PENDAHULUAN
A; Latar Belakang
Bahtsul Masail merupakan forum kajian dan penetapan hukum Islam ciri khas Nahdlatul
Ulama dan Pesantren. Secara harfiah, bahtsul masail berarti pembahasan berbagai masalah
yang berfungsi sebagai forum resmi untuk membicarakan al-masail al-diniyah (masalahmasalah keagamaan) terutama berkaitan dengan al-masail al-fiqhiyah (masalah-masalah
fiqh.
Sebelum membahas tentang metode istinbath hukum Bahtsul masail secara koprehensif
terlebih dahulu kita harus mengetahui latar belakang tentang proses sejarah NU berdiri. NU
adalah suatu jamiyyah diniyyah Islamiyyah (organisasi keagamaan Islam) yang didirikan di
Surabaya pada 16 Rajab 1344 H./31 Januari 1926 M., berakidah Islam menurut faham
Ahlussunnah wal Jamaah dan menganut salah satu madzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafii
dan Hanbali.
Lahirnya Jamiiyyah Nahdlatul Ulama didahului dengan beberapa peristiwa penting.
Pertama adalah berdirinya grup diskusi di Surabaya pada tahun 1914 dengan nama Taswirul
Afkar yang dipimpin KH. Wahab Hasbullah dan KH. Mas Mansyur. Pada tahun 1916 grup
diskusi ini telah berkembang dan berubah dengan nama Nahdlatul Wathan (kebangkitan
tanah air). Peristiwa yang lain adalah pembentukan komite Hijaz sebagai utusan ke Arab
Saudi guna mengikuti konggres khilafah pada tahun 1926.
Pada akhirnya muncullah kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) yang
dipimpin oleh K.H. Hasyim Asyari sebagai Rais Akbar. K.H. Hayim Asyari merupakan
tokoh pendiri NU, dan pemikirannyapun paling berpengaruh di dalam internal NU.
BAB II
1
PEMBAHASAN
A; Sejarah Berdirinya NU
Nahdlatul Ulama disingkat NU, yang merupakan suatu jamiyah Diniyah Islamiyah yang
berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926
M/16 Rajab 1344 H. NU mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut
mereka yang berfaham salah satu dari empat mazhab Fikih. Basis sosial Nu dahulu dan kini
terutama masih berada di pesantren1.
Tujuan berdirinya NU 1926 menyatakan sebagai berikut:
a; Meningkatkan hubungan antar ulama dari berbagai mazhab sunni
b; Meneliti kitab-kitab pesantren untuk menentukan kesesuaian dengan ajaran
c;
d;
e;
f;
ahlusunnah wal-jamaah
Meneliti kitab-kitab di pesantren untuk menentukan kesesuaiannya dengan ajaran
ahlusunnah wal-jamaah
Mendakwahkan Islam berdasarkan ajaran empat mazhab
Mendirikan Madrasah, mengurus masjid, tempat-tempat ibadah, dan pondok
pesantren, mengurus yatim piatu dan fakir miskin
Dan membentuk organisasi untuk memajukan pertanian, perdagangan, dan industri
yang halal menurut hukum Islam2.
Bahtsul masail atau lembaga bahtsul masaiil diniyah (lembaga pembahasan masalahmasalah keagamaan) di lingkungan NU adalah sebuah lembaga yang memberikan fatwafatwa hukum keagamaan kepada umat Islam. Butir F pasal 16 Anggaran Dasar dan
Anggarabn Rumah Tangga NU menyebutkan bahwa tugas bahtsul masail adalah
menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang mauquf dan waqiah yang
harus segera mendapat kepastian hukum.
Praktek bahtsul masail ini telah berlangsung sejak NU didirikan yakni 13 Rabi al-Tsani
1345 H/21 Oktober 1926 M. Waktu itu dilakukan sidang bahtsul masail yang pertama kali
1 Kholid Mawardi, Mahzab Sosial Keagamaan NU, (Stain Purwokerto: Yogyakarta, 2006), h.13
2 Ibid, h. 15
2
dalam sejarah NU. Untuk itu melihat Setting historis bahtsul masail harus mengetahui proses
sejarah NU didirikan.
Kegiatannya
meliputi
pengumpulan
masalah
dari
warga
sampai
dengan
1; Tingkat
2;
3;
a;
b;
yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik diselenggarakan dalam struktur
organisasi maupun di luarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling
membatalkan.
Suatu hasil keputusan bathsul masail dianggap mempunyai kekuatan daya ikat lebih
tinggi setelah disahkan oleh Pengurus Besar Syuriah NU tanpa harus menunggu
Munas Ulama maupun Muktamar.
Sifat keputusan dalam bathsul masail tingkat Munas dan Muktamar adalah:
Mengesahkan rancangan keputusan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan/atau,
Diperuntukan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang luas dalam
segala bidang.
Lajnah bahtsul masail mempergunakan tiga macam metode istinbath hukum yang
diterapkan secara berjenjang yaitu :
a; Metode qauly
4 Einar Martahan Sitompul, NU dan Pancasila : Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama
Bab XX Permusyawaratan Tingkat Nasional Pasal 72 di NU Online.
Metode ini adalah suatu cara istinbat hukum yang digunakan oleh ulama/ intelektual NU
dalam lajnah bahsul masail dengan mempelajari masalah yang di hadapi, kemudian mencari
jawabannya pada kitab fiqih dari madzhab empat, dengan mengacu dan merujuk secara
langsung pada bunyi teksnya atau dengan kata lain, mengikuti pendapat-pendapat yang sudah
jadi dalam lingkup madzhab tertentu.
