Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi NMS masih belum jelas, namun kemungkinan blockade dopamine
akibat antipsikotik berperan penting dalam memicu kondisi ini.
Hipotesis ini didukung oleh beberapa bukti: withdrawal obat dopaminergik dapat menyebabkan
syndrome mirip NMS, obat-obatan yang menyebabkan NMS memiliki efek memblok reseptor
dopamine, risiko terjadinya NMS berkorelasi dengan afinitas obat dalam mengikat reseptor
dopamine, obat-obat dopaminergik telah dipakai sebagai terapi gejala NMS, dan pasien dengan
lesi pada traktus dopaminergik sentral mengalami perkembangan gejala yang mirip dengan klinis
NMS.
Hipofungsi dopaminergik sentral tampak dengan pemeriksaan konsentrasi CSF dimana asam
himovanillic yang merupakan metabolit dopamine rendah pada pasien dengan NMS akut.
Berdasarkan disfungsi otonom dan peningkatan kadar katekolamin pada beberapa kasus,
kemungkinan disfungsi simpatoadrenal berkontribusi dalam terjadinya NMS. Patofisiologi NMS
sangat kompleks dan melibatkan kaskade disregulasi dari berbagai sistem neurokimia dan
neuroendokrin sehingga menyebabkan syndrome hipermetabolik tahap akhir.
Mekanisme yang paling mungkin dari NMS adalah antagonis reseptor dopamine D2. Pada model
hipotesis ini, blockade reseptor D2 sentral di hipotalamus, jalur nigrostriatal, dan spinal cord
menyebabkan kekakuan otot dan tremor melalui jalur ekstrapiramidal.
Blokade reseptor D2 hipotalamus menyebabkan peningkatan suhu set point dan gangguan dalam
mekanisme pembuangan panas (misalnya vasodilatasi kutaneus dan keringat). Di samping itu,
blockade nigrostiatal menyebabkan kekakuan otot.
Secara perifer, antipsikotik menyebabkan peningkatan pelepasan kalsium dari reticulum
sarkoplasma sehinga terjadi peningkatan kontraktilitas, sehingga dapat menyebabkan hipertermi,
kekakuan, dan pemecahan otot.
Di samping efek langsung ini, blok reseptor D2 dapat menyebabkan NMS dengan
menghilangkan inhibisi tonik dari sistem saraf simpatis. Hal ini berakibat pada hiperaktivitas
simpatorenal dan disregulasi yang berdampak pada disfungsi otonom. Sehingga, pasien dengan
kadar baseline aktivitas simpatoadrenal tinggi memiliki risiko lebih tinggi mengalami NMS.

Patogenesis NMS
Ada 2 teori utama mengenai NMS yaitu mekanisme perubahan neuroregulator sentral akibat
neuroleptik dan reaksi abnormal otot skelet.

Blokade reseptor dopamine sentral


Dopamin berperan dalam termoregulasi sentral pada mamalia. Injeksi langsung dopamine
pada preoptik hipotalamus anterior menyebabkan penurunan suhu inti. Obat-obatan
neuroleptik memblok reseptor dopamine sehingga hipertermia pada NMS terjadi karena
blockade bagian dopamine pada hipotalamus. Blockade reseptor dopamine pada
hipotalamus diperkirakan menyebabkan gangguan pembuangan panas. Selain itu,
blockade reseptor dopamine di korpus striatum merupakan penyebab kekakuan otot dan
produksi panas. Hal ini menyebabkan terjadinya hipertermia, satu dari beberapa gejala

utama sindrom ini.


Reaksi abnormal otot skelet.
Obat-obat neuroleptik dilaporkan dapat mempengaruhi transport ion kalsium di reticulum
sarcoplasma. Pada reaksi abnormal otot skelet didasarkan pada kemiripan NMS dan

hipertermia malignant, selain itu, obat-obat neuroleptik menginduksi penyediaan kalsum


abnormal pada sel otot individu rentan sehingga memicu kekakuan otot, rhabdomiolisis,
dan hipertermia. Pada beberapa kondisi, neuroleptik dapat bersifat toksik langsung pada
otot skelet normal.

Referensi
1. Strawn

JR,

Keck

PE,

Caroff

SN.

Neuroleptic

Malignant

Syndrome.

AJP.

2007;164(6):8706.
2. Adnet P, Lestavel P, KrivosicHorber R. Neuroleptic malignant syndrome. Br J Anaesth.
2000 Jul 1;85(1):12935.
3. Neuroleptic Malignant Syndrome: Practice Essentials, Background, Pathophysiology.
2016

Apr

28

[cited

2016

Oct

http://emedicine.medscape.com/article/816018-overview

5];

Available

from:

Anda mungkin juga menyukai