PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Henti jantung masih merupakan masalah kessehatan dunia dan menyebabkan kematian di
banyak bagian didunia. Henti jantung terjadi didalam dan diluar rumah sakit. Di Amerika serikat
dan Kanada diperkirakan sekitar 350.000 orang/tahun terkena henti jantung dan mendapat resusitasi .
Perkiraan ini tidak termasuk pasien yang tidak diresusitasi. Sementara itu resusitasi tidak selalu
tepat. Ada banyak nyawa yang hilang akibat resusitasi yang tidak tepat.
Diperkirakan sekitar 50-55/100.000 penduduk di AS dan Kanada terkena henti jantung,
sekitar 25% terkena ventrikel aritmia. Sedangkan kejadian di rumah sakit diperkirakan sekitar
5-6/1000 orang/tahun dan sekitar 25% nya terkena ventrikel aritmia. Korban henti jantung
dengan ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi prognosisnya lebih baik dibandingkan pasien
asistole.
II.
Definisi
American Heart Association mengeluarkan pedoman baru hidup dasar dewasa. Dalam bantuan
hidup dasar ini, terdapat beberapa perubahan sangat mendasar dan berbeda dengan panduan
bantuan hidup dasar yang telah dikenal sebelumnya seperti :
1. Pengenalan kondisi henti jantung mendadak segera berdasarkan penilaian respon pasien
dan tidak adanya nafas.
2. Perintah Look, Listen, Feel dihilangkan dari algoritma bantuan hidup dasar.
3. Penekanan bantuan kompresi dada yang kontinu dalam melakukan resusitasi jantung paru
oleh tenaga yang tidak terlatih.
4. Perubahan urutan pertolongan bantuan hidup dasar dengan mendahulukan kompresi
sebelum melakukan pertolongan bantuan nafas (CAB dibandingkan dengan ABC).
5. Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif dilakukan sampai didapatkan kembalinya
sirkulasi spontan atau penghentian upaya resusitasi.
6. Peningkatan fokus metode untuk meningkatkan kualitas RJP yang baik.
Komponen yang harus dikuasai sebelum melakukan bantuan hidup jantung dasar adalah
pengetahuan untuk menilai keadaan pasien, tehnik penilaian pernafasan yang baik serta
pemberian ventilasi buatan yang baik dan benar, dilanjutkan dengan tehnik kompresi dada yang
baik serta kompresi yang ade kuat, serta penggunaan automated external defibrillator jika
memang tersedia, selain komponen pengetahuan serta tehnik yang sudah disebutkan diatas, para
penolong pertama yang melakukan bantuan hidup jantung dasar, juga harus menguasai tehnik
mengeluarkan obstruksi jalan nafas karena sumbatan benda asing.
III.
Tujuan
1. Memberikan bantuan sirkulasi dan pernafasan yang adekuat sampai keadaan henti
jantung teratasi atau sampai pasien dinyatakan meninggal.
2. Untuk tata laksana pelayanan resusitasi yang seragam di seluruh rumah sakit yang
dirahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan
ini
diterapkan
dalam
melakukan
pelayanan
kegawatdaruratan,
kita
memperhatikan dua komponen utama, yaitu komponen bantuan hidup jantung dasar serta
komponen bantuan hidup jantung lanjut sebagai pelengkap jika bantuan hidup jantung dasar
berhasil dilakukan.
Pelaksana panduan ini adalah Dokter, Perawat, dan tenaga kesehatan yang memberikan
asuhan pasien
BAB III
TATA LAKSANA
tubuh mengubah sistem metabolisme dari aerobik dengan hasil samping adalah asam
laktat. Jika proses tersebut terjadi dalam jumlah besar, akan terjadi asidodis metabolik.
Sebaliknya, jika jika sistem respirasi mengalami kegagalan maka pengeluaran
karbondioksida dari dalam tubuh akan mengalami gangguan. Keadaan tersebut akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan gas karbondioksida (hiperkarbia) sehingga darah
menjadi asam yang disebut asidosis respiratorik. Dalam keadaan normal, kadar oksigen
dan karbondioksida dalam darah mengalami keseimbangan yang diatur oleh pusat
pernafasan diotak. Karbondioksida juga berfungsi sebagai stimulasi primer pengaturan
kecepatan dan kedalaman pernafasan.
b. Henti nafas serta gangguan sistem respirasi
Konsukuensi gangguan sistem respirasi adalah gangguan disttribusi oksigen yang
adekuat keseluruh tubuh. Sebagai contoh, bila pasien mengalami henti nafas, maka
diperlukan ventilasi bantuan dengan tekana positif dari mulut kemulut, mulut kesungkup
atau bag mask ventilation. Ventilasi dengan menggunakan tekanan positif dan suplemen
oksigen untuk membantu supaya asupan oksigen ketubuh tetap adekuat.
c. Henti nafas sentral
Pusat pernafasan diotak dipengaruhi oleh aliran darah serta kadar oksigen dan
karbondioksida dalam tubuh. Keadaan tertentu seperti henti jantung, syok atau stroke
menyebabkan gangguan aliran darah keotak. Pernafasan akan berhenti beberapa detik
setelah terjadi henti jantung. Penurunan suplai oksigen serta gangguan pengeluaran
oksigen dari tubuh yang disebabkan oleh sumbatan dijalan nafas atau gangguan otot-otot
rangka pernafasan juga menyebabkan henti nafas.
d. Sumbatan jalan nafas
Sumbatan jalan nafas adalah tertutupnya jalan nafas yang umumnya disebabkan olehh
benda asing yang menutupi jalan nafas atau jatuhnya lidah dan epiglotis saat penderita
teertidur atau tidak sadarkan diri. Menurut data statistik di Amerika Serikat, kematian
akibat sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat jarang terjadi (1,2 per 100.000
kematian) namun penanggulangan kasus-kasus sumbatan jalan nafas karena benda asing
perlu diketahui oleh masyarakat untuk keamanan dirumah, restoran atau tempat-tampat
umum yang lain.