Untuk menjawab masalah yang jawabanya cukup dengan menggunakan ibarah kitab, dan
dalam kitab tersebut hanya ada satu qaul/wajah, maka qaul/wajah yang ada dalam ibarah
kitab itulah yang digunakan sebagai jawaban.
Bila dalam menjawab masalah masih mampu dengan menggunakan ibarah kitab, tapi
ternyata ada lebih dari satu qaul/wajah maka dilakukanlah taqrir jamaiy yang berfungsi
untuk memilih satu qaul/wajah5.
Contoh dari metode qauly :
adalah keputusan Muktamar I (Surabaya, 21-23 September 1926).
S (soal): Bolehkah menggunakan hasil dari zakat untuk pendirian masjid, madrasah, atau
pondok (asrama) karena itu semua termasuk sabilillah sebagaimana kutipan Imam alQaffal?
J (jawab): Tidak boleh. Karena yang dimaksud dengan sabilillah ialah mereka yang
berperang dalam sabilillah. Adapun kutipan Imam al-Qaffal itu adalah daif (lemah).
Keterangan: dari kitab Rahmatul Ummah dan Tafsir al-Munir Juz I
Dan mereka sepakat atas tidak bolehnya mengeluarkan (harta zakat) untuk mendirikan
masjid atau mengafani (membungkus) mayat(rahmatul ummah)
Dan al-Qaffal mengutip dari sebagian fuqaha, bahwa mereka memperbolehkan
membelanjakan harta zakat untuk semua segi kebaikan, seperti mengafani mayat, ,
membangun benteng dan memakmurkan masjid. (Tafsir al-Munir Juz I)
Jadi secara ringkas dapat dismpulkan bahwa metode yang digunakan Lajnah Bahtsul Masail
adalah dengan mengacu pada bunyi teks (qaul) dari kitab-kitab mazhab empat, dan karenanya
disebut metode qauliy yang dalam tataran ijtihad dapat disamakan dengan metode bayaniy.
b; Metode ilhaqy
5 Ebook Zahra, Ahmad, Tradisi Intelektual NU (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2004) h. 118
5
Apabila metode qauly tidak dapat dilaksanakan karena tidak ditemukan jawaban tekstual
dari suatu kitab mutabar, maka dilakukan apa yang di sebut (ilhaaqul masaaili bi
nadzhaairiha) yakni menyamakakan hukum atau suatu kasus/ masalah yang belum dijawab
oleh kitab dengan kasus /masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab.
Contoh metode ilhaqy yaitu :
adalah yang diputuskan pada Muktamar II (Surabaya, 9-11 Oktober 1927) mengenai hukum
jual-beli petasan.
S (soal): Sahkah jual beli petasan (mercon-jw) untuk merayakan hari Raya atau Penganten
dan lain sebagaina?
J (jawab): Jual-beli tersebut hukumnya sah! Karena ada maksud baik, ialah: adanya perasaan
gembira menggembirakan hati dengan suara petasan itu.
Keterangan dalam kitab:
1; Ianah at-Talibin juz III / 121- 122:
Menjual sesuatu yang dapat dilihat artinya dapat dihadirkan (maka diprbolehkan) jika
memenuhi syarat, yaitu barang yang dijual itu suci, dapat dimanfaatkan, dapat diserahkan dan
dimiliki oleh pembeli.
Dari segi argumentasi yang mengacu pada kitab-kitab rujukan, tidak ada rujukan yang
menyebutkan secara jelas mengenai hukum jual beli petasan, yang ada hanyalah uraian
singkat mengenai hukum bolehnya. Mentasarufkan harta untuk kebaikan dan kesenangan,
sahnya menjual benda-benda yang dapat dihadirkan asal suci dan bermanfaat.
c; Metode manhajy
keranjang
buah,
maka
kuperskaiskan
kepadamu
bahwasanya
saya
Lajnah Bahsu masail NU tidak terlepas dari latar belakang pesantren yang memegang
teguh tradisi bermadzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali) dan
berlandaskan ahlusunnah wal jamaah. Akan tetapi dalam operasionalnya mengikuti madzhab
yang empat berjalan secara tidak proposionnal, NU lebih cenderung dengan fiqh Imam
syafii.
6 Ebook Zahra, Ahmad, Tradisi Intelektual NU (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2004) h. 120
7 Imam Yahya, Akar Sejarah Bahtsul Masail: Penjelasan Singkat, dalam M. Imdadun Rahmad (ed.), Kritik
Nalar Fiqih NU, h. 4.
Hasil keputusan LBMNU telah dinyatakan oleh sahal Mahfud, bahwa LBMNU hanyalah
majelis yang memberkan fatwa kepada warga NU. Warga NU tidak wajib patuh terhadap
hasil keputusan LBMNU, pengikutan terhadap hasil Keputusan LBMNU hanyalah bentuk
moral bukan taklifi. Dalam memutuskan masalah tidak menggali dari sumber aslinya AlQuran dan Hadist, karena dirasa sangat sulit untuk memenuhi kualifikasi Mujtahid mutlak
sebagaimana yang dilakukan oleh Imam madzhab yang empat. Ualntuk itu LBMNU
mennggunakan beberapa metode yang dianggap valid untuk memutuskan permasalahan
agama. Ada tiga metode yang dipakai LBMNU, yaitu
1; Metode qouly ialah Sebuah metode yang berguna untuk menjawab masalah-masalah