eselon I sehingga
dengan demikian Kementerian Hukum dan HAM RI memerlukan pula
sejumlah kompetensi teknis dan fungsional yang sangat banyak. Salah
satu unit kerja Kemenkumham yang memiliki tugas dan fungsi tenis
keimigrasian dalam rangka pemberian pelayanan, penegakan hukum dan
pengamanan serta sebagai fasilitator pembangunan ekonomi yaitu
Direktorat Jenderal Imigrasi yang memiliki rentang tugas yang sangat
besar mulai dari pusat sampai ke daerah.
Melalui bahan ajar inilah kompetensi teknis substantive
keimigrasian diberikan kepada peserta pelatihan untuk mengenal lebih
dalam unit kerja dibidang Keimigrasian.

B. Deskripsi Singkat
Bahan ajar ini menjelaskan pengertian imigrasi, sejarah imigrasi di
Indonesia dan Struktur, tugas, fungsi dan susunan organisasi Direktorat
Jenderal Imigrasi (sampai dengan eselon II)

C. Hasil Belajar
Setelah membaca bahan ajar ini peserta pelatihan mampu
memahami, menjelaskan, dan menerapkan pemahaman tentang
Keimigrasian dalam kepentingan karier dan kinerja sebagai Aparatur Sipil
Negara ( ASN ) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,
khususnya insan Imigrasi.
.
D. Indikator Hasil Belajar
Indikator-indikator hasil belajar adalah:
1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian, sejarah,
tugas, fungsi dan susunan organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi.
2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan fungsi dan tugas pokok
Direktortat Jenderal Imigrasi kepada masyarakat.

E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas pada ini adalah:
1. Pengertian Imigrasi secara umum,
2. Sejarah Imigrasi di Indonesia;
3. Tugas, fungsi dan susunan organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi
F. Manfaat Hasil Belajar
Berbekal hasil belajar pada bahan ajar MTSL Direktorat Jenderal
Imigrasi ini, peserta diharapkan mampu menerapkan pemahaman tugas
pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Imigrasi yang ideal guna peningkatan
kinerja Imigrasi.

II. Pengertian Imigrasi

Istilah imigrasi berasal dari bahasa latin migration yang artinya


perpindahan orang dari suatu tempat atau Negara menuju ke tempat Negara
lain. Dari definisi tersebut dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai
maksud yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di suatu
tempat baru, Oleh karena itu orang asing yang bertamasya, atau
mengunjungi suatu konferensi internasional, atau merupakan rombongan
misi kesenian dan olahraga, atau juga menjadi diplomat tidak dapat
dikategorikan atau dikelompokkan dalam disebutan imigran.
Pengertian Imigrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk
menetap dari satu tempat ketempat lain yang melampaui batas teritorial atau
batas kedaulatan dari negara lain. Pada tataran yang lebih makro aktivitas
perpindahan ini sesungguhnya berada dalam satu frame dengan peta
perubahan hubungan global, baik dalam bidang ekonomi, bidang sosial,
budaya, politik maupun kemananan (Epoleksosbudkam).
Menurut Undang-undang nomor 6 Tahun 2011, dinyatakan bahwa
“keimigrasian” adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar
Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
kedaulatanNegara.
Menurut Wikipedia. Pengertian Imigrasi adalah perpindahan orang dari
suatu negara-bangsa (nation-state) ke negara lain, di mana ia bukan
merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk
menetap permanen yang dilakukan oleh imigran, sedangkan turis dan
pendatang untuk jangka waktu pendek tidak dianggap imigran.
III. Sejarah dan Perkembangan Imigrasi Indonesia

Kekayaan sumber daya alam, khususnya sebagai penghasil komoditas


perkebunan yang diperdagangkan di pasar dunia, menjadikan wilayah
Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia Belanda menarik
berbagai negara asing untuk turut serta mengembangkan bisnis
perdagangan komoditas perkebunan. Untuk mengatur arus kedatangan
warga asing ke wilayah Hindia Belanda, pemerintah kolonial pada tahun
1913 membentuk Kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan karena tugas dan
fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 kantor sekretaris komisi
imigrasi diubah menjadi immigratie dients (dinas imigrasi).Dinas imigrasi
pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda ini berada di bawah
Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan
afdeling-afdeling seperti afdeling visa dan afdeling (bagian) lain-lain yang
diperlukan.

Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia


Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan
ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing
untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda. Maksud utama
dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” adalah memperoleh
sekutu dan investor dari berbagai negara dalam rangka mengembangkan
ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu,
keberadaan warga asing juga dapat dimanfaatkan untuk bersama-sama
mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi. Struktur organisasi dinas
imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. Bidang keimigrasian
yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda hanya 3 (tiga), yaitu:

(a) bidang perizinan masuk dan tinggal orang;

(b) bidang kependudukan orang asing; dan

(c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur ketiga bidang tersebut,


peraturan pemerintah yang digunakan adalah Toelatings
Besluit (1916); Toelatings Ordonnantie (1917); dan Paspor
Regelings (1918).
Era kolonialisasi Hindia Belanda mulai berakhir bersamaan dengan
masuknya Jepang ke wilayah Indonesia pada tahun 1942. Namun pada
masa pendudukan Jepang hampir tidak ada perubahan yang mendasar
dalam peraturan keimigrasian. Dengan kata lain, selama pendudukan
Jepang, produk hukum keimigrasian Hindia Belanda masih digunakan.
Eksistensi pentingnya peraturan keimigrasian mencapai momentumnya pada
saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya pada 17 Agustus 1945.
Selain itu, untuk mengatasi kevakuman hukum, peraturan perundang-
undangan keimigrasian produk pemerintah Hindia Belanda harus dicabut
dan digantikan dengan produk hukum yang selaras dengan jiwa
kemerdekaan. Selama masa revolusi kemerdekaan ada dua produk hukum
Hindia Belanda yang terkait dengan keimigrasian dicabut, yaitu ;

(a) Toelatings Besluit (1916) diubah menjadi Penetapan Ijin Masuk (PIM)
yang dimasukkan dalam Lembaran Negara Nomor 330 Tahun 1949, dan

(b) Toelatings Ordonnantie (1917) diubah menjadi Ordonansi Ijin Masuk


(OIM) dalam Lembaran Negara Nomor 331 Tahun 1949.

Era Republik Indonesia Serikat merupakan momen puncak dari sejarah


panjang perjalanan pembentukan lembaga keimigrasian di Indonesia. Di era
inilah dinas imigrasi produk Hindia Belanda diserahterimakan kepada
pemerintah Indonesia pada tanggal 26 Januari 1950. Struktur organisasi dan
tata kerja serta beberapa produk hukum pemerintah Hindia Belanda terkait
keimigrasian masih dipergunakan sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan bangsa Indonesia. Kepala Jawatan Imigrasi untuk pertama
kalinya dipegang oleh putra pribumi, yaitu Mr. H.J Adiwinata. Struktur
organisasi jawatan imigrasi meneruskan struktur immigratie dients yang
lama, sedangkan susunan jawatan imigrasi masih sederhana dan berada
dalam koordinasi Menteri Kehakiman, baik operasional-taktis, administratif,
maupun organisatoris.

Pada dasawarsa imigrasi tepatnya 26 Januari 1960, jawatan imigrasi


telah berhasil mengembangkan organisasinya dengan pembentukan Kantor
Pusat Jawatan Imigrasi di Jakarta, 26 kantor imigrasi daerah, 3 kantor
cabang imigrasi, 1 kantor inspektorat imigrasi dan 7 pos imigrasi di luar
negeri. Di bidang sumber daya manusia (SDM) keimigrasian, pada bulan
Januari 1960 jumlah total pegawai jawatan imigrasi telah meningkat menjadi
1256 orang yang kesemuanya putra-putri Indonesia, mencakup pejabat
administratif dan pejabat teknis keimigrasian.

Di bidang pengaturan keimigrasian, mulai periode ini pemerintah


Indonesia memiliki kebebasan untuk mengubah kebijaksanaan opendeur
politiek imigrasi kolonial menjadi kebijaksanaan yang sifatnya selektif atau
saringan (selective policy). Kebijakan selektif didasarkan pada perlindungan
kepentingan nasional dan lebih menekankan prinsip pemberian perlindungan
yang lebih besar kepada warga negara Indonesia. Pendekatan yang
dipergunakan dan dilaksanakan secara simultan meliputi pendekatan
kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security
approach).