2. Sistem kardiovaskular
a. Anatomi sistem kardiovaskular
Sistem kardiovaskular meliputi jantung, arteri, vena dan kapiler. Jantung sebagai
pompa darah keseluruh tubuh pada orang dewasa memiliki ukuran tidak lebih dari
sekepal tangan laki-laki dewasa. Jantung berada dipusat rongga dada, berada diatas
diafragma dikelilingi oleh paru kiri dan kanan serta terlindungi oleh tulang sternum.
Jantung memiliki bewberapa ruang-ruang yang saling berhubungan dibungkus oleh
selaput yang kuat yang disebut pericardium. Dinding ruang tersebut terdiri dari otot
jantung yang dikenal dengan miokard. Perikardium terbagi 2 menjadi pericardium
parietal dan visceral. Kedua pericardium tersebut membentuk rongga yang berisi cairan
pelumas (cairan pericardium) untuk mengurangi gesekan yang terjadi akibat pergerakan
jantung. Ruang-ruang jantung tebagi menjadi 4 bagian : dua ruang atrium dan dua ruang
ventrikel. Bagian kanan jantung menerima darah yang mengandung banyak
karbondioksida dari seluruh tubuh yang akan dibawa keparu untuk pertukaran gas di
alveoli.
Setelah terjadi pertukaran, darah akan kembali kejantung bagian kiri melalui vena
pulmonalis menuju atrium kiri lanjut ke ventrikel kiri sebelum dipompakan keseluruh
tubuh. Katup-katup jantung membatasui ruang-ruang atrium dengan ventrikel dan
ventrikel dengan pembuluh darah besar seperti aorta dan arteri pulmonalis. Katup ini
berguana untuk mempertahankan supaya aliran darah tetap menuju distal dan tidak
kembali ke proksimal. Transportasi darah menuju ruang-ruang jantung menggunakan
kontraktilitas otot jantung, baik di atrium maupun di ventrikel. Untuk memenuhi
kebutuhan metabolismenya, otot jantung mendapat perdarahan dari arteri koroner kanan
dan arteri koroner kiri.
b. Fisiologi jantung
Jantung berfungsi untuk memompa darah ke paru serta keseluruh tubuh. Pembuluh
darah arteri dan vena berperan sebagai pipa penyaluran darah dari jantung. Pertukaran
gas karbondioksida serta oksigen dalam darah terjadi alveoli dengan perantaran
pembuluh darah kapiler. Untuk pernafasan tingkat sel, pertukaran gas karbondioksida
serta oksigen terjadi pad amitokondria secara terus menerus yang diteruskan kedalam
darah sebelum terjadi pertukaran di alveolus. Jantung itu memiliki fungsi sebagai pompa
ganda. Pompa pertama jantung yaitu jantung bagian kanan, menerima darah yang
memiliki kandungan karbondioksida yang lebih banyak dari seluruh tubuh. Kemudian
darah tersebut dipompakan melalui ventrikel kanan menuju paru-paru untuk melakukan
pertukaran gas secara difusi dialveolus, setelah dari alveolus, darah yang memiliki
kandungan oksigen yang lebih banyak dibawa kembali menuju jantung melalui vena
pulmonalis menuju atrium kiri, masuk ke ventrikel kiri selanjutnya dipompakan
keseluruh tubuh dan arteri koroner.
Jantung dewasa dalam keadaan istirahat berdenyut antara 60-100 kali permenit.
Dalam tiap denyutnya jantung memompakan sekitar 70 cc perkali, sehingga satu
menitnjya darah yang dipompakan jantung adalah sekitar 5 liter darah permenit. Bila
melakukan latihan, jantung bisa memompakan darah sampai 37 liter permenit. Total
volume darah individu dengan berat sekitar 70 kg adalah 6 liter. Darah dipompakan
keluar dari jantung melalui kontraksi miokardium yang diawali dengan cetusan listrik
secara alami
dihantarkan menuju serabut purkinje melalui berkas his sebelum menggerakkan otot
miokardium untuk memompakan darah keluar jantung. Proses kontraksi in terjadi secara
bersamaan dan berulang secara terus menerus ketika otot jantung telah siap untuk
melakukan kontraksi kembali. Frekuensi denyut jantung dapat dipengaruhi oleh latihan
rutin, rangsangan sistem saraf dari otak, zat-zat hormonal dalam darah atau obat-obatan
yang bersifat merangsang atau menghambat sistem pacu jantung dan hantaran listrik
jantung.
3.
Sistem serebrovaskular
a. Anatomi sistem serebrovaskular
Susunan sistem saraf pusat terdiri dari otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum),
batang otak dan susunan saraf spinal. Bagian otak yang memilikinperanan besar dalam
system saraf adalah serebrum yang mengendalikan hampir sebagian besar kegiatan
sensorik dan motorik tubuh yang terjadi. Serebrum terbagi menjadi dua hemisfer (bagian
besar) yang dikenal dengan hemisfer kiri dan kanan, dari tiap hemisfer akan dibagi
menjadi beberapa lobus yaitu lobus anterior, medius, parietal, temporal dan oksipital.
Masing-masing hemisfer mengatur dan mengontrol bagian yang berbeda dari tubuh.
