Anda di halaman 1dari 51

Anesthesia RES Report [Feb 2018]

PACU
Resident on duty : dr. Adi Hidayat
Dep of Anesthesiology & Intensive Care
Dr Sardjito General Hospital
School of Medicine Gadjah Mada University
I. PENDAHULUAN

 RR baru 50 th terakhir, Sebelumnya banyak terjadi


kematian post-op segera setelah tindakan anestesi dan
pembedahan.
 50% kematian yang terjadi dalam 24 pertama dapat
dicegah.
 Ironisnya, (Recovery Room) belum lama diterima
sebagai perawatan intensif di kebanyakan RS, kini
dikenal sebagai PACU.
 Sukses Ruang pemulihan awal faktor utama
dalam evolusi unit perawatan intensif bedah modern.
II. UNIT PERAWATAN PASCA
ANESTESI

A. Desain

 PACU sebaiknya dekat kamar operasi.


 Berdekatan dengan radiologi, laboratorium, bank darah
dan fasilitas perawatan intensif lain.
 Terbuka, memungkinkan observasi semua pasien secara
simultan.
 Rasio 1,5 bed PACU per kamar operasi.
 Sebagai pedoman jarak antar bed adalah 7 kaki dan 120
kaki persegi/pasien. (Morgan)
B. Standar Perawatan

1. Perawatan post anestesi disesuaikan dengan jenis anetesi


yang ditelah dilakukan.
2. Selama transport ke PACU mendapatkan menejemen
yang sesuai
3. Setelah tiba di PACU, kembali dievaluasi dan dilaporkan
ke tim PACU
4. Evaluasi di PACU dengan perhatian khusus oksigenasi,
ventilasi, sirkulasi, kesadaran dan suhu.
5. Seorang dokter anestesi bertanggung jawab untuk
pemulangan pasien.(Miller)
C. Peralatan

 Monitor pulse oksimetri, EKG, tensimeter otomatis.


 Monitor tekanan arteri, vena sentral, Capnograf (bila
PACU digunakan untuk merawat pasien dengan
critically ill pasca operasi)
 Termometer, penghangat udara, lampu panas, selimut
hangat atau dingin harus tersedia.
C. Peralatan

 PACU seharusnya punya sendiri alat–alat


pokok dan gawat darurat terpisah dari
kamar operasi. Alat-alat ini meliputi
 kanul oksigen,
 face mask,
 oral dan nasal airway, laringoskop, pipa endotrakeal, LMA,
Jackson Rees untuk ventilasi,
 kateter untuk kanulasi vaskuler (vena, arteri, vena sentral, atau
arteri pulmonalis),
 trakeostomi,
 set vena seksi.
C. Peralatan

 Defibrilasitranskutan
 Kereta dorong darurat dengan obat-obatan
& perlengkapan untuk bantuan hidup
lanjut.
 syringe pump harus ada dan dicek secara
periodik.
 Alat untuk terapi respirasi
 terapi bronkodilator dengan aerosol,
 ventilator harus ada dalam ruang pemulihan.
D. Staff

 PACU di bawah pimpinan dokter anestesi.


 Jumlah perawat disesuaikan dengan kebutuhan.
 Aspek medikolegal harus diperhatikan, karena
staffing yang tidak adekuat sering berperan
pada morbiditas yang terjadi di PACU.
 Gaji perawat sebaiknya ditentukan untuk
menjamin staffing yang optimal sepanjang
waktu.
E. Masuk PACU

 Saluran nafas dan efektivitas upaya pernafasan


dipantau selama transport
 Komplikasi pada periode ini biasanya karena
ketiadaan monitor yang adekuat
 Pasien dipindahkan pada bed yang bisa di head up
atau head down
 Pasien resiko muntah dan perdarahan jalan nafas
dipindah dengan posisi miring.
F. Keselamatan di PACU

 Pastikan lingkungan PACU aman bagi


pasien dan staf
 Penanganan udara harus menjamin PACU
tidak terkontaminasi gas anestesi
 Pastikan staf telah mendapatkan vaksinasi
III. PEMULIHAN ANESTESI