Beberapa pengaturan keimigrasian yang diterbitkan antara lain:

a. pengaturan lalu lintas keimigrasian; yaitu pemeriksaan dokumen


keimigrasian penumpang dan crew kapal laut yang dari luar negeri
dilakukan di atas kapal selama pelayaran kapal,
b. Pengaturan di bidang kependudukan orang asing, dengan disahkannya
Undang Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1955 tentang Kependudukan
Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 812),
c. Pengaturan di bidang pengawasan orang asing, dengan disahkannya
Undang-Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1953 tentang Pengawasan
Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 463),
d. Pengaturan mengenai delik/perbuatan pidana/peristiwa pidana/tindak
pidana di bidang keimigrasian, dengan disahkannya Undang-Undang
Darurat Nomor 8 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi
(Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 807),
e. Pengaturan di bidang kewarganegaraan, pada periode ini disahkan
produk perundangan penting mengenai kewarganegaraan yakni Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republik
Indonesia Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai Soal
Dwikewarganegaraan (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor), dan
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 113,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647),
f. Masalah kewarganegaraan turunan Cina,
g. Pelaksanaan Pendaftaran Orang Asing (POA).

Era pemerintahan Orde Baru memberikan kontribusi besar terhadap


pemantapan lembaga keimigrasian, walaupun dalam pelaksanaannya
mengalami beberapa kali penggantian induk organisasi. Pada tanggal 3
November 1966 ditetapkan kebijakan tentang Struktur Organisasi dan
Pembagian Tugas Departemen, yang mengubah kelembagaan Direktorat
Imigrasi sebagai salah satu pelaksana utama Departemen Kehakiman
menjadi Direktorat Jenderal Imigrasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal
Imigrasi. Perubahan inipun berlanjut dengan pembangunan sarana fisik di
lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi yang luas. Pembangunan gedung
kantor, rumah dinas, pos imigrasi maupun asrama tahanan dijalankan tahun
demi tahun.

Di masa Orde Baru ini yang tidak bisa dilupakan adalah lahirnya Undang-
Undang Keimigrasian baru yaitu Undang Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474), yang disahkan
oleh DPR pada tangal 4 Maret 1992. Undang Undang Keimigrasian ini selain
merupakan hasil peninjauan kembali terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan sebelumnya yang sebagian merupakan peninggalan dari Pemerintah
Hindia Belanda, juga menyatukan/mengkompilasi substansi peraturan
perundang-undangan keimigrasian yang tersebar dalam berbagai produk
peraturan perundangan keimigrasian sebelumnya hingga berlakunya Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1992.
Pada Era Reformasi hingga saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi dalam
rangka menghadapi masalah dan perkembangan dalam dan luar negeri ,
telah melakukan beberapa program kerja sebagai berikut:

a. Penyempurnaan Peraturan Perundang-Undangan

Pemerintah memperbaharui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang


Keimigrasian. Hal ini berdasarkan beberapa perkembangan yang perlu
diantisipasi, yakni:

1. Letak geografis wilayah Indonesia (kompleksitas permasalahan antar


negara),
2. Perjanjian internasional/konvensi internasional yang berdampak terhadap
pelaksanaan fungsi keimigrasian,
3. Meningkatnya kejahatan internasional dan transnasional,
4. Pengaturan mengenai deteni dan batas waktu terdeteni yang belum
dilakukan secara komprehensif,
5. Pendekatan sistematis fungsi keimigrasian dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi yang modern,
6. Penempatan struktur kantor imigrasi dan rumah detensi imigrasi sebagai
unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi,
7. Hak kedaulatan negara sesuai prinsip timbal balik (resiprositas) mengenai
pemberian visa terhadap orang asing,
8. Kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis
pengamanan dokumen perjalanan secara internasional,
9. Penegakan hukum keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan
pemidanaan perlu mencantumkan pidana minimum terhadap tindak
pidana penyelundupan manusia,
10. Memperluas subyek pelaku tindak pidana Keimigrasian, sehingga
mencakup tidak hanya orang perseorangan tetapi juga korporasi serta
penjamin masuknya orang asing ke wilayah indonesia yang melanggar
ketentuan keimigrasian,

Usulan untuk memperbarui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang


Keimigrasian telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
untuk dibahas oleh lembaga legistlatif (DPR). Selanjutnya pada tanggal 5
Mei 2011, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang diundangkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5126.

b. Kelembagaan

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan tuntutan masyarakat Direktorat


Jenderal Imigrasi telah membuat langkah kebijakan:

