Katarak Dr. Ana SP.M
Katarak Dr. Ana SP.M
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indera penglihatan sangat penting dalam menentukan kualitas hidup manusia.
Penurunan penglihatan dan kebutaan menjadi masalah kesehatan yang utama. WHO
1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan
adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO
(1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri
akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya,
75% dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.
Menurut data WHO 2011, katarak masih menjadi penyebab utama kebutaan di negara
berkembang. Katarak senilis adalah penyebab kebutaan di dunia sebesar 48% atau sekitar
18 juta orang. Tingkat kebutaan di Indonesia pada tahun 2003 mencapai urutan tertinggi
di Asia Tenggara yaitu sebesar 1,47% dari jumlah penduduk di Indonesia. Sekitar 1% dari
kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (Zuhri, 2006).
Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Baik itu kekeruhan lensa yang kecil, lokal atau
seluruhnya. Kekeruhan lensa mata dapat diakibatkan adanya gangguan metabolisme pada
lensa akibat denaturasi protein lensa, hidrasi (penambahan cairan) lensa, perubahan
struktur jaringan pada serabut lensa, dan deposit kalsium orthofosfat dan kalsium oksalat
yang mengakibatkan gangguan penglihatan sampai kebutaan. (Hutasoit, 2009; Friedman
et al., 2004; Leske et al., 2002). Fakto-faktor lain yang menyebabkan katarak, yaitu
kelainan genetik atau kongenital, penyakit sistemik, obat-obatan, dan trauma (Vaughan,
2009). Pada umumnya katarak terjadi karena proses penuaan. Berbagai studi crosssectional melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah
sebanyak 50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu diatas 75 tahun.
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh, kekeruhan lensa ini terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein, atau keduanya. Kekeruhan biasanya mengenai satu atau kedua mata
dan dapat berjalan progresif. Kekeruhan tersebut menyebabkan terganggunya fungsi lensa
sebagai media refrakta sehingga menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan
(Ilyas, 2009).
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah
fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan bayangan yang
terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi akubat perubahan lensa oleh badan
silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami
relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi
semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada
penuaan, kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena terjadinya
kekakuan pada nukelus (Scanlon, 2007).
C. Etiologi
a. Katarak terkait usia
Kortikosteroid yang diberikan dalam jangka panjang baik sistemik atau topikal
seperti prednison, prednisolon, deksametason, dan lain-lain dapat menyebabkan
kekeruhan lensa. Patofisiologi katarak akibat kortikosteroid antara lain melalui
pembentukan ikatan kovalen antara kortikosteroid dengan residu lisin pada lensa dan
penurunan kadar anti-oksidan asam askorbat dalam cairan aqueous humor. Ikatan
kovalen tersebut mengakibatkan terjadinya kekeruhan lensa pada katarak. Selain itu,
kortikosteroid menghambat pompa Na-K pada lensa sehingga terjadi akumulasi cairan
dan koagulasi protein lensa yang menyebabkan kekeruhan lensa (Samadi, 2010;
Poetker, 2010).
e. Katarak komplikata
Katarak ini dapat berkembang sebagai efek langsung dari penyakit intraokuler
yang mempengaruhi fisiologi lensa. Penyakit intraokuler yang terkait dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronis, dan glaucoma (Harper, 2008). Perubahan
lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis kronis. Biasanya muncul
katarak subkapsular posterior. Pembentukan sinekia posterior sering berhubungan
dengan penebalan kapsul lensa anterior dan perkembangan fibrovaskular. Kekeruhan
juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat
berkembang mengenai seluruh lensa. Perubahan lensa pada katarak komplikata karena
uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur (Zorab et al., 2005).
f. Katarak akibat paparan sinar ultraviolet
Lensa manusia dapat terkena radiasi sinar matahari yang mengandung sinar
ultraviolet A (320-400 nm) dan sinar ultraviolet B (295-320 nm). Kerusakan lensa pada
manusia diproteksi oleh sistem antioksidan dan pigmen kinurenin kuning lensa.
Semakin bertambahnya usia akan terjadi penurunan produksi antioksidan tersebut.
Sinar ultraviolet juga dapat meningkatkan fotooksidasi dan polimerisasi protein lensa
(Robert et al., 2000).
protein terjadi lebih sedikit. Proses utama yang terjadi adalah agregasi dan perubahan
warna pada molekul protein (Calabria, 1985).
Kristalisasi protein lensa adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi protein
dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-protein. Modifikasi protein
menyebabkan
perubahan
formasi
(unfolding)
berupa
pembukaan
lipatan
yang
menampakkan kelompok thiol yang biasanya tertutup oleh lipatan protein. Kelompok ini
teroksidasi dan membentuk ikatan disulfida seperti oxidized glutathione (GSSG) yang
menyebabkan agregasi protein. Perubahan formasi dan agregasi lebih lanjut akan
menyebabkan penghamburan dan penyerapan cahaya dimana dalam kondisi normal
cahaya akan diteruskan melewati lensa (Truscott and Michael, 2009).
E. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :
1. Katarak Kongenital
Katarak yang terjadi pada bayi kurang dari usia 1 tahun.
Penyebab :
a. Metabolik
b. Infeksi Intrauterine
Infeksi yang sering terjadi yaitu TORCH (Toxoplasma, Rubela, Cytomegalovirus,
Herpes) saat kehamilan. Infeksi yang paling sering terjadi yaitu rubela. Trias
sindrom rubela adalah mata (katarak, mikroftalmus, retinopati berpigmen), telinga
10
(tuli) dan jantung (VSD). Pada pupil mata bayi akan terlihat bercak putih atau
leukokoria (Ilyas, 2009).
c. Herediter
2. Katarak Juvenil
Katarak yang terjadi lebih dari usia 1 tahun, biasanya kelanjutan dari katarak
kongenital.