A. Pulih Sadar Yang Tertunda

Penyebab :
 Pengaruh sisa obat anestesi, sedasi dan analgesi
 Overdosis obat absolut ataupun relative
 Potensiasi agent anestesi dengan obat sebelumnya (alkohol)
 Terapi :
1. Naloxon (min 0,04 mg) dan flumazenil (min 0,2 mg) dapat
mengembalikan efek opioid dan benzodiazepin
2. Physostigmin 1-2 mg merivers efek obat lainnya
 Penyebab lain:
1. Hipotermi
2. Tanda2 gangguan metabolik (hipoksemia,
hipercarbia, Hipoglikemia, Hiperglikemia)
3. Stroke peri operasi
B. Pemulihan Rutin

1. Anestesi Umum
 Vital sign dan oksigenasi segera dicek begitu datang.
 Tensi, nadi, dan respirasi diukur secara rutin setiap 5
menit selama 15 menit atau sampai stabil dan setelah
itu setiap 15 menit,
 Oksimetri dipasang kontinyu pada semua pasien yang
pulih dari anestesi umum.
 Temperatur paling tidak diukur sekali.
 Anestesiolog harus memberikan penjelasan singkat
tentang
 riwayat preoperasi,
 kejadian intra operasi (tipe anestesi, prosedur
pembedahan, darah yang hilang, penggantian
cairan, dan komplikasi-komplikasi),
 perkiraan masalah post operasi, dan instruksi post
anestesi (perawatan kateter epidural, transfusi,
ventilasi post operasi).
 Semua pasien yang sadar dari anestesi umum
sebaiknya mendapat 30-40% oksigen selama
pemulihan karena hipoksia sementara dapat terjadi
pada pasien yang sehat.
 Pilihan melanjutkan terapi oksigen pada saat keluar
dari PACU dapat dibuat berdasarkan pembacaan
saturasi O2 pada udara kamar.
2. Anestesi Regional

 Pasien yang tersedasi berat dan hemodinamik yang


tidak stabil setelah anestesi regional juga diberi
suplemen oksigen di PACU.
 Untuk menilai blokade motoris ekstremitas inferior
oleh spinal anestesia digunakan Bromage score.
Pasien dikeluarkan dari PACU setelah gerakan penuh
dari tungkai (Bromage score 0).
 Tensi harus selalu dimonitor pada anestesi spinal dan
epidural.
3. Pengendalian Nyeri

 Nyeri sedang sampai berat post operasi di PACU


dapat diobati dengan opioid parenteral atau intra
spinal, anestesi regional, atau blok saraf spesifik.
 Meperidine 25-50 mg (0,25-0,50 mg/kg)
Hydromorphone 0,25-0,50 mg (0,015-0,02 mg/kg)
Morphin 2-4 mg (0,025-0,050 mg/kg ).
3. Pengendalian Nyeri

 Bila dipasang kateter epidural,


 Fentanil 50-100 mcg,
 Sufentanil 20-30 mcg, atau
 Morphin 3-5 mg
 Hati-hati depresi pernapasan
4. Agitasi

 Sebelum pasien sadar penuh, nyeri sering muncul


sebagai kegelisahan post operasi
 Perlu untuk menahan lengan dan kaki agar tidak
terjadi perlukaan pada diri sendiri, khususnya pada
anak-anak
 Kasih sayang dan kata-kata yang manis dari yang
menemani atau orang tuanya sering menenangkan
pasien dan anak-anak.
 Faktor : gangguan sistemik serius (hipoksemia,
asidosis, hipotensi), kandung kemih penuh, atau
komplikasi pembedahan (internal bleeding
tersembunyi), ketakutan/kecemasan pre op, efek
samping obat (overdosis anticholinergic, penothiazin,
ketamin) (0,05 mg/kgbb)
 Terapi : phisostigmin 1-2 mg iv, midazolam 0,5-1 mg
(0,05 mg/kgbb)
5. Mual Muntah

 Merupakan masalah umum setelah anestesi dgn GA.