1. Pembentukan kantor-kantor imigrasi di daerah,


2. Peningkatan kelas beberapa kantor imigrasi,
3. Pembentukan direktorat intelijen (2005),
4. Pembentukan rumah detensi imigrasi,
5. Penambahan tempat pemeriksaan imigrasi, dan
6. Pemambahan atase/konsul imigrasi pada perwakilan RI
7. Pembentukan Unit Kerja Keimigrasian dan Unit Pelayanan Paspor

Adapun jumlah kelembagaan imigrasi yang tersebar di daerah dan di luar


negeri sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut:

1. 125 kantor imigrasi, yang terdiri dari terdiri dari :

1) Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI:


2) Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI
3) Kantor Imigrasi Kelas I TPI :
4) Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI
5) Kantor imigrasi kelas II TPI :
6) Kanor Imigrasi Kelas II Non TPI
7) Kantor imigrasi kelas III TPI :
8) Kantor Imigrasi Kelas III Non TPI

2. Rumah Detensi Imigrasi Pusat


3. Rumah Detensi Imigrasi
4. Pelayanan Imigrasi di Perwakilan di Luar Negeri
c. Ketatalaksanaan

Hasil-hasil yang telah dicapai di bidang ketatalaksanaan sampai tahun


2003 adalah:

1. Pengolahan data kedatangan dan keberangkatan WNI/WNA di


Direktorat Jenderal Imigrasi telah terekam yang dikirim dari tempat
pemeriksaan imigrasi dengan sistem inteligent character recognation
(ICR),
2. Perekaman dan penyimpanan data keimigrasian melalui electronic
filing system,
3. Penyusunan pola umum kriteria klasifikasi kantor imigrasi,
4. Perencanaan SIMKIM, standarisasi pola umum bangunan UPT imigrasi
dan standarisasi pelayanan imigrasi.

d. Sumber Daya Manusia

Pada era globalisasi ini diperkirakan pelanggaran keimigrasian akan


meningkat dan lebih canggih sebagai ekses meningkatnya jumlah dan
frekuensi lalulintas orang antarnegara. Keberadaan dan kegiatan orang asing
di wilayah Indonesia akan semakin meningkat. Untuk itu Direktorat Jenderal
Imigrasi memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas,
profesional, memiliki etos kerja yang baik, berdedikasi tinggi dan bermoral.
Untuk memenuhi kebutuhan SDM telah dikembangkan jabatan fungsional
sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara yaitu dengan membentuk Jabatan Fungsional Pemeriksa dan
Jabatan Fungsional Analis Keimigrasian.

Implementasi kebijakan pengembangan SDM yang bersinergi dengan


penataan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan, antara lain dilakukan
kerjasama dengan Badan Pengembangaan SDM Hukum dan Ham, untuk
penyelenggaraan:

1) Politeknik Imigasi sebagai perubahan dari Akademi Imigrasi


2) Pelatihan Teknis Keimigrasian, baik structural maupun fungsional
3) Pelatihan Penjenjangan.

Selain itu program pendidikan luar negeri bagi pejabat/pegawai imigrasi mulai
dilaksanakan yang bersifat akademis yaitu tingkat Strata S-2
(Magister/Master) dan Strata S-3 (Doktoral/PhD), maupun shortcourse (diklat
singkat), antara lain di Negara Australia, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan.
Untuk dalam negeri juga telah dikembangkan program pendidikan beasiswa
bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri.

e. Sarana dan Prasarana

Program pengembangan sarana dan prasarana yang difokuskan oleh


Direktorat Jenderal Imigrasi antara lain:

(1) Pembangunan fisik gedung kantor-kantor Imigrasi di daerah,

(2) Pembangunan fisik rumah detensi imigrasi,

(3) Peningkatan fasilitas pos lintas batas di daerah-daerah perbatasan


antarnegara,

(4) Pengadaan fasilitas visa on arrival/visa kunjungan saat kedatangan di


beberapa bandara internasional,

(5) Pengadaan full inteligent character recognation (ICR) di beberapa unit


pelaksana teknis yang membawahi tempat pemeriksaan imigrasi (TPI),

(6) Pengadaan electronic filing system di Direktorat Jenderal Imigrasi,

(7) Perencanaan pembangunan sistem informasi manajemen keimigrasian


(SIMKIM),

(8) Pembangunan laboratorium forensik di Direktorat Jenderal Imigrasi,

(9) Pengadaan alat EDISON untuk mengetahui spesifikasi paspor kebangsaan


seluruh negara,

(10) Pengadaan alat untuk mendeteksi dokumen palsu,


(11) Rencana pembangunan border management information
system dan alert system bekerja sama dengan Department of Imigration and
Multi Cultural and Indigeneous Affairs (DIMIA) dan International Organization
for Migration (IOM).