Secara garis besar, hemisfer kiri mengendalikan tubuh sebelah kanan dan hemisfer kanan
mengendalikan tubuh sebelah kiri. Batang otak yang terletak diantara otak besar dan
susunan saraf spinal memiliki beberapa jaras (traktus) yang menghubungkan antara otak
besar, otak kecil dan saraf spinal. Keistimewaan batang otang adalah merupakan pusat
pengendali saraf otonom (saraf yang berdiri sendiri)) contohnya adalah pusat pernafasann
(respirasi) dan peredaran darah (sirkulasi).
b. Sirkulasi pada otak
Otak merupakan bagian tubuh yang paling banyak memerluka noksigen untuk
aktifitasnya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan suplai darah kaya
oksigen secara konstan. Apabila terjadi gangguan aliran darah menuju otak, atau bahkan
jika berhenti total, maka bisa terjadi kerusakan jaringan otak yang mungkinbisa
menimbulkan kematian. Pembuluh darah yang memperdarahi otak terbagi menjadi dua.
Pertama arteri kaotis kiri dan kanan yang memperdarahi 80% sedangkan 20% diperdarahi
oleh arteri vertebralis kiri dan kanan. Kedua arteri ini bertemu membentuk lingkaran
yang disebut arteri Sirkulus Willisi yang membuat seluruh bagian otak tersuplai dengan
darah.
c. Patofisiologi otak
Kerusakan jaringan otak menyebabkan penurunan fungsi bagian yang terkena,
sebaliknya bagian otak yang tidak mengalami kerusakan akan tetap berfungsi secara
normal. Keadaan metabolisme yang terganggu seperti henti jantung akan mempengaruhi
sel-sel otak. Penderita akan mungkin kehilangan kesadaran, tidak merasakan rangsangan
atau nyeri, tidak dapat bergerak dan kehilangan control terhadap pernafasan. Saat terjadi
henti jantung, semua sel tubuh akan terpengaruh, demikian juga sel-sel otak.
4.
II.
1. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivitas sistem gawat darurat segera (Early
2.
3.
4.
5.
Access)
Resusitasi jantung paru segera (Early CPR)
Defibrilasi segera (Early Defibrillation)
Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif (Effective ACLS)
Penanganan pasca henti jantung yang terintegrasi (Integrated Post Cardiac Arrest Care)
Penelitian secara klinis dan epidemiologis, membuktikan bahwa ketika rantai kalangsungan
hidup dilaksanakan secara efektif, maka peluang penderita yang mengalami fibrilasi ventrikel
yang disaksikan diluar rumah sakit untuk terselamatkan bisa sampai 50%. Namun pelaksanaan
system pelayanan gawat darurat segera bagi pasien tidak sadarkan diri baik dilluar maupun
didalam rumah sakit sangat bergantung kepada kecepatan pelaksanaan rantai kelangsungan hidup
yang saling terkait satu dengan yang lainnya secara benar. Bila salah satu komponen tidak
dilakukan secara benar, maka peluang keberhasilan untuk menyelamatkan pasien mengalami
penurunan.
1. Rantai pertama pengenalan kejadian henti jantung dan aktivitas sistim gawat darurat.
Pengenalan tanda-tanda kegawatan secara dini, seperti keluhan nyeri dada atau
kesulitan bernafas yang menyebabkan penderita mencari pertolongan atau penolong
menghubungi layanan gawat darurat memegang peranan awal yang penting dalam rantai
ini. Apabila ditemukan kejadian henti jantung, maka lakukan hal sebagai berikut :
a. Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke system gawat darurat
b. Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan RJP pada orang dewasa
atau sekitar satu menit setelah memberikan pertolongan RJP pada bayi dan anak
c. Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantung
d. Identifikasi tanda henti jantung atau henti nafas
2. Rantai kedua resusitasi jantung paru segera
Kompresi dada dilakukan jika penderita mengalami keadaan henti jantung dan henti
nafas. Kompresi dada sendiri dilakukan dengan melakukan tekanan dengan kekuatan
penuh serta berirama disetengah bagian bawah dari tulang dada. Tekanan ini dilakukan
untuk mengalirkan darah serta menghantarkan oksigen ke otak serta miokardium.
Pernafasan bantuan dilakukan setelah melakukan kompresi dada dengan cara
memberikan nafas dalam waktu satu detik serta mencukupi volume tidal dan diberikan 2
kali setelah dilakukan 30 kompresi. Untuk kasus trauma, tengggelam dan overdosis pada
dewasa dan anak, sebaiknya penolong melakukan bantuan RJP selama 1 menit sebelum
menghubungi sistem gawat darurat.
3. Rantai ketiga defibrilasi segera
serta pendidikan kepada masyarakat dan tampilan bantuan hidup dasar (Performance Of
BLS) pada berbagai situasi klinis.
III.Survei Primer Bantuan Hidup Dasar
1. Survei bantuan hidup dasar primer
Survey bantuan hidup dasar primer merupakan awal dari rangkaian sistematis
pertolongan yang dilakukan bagi penderita yang mengalami keadaan henti jantung mendadak
baik yang disaksikan atau tidak disaksikan. Jika penolong melakukan tindakan survey
bantuan hidup dasar primer secara benar dan efektif serta penderita didapatkan sudah
kembali ke keadaan sirkulasi spontan, maka tindakan survey bantuan hidup dasar ini,
awalnya dittunjukan untuk dilakukan tenaga kesehatan yang terlatih, kemudian diikuti oleh
tenaga non kesehatan sepeti petugas pemadam kebakaran atau polisi. Namun beberapa
decade belakangan ini, peranan serta animo masyarakat awam untuk mengetahui, mengerti
dan mampu melaksanakan survey bantuan hidup dasar primer semakin meningkat.
