Anda di halaman 1dari 7

REFLUKS LARINGO-FARING

A. REFERENSI

1. Bailey BJ. Laryngopharyngeal Reflux. In: Head and Neck Surgery


Otolaryngology. 5th edition. Bailey BJ et all editors. Lippincott Raven
Publisher. 2014 ; p 958-75
2. Belafsky PC, Rees CJ. Identifying and Managing Laryngopharyngeal
Reflux. Hosp Physic. 2007: 15-20.
3. Rees CJ, Belafsky PC. Laryngopharyngeal Reflux: Current Concepts
in Patophysiology, Diagnosis, and Treatment. Int J Speech-
Language Pathol. 2008;10(4): 245-53.
4. Naseri I. Laryngopharyngeal Reflux: Overview and Clinical
Implications. North Flo Med. 2011; 62(1):35-8
5. Khan AM, Hashmi SR, Elahi F, Tariq M, Ingrams DR.
Laryngopharyngeal Reflux: A Literature review. Surgeon. 2006;
4(4):221-5

B. GAMBARAN UMUM
Refluks Laringofaring (LPR)
Refluks laringofaring sering salah diagnosis dengan faringitis kronis
sehingga tatalaksana sering kurang tepat.
Refluks laringofaring adalah aliran balik cairan lambung ke laring,
faring, trakea dan bronkus. Keluhan yang tersering yaitu mendehem
(throat clearing) (98%), batuk yang terus mengganggu (97%), perasaan
mengganjal di tenggorok (95%) dan suara parau (95%). Tanda klinis
yang sering ditemukan pada penyakit refluks laringofaring adalah
laringitis posterior dengan eritema, edema dan penebalan dinding
posterior dari glottis. Kelainan lain yang mungkin ditemukan adalah
granuloma pita suara, contact ulcer, stenosis subglottis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan Fiber
optic laryngoscopy, monitoring PH 24 jam dll sesuai sarana prasarana
yang tersedia. Bila sarana penunjang belum ada, maka dapat langsung
dilakukan PPI test sesuai algoritma tatalaksana LPR (RSI>13 atau
RFS>7).

C. CONTOH KASUS & DISKUSI

Seorang ibu, 29 tahun, ke poliklinik THT-KL dengan keluhan suara


parau dan tenggorokan mengganjal 2 bulan. Penderita merasa sebulan
ini sering batuk terutama pagi hari, dan sering berdehem. Penderita
adalah seorang ibu rumah tangga, tidak ada riwayat penggunaan suara
berlebih, ada riwayat sakit maag, telah mencoba obat warung tidak ada

1
perubahan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya: post nasal drip,
faring granuler.

1. Intrumen penilaian kompetensi kognitif


1. Regimen terapi eradikasi H.pyloripada LPR pada lini-1 adalah :
a. PPI + Amoxilin 1.000 mg / 12 jam dan Klaritromisin 500
mg / 12 jam, selama 7 – 14 hari
b. PPI + Amoxilin 1.000 mg / 12 jam dan Levofloksasin 500
mg / 12 jam selama 7 – 14 hari
c. PPI +Amoxilin 1.000 mg / 12 jam dan Metromedazole
500 mg / 8 jam
d. PPI +Tetrasiklin Metromedazole 500 mg / 8 jam
e. PPI +Bismut subsalisilat 2 tablet / 12 jam dan
Levofloksasin 500 mg / 12 jam selama 7 – 14 hari
Jawaban: A
2. Setelah pemberian terapi eradikasi H.pyloripada LPR, maka
harus dilakukan pemeriksaan konfirmasi sebagai gold standard
dengan menggunakan :
a. Urea Breath Test
b. H.pylori Stool Antigen monoclonal Test
c. Rapid Urine Test
d. Rapid Urea Test
e. Kultur dengan media sparrow
Jawaban: A
3. Pemeriksaan HpSA (H.pylori Stool Atigen monoclonal) untuk
konfirmasi setelah pemberian terapi eradikasi H.pylori dapat
dilakukan dalam waktu :
a. 2 minggu setelah akhir dari terapi
b. 4 minggu setelah akhir dari terapi
c. 8 minggu setelah akhir dari terapi
d. 12 minggu setelah akhir dari terapi
e. 24 minggu setelah akhir dari terapi
Jawaban: B

