MEMPERJUANGKAN KEBENARAN
KEBOHONGAN
Kebohongan memang terkesan akan membawa kenikmatan dan keberuntungan
tertentu, paling tidak untuk waktu tertentu. Tetapi untuk jangka waktu yang panjang di
masa depan, kebohongan akan membawa bencana. Bencana kemerosotan pribadi, karena
lama-kelamaan kita akan dikenal sebagai pembohong. Bencana yang lain ialah bahwa kita
akan kehilangan kepercayaan. Kita tidak akan dipercaya lagi. Pada zaman kita ini, kebiasaan
berbohong dan merekayasa tumbuh subur.
1. Bentuk-Bentuk Kebohongan
Kebohongan menunjukkan bentuk wajahnya dalam kehidupan masyarakat kita. Dapat
disebut antara lain:
Berdusta dan saksi dusta. Berdusta berarti mengatakan yang tidak benar dengan
maksud untuk menyesatkan. Dusta adalah pelanggaran paling langsung terhadap
kebenaran. Berdusta berarti atau berbuat melawan kebenaran untuk menyesatkan
seseorang, yang mempnyai hak untuk mengetahui kebenaran.
Rekayasa atau manipulasi. Rekayasa atau manipulasi berarti menyiasati atau membawa
orang lain kepada suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, yang mungkin
saja orang lain mendapat rugi. Rekayasa dan manipulasi itu bersifat mengelabuhi.
Asal Bapak Senang (ABS). Kata-kata dan sikap manis yang dilakukan hanya sekedar
untuk menyenagkan atasan, yang mungkin saja jauh dari kebenaran. Kata-kata dan
sikap semacam ini hanya merupakan formalitas.
Fitnah dan umpatan. Fitnah dan umpatan adalah tindakan yang sangat jahat, sebab
yang difitnah tidak hadir untuk membela diri. Fitnah dapat berkembang tanpa
saringan.
2. Sebab-Sebab Kebohongan
Ada bermacam-macam alasan mengapa orang berbohong, antara lain:
Pertama, orang berbohong hanya sekedar iseng. Orang dapat berbohong hanya
karena mau menikmati kesenangan murahan. Orang merasa senang karena orang
lain tertipu.
Ketiga, orang berbohong karena berada dalam situasi terjepit. Untuk menyelamatkan
diri dari situasi terjepit, ia terpaksa berbohong.
3. Akibat Kebohongan
Orang yang dibohongi tentu saja mendapat gambaran yang salah dan dapat bertindak fatal
bagi dirinya sendiri dan mungkin saja bagiorang lain juga.
Orang yang dibohongi dapat masuk ke dalam komunikasi dan relasi yang semu dengan
membohonginya dan mungkin juga dengan orang lain.
Dalam Kitab Suci, kebenaran tidak hanya berarti tidak berbohong, tetapi juga
mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Allah adalah sumber kebenaran,
karena Allah selalu berbuat sesuai janji-Nya. Maka Allah berfirman:Jangan bersaksi
dusta
Sebenarnya Kitab suci tidak berkata saksi dusta terhadap sesamamu, melainkan
saksi dusta tentang sesamamu manusia, sebab perintah ini semula menyangkut
kesaksian di pengadilan. Dengan kesaksian palsu, orang dicelakakan, karena ia
dihukum secara tidak adil (malah dihukum mati) dan tata keadilan
dijungkirbalikkan. Sebetulnya, masalahnya bukan bohong, melainkan tidak
adanya kepastian hukum yang dapat diandalkan. Maka dikatakan dalam Kel 23: 1-3,
6-8 demikian:
Dalam tradisi Gereja, firman Tuhan kedelapan itu sudah ditafsirkan secara luas. Kita
dilarang untuk berbohong, dalam segala bentuknya. Bagi orang Kristen, mengatakan
kebenaran adalah ungkapan cinta kasih. Jujur tidak hanya berarti bicara sesuai
dengan kenyataan, melainkan harus mengungkapkannya dalam semangat cinta
kasih. Maka kita tidak perlu mengungkapkan semua kebenaran dengan sejujurjujurnya tanpa memikirkan perlunya, akibatnya, dan kewajarannya. Ada kalanya
kebenaran tidak perlu disebut-sebut, karena bila disebut akan berdampak buruk.
Diam atau menyimpan kebenaran tidak otomatis berdusta. Orang harus
menggunakan lidahnya dengan baik (bijaksana) (lih. Yak 3:1-6 atau Mat 12:36-37).
Apalagi kalau kebenaran itu berhubungan dengan masalah rahasia jabatan (imam,
dokter, advokat). Kebenaran tidak bolh diungkapkan kepada siapapun tanpa
mempertimbangkan perlunya dan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.
Dalam Kitab Suci, kebenaran tidak hanya berarti sesuai dengan kenyataan. Menurut
Kitab Suci Perjanjian Lama, kebenaran ada pada Allah, karena Allah tetap setia dan
memenuhi janji-Nya. Allah adalah sumber kebenaran, karena Allah telah berbuat
sesuai dengan janji-Nya.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, dikatakan bahwa Yesus adalah kebenaran. Ia
dibenarkan Allah. Dengan dibangkitkan-Nya, allah menyatakan bahwa Yesus adalah
orang benar. Ia adalah pewahyuan dari Allah sendiri. Orang yang percaya kepadaNya akan selamat (ikut dibenarkan Allah). Percaya disini bukan hanya yakin bahwa
Yesus itu ada dan hidup, tetapi lebih-lebih berarti mau mengandalkan hidupnya
kepada Yesus serta menjalankan apa yang dikehendaki-Nya. Maka membela