LARANGAN BERBOHONG
No Absen : 13
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Larangan Bebohong"
dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Agama. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Agama bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Pati, 2022
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
,ا99ا لص99ا خ99ا فق99ه كن من99 اربع من كن في:وعن عبد هللا بن عمروبن العا ص رصي هللا عنهما ان النبي ص م قا ل
واذا,ذ ب99د ث ك99 واذا ح,ان99 اذااؤ تمن خ:دعها99تى ي99اق ح99لة من النف99ه خص99ومن كا نت فيه خصلة منهن كانت في
متفق عليه. واذ خاصم فجر,عاهد غد ر.
Artinya:
“Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra. Bahwasanya nabi saw. Bersabda: “ada
empat sifat dimana bila seseorang memiliki keempat sifat itu maka ia benar-benar
munafik, dan barang siapa yang memiliki sebagian dari sifat-sifat nifak sehingga ia
meninggalkannya, yaitu: apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berkata ia berdusta,
apabila berjanji ia tidak menepatinya, dan apabila ia keterlaluan.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dusta?
2. Sebutkan bentuk-bentuk dusta!
3. Bagaimana dengan dusta yang diperbolehkan?
BAB II
PEMBAHASAN
Ada beberapa kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki kemiripan arti
dengan bohong, misalnya tipu, dusta, gombal dan bual. Secara bergantian orang
sering memakai kata-kata tersebut untuk hal yang sama. Misalnya ketika seorang
pemuda berjanji akan datang membawakan bunga untuk gadis pujaannya namun
tidak ditepati, maka cukup lazim jika si pemuda dikatakan ‘bohong’ atau ‘gombal’
atau ‘bual’. Kata ‘tipu’ dan ‘dusta’ sangat jarang digunakan.
Bagaimana dengan kata bual? Terkesan kata ‘bual’, yang merupakan bohong
juga, adalah versi lain kata ‘bohong’ untuk peristiwa yang sama sekali kurang penting
atau tidak dianggap penting dan tidak pula dianggap serius. Seseorang yang
mengaku-ngaku pernah bertamasya ke Antartika, padahal ke kota saja belum pernah,
jarang akan dikatakan bohong, lebih mungkin jika dikatakan ‘bual’ sebab
kebohongan itu tidak mempengaruhi apa-apa dan malah terdengar bodoh.
Penggunaan kata-kata di atas, baik bohong, dusta, tipu, gombal maupun bual,
sejatinya terserah selera pemakai. Namun demikian tampaknya ada kesepakatan
khusus dimana kata tertentu lebih cocok diterapkan.
B. Bentuk-bentuk Dusta
Ada beberapa bentuk dusta yang sangat dilarang atau berdosa jika dilakukannya,
antara lain:
Pada saat diketahui bahwa peryataan itu dusta ialah pada bukti perbuatan, atau
pada tingkah laku yang lahir. Karena hanya lidah yang berdusta, adapun perbuatan
dan sikap muka itu selalu berlawanan dengan lidah. Lebih baik seseorang yang
mengaku terus terang bahwa tidak percaya, karena memang dia belum percaya, tetapi
hatinya ragu.
Berdusta sangat dilarang dalam Islam, hal tersebut adalah terlarang. Rosul
telah melarang kita untuk berbohong, walaupun untuk sekedar bercanda.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan
sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat
kebahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan
tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan
mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Ali Imron: 77).
Setiap tujuan yang baik dapat dicapai dengan berkata benar atau dusta, maka
hal ini haram berdusta. Dan jika tidak bisa dicapai kecuali dengan dusta, maka di sini
dusta mubah, jika tujuan itu mubah, dan jika tujuan itu wajib dicapai, maka di sini
berdusta itu wajib juga.
1. Setiap perkara terpuji yang mungkin untuk meraihnya tanpa harus berdusta,
maka diharamkan untuk berdusta pada perkara tersebut.
2. Jika tidak mungkin meraih perkara terpuji itu kecuali dengan berdusta, maka
dibolehkan berdusta untuk mendapatkan hasil dari perkara tersebut.
3. Jika perkara tersebut adalah hal yang mubah dan tidak mungkin untuk
meraihnya kecuali dengan berbohong, maka berbohong pada kondisi ini
adalah sesuatu yang mubah.
4. Jika perkara itu adalah sesuatu yang wajib, maka diwajibkan berdusta pada
kondisi ini.
Contoh : jika melihat orang yang tidak bersalah, terpaksa bersembunyi dari
seorang yang akan membunuhnya, atau menganiayanya, maka di sini bedusta itu
wajib untuk menyelamatkannya meskipun dengan berbohong
Dan yang lebih baik pada kondisi ini, jika seorang muslim melakukan
"tauriyah" yaitu: melafazhkan suatu ibarat yang secara zhahir mempunyai pengertian
berbeda dari apa yang dikehendaki oleh orang yang melafazhkannya.[10] Dalil akan
hal ini adalah apa yang disebutkan di dalam Ash-Shahihain dari Ummu Kultsum,
bahwa beliau telah mendengar Rasulullah SAW bersabda.
Namun dari golongan Salaf Shalihin menerangkan, bahwa dusta dengan jalan
membelokkan kata itu dibolehkan demi untuk menghindari berkata dusta. Tentu saja
yang dimaksud adalah apabila seorang terpaksa sekali harus berdusta, tetapi karena
takut berdusta lalu dihindarinya dengan ucapan yang membelokkan.[11] Jadi
sekiranya tidak sangat terpaksa dan tidak ada kepentingan apa-apa, maka tidak
dibolehkan cara membelokkan ini ditempuh dan tidak boleh pula terang-terangan.
Cara membelokkan ini dalam beberapa hal lebih baik dan lebih ringan ditanggung
oleh perasaan.
Ada pula bentuk lain dalam kata-kata yang dibolehkan yaitu yang biasa dalam
adat-istiadat, apabila seseorang itu hendak menekankan suatu ucapan yang
dikeluarkan suatu ucapan yang dikeluarkan. Misalnya seseorang yang berkata: “Aku
sudah berkata pada masalah ini seratuskali bukan?” yang dimaksud di sini bukan
pernyataan seratus kali itu hitungannya, tetapi hanyalah untuk menekankan apa yang
diucapkan saja, sebab andaikata yang dimaksudkan tidak demikian, padahal ia hanya
mengucapkan satu kali saja, tentunya ia termasuk berkata dusta.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dusta dapat diketahui dari bukti perbuatan, atau pada tingkah laku yang lahir.
Karena hanya lidah yang berdusta, adapun perbuatan dan sikap muka itu selalu
berlawanan dengan lidah.
Akan tetapi ada dusta yang diperbolehkan asalkan maksud dari tujuan itu
baik. Walaupun begitu tetap harus berhati-hati dalam setiap berkata dan bertindak.
Karena dusta yang diperbolehkan itu disaat situasi yang sangat terpaksa.
B. SARAN
Demikianlah, makalah yang saya paparkan serta masih jauh dari kata baik.
Oleh sebab itu, masukan dari berbagai pihak sangatlah saya harapkan, untuk
memperkaya materi dan memperdalam pemahaman. Tak lupa ucapan ma’af dan
terima kasih saya haturkan dengan sepenuh hati kepada semua pihak atas kerjasama
di dalam pembuatan maupun penyampaian materi ini. Ihdina al-Shirathal
Mustaqim..Wallahu A’lamu Bi al-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
http://ewidoyoko.blogspot.com/2011/11/larangan-berbohong-walaupun-untuk.html di
unduh pada tangal 09 April 2014 pukul 10.27 WIB.
http://www.psikoterapis.com/?en_apa-beda-bohong-tipu-dusta-gombal-dan-bual-,112
09/04/2014.
Muhammad bin Abdullah bin Mu’aidzir, Anjuran Berkata Jujur dan Larangan
Berbohong, Terj., IslamHouse.com, 2011.