3. Katarak Senilis
Katarak yang terjadi akibat proses penuaan/degeneratif, dimana didapatkan pada usia
diatas 50 tahun.
Klasifikasi katarak senilis berdasarkan stadium dibagi menjadi stadium insipien,
stadium imatur, stadium matur dan stadium hipermature :
insipien
imatur
matur
hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah (air
Normal
Berkurang (air+masa
masuk)
lensa keluar)
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
Normal
Positif
Normal
Pseudopos
Penyulit
Negatif
Glaukoma
Negatif
Uveitis+glaukoma
a) Katarak insipien
Kekeruhan ringan pada lensa. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior atau posterior (katarak kortikal).
b) Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air kedalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
cembung yang akan mendorong iris sehingga bilik mata depan menjadi dangkal.
c) Katarak Imatur
11
Lensa cembung
Hambatan pupil
Ciri-ciri :
- Sebagian lensa keruh.
- Visus 1/60.
- Iris shadow test +
- Fundus refleks suram/gelap
- Komplikasi : Glaucoma
d) Katarak Matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa. Deposisi ion Ca
dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus
berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.
12
e) Katarak Hypermature
Inflamasi Uveitis
13
Glaukoma sudut terbuka
Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam
korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni
(Ilyas, 2009).
Kapsul menebal
Korteks mencair
Nukleus jatuh
Katarak Morgagni
14
15
b. Silau akibat dari kekeruhan lensa sinar yang melalui bagian keruh diteruskan
tidak beraturan.
c. Miopisasi akibat hidrasi lensa menyerap aqueous humor lensa mencembung
daya refraksi meningkat bayangan akan jatuh didepan retina tidak bisa
melihat obyek yang letaknya jauh.
d. Diplopia monocular
e. Halo berwarna dan bintik hitam di depan mata
2. Pemeriksaan Mata
a. Pemeriksaan Visus : berkisar 6/9 s/d persepsi cahaya
b. Iris Shadow Test
- Katarak imatur iris Shadow +
- Katarak Matur iris Shadow
c. Fundus refleks
Normal : media refrakta jernih warna merah jingga cemerlang
Ada kekeruhan pada lensa fundus refleks d. Lampu senter/ slit-lamp
Harus diberi midriatikum terlebih dahulu pupil dilatasi
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut:
G. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Vitamin C (mencegah radikal bebas sebagai anti oksidan) berguna untuk menghambat
perkembangan katarak (Schlote,2006). Contoh : Retivit plus
Operatif
Indikasi Operasi katarak :
1. Visual : Untuk memperbaiki tajam /fungsi penglihatan
2. Medis : Untuk mencegah komplikasi penyakit lain (Glaukoma, uveitis)
3. Kosmetik : Untuk atas dasar penampilan
16
17
Teknik:
Lakukan sayatan pada korneosklera ekstraksi lensa melalui (kapsulektomi anterior)
nukleus dan korteks dilepas dan dibersihkan tanpa mengikutsertakan kapsul (kapsul
ditinggal) pasang lensa tanam IOL (Intra Ocular lens).
Keuntungan irisan lebih kecil lebih cepat sembuh
Gambar 13.
Keuntungan : luka operasi
Teknik phaco
lebih
ringan
lebih
baik.
cepat,
18
III.
A.
PENUTUP
Kesimpulan
Katarak senilis adalah penyebab kebutaan di dunia sebesar 48% atau sekitar 18
juta orang. Tingkat kebutaan di Indonesia pada tahun 2003 mencapai urutan tertinggi di
Asia Tenggara yaitu sebesar 1,47% dari jumlah penduduk di Indonesia. Sekitar 1% dari
kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak. Katarak merupakan kekeruhan lensa mata
yang timbul karena adanya gangguan metabolisme pada lensa akibat denaturasi protein
lensa, hidrasi (penambahan cairan) lensa, perubahan struktur jaringan pada serabut
lensa, dan deposit kalsium orthofosfat dan kalsium oksalat yang mengakibatkan
gangguan penglihatan sampai kebutaan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Calabria, G. 1985. Cataract and Other Disease of the Crystalline Lens. Genoa: Anggelini.
Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-Hill; 2007.
Friedman, D.S., Congdon., Kempen, J.H. 2004. Prevalence of Cataract and
Pseudophakia/Aphakia Among Adults in the United States. Arch Ophthalmology. 122:
487-94.
Harper, R. Lensa. Dalam: Riordan, Paul. 2008. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi
17. Jakarta: EGC
Hollow F, Moran D.2000. Cataract, The Ultraviolet Risk Factor, The Lancet 1249-50.
Hutasoit, H. 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU, hal 6-16.
Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
James, B. 2003. Lecture Notes On Opthalmology. 9th Edition. Massachusetts : Blackwell
Publishing
Khurana, A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4thedition. New Delhi: New Age
International Limited Publishers.
Leske, M.C., et al. 1995. Biochemical Factors in the Lens Opacities: Case Control Study.
Arch Ophthalmology. 113 (9): 1113-9.
Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi dan
Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Samadi, A. 2010. Steroid-induced cataract. In: Ocular disease: mechanisms and
management. USA: Saunders, pp. 250-7.
Sperduto, R.D. 2004. Epidemiologic Aspects of Age-Related Cataract in Duanes. Clinical of
Ophthalmology. Volume 1, Chapter 73 (A): 3-4.
Truscott, Roger, J.W., Friedrich, M.G. 2009. Membrane Association of Proteins in the Aging
Human Lens: Profound Changes Take Place in the Fifth Decadeof Life. Investigative
Ophthalmology and Visual Science, 50 (10): 4786-93.
20