Survey bantuan hidup dsasar primer berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan
teknologi kedokteran. Berdasarkan panduan yang dikeluarkan American Heart Association
tahun 2010, bantuan hidup dasar lebih menitik beratkan pelaksanaan RJP dengan memompa
secara cepat dan kuat segera baik oleh penolong atau lebih dan dilanjutkan dengan pemberan
bantuan nafas dasar dan defibrilasi segera. Tujuan survey bantuan hidup dasar adalah
berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh
secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sitemik secara spontan atau
telah tiba bantuan
bantuan hidup dasar jantung lanjutan. Pelaksanana survey bantuan hidup dasar primer
sesegera dan seefektif mungkin memperbesar peluang keberhasilan untuk selamat serta
mengurangi gangguan neurologis yang terjadi.
Survey bantuan hidup dasar primer dilakukan baik untuk penderita yang mengalami henti
jantung mendadak atau tidak sadarkan diri yang kita saksikan atau datang kerumah sakit
yang sudah tidak sadarka diri. Pertama-tama yang harus kita lakukan adalah memeriksa
respon penderita dengan memanggil penderita sambil menepuk-nepuk pundak atau sambil
menggoangkan badan pasien yang bertujuan untuk mengetahui respon kesadaran penderita.
Setelah kita yakin penderita dalam keadaan tidak sadarkan diri maka kita meminta bantuan
orang lain untuk menghubungi ambulans atau sistem gawat darurat atau rumah sakit terdekat
untuk meminta pertolongan bantuan datang dengan tambahan tenaga serta peralatan medis
yang lebih lengkap. Jika melakukan pertolongan kita hanya seorang diri, setelah melakukan
pemeriksaan respon kesadaran, penolong segera menghubungi rumah sakit terdekat atau
ambulans dan melakukan pertolongan awal kompresi dada dengan cepat dan kuat dengan
frekuensi 30x dan diselingi dengan pemberian nafas bantuan 2x dalam satu detik setiap nafas
bantuan per 30x kompresi sampai bantuan datang.
Sistematis survey bantuan hidup dasar primer saat ini sekarang lebih dipermudah, yang
memungkinkan
orang yang
tidak
terlatihhidup
dapatdasar
melakukan
hidup
dasar primer
secara
Sebelum melakukan
survey
bantuan
primer,bantuan
kita harus
memastikan
bahwa
lingkungan
sekitar penderita
aman untuk
dengan kita
baik.
urutan sistematis
yang digunakan
saatmelakukan
in adalah pertolongan,
C-A-B. Perludilanjutkan
diingat sebelum
memeriksa
kemampuan
respon
penderita,
sambil bahwa
meminta
pertolongan
melakukan
bantuan
hidup dasar
kita harus
memastikan
langkah
yang kitauntuk
kerjakan
mengaktifkan sistim gawat darurart dan menyediakan AED.
adalah langkah yang tepat dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Setelah dilakukan
pemeriksaan (kesadaran, sirkulasi, pernafasan, perlu tidaknya defibrilasi), kita harus
menganalis secara cepat dan tepat sebelum melakukan tindakan yang diperlukan. Setiap
langkah yang akan dilakukan dimulai dari pemeriksaan, diikuti dengan tindakan, sebagai
contoh :
1. Pemeriksaan respon penderita untuk memastikan pasien dalam keadaan sadar atau tidak
sadar.
2. Pemeriksaan dan denyut nadi sebelum melakukan kompresi dada atau sebelum
melakukan penempelan sadapan AED.
3. Pemeriksaan analisis irama jantung sebelum malakukan tindakan kejut listrik pada
jantung (DC shock).
Tujuan utama melakukan resusitasi jantung paru RJP adalah untuk mempertahankan
kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan dan membatasi disabilitas tanpa
melupakan hak dan keputusan pribadi. Dalam pelaksanaannya, keputusan untuk melakukan
tindakan RJP sering kali hanya diambil dalam hitungan detik oleh penolong yang mungkin
tidak mengenal penderita yang mengalami henti jantung atau tidak mengerti dengan
permintaan yang lebih lanjut. Kita akan melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui
dan memahami hak penderita serta beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu
dilaksanakan seperti :
1. Henti jantung terjadi dalam sarana tatau fasilitas kesehatan , Pertolongan dapat dilakukan
bila :
a. Ada permintaan dari pasien atau keluarga inti yang berhak secara sah dan ditanda
tangani oleh pasien atau keluarga pasien.
b. Henti jantung terjadi pada penyakit stadium akhir yang telah mendapat pengobatan
secara optimal.
c. Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas dini, tinggi
sebagai contoh bayi sangat premature, anensefali atau kelainan kromosom seperti
trisomi 13.
2. Henti jantung yang terjadi diluar sarana atau fasilitas kesehatan
a. Tanda klinis kematian yang ireversibel seperti kaku mayat, lebam mayat, dekapitasi
atau tanda-tanda pembusukan.
b. Upaya RJP dengan resiko membahayakan penolong.
c. Penderita dengan trauma yang tdak bisa diselamatkan seperti hangus terbakar,
dekapitasi atau hemikorporektomi.
