Anda di halaman 1dari 4

YA & TIDAK

Ayat ke 37 dari bacaan kita kali ini mengatakan “Jika ya hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak
hendaklah kamu katakan: tidak.” Apa artinya ini saudara-saudara? Apa maksud Tuhan kita
Yesus Kristus ketika dia mengucapkan hal ini, sebagai bagian dari Kotbah di Bukit-Nya yang
terkenal itu?

Mungkin kita semua masih ingat akan Firman Tuhan melalui Hukum Taurat yang kesembilan:
“Jangan mengucapkan saksi dusta atas sesamamu!” Tuhan Yesus mau kembali menegaskan
apa yang tertulis di Hukum Taurat dengan lebih mempertegasnya. Kehidupan manusia
dihancurkan bukan hanya oleh kebencian dan pembunuhan, oleh perzinahan dan kecemaran,
tetapi juga oleh kepalsuan, kebohongan. Dalam hal ini Tuhan Yesus mempertahankan
kesungguhan akan Hukum Allah itu.

Pada waktu itu, di dalam praktek pergaulan hidup, orang Israel mahir sekali mempergunakan
segala tipu daya muslihat untuk mengakali hukum Allah itu. Mereka mahir sekali dalam
memutarbalikkan fakta. Yang benar bisa mereka katakan tidak benar dan yang tidak benar bisa
mereka katakan benar. Dan untuk hal itu mereka mengangkat sumpah untuk memperkuat
legitimasi mereka atas kebohongan mereka.

Saudara-saudara tentu bisa membayangkan betapa kacaunya keadaan pada waktu itu. Apabila
setiap orang yang berbohong mengucapkan sumpah, bahkan para pedagang yang ada di bait
suci Allah berani bersumpah demi sorga bahwa barang dagangan mereka dapat dipercaya
harganya, maka akan terjadilah pembohongan yang sangat salah. Bahkan mereka berani
mengatasnamakan sorga, atau bahkan demi Tuhan sendiri.

Dengan tegas sekali Tuhan Yesus mengatakan bahwa bersumpah demi bait suci, atau demi
apapun juga tidak mungkin diucapkan di luar Allah atau dengan tanpa sepengetahuan Allah,
sebab Allah menyaksikan semua itu. Allah adalah pemilik semuanya itu. Bahkan atas
kepalanya sendiri pun manusia tidak memiliki hak untuk bersumpah atas itu. Mungkin sekarang
apabila dikatakan bahwa manusia tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai
rambut pun, maka orang akan mengatakan, jangankan memutihkan, membuat rambut hitam
saya jadi pirang juga saya bisa, seperti banyak orang sekarang. Namun bukan itu maksudnya
saudara-saudara. Maksudnya adalah kita tidak mempunyai kuasa atas diri kita sendiri, karena
Tuhanlah pencipta kita.

Karena itu kata Yesus: “Jika ‘ya’ hendaklah kamu katakan: ‘ya’, jika ‘tidak’ hendaklah kamu
katakan: ‘tidak’. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat. Perkataan ini juga kita temui di
dalam Yakobus 5:12: “Tetai saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun
demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak
hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman. Pertanyaan yang ada
adalah bagaimana perkataan Yesus (dan Yakobus) ini kita tafsirkan? Dalam konteksnya yang
nyata, bahwa yang Yesus maksudkan dengan perkataan-Nya ini adalah, bahwa ‘ya’ yang
dikatakan haruslah ‘ya’ yang benar, ‘ya’ yang sesungguhnya tanpa menggunakan sumpah
untuk menguatkannya. Demikian juga dengan ‘tidak’.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Kristus.

Keberanian untuk mengatakan yang sejujurnya sangat diperlukan pada saat ini. Tuhan
menuntut kita supaya kita bertindak jujur dalam segala hal. Bukan hanya kepada orang lain,
tetapi juga kepada diri kita sendiri. Kejujuran adalah sesuatu yang mahal harganya pada saat
ini. Dulu, anda tentu tahu apa yang terjadi ketika orang-orang jujur menentang pemerintahan
yang tidak jujur. Banyak yang ditekan, dipenjarakan, bahkan banyak yang hilang dan sampai
sekarang tetap tidak pernah ketahuan di mana ujung rimbanya. Demikian juga yang terjadi di
pekerjaan kita masing-masing. Untuk mencari aman, kadang-kadang kita hanya menurut
kepada atasan kita, meskipun kita tahu apa yang dilakukannya adalah salah. Kita tidak berani
mengatakan ya jika ya, dan tidak jika tidak.

Ada sebuah cerita saudara-saudara, yang pernah saya baca beberapa waktu yang lalu, Di
dalam kisah itu diceritakan bahwa ada dua orang yang hendak melamar pekerjaan. Katakanlah
mereka si A dan si B. Manager personalia yang bertugas mewawancarai sudah menyeleksi
ratusan orang, dan keduanya adalah calon yang terbaik dari semuanya. Akhirnya mereka
berdua sampai pada wawancara terakhir. Si A dipanggil untuk memasuki ruangan. Sesudah
bermacam pertanyaan yang diajukan, akhirnya sang manager menanyakan pertanyaan
terakhir. “Berapa jumlah 1+1?” tanya sang manager. Si A pun menjawab “2”. Kemudian tiba
giliran si B. Ketika dia ditanyakan pertanyaan yang sama, maka apa jawaban si B? Dia
menjawab “Terserah bapak saja”. Dan akhirnya si B lah yang diterima.

