PENDAHULUAN
Myofascial
pain
syndrome
disebabkan karena adanya trigger point
pada otot. Gangguan ini dapat
menyebabkan nyeri lokal atau nyeri
menjalar, tightness, stiffness, spasme, dan
keterbatasan gerak.1 Menurut hasil
penelitian, myofascial pain syndrome
sering terjadi pada masyarakat umum
dengan angka kejadian dapat mencapai
54% pada wanita dan 45% pada pria.
Myofascial pain syndrome biasanya
ditemukan pada pekerja kantoran, musisi,
dokter gigi, dan jenis profesi lainnya
yang aktifitas pekerjaannya banyak
menggunakan low level muscle.2
Myofascial pain syndrome tidak
hanya terjadi pada orang usia tua saja,
namun bisa terjadi pada usia muda.
Menurut Delgado, et al. (2009),
presentasi usia yang paling sering
ditemukan kasus myofascial pain
syndrome adalah usia 27-50 tahun.2
Berdasarkan data
tersebut,
maka
disimpulkan bahwa usia produktif adalah
usia yang rentan mengalami kasus
myofascial pain syndrome.
Otot upper trapezius merupakan
otot yang paling sering mengalami
myofascial pain syndrome. Menurut hasil
studi tentang myofascial pain syndrome,
18% memiliki trigger point yang tidak
aktif pada otot trapezius, 11% pada otot
scalene, dan hanya 4% pada otot
sternocleidomastoideus
dan
levator
scapula. Sedangkan trigger point aktif
menghasilkan nyeri 14% pada otot
trapezius dan 11% pada otot scapula.3
Trigger points aktif berhubungan dengan
keluhan nyeri spontan yang terjadi saat
istirahat atau selama bergerak dan
menyebabkan nyeri, sedangkan trigger
points tidak aktif menyebabkan nyeri saat
pemberian tekanan manual pada area
trigger point. Terdapatnya nyeri pada otot
upper trapezius, dapat menyebabkan
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah
eksperimental dengan rancangan pre dan
post test control group design. Tujuan
penelitian untuk mengetahui perbedaan
kombinasi
antara
muscle
energy
technique dan infrared dengan postional
release technique dan infrared terhadap
penurunan nyeri pada myofascial pain
syndrome pada otot upper trapezius. Alat
ukur nyeri yang digunakan untuk semua
kelompok adalah visual analogue scale,
dan di ukur sebelum dan sesudah
perlakuan diberikan.
Populasi dan Sampel
Popolasi target yaitu pasien
dengan diagnosis myofascial pain
syndrome otot upper trapezius. Populasi
terjangkau
adalah pasien dengan
diagnosis myofascial pain syndrome otot
upper trapezius yang mengunjungi klinik
Fisioterapi DY pada saat penelitian.
Besar sampel dalam penelitian ini
berjumlah 20 orang yang dibagi ke dalam
dua kelompok perlakuan. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik consecutive sampling.
Instrumen Penelitian
Alat ukur nyeri yang digunakan
adalah Visual Analogue Scale (VAS).
VAS merupakan alat ukur nyeri yang
digunakan untuk memeriksa intensitas
nyeri dan digambarkan dengan garis lurus
sepanjang 10 cm dengan setiap ujungnya
ditandai dengan level intensitas nyeri.
Ujung kiri ditandai dengan no pain dan
ujung kanan bad pain.
Analisis data dilakukan dengan
software komputer dengan beberapa uji
statistik yaitu: Uji Statistik Deskriptif, Uji
Normalitas dengan Saphiro Wilk Test, Uji
Homogenitas dengan Levenes test, dan
Uji
hipotesis
menggunakan
uji
parametrik yaitu paired sample t-test dan
independent sample t-test.
HASIL PENELITIAN
Berikut adalah uji statistik
deskriptif
untuk mendapatkan data
karakteristik sampel yang terdiri dari
jenis kelamin dan usia.
Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin
Kelompok 1 Kelompok 2
Jenis
Kelamin
Jumlah
Jumlah
Laki-Laki
1
10%
1
10%
Perempuan
9
90%
9
90%
Usia (Th)
44,75,06
43,35,10
Data pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa pada kelompok 1 dan kelompok 2
terdapat kesamaan pada jenis kelamin.
Sampel dengan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 1 orang (10,0%) dan
perempuan sebanyak 9 orang (90,0%).
Rerata umur pada kelompok 1 adalah
(44,75,06) tahun dan pada kelompok 2
adalah (43,35,10) tahun.
Tabel 2. Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji Normalitas
dengan
Uji
Kelompok Shapiro Wilk Homogenitas
Test
Data
(Levenes
Klp. 1 Klp. 2
Test)
p
p
Sebelum
0,534 0,344
0,799
Intervensi
Sesudah
0,150 0,066
0,255
Intervensi
Hasil uji normalitas dengan
Shapiro Wilk test dan uji homogenitas
dengan Levenes test pada Tabel 2,
menunjukkan data berdistribusi dengan
normal dan homogen sehingga pengujian
hipotesis menggunakan uji statistik
parametrik
Kelompok 1
1,9200,607 0,000
Kelompok 2
1,8100.491 0,000
RerataSB
Kelompok
2.4600.749
Nyeri
1
Sebelum
0,723
Kelompok
Intervensi
2.5800,739
2
Kelompok
0.5400.313
Nyeri
1
Sesudah
0,079
Kelompok
Intervensi
0.8200,358
2
Kelompok
1.9200.607
1
Selisih
0,527
Kelompok
1,7600.497
2
Berdasarkan uji independent t-test
pada Tabel 4 diperoleh nilai selisih
penurunan nyeri yaitu p=0,527 (p>0,05).
Hasil ini menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara
pemberian intervensi muscle energy
technique dan infrared dengan positional
release technique dan infrared terhadap
penurunan nyeri myofascial pain
syndrome otot upper trapezius.
PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel
Berdasarkan hasil penelitian ini,
karakteristik jenis kelamin sampel pada
Kelompok 1 dan Kelompok 2 terdapat
kesamaan. Jumlah sampel dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 1 orang
(10%), sedangkan yang memiliki jenis
kelamin perempuan sebanyak 9 orang
(90%).
Dilihat dari karakteristik umur
sampel, Kelompok 1 memiliki rerata
umur (44,75,06) tahun dan Kelompok 2
memiliki rerata umur (43,35,10) tahun.
Menurut hasil penelitian oleh Delgado, et
al. (2009), menunjukkan presentasi usia
yang paling sering mengalami myofascial
pain syndrome adalah usia 27-50 tahun.2
Pada usia tersebut, terjadi beberapa
degenerasi pada jaringan tubuh sehingga
terjadi penurunan kemampuan tubuh
dalam menerima beban yang berlebih.
Hal ini menyebabkan cedera pada
jaringan dan reaksi penyembuhan
jaringan mengalami penurunan. Selain
itu, menurut hasil kajian dari Gerwin, et
al. (2004) bahwa pada usia-usia tersebut
aktivitas kerja lebih cenderung statis. Hal
ini menyebabkan kontraksi otot yang
berlebihan, sehingga dapat menghasilkan
overuse
pada
otot
dan
dapat
menyebabkan
terbentuknya
trigger
point.11
Intervensi Muscle Energy Technique
dan Infrared dapat Menurunkan Nyeri
Myofascial Pain Syndrome Otot Upper
Trapezius
Berdasarkan hasil uji paired
sample t-test, didapatkan rerata nilai nyeri
sebelum diberikan intervensi sebesar
2,460 dan rerata setelah diberikan
intervensi sebesar 0,540 pada Kelompok
1. Selain itu, diperoleh nilai p = 0,000 (p
< 0,005) yang artinya terdapat perbedaan
yang signifikan antara nilai nyeri sebelum
dan setelah pemberian muscle energy
technique dan infrared. Dari hasil uji ini
dapat ditarik simpulan bahwa intervensi
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
13.
14.
15.
16.
17.
18.