3. Kapan menghentikan RJP
Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RJP antara lain :
a. Penolong sudah melakukan bantuan hidup dasar dan lanjut secara optimal, antara lain
: RJP, defibrilasi pada pasien VF/VT tanpa nadi, pemberian vasopressin atau epinefrin
intravena, membuka jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi menggunakan bantuan jalan
nafas tingkat lanjut serta sudah melakukan semua pengobatan bantuan jalan nafas
tingkat lanjut serta sudah melakukan semua pengobatan irama sesuai dengan
pedoman yang ada.
b. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun atau
mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan sistem saraf pusat.
c. Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong.
d. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10
menit atau lebih.
peningkatan tekanan intratorakal serta penekan langsung pada dinding jantung. Komponen
yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :
a. Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi (minimal 100x/menit).
b. Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci(5 cm).
c. Bayi dan anak, kompresi dengan kedalaman minimal sepertiga diameter didinding
anterior posterior dada atau pada bayi 4 cm (1,5 inci) dan pada anak sekitar 5 cm (2
inci).
d. Berikan untuk kesempatan dada mengembang kembali secara sempurna setelah setiap
kompresi.
e. Usahakan seminimal mungkin melakukan intrupsi terhadap kompresi. Kompresiventilasi yang dianjurkan yaitu 30 : 2.
f. Hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan.
Ambil defibrilator
Mulai RJP
NB : kompresi dengan cepat
tersebut adalah menarik rahang tanpa melakukan ekstensi kepala (jaw thrust). Sedangkan
untuk penolong yang hanya mampu kompresi dada saja, belum didapatkan bukti ilmiah yang
cukup untuk melakukan teknik mempertahankan jalan nafas secara pasif seperti mengerjakan
hiperekstensi leher.
3.
pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertaankan oksigenasi yang adekuat dengan
tujuan skunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan oleh
American Heart Association mengenai bantuan hidup jantung dasar, penolong tidak perlu
melakukan observasi nafas spontan dengan look, listen and feel, karena langkah pelaksanaan
yang tidak konsisten dan menghabiskan terlalu banyak waktu. Hal yang perlu diperhatikan
dalam melakukan bantuan nafas antara lain :
a. Berikan nafas bantuan dalam waktu 1 detik.
b. Berikan nafas buatan sesuai dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat
dinding dada.
c. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali bangtuan
nafas setelah 30 kali kompresi.
d. Pada kondisi terdapat 2 penollong atau lebih, jika penolong berhasil memasukkan alat
bantuan nafas lanjut untuk mempertahankan jalan nafas seperti pipa endotrakeal,
combitube atau sungkup laring, maka bantuan nafas diberikan setiap 6-8 detik, ini
akan menghasilkan pernafsan dengan frekuensi 8-10 kali/menit.
e. Pasien dengan hambatan jalan nafas atau komplians paru yang memburuk,
memerlukan bantuan nafas dengan tekanan yang lebih tinggi untuk sampai
memperlihatkan dinding dada terangkat.
f. Pemberian bantuan nafas yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menimbulkan
distensi lambung beserta komplikasintya seperti regurgitasi dan aspirasi.
Tidak ada respon, tidak bernafas/tidak ada nafas normal (misal : hanya gasping)
Lanjutkan
RJPsegera
segera(selama
(selama
menit)
nilai
Berikan
1 nafas
Lanjutkan
RJP
22 menit)
nilai
Berikan
1
nafas
irama
setiap
2
menit
:
lanjutkan
pertolongan
Aktifkan
sistem
emergensi,
ambil
AED/defibrilator
tiap
5-6
detik
irama setiap 2 menit : lanjutkan pertolongan tiap
Beri 1 shock dan
datang atau korban
mulai
bergerak
5-6bergerak
detik
Beri 1 shocklanjutkan
dan lanjutkan
RJP
dan
Nilai dan
nadi Nilai
RJP segera
Ya mulai
datang atau korban
Nilai
irama
(irama
shockable
?)
Nilai
nadi
:2sistem
terdapat
siklus
nadi
30
kompresi
DEFENITIF
dan
dalam
2nafas
nafas
10
detik (misal
setiap
2 menit2 menit
nadigasping)
setiap
segera
Tidak
(selama
ada
2Mulai
menit)
tidak
bernafas/tidak
ada
normal
Aktifkan
emergensi,
ambil
AED/defibrilator
AED/defibrilator
tiba
Nilai
irama
(irama
shockable
Nilai
nadi
:Yarespon,
terdapat
Mulai
siklus
nadi
DEFENITIF
30
kompresi
dalam
dan
2 ?)
nafas
10
detik
(selama
menit)
Ya: hanya
Ya
Tida
Tidak
Tidak
Tida
AED/defibrilator
tiba
4. Defibrilasi
Tindakan defibrilasi sesegera mungkin memegang peranan kritis untuk keberhasilan
pertolongan penderita henti jantung mendadak berdasarkan alasan sebagai berikut :
a. Irama dasar jantung yang paling sering didapat pada kasus henti jantung mendadak
yang disaksikan diluar rumah sakit adalah fibrilasi ventrikel.
b. Terapi untuk fibrilasi ventrikel adalah defibrilasi.
c. Kemungkinan tindakan defibrilasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu.
d. Perubahan irama dari fibrilasi ventrikel menjadi asistol seiring dengan berjalannya
waktu.
Pelaksanaan defibrilasi bisa dilakukan dengan menggunakan defibrillator manual atau
menggunakan automated external defibrillator (AED). Pada penderita dewasa yang
mengalami fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel tanpa nadi, maka untuk terapi diberikan
energy kejutan sebesar 360 J untuk alat defibrillator monofasik 200 J untuk yang bifasik.
Pada anak, walaupun kejadian henti jantung mendadak sangat jarang, energy kejut listrik
diberikan dengan dosis 2-4 J/kg yang dapat diulang dengan dosis 4-10 J/kg atau tidak
melebihi energy yang dberikan kepada penderita dewasa. Pada kasus neonatus, pengguanana
defibrillator manual lebih dianjurkan.
Hal penting yang perlu diingat adalah penggunaan defibrillator untuk tindakan kejut
listrik tidak diindikasikan pada penderita dengan asistol atau pulsuless electrical activity
(PEA).
5. Protocol penggunaan Auotomated External Defibrillator
Detail penggunaan AED dipengaruhi oleh jenis alat dan merek. Tapi pada garis besarnya
adalah sebagai berikut :
a. Hidupkan AED (dengan menekan sakelar on atau beberapa alat dengan membuka
tutup AED).
b. Pasang bantalan elektroda pada dada penderita.
c. Jangan melakukan kontak langsung dengan penderita saat sedang dilakukan analisis
irama penderita oleh alat AED.
d. Tekan tombol shock setelah alat AED memerintahkan bahwa irama penderita adalah
irama yang memerlukan tindakan kejut listrik.
e. Setelah kejut listrik segera lakukan RJP. Setelah dilakukan 5 siklus RJP, dilakukan
pemeriksaan ulang irama menggunakan alat AED. Setelah dilakukan pemeriksaan
irama dan AED tidak menginstrusikan kejut listrik, maka dilakukan tindakan RJP
sebanyak 5 siklus
6. Protocol penggunaan alat kejut listrik konvensional (manual defibrillator)
a. Pada kasus henti jantung, RJP adalah tindakan yang mutlak dilakukan dan intrupsi
terhadap kompresi harus diminimalisirkan. Prinsip ini tetap berlaku pada penggunaan
difebrilator. Selama persiapan alat dan pengisisan energy listrik, korban tetap di RJP.
b. Tekan tombol power on atau putar kearah gambar EKG atau on untuk menyalakan
monitor.
c. Tempelkan kancing elektroda atau gunakan pedal defibrillator untuk melakukan
analisis secara cepat.
d. Lihat irama monitor, bila akan melakukan tindakan kejut listrik berikan gel di
defibrillator atau dada pasien agar tidak luka bakar yang berat serta memperbaiki
hantaran listrik sdari pedal ketubuh pasien.
e. Bila irama terlihat pada monitor adalah fibrilasi ventrikel/ventrikel takikardia tanpa
nadi, maka dilakukan pemberian kejut listrik dengan memilih energi sebesar 360 J
pada alat defibrillator monofasik atau 200 J pada alat bifasik. Setelah dilakukan
pengisian sxampai ke energi yang diinginkan, satu pedal diletakkan di apex jantung
dan yang lain diletakkan di strernum dengan disetrtai pemberian tekanan sebesar 12,5
kg saat ditempelkan kedinding dada. Listrik dialirkan dengan menekan tombol.
Discharge yang berada dikedua ganggang
f. Segera lakukan RJP selama 2 menit, setelah 2 menit lakukan evaluasi. Bila irama
yang terlihat dimonitor adalah irama yang harus diberikan kejut listrik yaitu VT tanpa
nadi atau VF, maka dilakukan kejut listrik kembali. Bila irama yang terlihat adalah
PEA atau asistol , maka dilakukan pemberian RJP sebanyak 2 menit/5 siklus,
selanjutnya penatalaksanaan dikerjakan sesuai dengan algoritma PEA/asistol
Ringkasan Umum Bantuan Hidup Dasar
Komponen
Pengenalan awal
Urutan BHD
Frekuensi kompresi
Kedalaman kompresi
Rekomendasi
Anak
Bayi
Tidak sadarkan diri
Tidak ada nafas atau bernafas Tidak bernafas atau gasping
Dewasa
diameter
anterior diameter
anterior
posterior
dinding posterior
dinding
2 menit
Interupsi kompresi seminimal mungkin. Interupsi terhadap
Kompresi
Ventilasi
jaw thrust)
30:2 (1 atau 2 30:2 (1 penolong)
30:2 (1 penolong)
15:2 (2 penolong)
15:2 (2 penolong)
penolong)
Jika penolong tidak terlatih, kompresi saja
Pada penolong terlatih tanpa alat bantu jalan nafas lanjutan
berikan 2 kali nafas buatan setelah 30 kompresi.
Bila terpasang alat bantu jalan nafas lanjutan berikan nafas
Defibrilasi
kejut listrik
Lanjutkan RJP diawali dengan kompresi segera setelah kejut
listrik
(otot
dinding
dada,
diafragma
dan
otot
inteercostal)
untuk
a) Miastenia gravis
b) Sindroma guillan barre
c) Multiple sklerosis
d) Poliomyelitis
e) Kiposkoliosis
f) Muscular distrofi
g) Penyakit motor neuron
2. Penyebab henti jantung
Henti jantung dapat disebabkan karena primer atau skunder jantung :
a. Gagal jantung
b. Tamponade jantung
c. Miokarditis
d. Kardiomiopati hipertrofi
e. Fibrilasi ventrikel yang mungkin disebabkan oleh iskemia miokard, infark miokard,
tersengat listrik, gangguan elektrolit atau karena konsumsi obat-obatan.
3. Indikasi bantuan hidup dasar
a. Henti jantung
b. Henti nafas
c. Tidak sadarkan diri
2. Penatalaksanaan bantuan hidup dasar
Urutan sekuens pelaksanaan bantuan hidup dasar yang benar akan memperbaiki tingkat
keberhasilan. Berdasarkan panduan bantuan hidup dasar terbaru yang dikeluarkan oleh
American Heart Association dan European Society Resuscitation, pelaksanaan bantuan hidup
dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan
diteruskan dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (Circulation-AirwayBreathing-Defibrillator).
3. Penilaian respon
Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk
melakukan petolongan. Penilaian respon dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dan
menggoyang-goyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.
Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respon penderita :
1. Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respon yang diberikan , maka
usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau
usahakan pasien diposisikan kedalam posisi mantap, sambil terus melakukan
pemantauan terhadap tanda-tanda vital penderita tersebut secara terus menerus sampai
bantuan datang.
2. Bila penderita tidak memberikan respon serta tidak bernafas tidak normal maka
penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung, maka langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat darurat.
4. Pengaktifan sistem layanan gawat darurat
Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan respon dari
penderita, sambil melanjutkan bantuan hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat
untuk menelpon system layanan gawat darurat. Bila tidak ada orang lain didekat penolong
untuk membantu, maka sebaliknya penolong menelepon sistem layanan gawat darurat. Saat
melaksanakan percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan
lokasi pasien, kondisi pasien serta bantuan yang sudah diberikan kepada pasien.
5. Kompresi jantung
Kompresi jantung merupakan tindakan yang dilakukan untuk menciptakan aliran darah
melalui peningkatan tekanan intracranial untuk menekan jantung secara tidak langsung.
Dilakukan dengan menekan secara kuat dan berirama dibagian setengah bawah sternum.
Tekanan tersebut diharapkan menciptakan aliran darah serta menghantarkan oksigen terutama
untuk otot miokardium serta otot.
Sebelum melakukan kompresi pada penderita, penolong harus melakukan pemeriksaan
awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan nadi saat akan dilakukan
pertolongan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan perabaan denyutan arteri karotis
dalam waktu maksimal 10 detik. Melakukan pemerksaan denyut nadi bukan hal yang mudah
untuk dilakukan bahkan tenaga kesehatan yang menolong mungkin memerlukan waktu yang
agak panjang untuk memeriksa denyut nadi, sehingga :
1. Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan
langsung mengasumsikan tejadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak tidak
sadarkan diri atau penderita tanpa respon yang bernafas tidsak normal.
2. Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher pasien dan mencari
trakea dengan 2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai
menemukan batas trakea dengan otot samping leher.
3. Pelaksanaan Kompresi Jantung
Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah
bawah sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah yang akan melalui peningkatan
tekanan intratorakal serta penekanan langsung pada dinding jantung . komponen yang
perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada.
a. Penderita dibaringkan ditempat yang datar dan keras.
b. Tentukan lokasi kompresi didada dengan cara meletakkan telapak tangan yang telah
saling berkaitan dibagian bawah sternum, 2 jari diatas processus xypoideus.
c. Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi.
d. Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci (5cm).
e. Penolong awam lakukan kompresi 100x/menit tanpa intrupsi. Penolong terlatih
tanpa alat bantu nafas lanjutan lakukan kompresi dan ventilasi dengan perbandingan
30:2.
f. Evaluasi penderita dengan melakukan pemeriksaan denyut arteri karotis setelah 5
siklus kompresi.
g. Dalam keadaan berlutut, harus diperhatikan posisi setengah berlutut penolong agar
dapat memberikan kekuatan kompresi yang memadai.
tetap terlentang , jika mungkin dengan dasar yang keras dan datar dengan posisi penolong
tetap berada disamping penderita. Hal ini yang diperhatikan dalam ventilasi :
a. Berikan nafas bantuan 2 kali dalam waktu 1 detik setiap tiupan.
b. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk
memperlihatkan pengangkatan dinding dada.
c. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali bantuan
nafas setiap 30 kali kompres
1. Buka jalan nafas
Pada penderita yang tidak sadarka diri, maka tonus otot-otot tubuh akan melemah
termasuk otot rahang dan leher. keadaan tersebut dapat mengakibatkan lidah dan epiglottis
terjatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas. Jalan nafas dapat dibuka oleh penolong
dengan metode :
a. Head tilt chin lift maneuver (mendorong kepala kebelakang sambil mengangkat
dagu). Tindakan ini aman dilakukan bila penderita tidak dicurigai mengalami
gangguan atau trauma tulang leher. (Gambar 2)
b. Bila penderita dicurigai mengalami gangguan atau trauma leher, maka tindakan
untuk membuka jalan nafas dilakukian dengan cara menekan rahang bawah ke arah
belakang atau posterior (jaw thrust).(Gambar 3)
Setelah dilakukan tindakan membuka jalan nafas, langkah selanjutnya adalah dengan
pemberian nafas bantuan. Tindakan pembersihan jalan nafas, serta maneuver look, listen
and feel tidak dikerjakan lagi kecuali jika tindakan pemberian nafas buatan tidak
menyebabkan paru terkembang secara baik.
2. Breathing (ventilasi)
Tindakan pemberian nafas buatan dilakukan kepada penderita henti jantung setelah satu
siklus kompresi selesai dilakukan (30x kompresi). Pemberian nafas buatan bisa dilakukan
dengan metode :
a. Mulut ke mulut
Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat
oksigen yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara
melakukan pertolongan adalah :
a) Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang akan dilanjutkan dengan menjepit
hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang melakukan head tilt chin
lift.
b) Buka sedikit mulut pasien, tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong
melingkar mulut pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap tiupan selama 1 detik
dan pastikan sampai dada terangkat.
c) Tetap pertahankan head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari pasien, lihat
apakah dada pasien pasien turun waktu ekshalasi.
b. Mulut ke hidung
Nafas buatan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut sulit dilakukan
misalnya karena trismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai chin lift,
kemudian tiupkan udara seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka mulut pasien
waktu ekshalasi.
c. Mulut ke sungkup
Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakkan diatas dan
melingkupi mulut dan hidung pasien. Sungkup in terbuat dari plastik transparan
sehingga muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat.