SOAL VIGNETT MODUL LPR


4. Seorang wanita 35 tahun datang ke klinik THT dengan keluhan
batuk sejak 2 bulan yang lalu disertai tenggorok terasa
mengganjal. Riwayat sering minum obat mag. Pada
pemeriksaan laring tampak aritenoid hiperemis dan edema
pada plika vokalis. Diagnosis pada pasien tersebut adalah...
a. Faringitis Kronik
b. Reinkhe edema
c. Laringitis kronik
d. LPR
2
e. GERD
Jawaban: D

5. Seorang wanita 27 tahun datang ke klinik THT dengan keluhan


serak 1 bulan. Sejak 2 bulan yang lalu batuk terus menerus.
Pasien sudah berobat namun tidak sembuh, tenggorok terasa
mengganjal dan sering mendehem. Pada pemeriksaan, berat
badan 80kg, pada faring tonsil T1-T1 tidak hiperemis, laring
sulit dinilai. Untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan lanjutan
yang harus dilakukan adalah...
a. Indirect Laryngoscopy
b. Direct Laryngoscopy
c. Fiber Optic Laryngoscopy
d. Fiber Optic Bronchoscopy
e. Fiber Optic Esophagoscopy
Jawaban: C

6. Seorang wanita umur 30 tahun datang ke klinik THT untuk


konsultasi dengsn membawa hasil endoskopi. Pada hasil
tersebut tercatat RFS = 20, RSI = 15.
Apakah penatalaksanaan pada pasien tersebut ?
a. Terapi PPI selama 1-3 bulan dengan evaluasi klinis RSI
tiap 1 minggu dan RFS tiap 1 bulan
b. Terapi PPI selama 1-3 bulan dengan evaluasi klinis RSI
tiap 1 bulan dan RFS tiap 3 bulan
c. Terapi PPI selama 3-6 bulan dengan evaluasi klinis RSI
tiap 1 bulan dan RFS tiap 3 bulan
d. Terapi PPI selama 3-6 bulan dengan evaluasi klinis RSI
tiap 2 bulan dan RFS tiap 2 bulan
e. Terapi PPI selama 3-6 bulan dengan evaluasi klinis RSI
tiap 3 bulan dan RFS tiap 3 bulan

7. Regimen terapi eradikasi H.pylori pada LPR pada lini-1 adalah :


a. PPI + Amoxilin 1.000 mg / 12 jam dan Klaritromisin 500
mg / 12 jam, selama 7 – 14 hari
b. PPI + Amoxilin 1.000 mg / 12 jam dan Levofloksasin 500
mg / 12 jam selama 7 – 14 hari
c. PPI + Amoxilin 1.000 mg / 12 jam danMetromedazole
500 mg / 8 jam
d. PPI +Tetrasiklin Metromedazole 500 mg / 8 jam
e. PPI +Bismut subsalisilat 2 tablet / 12 jam
danLevofloksasin 500 mg / 12 jam selama 7 – 14 hari
Jawaban: A

3
8. Setelah pemberian terapi eradikasi H.pylori pada LPR, maka
harus dilakukan pemeriksaan konfirmasi sebagai gold standard
dengan menggunakan :
a. Urea Breath Test
b. H.pylori Stool Antigen monoclonal Test
c. Rapid Urine Test
d. Rapid Urea Test
e. Kultur dengan media sparrow
Jawaban: A
DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
FIBER OPTIC LARYNGOSCOPY

