Anda di halaman 1dari 4

NAMA: dr. Fadil Ahmad H.

Siregar
NIM : C135192011
ANESTESIOLOGI

TUGAS 1
JUDUL PENELITIAN
Reaksi Pemberian Dosis Rendah Ketamin dan Ondansetron Terhadap Menggigil Pada Pasien
Pasca Anestesi Inhalasi dengan O2/N2O/Isofluran

RUMUSAN MASALAH
Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian dosis rendah ketamin dan ondasetron terhadap
derajat menggigil pada pasien pasca anestesi inhalasi dengan O2/N2O/Isofluran ?

TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan umum
Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian dosis rendah ketamin dan ondasetron
terhadap menggigil pada pasien pasca anestesi inhalasi dengan O2/N2O/Isofluran
b. Tujuan Khusus
1. Membandingkan menggigil setelah pemberian dosis rendah ketamin intravena 0,25
mg/kgBB dengan pemberian ondansetron intravena 8 mg pasca anestesi umum
dengan menggunakan N2O/O2/Isofluran.
2. Membandingkan terjadinya efek samping mual, muntah dan nistagmus setelah
pemberian dosis rendah ketamin intravena 0,25 mg/kgBB dengan pemberian
ondansetron intravena 8 mg pasca anestesi umum dengan menggunakan
N2O/O2/Isofluran
TUGAS 2
LATAR BELAKANG MASALAH

Menggigil pasca operasi merupakan fenomena yang sering terjadi. Dan dapat
menimbulkan efek samping yang merugikan. Pada orang dewasa telah diteliti hampir 60%
pasien yang tiba di ruang pemulihan, suhu inti tubuhnya dengan pengukuran di membran
timpani di bawah 360 C dan 13% pasien suhunya di bawah 350 C. Penelitian Dal et al (2011)
melaporkan menggigil pasca operasi terjadi 5-65% pasien dengan anestesi umum dan 30%
pada anestesi epidural.

Menggigil adalah proses peningkatan suhu tubuh disertai dengan aktifitas otot. Proses
ini dapat meningkatkan produksi panas 50% sampai dengan 100 % orang dewasa. Kondisi ini
akan meningkatkan kebutuhan oksigen hingga 300%. Kebutuhan oksigen otot jantung pun
ikut meningkat menimbulkan iskemia miokard pasien-pasien dengan fungsi jantung yang
terganggu. Hipotermi akan merubah kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri. Akibatnya
oksigen makin sulit dilepas ke jaringan (Jan et al, 2002).

Selama proses menggigil terjadi mekanisme kompensasi sistim-sistim organ tubuh.


Sistim kardiovaskuler terjadi peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan isi sekuncup.
Pasien normal, peningkatan curah jantung mencapai lima kali lipat, sedangkan pasien dengan
gangguan fungsi jantung dan paru, kondisi menggigil menurunkan saturasi oksigen darah
vena campur (mixed venous). Hipoksemia, asidosis laktat dan hiperkarbia menyertai kejadian
menggigil pasca operasi. Dilaporkan menggigil akan meningkatkan tekanan intraokuler,
tekanan intrakranial (Kose et al, 2008).
Menggigil menimbulkan rasa tidak enak untuk pasien. Menggigil semakin
memperberat rasa nyeri pasca operasi akibat peregangan sayatan bedah (Battarchaya et al,
2003).

Faktor-faktor penyebab menggigil pasca anestesi umum adalah penggunaan obat


anestesi inhalasi, durasi operasi, dan usia. Obat anestesi inhalasi seperti halotan, isofluran dan
enfluran dikatakan berhubungan dengan tingginya angka kejadian menggigil pasca anestesi
umum. Menggigil jarang terjadi pada usia lanjut karena usia mempengaruhi proses
termoregulasi.
Mengatasi menggigil pasca anestesi menjadi sangat penting. Berdasarkan penelitian
diketahui mencegah menggigil pasca anestesi akan menurunkan kebutuhan oksigen dan
mempertahankan kestabilan hemodinamik. Menggigil dicegah dengan cara farmakologi dan
non farmakologi. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah hipotermi misalnya menutupi
pasien dengan selimut penghangat, lampu penghangat, penggunaan cairan dan transfusi darah
yang telah dihangatkan serta pemberian obat-obat tertentu saat menjelang pulih anestesi
(Battarchaya et al, 2003).

Obat-obat tertentu dengan mekanisme yang berbeda mempengaruhi proses terjadinya


menggigil pasca anestesi. Banyak penelitian telah dilakukan membandingkan kemampuan
berbagai terapi farmakologi baik pencegahan atau dengan menghentikan menggigil pasca
anestesi umum. Terapi farmakologi seperti : petidin (82%), klonidin (75-92%), tramadol
(93%), nefopam (95%) dan ondansentron. Nefopam sebagai analgetik mempunyai efek anti
menggigil yang kuat, dibuktikan oleh Rohm et al tahun (2003), menyatakan nefopam dengan
dosis 10 mg efektif untuk mencegah menggigil 97% pasien. Nefopam belum ada di Indonesia
sehingga dipakai obat lain untuk mencegah menggigil pasca anestesi umum. Tramadol
menurut Mathew et al (2005), walaupun efektif mencegah menggigil pasca anestesi tetapi
memiliki efek samping mual-muntah menjadikan tramadol bukan merupakan pilihan utama.

Petidin obat yang paling sering direkomendasikan, walaupun mekanisme kerjanya


belum jelas dan diduga efek anti menggigil terjadi melalui reseptor kappa. Petidin juga
memiliki aktifitas antagonis reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA). Dalam suatu studi meta
analisis, petidin sebagai obat pencegah menggigil pasca anestesi, disebutkan efek samping
yang timbul disebabkan pemberian petidin adalah mual-muntah dan depresi nafas. Kerugian
pemberian petidin karena interaksinya dengan obat-obatan narkotik ataupun obat anestesi
yang digunakan sebelumnya akan makin meningkatkan kemungkinan terjadinya depresi napas
(Piper et al, 2008).

Penelitian Rotua (2003) diperoleh angka kejadian menggigil pasca anestesi dengan
ondansetron intravena 4,4% dan pemberian petidin IV 0,35 mg/kgBB 9,3%. Namun kedua hal
ini tidak bermakna secara statistik. Penelitian Powell et al (2000), dilaporkan dengan
pemberian ondansetron 8 mg diberikan sesaat setelah induksi mencegah terjadinya menggigil
pasca anestesi tanpa mempengaruhi suhu inti tubuh dan suhu perifer. Penelitian ini
mendukung bahwa sistim serotonin mempunyai peran dalam pengendalian suhu tubuh dan
menggigil pasca anestesi. Penelitian yang dilakukan George et al (1999) menyatakan bahwa
pemberian klonidin IV 2 µ/kgBB lebih efektif dibandingkan dengan pemberian petidin 0,35
mg/kgBB untuk pencegahan menggigil pasca anestesi dengan menggunakan
N2O/O2/enfluran (Rotua,2003).

Penelitian Dal et al (2005) membuktikan ketamin intravena memiliki anti menggigil


pasca anestesi, mekanisme kerjanya diduga melalui inhibisi terhadap reseptor N-methyl-D-
aspartat (NMDA). Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa ketamin sama efektifnya
dengan petidin dalam hal pencegahan menggigil pasca anestesi.
Dengan pertimbangan pada hasil penelitian sebelumnya maka penulis ingin
membandingkan keefektifan pencegahan menggigil pada ketamin dan ondansetron. Alasan
lain dari peneliti memilih ketamin dan ondansetron adalah karena penelitian sebelumnya
belum pernah ada.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat bidang akademik


Menganalisis kemampuan dosis rendah ketamin dan ondansetron terhadap pencegahan
menggigil pasca anestesi umum dengan N2O/O2/Isofluran.

Manfaat bidang pelayanan


Memberikan data mengenai kemampuan dosis rendah ketamin dan ondansetron terhadap
pencegahan menggigil pasca anestesi umum dengan N2O/O2/Isofluran.
Manfaat bidang kedokteran keluarga
Memberikan informasi data mengenai kemampuan dosis rendah ketamin dan ondansetron
terhadap pencegahan menggigil pasca anestesi umum dengan N2O/O2/Isofluran.

Anda mungkin juga menyukai