Cara melakukan pemberian nafas mulut ke sungkup :
a) Letakkan sungkup pada muka pasien dan dipenga dengan kedua ibu jari
b) Lakukan head tilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup ke muka pasien agar rapat
kemudian tiup melalui lubang sungkup sampai dda terangkat
c) Hentikan tiupan dan amati turunnya pergerakkan dinding dada.
d. Dengan kantung pernafasan
Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang
menempel pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini 1600 ml. alat ini bisa
digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan atau disumbangkan dengan
sumber oksigen. Bila alat tersebut disambungkan dengan oksigen, maka kecepatan
aliran oksigen bisa sampai 12 L/menit. Penolong hanya memompa sekitar 400-600
ml (6-7 ml/kg) dalam 1 detik ke pasien, bila tanpa oksigen dipompakan 10 ml/kg
segera mengambil tempat disamping pasien untuk melakukan kompresi. Hal ini terus
melanjut sampai bantuan dinyatakan boleh dihentikan.
Komplikasi yang mungkin terjadi saat melakukan bantuan hidup dasar :
1.
2.
3.
4.
Aspirasi regurgitasi
Fraktur costae-sternum
Pneumotoraks, hematotoraks, kontusio paru
Laserasi hati atau limpa
untuk
penggunaan
pemantauan
sebagai
rutin
pada
fisiologis
alternatif
6. Adenosin direkomendasikan sebagai terapi yang aman dan berpotensi efektif dalam
pengelolaan awal
stable undifferentiated
tachycardia.
1. Tambahan Untuk Kontrol Airway dan Ventilasi
Tinjauan Manajemen airway ini direkomendasikan untuk mengamati dan mendukung
ventilasi dan oksigenasi selama CPR dan periode peri-arrest. Tujuan ventilasi selama
CPR adalah untuk mempertahankan oksigenasi dan eliminasi karbon dioksida. Namun,
penelitian belum mengidentifikasi optimal tidal volume, laju pernapasan, dan konsentrasi
oksigen inspirasi diperlukan selama resusitasi pada henti jantung. Baik ventilasi dan
kompresi dada dianggap penting bagi korban fibrilasi ventrikel berkepanjangan (VF)
jantung penangkapan dan untuk semua korban dengan ritme lainnya. Karena perfusi baik
sistemik dan pulmonal substansial berkurang selama CPR, ventilation perfusion yang
normal dapat dipertahankan dengan ventilasi satu menit yang jauh lebih rendah dari
normal. Selama CPR dengan jalan napas yang bagus, rata-rata pernapasan yang lebih
rendah diperlukan untuk menghindari hiperventilasi.
2. Ventilasi dan Administrasi Oksigen Selama CPR
Selama keadaan aliran darah rendah seperti pada CPR, pengiriman oksigen ke
jantung dan otak dibatasi oleh aliran darah bukan oleh isi arteri oksigen. Oleh karena itu,
penyelamatan nafas kurang penting daripada penekanan dada selama beberapa menit
pertama resusitasi dari VF dan dapat mengurangi CPR karena gangguan keberhasilan
dalam kompresi dada dan peningkatan tekanan intratoraks yang menyertai positive
pressure
ventilasi.
Jadi,
selama
beberapa
menit
pertama
yang di CPR. penggunaan oksigen inspirasi 100% selama CPR mengoptimalkan konten
oksihemoglobin arteri dan pengiriman oksigen, sehingga penggunaan oksigen inspirasi
100% (Fio2=1.0) secepat mungkin menjadi wajar selama resuscitasi pada henti jantung.
4. Manajemen Henti Jantung
Bagian ini menjelaskan perawatan umum pasien henti jantung dan memberikan
gambaran ACLS dewasa 2010. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama: fibrilasi
ventrikel
(VF),
takikardia
ventrikel
pulseless
(VT),
pulseless
Aktivitas listrik (PEA), dan asistole. VF merupakan aktivitas listrik yang teratur,
sedangkan
pulseless
VT
mewakili
aktivitas
listrik
ventrikel
miokardium.
ini menghasilkan irama aliran darah yang signifikan. PEA ditandai suatu keadaan klinis
dengan adanya gambaran elektrik pada monitor EKG, tetapi tidak ditemukan denyut nadi
pada perabaan arteri karotis. Asistole merupakan keadaan pada saat jantung berhenti
berkontraksi.
Kelangsungan hidup dari ritme henti jantung ini membutuhkan BLS dan ACLS
terintegrasi dengan perawatan post-cardiac arrest. Dasar dari suksesnya ACLS adalah
highquality
CPR,
dan,
untuk
VF
VT
pulseless,
mencoba
defibrilasi
dalam beberapa menit dari runtuh. Untuk VF, CPR dini dan defibrilasi yang cepat secara
signifikan dapat meningkatkan kesempatan untuk bertahan hidup. Dibandingkan, terapi
ACLS seperti beberapa obat dan jalan nafas, meskipun dikaitkan dengan peningkatan
ROSC, tetapi belum terbukti meningkatkan kelangsungan hidup.
ACLS 2010 Dewasa Algoritma Cardiac Arrest disajikan dalam kotak tradisional dan
format melingkar baru. Secara keseluruhan algoritma ini telah disederhanakan dan
didesain ulang untuk menekankan pentingnya kualitas tinggi CPR yang mendasari
manajemen
dari
semua
ritme
henti
jantung.
Periodik jeda dalam CPR harus sesingkat mungkin dan hanya diperlukan untuk menilai
ritme, syok VF / VT, melakukan
kompresi minimal 100 per menit. Setelah penempatan jalan napas supraglottic atau
endotrakeal tube, penyedia melakukan penekanan dada harus memberikan minimal 100
kompresi per menit terus-menerus tanpa jeda. Untuk ventilasi penyedia memberikan
ventilasi 1 kali setiap 6 sampai 8 detik (8 sampai 10 napas per menit) dan harus sangat
berhati-hati
untuk
menghindari
dari ventilasi.
memberikan
jumlah
berlebihan
BAB IV
DOKUMENTASI