 Mual juga bisa karena anestesi spinal / epidural
 Peningkatan insiden mual dilaporkan mengikuti :
5. Mual Muntah

 Hipotensi
 opioid
 N2O
 pembedahan intraperitoneal, khususnya laparoskopi
 bedah strabismus,
 peningkatan tonus vagal
5. Mual Muntah

 Droperidol 0,625-1,25 mg (0,05-0,075 mg/kg)


 Metoclopramid 10 mg (0,15 mg/kg i.v )
 Ondansetron 4 mg (0,1 mg/kb),
 Granisetron 0,01-0,04 mg/kg
 Dolasetron 12,5 mg (0,035 mg/kg ).
 Dexamethason 8-10 mg (0,1 mg/kg)
 Propofol 10 atau 20 mg bolus
 Decision Making
6. Menggigil dan Hipotermia

 Menggigil dapat terjadi di PACU sebagai akibat dari


hipotermia intra operasi atau karena agent anestesi.
 Penyebab hipotermia adalah redistribusi panas dari
bagian tengah tubuh ke bagian tepi.
 Menggigil adalah suatu usaha tubuh untuk
meningkatkan produksi panas, meningkatkan suhu
tubuh dan diikuti oleh vasokonstriksi yang hebat.
6. Menggigil dan Hipotermia

 Penyebab lain

1) Suhu Ruang Operasi


2) Luka besar yang terbuka lama
3) Cairan IV tak dihangatkan
4) Aliran gas yg tinggi dan tidak dilembabkan

Agent anestesi menurunkan ambang menggigil, umumnya


sering nampak selama atau sesudah pulih dari anestesi
umum
6. Menggigil dan Hipotermia

 Anestesi spinal dan epidural juga menurunkan


ambang menggigil dan respon vasokonstriksi
terhadap hipotermi.
 DD : Sepsis, alergi obat, reaksi tranfusi
 Terapi : Alat penghangat udara, lampu hangat atau
selimut hangat..
 Meperidine i.v, 10-50 mg,
IV. MANAJEMEN KOMPLIKASI

A. Komplikasi Respirasi

1. Sumbatan Jalan Nafas


 lidah jatuh ke pharing posterior, spasme laring,
edema glottis, sekresi, muntahan, darah, atau tekanan
luar.
 Kombinasi gerakan jaw thrust dan memiringkan
kepala akan menarik lidah ke depan dan membuka
jalan nafas.
 Manuver jaw thrust, kombinasi dengan tekanan positif
jalan nafas lewat face mask, biasanya dapat mengakhiri
spasme laring. Spasme laring yang parah harus diterapi
agresif.
 Dengan dosis kecil suksinil kholin (10 – 20 mg) dan
ventilasi positif O2 100% bisa digunakan untuk
mencegah hipoksia berat atau udem paru tekanan negatif.
2. Hipoventilasi

 PaCO2>45 mmHg, klinis tampak bila PaCO2 > 60


mmHg atau pH darah arteri < 7,25.

 Karakteristik depresi nafas karena opioid adalah


 laju nafas yang lambat,
 volume tidal besar,
 sedasi berlebihan sering terjadi,
 dapat meningkatkan pernafasan dengan perintah.
2. Hipoventilasi

 Sisa pelumpuh otot ditegakkan dengan


 stimulator syaraf (pasien tak sadar)
 pasien yang sadar dapat disuruh memiringkan kepala.
 Kemampuan untuk mengangkat kepala selama 5 detik mungkin test paling
sensitif
 Faktor yang lain :
 Nyeri sayatan dan
 Disfungsi diafragma,
 Perut yang menggelembung,
 Pakaian yang ketat
2. Hipoventilasi

 Terapi ditujukan pada penyebab yang mendasari.


 Memerlukan ventilasi terkontrol sampai faktor-
faktor yang berperan diidentifikasi dan dikoreksi.
 Antagonis opioid, naloxone digunakan secara titrasi
dengan dosis kecil (0,04 mg pada orang dewasa)
 Bilaterdapat sisa dari pelumpuh otot dapat diberikan
penghambat kolinesterase.
3. Hipoksemia

 Hipoksemia di PACU biasanya disebabkan oleh hipoventilasi.


 Hipoksemia ringan biasa terjadi pada pasien yang pulih dari anestesi
tanpa diberi suplemen oksigen selama pemulihan.
3. Hipoksemia

 Klinis: kegelisahan, kebingungan, takikardi.