Saudara, harga kejujuran memang mahal. Sekali lagi kita bisa melihat dari contoh di atas,
bahwa justru yang mengatakan apa yang benar tidak terpilih untuk bekerja. Ketika si A
menjawab dengan benar, maka mungkin kita bisa memperkirakan apa yang ada di benak sang
manager. Sang manager tentu akan lebih senang bekerja dengan orang yang selalu menurut
kepadanya, meskipun dia bisa salah, daripada dengan orang yang akan mengatakan hal yang
sebenarnya.

Sekali lagi saudara-saudara, harga kejujuran memang mahal. Seperti ilustrasi yang saya
berikan pada awal kotbah tadi, harga kejujuran, dan keberanian untuk mengatakan “tidak” jika
salah adalah sangat mahal. Pada ketiga sahabat Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego,
harganya adalah hukuman dibakar hidup-hidup. Apakah kita berani seperti itu saudara-
saudara?

Katakan “ya” jika ya dan katakan “tidak” jika tidak. Kedengarannya memang mudah saudara,
tetapi percayalah, dalam melakukannya hal, ini sangat sulit sekali. Sangat sulit sekali bagi kita
untuk mengatakan hal yang sebenarnya di saat ini.

Beberapa hari ini, media massa kembali mempunyai topik yang hangat untuk diberitakan. Kita
semua yang mengikutinya pasti tahu, atau paling tidak terimbas macetnya. Demonstrasi yang
dilakukan oleh banyak pihak saat ini adalah hasil dari ketidakpuasan mereka terhadap
ketidakjujuran pemerintah. Ada yang mengatakan presiden harus mundur, yang kemudian
dibalas dengan mereka yang mengatakan mendukung, dan kemudian dibalas lagi. Apa artinya
ini saudara-saudara. Ini adalah akibat ketidaksanggupan pemerintah, dan juga pihak-pihak
yang disebut elit politik itu, untuk mengatakan ya jika ya dan tidak jika tidak. Tuhan menuntut
kita supaya kita jujur dan benar, juga di dalam uraian-uraian resmi melalui media massa. Tuhan
juga menuntut kejujuran, juga dalam pembicaraan-pembicaraan antar elit politik dalam
membicarakan masa depan bangsa ini.

Saudara-saudara, Franz Magnis Suseno, seorang filsuf asing yang sudah menjadi warga
negara Indonesia mengatakan, mungkin beberapa tahun lagi Indonesia hanya akan menjadi
sejarah yang dikenang oleh anak cucu kita, karena Indonesia sudah bubar. Sebuah grup lawak
terkenal, Bagito atau Patrio pernah mengatakan, dalam acara lawaknya, bahwa lagu dari
“sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau” mungkin akan diganti syairnya karena semua
pulau sedah melepaskan diri dari Indonesia dan yang tinggal hanya pulau Jawa. Lagunya
berganti judul menjadi “dari Subang sampai ke Merak berjajar warung tegal”.

Tuhan menuntut kita untuk berkata “ya” jika ya dan “tidak” jika tidak. Dan apa yang lebih
daripada itu berasal dari si jahat. Yang lebih dari itu bukanlah berasal dari Tuhan. Apabila kita
sudah mengatakan apa yang tidak benar lagi, maka itu berasal dari kuasa kegelapan. Kuasa-
kuasa jahat yang meliputi dunia akan kembali menutupi keselamatan manusia. Manusia akan
kembali jatuh lagi ke dalam dosa. Kekuasaan dusta memang sangat besar saudara. Dalam
dunia sekarang ini, semua orang sudah sadar akan hal itu. Bagaikan angin, dusta itu sudah
menyebar demikian luasnya kepada manusia.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Kristus.

Kita sebagai manusia biasa tentulah tidak bisa lepas dari keinginan untuk berdosa. Kita sebagai
manusia tentulah tidak bisa lepas dari keinginan untuk berdusta. Apakah yang menjadi dasar
kita sebagai orang Kristen untuk mengucapkan kebenaran? Tentu Firman Tuhan yang ada di
dalam Alkitab, dan juga melalui kuasa Roh Kudus yang memimpin kita untuk mengerti apa
maksud dari Firman Tuhan itu.

Saudara-saudara, keinginan untuk tidak mengatakan ‘ya’ jika ‘ya’ dan ‘tidak’ jika ‘tidak’
memanglah sangat besar. Resiko mengatakannya juga sangat tinggi. Sebaiknya kita kembali
dulu kepada diri kita masing-masing. Janganlah kita menilai orang lain dulu, tetapi hendaklah
kita kembali merenungkan apakah kita sendiri sudah mengatakan ‘ya’ jika ‘ya’ dan ‘tidak’ jika
‘tidak’?

Sambil merenungkannya, kita harus selalu mengingat bahwa Tuhan yang mengucapkan
perkataan ini melalui “Kotbah di Bukit” itu adalah Tuhan yang hidup. Dia yang dijatuhi hukuman
mati sebagai pendusta dan penghujat Allah, ternyata adalah Raja Kebenaran di dalam
kebangkitan-Nya dan telah menyelamatkan semua manusia dari kuasa kegelapan. Adakah
kemungkinan untuk menerobos suasana dusta yang meliputi dunia ini? Adakah kemungkinan
bagi kita untuk mengatakan ‘ya’ jika ‘ya’ dan ‘tidak’ jika ‘tidak’? Tentu ada, jika kita kembali lagi
kepada Tuhan Yesus dan kepada Injil-Nya dan memohon penyertaan Roh Kudus. Amin.

Anda mungkin juga menyukai