Anda di halaman 1dari 3

Panduan Praktik Klinis

SMF/KSM ILMU BEDAH


BAGIAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

RSUD KabupatenMimika
TGL/BLN/THN
PENGESAHAN
:

RevisiKe.

DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR RSUD MIMIKA

Dr. Evelyn Pasaribu, MMKes


NIP. 19661108 200212 2 001

RINITIS ALERGI
1. Pengertian (Definisi)

2. Anamnesis

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosis

5. Diagnosis

Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gejala


rinitis yang timbul setelah pajanan/ paparan alergen yang
menyebabkan inflamasi mukosa hidung yang diperantarai
oleh I-E. dengan gejala bersin-bersin paroksismal, pilek
encer, dan buntu hidung.
1. Adanya paparan allergen
2. Riwayat alergi
3. Alergi di organ lain (asma, dermatitis).
Rinoskopi anterior: Konka udema dan pucat, sekret
seromusinus. Pada rinitis alergi persisten rongga hidung
sempit, konka udema hebat.
1. Pemeriksaan rinoskopi anterior
2. Pemeriksaan eosinofil dalam darah tepi
3. Uji kulit
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan rinoskopi anterior
Pada rinoskopi anterior tampak ,mukosa odima, basah,
berwarna pucat atau livide disertai adanya secret encer
yang banyak.
Ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak
menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil 5
sel/lap mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan
jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi
bakteri.
3. Menghitung eosinofil dalam darah tepi
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan
derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah
pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno
Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent
Assay)
4. Uji kulit
Untuk mencari allergen penyebab secara invivo.

6. Diagnosis Banding

a. Rinitis akut: ada keluhan panas badan. mukosa hiperemis,


sekret mukopurulen.

b. Rhinitis medikamentosa (drug induced rlainitis): karena


penggunaan tetes hidung dalarn jangka lama, reserpine,
clonidine, a- methyldopa, guanethidine. chlorpromazine,
dan phenotiazine yang lain.
c. Rhinitis hormonal (hormonally induced rhinitis): Pada
penderita hamil. hipertiroid, penggunaan pil KB. Rinitis
vasomotor.

7. Pemeriksaan Penunjang

8. Terapi

9. Edukasi

10. Prognosis

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

1.
2.
3.
4.

Tes kulit: "Prick Test".


Eosinofil sekret hidung. Positif bila > = 25%.
Eosinofil darah. Positif bila >= 400/mm3.
Bila diperlukan dapat diperiksa:
a. IgE total serum (RIST dan PRIST). Positif bila > 200 IU.
b. IgE spesifik (RAST).
5. Endoskopi nasal: bila diperlukan dan tersedia sarana.
Hindari alergen penyebab.
Medikamentosa
Antihistamin pada saat serangan: dapat dipakai
Chlortrimeton (CTM) 3 x 2-4 mg. Untuk yang non sedatif
dapat dipakai: loratadine, cetirizine (IX sehari 10 mg) atau
flexofenadine (2X sehari 60 mg). Desloratadine adalah
turunan baru loratadine yang punya efek dekongestan.
Antihistamin baru non sedatif cukup aman untuk pemakaian
jangka panjang.
a. Kortikosteroid (dexamethasone, betamethasone), untuk
serangan akut yang berat. Ingat kontra indikasi.
Diberikan dengan tappering off.
b. Dekongestan lokal: tetes hidung, larutan ephedrine'/21%, atau oxymethazoline 0.025% - 0.05%, bila
diperlukan, dan tidak boleh lebih dari seminggu.
c. Dekongestan oral: pseudo-efedrine, 2-3 x 30-60 mg
sehari. Dapat dikombinasi dengan antihistamin.
(triprolidine + pseudo-efedrine, cetirizine + pseudoephedrine, loratadine + psedo-ephedrine)
d. Steroid semprot hidung untuk rinitis persisten sedang
berat.
e. Pembedahan: apabila ada kelainan anatomi (deviasi
septum nasi), polip hidung, atau komplikasi lain yang
memerlukan tindakan bedah.
Meningkatkan kondisi tubuh:
1. Olah raga pagi.
2. Makanan yang baik.
3. Istirahat yang cukup dan hindari stres.
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
I/II/III/IV
A/B/C

1. dr. Rini Ardiana, SpTHT

2. dr. Moh. Ibnu Malik, SpTHT


14. Indikator Medis
15. Kepustakaan

a. Inflamasi mukosa hidung.


b. Gejala bersin-bersin paroksismal.
1. International Consensus Report of the Diagnosis and
Management of Rhinitis. International Rhinitis
Management Working Group.Allergy 1994;49(Suppl.):530.
2. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. In: Bailey BJ and
Pillsburry III HC. eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB Lippincott
Company. 1993:269-89.

3. Mabry RL. Allergic Rhinosinusitis. In: Bailey BJ and


Pillsburry III HC. eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB Lippincott
Company. 1993:290-301.
4. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA).
Executive Summary 2000.
5. Gluckman JL. Stegmeyer RJ. Non allergic rhinitis. In:
Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL. Meyerhoff WL,
eds. Otolaryngology 3` d ed. Vol. III, Head and Neck..
Philadelphia, London. Toronto, WB Saunders, Co,
1991:1889-98.
6. Boyles JH. Allergic rhinosinusitis: Diagnosis and
treatment. In: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL,
Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3td ed. Vol. III, Head
and Neck.. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders,
Co, 1991:1873-88.
Ketua Komite Medik
dr. Jeanne Rini P, Sp.A, MSc, Ph.D
NIP. 19660222 199102 2 003

Penyusun
dr. Antonius Pasulu,MKes,Sp.THT
NIP. 19770411 200605 1 001

Anda mungkin juga menyukai