f. Pengaturan Keimigrasian

Pada era reformasi hingga sekarangan Direktorat Jenderal Imigrasi telah


melakukan beberapa pengaturan mengenai masalah keimigrasian antara lain:

1) Pengaturan bebas visa secara resiprokal, dan pengaturan visa on


arrival (VOA),
2) Pengaturan visa khusus bagi turis lanjut usia (Lansia),
3) Pengaturan fasiltas APEC business travel card (ABTC),
4) Koordinasi pengawasan, orang asing,
5) visa stiker,
6) clearence house (CH),
7) Penanganan illegal imigran
8) Sistem pelayanan paspor (antrian, on-line, pelayanan paspor terpadu dll)
9) On-line Single Submission (OSS)

IV. Struktur, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi Direktorat


Jenderal Imigrasi.

Sejalan dengan perkembangannya Struktur dan nomenklatur Direktorat


Jenderal Imigrasi telah mengalami perubahan seiring dengan tuntutan tugas
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Struktur dan nomenklatur sampai
saat ini sebagaimana ditetapkan melalui Keputusan Menteri Hukum dan Ham
Nomor : 29 Tahun 2015. Sesuai susunan organisasi tersebut jabatan structural
yang ada terdiri : 1 (satu) eselon I. 7(tujuh) eselon II, 28 (dua puluh delapan)
eselon III dan 88 (delapan puluh delapan) eselon IV.

Berikut bagan struktur organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi berdasarkan


Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI, Nomor : 29 Tahun 2015 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Ham RI. (turunannya
dapat dilihat di Peraturan Menteri dimaksud) :

a. Kedudukan Direktorat Jenderal Imigrasi

1. Direktorat Jenderal Imigrasi berada di bawah dan bertanggung jawab


kepada Menteri.

2. Direktorat Jenderal Imigrasi dipimpin oleh Direktur Jenderal.

b. Tugas Direktorat Jenderal Imigrasi

Direktorat Jenderal Imigrasi mempunyai tugas menyelenggarakan


perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang keimigrasian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Fungsi Direktorat Jenderal Imigrasi

1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548,


Direktorat Jenderal Imigrasi menyelenggarakan fungsi:
2. perumusan kebijakan di bidang penegakan hukum dan keamanan
keimigrasian, pelayanan dan fasilitas keimigrasian, perlintasan negara
dan kerja sama luar negeri keimigrasian, dan teknologi informasi
keimigrasian;

3. pelaksanaan kebijakan di bidang penegakan hukum dan keamanan


keimigrasian, pelayanan dan fasilitas keimigrasian, perlintasan negara
dan kerja sama luar negeri keimigrasian, dan teknologi informasi
keimigrasian;

4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penegakan hukum


dan keamanan keimigrasian, pelayanan dan fasilitas keimigrasian,
perlintasan negara dan kerja sama luar negeri keimigrasian, dan
teknologi informasi keimigrasian;

5. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang


penegakan hukum dan keamanan keimigrasian, pelayanan dan fasilitas
keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri
keimigrasian, dan teknologi informasi keimigrasian;

6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Imigrasi; dan

7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

d. Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi

Direktorat Jenderal Imigrasi terdiri atas:

1. Sekretariat Direktorat Jenderal;

2. Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian;

3. Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian;

4. Direktorat Intelijen Keimigrasian;

5. Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian;

6. Direktorat Kerja Sama Keimigrasian; dan


7. Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian.

Sekretariat Direktorat Jenderal

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan


pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di
lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi dan satuan kerja di bawahnya.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Sekretariat


Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:

1. koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran;

2. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan bidang


keimigrasian;

3. fasilitasi pelaksanaan penataan kelembagaan dan tata laksana;

4. pembinaan dan pengelolaan urusan kepegawaian;

5. pembinaan dan pengelolaan urusan keuangan;

6. pembinaan dan pengelolaan urusan barang milik negara pada


Direktorat Jenderal Imigrasi dan satuan kerja di bawahnya;

7. fasilitasi pelaksanaan reformasi birokrasi, evaluasi dan penyusunan


laporan Direktorat Jenderal Imigrasi; dan

8. pelaksanaan urusan hubungan masyarakat dan umum pada Direktorat


Jenderal Imigrasi.

Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas:

1. Bagian Program dan Pelaporan;

2. Bagian Kepegawaian;

3. Bagian Keuangan;
4. Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara dan Layanan Pengadaan

5. Bagian Hubungan Masyarakat dan Umum; dan

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian

Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian mempunyai tugas melaksanakan


penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis
dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
pelayanan dokumen perjalanan, visa dan tempat pemeriksaan imigrasi sesuai
dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Imigrasi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Lalu


Lintas Keimigrasian menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan perumusan kebijakan dan koordinasi di bidang verifikasi


dokumen perjalanan, pengelolaan dan analisis dokumen perjalanan, visa
dan tempat pemeriksaan imigrasi;

2. penyiapan penyusunan standardisasi teknis dokumen perjalanan, visa


dan tempat pemeriksaan imigrasi;

3. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang verifikasi dokumen


perjalanan, pengelolaan dan analisis dokumen perjalanan, dan tempat
pemeriksaan imigrasi serta pelayanan visa;

4. pelaksanaan kebijakan di bidang verifikasi dokumen perjalanan,


pengelolaan dan analisis dokumen perjalanan, visa dan tempat
pemeriksaan imigrasi;

5. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang verifikasi dokumen


perjalanan, pengelolaan dan analisis dokumen perjalanan, visa dan
tempat pemeriksaan imigrasi;dan

6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga, serta evaluasi dan
penyusunan laporan Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian.

Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian terdiri atas:

1. Subdirektorat Verifikasi Dokumen Perjalanan;

2. Subdirektorat Pengelolaan dan Analisis Dokumen Perjalanan;

3. Subdirektorat Visa;

4. Subdirektorat Tempat Pemeriksaan Imigrasi;

5. Subbagian Tata Usaha; dan

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian

Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian mempunyai tugas melaksanakan


penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis
dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang izin
tinggal keimigrasian sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Imigrasi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Direktorat Izin


Tinggal Keimigrasian menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang izin tinggal, alih status


izin tinggal, serta status keimigrasian dan kewarganegaraan;

2. penyiapan penyusunan standardisasi di bidang izin tinggal, alih status izin


tinggal, serta status keimigrasian dan kewarganegaraan;

3. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang izin tinggal, alih


status izin tinggal, serta status keimigrasian dan kewarganegaraan;

4. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang izin tinggal, alih status izin tinggal,
serta status keimigrasian dan kewarganegaraan;

5. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang izin tinggal, alih status izin
tinggal, serta status keimigrasian dan kewarganegaraan; dan

6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga, serta evaluasi dan
penyusunan laporan Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian.

Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian terdiri atas:

1. Subdirektorat Izin Tinggal;

2. Subdirektorat Alih Status Izin Tinggal;

3. Subdirektorat Status Keimigrasian dan Kewarganegaraan; dan

4. Subbagian Tata Usaha; dan

5. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Intelijen Keimigrasian

Direktorat Intelijen Keimigrasian mempunyai tugas melaksanakan


penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis
dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
intelijen keimigrasian sesuai kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Imigrasi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Intelijen


Keimigrasian menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang Intelijen Keimigrasian;

2. penyiapan penyusunan standardisasi di bidang Intelijen Keimigrasian;

3. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang Intelijen


Keimigrasian;
4. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang Intelijen Keimigrasian;

5. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang Intelijen Keimigrasian;dan

6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga, serta evaluasi dan
penyusunan laporan Direktorat Intelijen Keimigrasian.

Direktorat Intelijen Keimigrasian terdiri atas:

1. Subdirektorat Penyelidikan dan Operasi Intelijen Keimigrasian;

2. Subdirektorat Pengamanan Keimigrasian;

3. Subdirektorat Produksi Intelijen Keimigrasian;

4. Subdirektorat Kerja Sama Intelijen dan Bimbingan Jaringan;

5. Subbagian Tata Usaha; dan

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian

Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian mempunyai tugas


melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian
bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di bidang pengawasan, penyidikan, dan pemberian tindakan
administratif keimigrasian, serta kepatuhan internal keimigrasian sesuai dengan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Imigrasi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat


Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang pengawasan,


penyidikan, dan pemberian Tindakan Administratif Keimigrasian, serta
Kepatuhan Internal Keimigrasian;
2. penyiapan penyusunan standardisasi di bidang pengawasan, penyidikan,
dan pemberian Tindakan Administratif Keimigrasian, serta Kepatuhan
Internal Keimigrasian;

3. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan,


penyidikan, dan pemberian Tindakan Administratif Keimigrasian, serta
Kepatuhan Internal Keimigrasian;

4. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan, penyidikan, dan


pemberian Tindakan Administratif Keimigrasian, serta Kepatuhan Internal
Keimigrasian;

5. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan, penyidikan,


dan pemberian Tindakan Administratif Keimigrasian, serta Kepatuhan
Internal Keimigrasian; dan

6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga, serta evaluasi dan
penyusunan laporan Direktorat Pengawasan dan Penindakan
Keimigrasian.

Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terdiri atas:

1. Subdirektorat Pengawasan Keimigrasian;

2. Subdirektorat Penyidikan Keimigrasian;

3. Subdirektorat Pencegahan dan Penangkalan;

4. Subdirektorat Detensi Imigrasi dan Deportasi;

5. Subbagian Tata Usaha; dan

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Kerja Sama Keimigrasian

Direktorat Kerja Sama Keimigrasian mempunyai tugas melaksanakan


penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi serta evaluasi di bidang kerja sama keimigrasian
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Imigrasi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Kerja


Sama Keimigrasian mempunyai fungsi:

1. penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang Kerja Sama


Keimigrasian;

2. penyiapan penyusunan standardisasi di bidang Kerja Sama Keimigrasian;

3. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kerja sama


antarlembaga pemerintah dan lembaga nonpemerintah, kerja sama
organisasi internasional, kerja sama antarnegara, serta kerja sama
perwakilan asing dan bina perwakilan Republik Indonesia;

4. koordinasi dan pelaksanaan kerja sama di bidang keimigrasian


antarlembaga pemerintah dan lembaga nonpemerintah, kerja sama
organisasi internasional, kerja sama antarnegara, serta kerja sama
perwakilan asing dan bina perwakilan Republik Indonesia;

5. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang Kerja Sama


Keimigrasian;dan

6. pelaksanaan urusan tata usaha serta evaluasi dan penyusunan laporan


Direktorat Kerja Sama Keimigrasian.

Direktorat Kerja Sama Keimigrasian terdiri atas:

1. Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian Antarlembaga;

2. Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian Dengan Organisasi Internasional;

3. Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian Antarnegara;

4. Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian Perwakilan Asing dan Bina


Perwakilan Republik Indonesia;

5. Subbagian Tata Usaha;dan

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian

Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian mempunyai tugas


melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian
bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di bidang sistem dan teknologi informasi keimigrasian sesuai dengan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Imigrasi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Sistem


dan Teknologi Informasi Keimigrasian menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang sistem dan teknologi


informasi keimigrasian;

2. perencanaan dan pengembangan sistem dan teknologi informasi


keimigrasian;

3. penyusunan standardisasi di bidang sistem dan teknologi informasi


keimigrasian;

4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang sistem dan


teknologi informasi keimigrasian;

5. pelaksanaan pemeliharaan dan pengamanan sistem dan teknologi


informasi keimigrasian;

6. pelaksanaan kerja sama dan pemanfaatan teknologi informasi


keimigrasian;

7. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang sistem dan teknologi


informasi keimigrasian; dan
8. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga, serta evaluasi dan
penyusunan laporan di lingkungan Direktorat Sistem dan Teknologi
Informasi Keimigrasian.

Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian terdiri atas:

1. Subdirektorat Perencanaan dan Pengembangan;

2. Subdirektorat Pemeliharaan dan Pengamanan;

3. Subdirektorat Kerja Sama dan Pemanfaatan Teknologi Informasi


Keimigrasian;

4. Subdirektorat Pengelolaan Data dan Pelaporan;

5. Subbagian Tata Usaha; dan

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

V. Penutup

Sesuai dengan Kedudukann, tugas dan fungsinya Direktorat Jenderal Imigrasi


memiliki peran strategis dalam rangka menjabarkan kebijakan Menteri Hukum
dan HAM, di bidang keimigrasian kepada seluruh Jajaran ditingkat Pusat,
Wilayah maupun Daerah .
Akhirnya kami menyampaikan selamat belajar dalam rangka
memahami bahan ajar Muatan Teknis Substansi Lembaga (MTSL) Direktorat
Jenderal Imigrasi dengan seksama, sehingga akan memperoleh hasil yang
memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai