Anda di halaman 1dari 3

PATOGENESIS Transmisi dopaminergik abnormal tinggi telah dikaitkan dengan psikosis dan skizofrenia.

Peningkatan aktivitas fungsional dopaminergik, khususnya di jalur mesolimbic, ditemukan pada individu skizofrenia. Baik khas dan antipsikotik atipikal bekerja sebagian besar dengan menghambat dopamin pada tingkat reseptor, sehingga menghalangi efek neurokimia secara dosis-tergantung. Temuan bahwa obat-obatan seperti amfetamin dan kokain, yang dapat meningkatkan kadar dopamin oleh lebih dari sepuluh kali lipat, sementara dapat menyebabkan psikosis.

Hipotesis dopamin skizofrenia, sebagaimana yang pertama kali didalilkan, mengemukakan bahwa skizofenia dikarenakan aktivitas dopamin berlebihan di dalam area limbik otak, khususnya nukleus akumbens, sebagaimana pada stria terminalis, septum lateral dan tuberkel olfaktori. Jalur dopamin mesolimbik diproyeksi dari badan-badan sel dopaminergik di area tegmental ventral dari batang otak ke terminal akson di area limbik otak, seperti nukleus akumbens. Jalur ini telah dipikirkan memiliki peran penting pada perilaku emosional, khususnya halusinasi pendengaran tapi juga waham dan gangguan pikiran. Selama lebih dari 25 tahun, telah diobservasi bahwa gangguan atau obat-obat yang meningkatkan dopamin akan mempertinggi atau menghasilkan simtom-simtom positif

psikotik dan obat-obat yang menurunkan dopamin akan menurunkan atau menghentikan simtom positif. Observasi ini telah diformulasikan ke teori psikosis yang kadang-kadang disebut sebagai hipotesis dopamin skizofrenia. Mungkin pemakaian istilah modern yang lebih tepat adalah hipotesis dopamin mesolimbik dan simtom-simtom positif psikotik, sejak diyakini bahwa hiperaktivitas spesifiknya dari jalur dopamin khusus ini yang memediasi simtom positif dari psikosis. Hiperaktivitas dari jalur dopamin mesolimbik secara hipotetik diperhitungkan untuk simtom positif psikotik, apakah simtom sebagai bagian dari skizofenia atau psikosis yang diinduksi obat-obatan atau apakah simtom positif psikotik menyertai mania, depresi, atau demensia. Hipotesis dopamine pada skizofrenia adalah yang paling berkembag dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Beberapa bukti yang terkait menunjukkan bahwa aktifitas dopaminergik yang berlebihan dapat mempengaruhi penyakit tersebut : (1) kebanyakan obat-obat antipsikosis menyakat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama disistem mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precursor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamine langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien; (3) densitas reseptor dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan serebrospinal, plasma, dan urine. Bagaimanapun juga, hipotesis dopamine ini masih jauh dari sempurna. Apabila, ketidaknormalan fisiologis dopamine sepenuhnya mempengaruhi patogenesis skizofrenia, obat-obat antipsikosis akan lebih bermanfaat dalam pengobatan pasien- tetapi obat-obat tersebut tidak begitu efektif bagi kebanyakan pasien dan tidak efektif sama sekali bagi beberapa pasien. Bahkan, antagonis reseptor NMDA seperti phencyclidine pada saat diberikan kepada orang-orang yang non-psikosis, dapat menimbulkan gejala-gejala mirip skizofrenia daripada agonis dopamine. Adanya pengklonaan (cloning) terbaru dan karakteristik tipe multiple reseptor dopamine memungkinkan diadakannya uji langsung terhadap hipotesis dopamine yaitu mengembangkan obat-obat yang selektif terhadap tiap-tiap

tipe reseptor. Antipsikosis tradisional dapat mengikat D2 50 kali lebih kuat daripada reseptor D1 atau D3. sampai sekarang, usaha utama pengembangan obat adalah untuk menemukan obat yang lebih poten dan lebih selektif dalam menyakat reseptor D2. Fakta yang menunjukkan bahwa beberapa obat antipsikosis mempunyai dampak lebih sedikit terhadap reseptor D2 dan belum efekti dalam terapi untuk skizofrenia, perhatian dialihkan ke peranan reseptor dopamine yang lain dan kepada reseptor non-dopamine khusunya subtype reseptor serotonin yang dapat memediasi efek-efek sinergistik atau melindungi dari konsekuensi ekstrapiramidal dari antagonisme D2. Sebagai hasil pertimbangan ini, arah penelitian telah berubah ke focus yang lebih besar tentang komponen yang mungkin aktif bekerja pada beberapa sistem reseptor-transmitter. Harapan yang terbesar yaitu untuk menghasilkan obatobatan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dan sedikit menimbulkan efek yang tak diinginkan, khususnya toksisitas ekstrapiramidal.

Anda mungkin juga menyukai