NO KEGIATAN/LANGKAH KLINIK
1 Posisi Pemeriksa

2 Cara Memegang Fiber Optic

3 Memasukkan Fiber Optic

4 Evaluasi Rongga Hidung

5 Evaluasi Nasofaring

6 Evaluasi Laring

7 Evaluasi Korda Vokalis

8 Cara Mengeluarkan Fiber Optic

4
1. Definisi
LPR adalah aliran balik cairan lambung ke laring, faring, trakea dan
bronkus
2. Ruang Lingkup
LPR dapat disebabkan GERD atau dapat pula disertai penyakit lain
seperti Rhinosinusitis, faringitis, stenosis laring, dll.
3. FAKTOR RISIKO
Gaya hidup, GERD
4. Etiologi
Komponen refluks yang berperan menyebabkan kelainan patologi di
daerah laring adalah asam, pepsin, asam empedu dan tripsin. Pepsin
dengan asam telah diketahui menjadi komponen yang paling
berbahaya yang berhubungan erat dengan kejadian lesi di daerah
laring. Pada percobaan pada hewan secara in vitro menunjukkan
pepsin menjadi aktif dan menyebabkan trauma pada sel-sel laring
sampai pH 6.
5. Anamnesis
Untuk penilaian atas gejala pasien dengan penyakit refluks
laringofaring, Belafsky membuat sembilan komponen indeks gejala
yang dikenal dengan indeks gejala refluks ( Reflux Symptom Index =
RSI). RSI mudah dilaksanakan , mempunyai reabilitas dan validitas
yang baik, serta dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu
menit. Skala untuk setiap komponen bervariasi dari nilai 0 (tidak
mempunyai keluhan) sampai dengan nilai 5 (keluhan berat) dengan
skor total maksimum 45 dan RSI dengan nilai > 13 dicurigai penyakit
refluks laringofaring.
6. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan laringoskopi indirek
Tanda klinis yang sering ditemukan pada penyakit refluks
laringofaring adalah laringitis posterior dengan eritema, edema dan
penebalan dinding posterior dari glottis. Tanda-tanda lain adalah
granuloma pita suara, contact ulcer, stenosis subglottis.
Untuk memeriksa keadaan patologis laring setelah terjadinya refluks
laringofaring. Belafsky juga memperkenalkan skor refluks, yaitu
Reflux Finding Score (RFS) yang merupakan delapan skala
penilaian dalam menentukan beratnya gambaran kelainan laring
yang dilihat dari pemeriksaan Rigid laryngoscopy dengan
menggunakan teleskop 700/ 900, Fiber optic laryngoscopy sebagai
baku emas . Skala ini bervariasi dari nilai 0 (tidak ada kelainan)
sampai dengan nilai maksimum 26 ( nilai yang terburuk) dan RFS >
7 yang dianggap tidak normal. RFS merupakan penilaian kelainan
5
yang mudah dilakukan dan mempunyai inter and intraobserver
reproducibility yang baik. Walaupun setiap komponen bersifat
subyektif tetapi skor secara keseluruhan merupakan penilaian yang
dapat dipercaya dalam melihat perbaikan dengan terapi anti refluks
(Belafsky et al. 2001; Tamin 2008).
7. Pemeriksaan Penunjang
Fiber optic laryngoscopy, PH monitoring 24 jam, barium esophagogram
8. Terapi
a. Faktor Risiko : Faktor risiko harus terkontrol
b. Terapi Konservatif : PPI
c. Terapi bedah dilakukan bila LPR berat dan resisten PPI:
funduplikasi.

N Langkah-langkah Bagaimana Mengapa


o
1 Anaestesi lokal Kapas xylocain Tidak nyeri,tidak
ephedrin1 % di trauma
kavum nasi d/s
Spray xylocain pd
faring/epiglotis

2 Atur duduk penderita Duduk tegak Memudahkan alat


masuk
3 Memasukkan alat
FOL Melalui dasar kavum Tempat terlebar
nasi
4
Melihat nasofaring Lurus ke belakang Tampak nasofaring
5 dulu
FOL diarahkan ke
laring Dengan
membengkokkan ke
6 bawah

Memeriksa laring FOL diarahkan mula-


mula tampak dari
jauh, lalu makin
mendekat
dilihat tanda-tanda
patologis dan
pergerakan korda
vokalis

6
a. Instrumen yang diperlukan:
1) Laringoskop dewasa
2) Laringoskop anak-anak
3) Laringoskop bayi
4) Teleskop 00 , 300 , 900
5) Fiber Optic Laryngoscope dan forsep biopsi
6) Forsep lurus dan upturn
7) Pompa Penyedot (Suction pump)

Anda mungkin juga menyukai