Anda di halaman 1dari 4

Manajemen Nyeri II

Nama : Fadil Ahmad H. Srg


NIM : C135192003

1. Jelaskan penatalaksanaan nyeri kanker


Penanganan nyeri kanker, menurut WHO dikenal sebagai Three step Ladder, yang mana
pada pemberiannya harus by the mouth, by the clock, by the ladder. Terdiri dari 3
tingkatan/tangga yang mana terapi nyeri kanker diberikan berjenjang dimulai dari yang
paling bawah.
Jenjang 1: Analgetik Non-opioid ± adjuvant
Apabila nyeri menetap atau meningkat, maka
Jenjang 2: Analgetik opioid untuk nyeri ringan sampai sedang ± Analgetik Non-opioid ±
adjuvant
Apabila nyeri menetap atau meningkat, maka
Jenjang 3: Analgetik opioid untuk nyeri sedang sampai berat ± Analgetik Non-opioid ±
adjuvant

2. Apa yang meneyebabkan nyeri kanker:


Nyeri kanker disebabkan oleh:
- Nyeri yang disebabkan oleh tumor
Tumor yang meinfiltrasi jaringan (tulang, organ visceral)
Kompresi atau inflamasi pada saraf, pembuluh darah dan organ
- Nyeri yang disebabkan oleh prosedur diagnostic/terapetik
Biopsi, punksi, kemoterapi, radioterapi dan operasi
- Nyeri yang disebabkan malignansi secara tidak langsung
Infeksi (virus, jamur, bakteri), inflamasi, DVT, Limphaedema
- Nyeri yang disebabkan oleh penyakit lain yang mengikuti
Diabetik polineuropaty, nyeri kepala, osteoarthritis
3. Jelaskan perbedaan sensititasi perifer dan sensititasi sentral:
Sensititasi perifer mengacu pada peningkatan rangsangan pada presinaps akibat
kerusakan jaringan yg menyebabkan pelepasan mediator radang yg menstimulus
pengeluaran Na dan Ca, sedangkan sensitisasi sentral mengacu pada peningkatan
rangsangan dorsal horn dan ditandai oleh peningkatan aktivitas spontan neuron, bidang
reseptif yang meluas, peningkatan aktivitas respons yang ditimbulkan oleh serat Aß,

4. Jelaskan farmakodinamik dari:


- Opioid
Reseptor opioid secara luas terdistribusi dalam sistem saraf pusat yang
dikelompokkan menjdi 3 tipe utama yaitu μ, κ, dan σ.reseptor. μ reseptor
memiliki jumlah yang paling banyak di otak dan merupakan reseptor yang paling
berinteraksi dengan opioidanalgesik untuk mengasilkan efek analgesik.
Sedangkan κ dan σ reseptor menunjukkan selektivitas terhahap enkefalin dan
dinorfin secara respektif. Aktivasi κ reseptor juga dapat menghasilkan efek
analgesik, namun berlawanan dengan μ agonis, yang dapat menyebabkan euforia.
Beberapa opioid analgesik mengahsilkan efek stimulan dan psikomotorik dengan
beraksi pada σ reseptor. Aktivasi pada μ dan σ reseptor dapat
menyebabknhiperpolarisasi pada saraf dengan cara mengaktivasi K chanel
melalui proses yang melibatkan G-protein.Sedangkan aktivasi κ reseptor dapat
menghambat membran Ca2+ chanel. Sehingga dapa tmerintangi peletuoan
neuronal dan pelepasan transmitter.
- Gabapentinoid
Gabapentin memiliki gugus sikloheksil dengan struktur neurotransmitter GABA
sebagai struktur kimianya. Meskipun memiliki struktur yang mirip dengan
GABA, obat ini tidak mengikat reseptor GABA dan tidak mempengaruhi sintesis
atau penyerapan GABA. Gabapentin dapat dengan bebas melewati sawar darah-
otak dan bekerja pada neurotransmiter.Gabapentin bekerja dengan menunjukkan
afinitas tinggi terhadap pengikatan di voltage-gated calcium channels, terutama
alfa-2-delta-1, yang menghambat pelepasan neurotransmitter di daerah
presinaptik yang berperan dalam epileptogenesis. Meskipun tidak ada bukti
mekanisme kerja langsung pada reseptor serotonin, dopamin, benzodiazepin, atau
histamin, penelitian telah menunjukkan gabapentin meningkatkan kadar serotonin
total pada subjek kontrol yang sehat
- Ketamin
Secara garis besar, ketamine bekerja dengan cara menghambat  reseptor N-methyl-
D-aspartate (NMDA). Inhibisi ketamine pada reseptor NMDA akan mengurangi
proses mediasi rasa nyeri sentral, sehingga nyeri akut akan berkurang. Karena
reseptor NMDA tersebar ke seluruh sistem susunan saraf pusat, maka aksi ketamine
dalam saraf spinal dapat memengaruhi proses nyeri. Lokasi primer kerja obat
ketamine adalah korteks serebri dan sistem limbik. Ketamine menyebabkan
disosiasi elektrofisiologis, antara korteks otak dan sistem limbik. Pada dosis
anestesi ≥1 mg/kgBB, ketamine mempengaruhi beberapa proses di kortikal dan
subkortikal, menginduksi keadaan anestetik disosiatif menyerupai katatonia. Selain
itu ketamine dapat memengaruhi jalur inhibisi descending serotonine menyebabkan
efek antidepresi. Ketamine juga menginhibisi pengambilan kembali katekolamin,
sehingga terjadi peningkatan aktivitas simpatik, berakibat hipertensi dan takikardia.
Demikian pula, aliran darah serebral, kecepatan metabolik dan tekanan intrakranial
meningkat.

5. Jelaskan patofisiologi dari Phantom Pain:


Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya
pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat
dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan
merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
Patofisiologi phantom pain melibatkan sistem saraf perifer dan system saraf pusat,
dimana pada system saraf perifer, kerusakan total struktur saraf motorik dan sensorik
perifer dapat menyebabkan hipereksitasi neuron sensorik akibat mediator inflamasi yang
dilepaskan oleh makrofag, sel Schwann, sel mast, serta perubahan saluran natrium dan
kalsium . Pada phantom pain terdapat perubahan sepanjang aksis saraf. Mekanisme
perifer terkait dengan pembentukan neuroma dan pelepasan ektopik. Rangsangan akibat
trauma pada neuron dapat menyebabkan sensitisasi sentral, potensiasi jangka panjang,
dan perluasan area sensitif pada neuron sentral.
Sedangkan pada sistem syaraf pusat berhubungan dengan gangguan reorganisasi di
korteks sensori-motor primer, termasuk perubahan rangsangan korteks motorik dan
faktor perifer seperti impuls nosiseptif dari sumber trauma. Berdasarkan reorganisasi
kortikal, terjadi perubahan neuroplastisitas pada bidang korteks yang memproyeksikan
ekstremitas yang diamputasi. Area kortikal yang tidak menerima input dari perifer akan
menyusut dan menjadi lebih kecil. Area kortikal umum yang berdekatan dari bagian
tubuh kemudian mengambil alih bidang kortikal. Mekanisme ini ditunjukkan dalam
neuroimaging fungsional. Perubahan sistem saraf pusat tidak hanya terjadi di korteks
tetapi juga di area lain di otak termasuk sumsum tulang belakang, seperti peningkatan
respons sinaptik di kornu dorsal.

Anda mungkin juga menyukai