Bradikardi, hipotensi, dan cardiac arrest adalah tanda-
tanda belakangan.
 Oksimeter di PACU memfasilitasi deteksi awal.
Analisa gas darah sebaiknya dilakukan untuk
menegakkan diagnosa dan pemandu terapi.
 Terapi : oksigen dengan atau tanpa tekanan positif.
 30-60% oksigen biasanya cukup untuk mencegah
hipoksemia dengan hipoventilasi sedang dan
hiperkapnea.
B. Komplikasi Sirkulasi

1. Hipotensi
 Hipotensi biasanya disebabkan oleh penurunan
venous return atau gangguan fungsi ventrikel kiri.
 Hipovolemia adalah penyebab paling umum di PACU.
 Hipovolemia absolut dapat disebabkan oleh
penggantian cairan yang tidak adekuat,
sekuesterisasi cairan yang terus-menerus oleh rongga
ketiga, atau drainase luka, serta perdarahan post
operasi.
1. Hipotensi

 Hipovolemia relatif berhubungan dengan spinal atau


epidural, venodilator, blok α adrenergik
 Hipotensi yang berhubungan dengan sepsis dan
reaksi alergi karena hipovolemi dan vasodilatasi.
1. Hipotensi

 Hipotensi karena disfungsi ventrikel terutama pada


pasien dengan penyakit arteri koroner atau katup
jantung, dan biasanya dicetusksan oleh cairan yang
berlebihan, iskemia myokard, peningkatan afterload
akut, atau disritmia.
 Hipotensi ringan selama pemulihan dari anestesi
biasa terjadi dan biasanya mencerminkan penurunan
tonus simpatis.
1. Hipotensi

 Hipotensi yang bermakna didefinisikan sebagai


penurunan tensi 20-30 % dari tensi basal pasien.
 Peningkatan tensi setelah bolus caiaran (250-500 ml
kristaloid atau 100-250 ml koloid) umumnya
mendukung hipovolemi.
 Decision Making
2. Hipertensi

 Hipertensi post operasi sering terjadi PACU biasanya


terjadi 30 menit pertama.
 Rangsangan nyeri sayatan, intubasi ,overload cairan,
hipoksemia atau kandung kemih penuh, biasanya ikut
berperan.
 Bisa juga : aktivasi reflek simpatis (respon
neuroendokrin thd pembedahan), hipoksemia
sekunder, hiperkapnea, asidosis metabolik
2. Hipertensi

Terapi :
Beta bloker :

Labetolol 5-10 mg iv
Esmolol 10-100 mg iv
Propranalol 0,5-1 mg
Ca chanel blocker

Diltiazem 20 mg iv
Nifedipine 5-10 mg SL
Hydralazyn 5-20 mg iv (pure vasodilator)
Nitrogliserin 25μg/menit iv
3. Aritmia

 Pemicu :
 hipoksemia, hiperkarbia, asidosis .
 Efek sisa agent anestesi, peningkatan aktivitas
sistim saraf simpatis, abnormalitas metabolik dan
adanya penyakit jantung dan paru juga
mempengaruhi pasien untuk terjadi aritmia di
PACU.
 Bradikardi sering menunjukkan efek sisa dari
 kolinesterase inhibitor (neostigmin),
 opioid sintetis yang poten (sufentanyl) atau
 beta bloker (propanolol).
3. Aritmia

 Takikardi mungkin menunjukkan efek dari


 agent antikolinergik (atropin) atau
 vagolitik (pancuronium atau meperidine),
 beta agonis (albuterol),
 reflek takikardi (hidralazine), serta penyebab-penyebab umum seperti nyeri,
demam, hipovolemia dan anemia

 Sebagian besar disritmia tidak memerlukan terapi,


suplemen oksigen harus terus diberikan sambil
mencari etiologinya.
Thank you
Anesthesia Report [Februari 2018]

Resident on duty : dr. Adi Hidayat


Dep of Anesthesiology & Intensive Care
Dr Sardjito General Hospital
School of Medicine Gadjah Mada University

Anda mungkin juga menyukai