Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH REVIEW JURNAL EKOFISIOLOGI TUMBUHAN

CEKAMAN LOGAM BERAT (Aluminium)

Dosen Pengampu:
Dr. Evika Sandi Savitri, MP

Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.

Aina Maya Shofi


Rudini
Eka Susanti Jamilah
Dian Eka Pratiwi

13620009
13620035
13620032
13620046

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena atas ridho-Nya lah
makalah yang berjudul Cekaman logam Berat ini dapat diselesaikan. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Serta
para pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Adapun tujuan dalam
penyusunan makalah ini agar dapat menjadi rujukan untuk mempelajari tentang
Cekaman logam Berat.
Dalam penulisan makalah ini penulis mencoba semaksimal mungkin
dalam penyusunannya. Namun tidak ada gading yang tak retak, begitupun dengan
makalah ini. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca guna memperbaiki makalah sederhana ini. Semoga makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan, wawasan mengenai materi Cekaman logam Berat.

DAFTAR ISI
Halaman Judul..i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................3
2.1 Pengertian Logam Berat........................................................................3
2.2 Mekanisme Penyerapan Logam Berat dan Pengaruhnya pada Tumbuhan............4
BAB III..............................................................................................................................7
METODE PENELITIAN...................................................................................................7
3.1 Waktu dan Tempat...............................................................................7
3.3 Bahan dan Cara Kerja...........................................................................7
BAB IV..............................................................................................................................9
HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................................9
4.1 Aluminium......................................................................................... 9
4.2 Makronutrient...................................................................................11
4.3 Mikronutrien.................................................................................... 12
BAB V.............................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
5.1 Kesimpulan...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toksisitas

aluminium

adalah

faktor

utama

yang

membatasi pertumbuhan kinerja tanaman pada asam solis yang


mendominasi di bawah iklim tropis (Barcel & Porchenrieder,
2002).

Aluminium

tanaman,

mempengaruhi

menyebabkan

terutama

penghambatan

sistem

elongasi

akar

akar
dan

membatasi penyerapan unsur-unsur mineral dan air (Slaski,


1994). Hal ini menyebabkan berkurangnya pertumbuhan dan
juga kekurangan mineral ditunas dan daun (Foy, 1988). Al
mengganggu penyerapan, transportasi, dan penggunaan elemen
penting seperti Ca, Mg, P, K dan Fe, dan menurut Foy (1988),
kemampuan untuk mempertahankan konsentrasi akar dan tunas
yang lebih tinggi makro dan mikro nutrisi dihadapan Al biasanya
telah dikaitkan dengan kultivar Al resisten. Namun, penelitian
yang ditujukan untuk pengaruh Al mineral nutrisi tanaman sering
memberikan hasil yang bertentangan. Dalam beras, misalnya,
tidak ada konsensus aluminium resisten dikaitkan dengan lebih
efisien transportasi CA: Sivaguru & Paliwal (1993) mengamati
bahwa kultivar Al resisten CA lebih diakumulasi di tunas mereka
daripada Al sensitive, tapi Jan (1991) melaporkan bahwa kultivar
Al sensitive IR45, CA lebih dipertahankan di tunas dari kultivar Al
resisten swasta BG35 dan menyimpulkan bahwa transportasi Ca
dari akar untuk menembak tidak terpengaruh oleh Al dalam
beras sensitif mengelola IR45. Di gandum, hal ini tidak jelas
apakah perbedaan dalam Al sensitivitas di antara kultivar karena
perbedaan dalam Al akumulasi dalam sistem akar. Beberapa
studi menunjukkan bahwa akar gandum dari kultivar Al resisten
menumpuk lebih Al daripada Al yang sensitif (Aniol, 1983),
sedangkan karya-karya lain menunjukkan bahwa akumulasi Al
adalah serupa pada kedua resisten dan kultivar sensitif gandum
4

(Pettersson & Strid, 1989; Zhang & Taylor, 1989). sebagai


konsekuensi

dari

Temuan

tidak

konsisten

ini,

beberapa

mekanisme resistensi Al telah diusulkan. Tanaman resisten


mencegah kelebihan Al penyerapan ke akar-akarnya (Fageria et
al., 1988); II) aluminium resisten spesies membatasi Al akumulasi
di akar dan membatasi transportnya tunas (Fageria & Carvalho,
1982); III) resistensi aluminium di beberapa spesies bertepatan
dengan serapan yang lebih efisien dan transparan pelabuhan P
dan Ca (Andrew & Vandenberg, 1973; Fageria, 1985). penting
untuk dicatat bahwa mekanisme di atas tidak harus saling
eksklusif,

dan

mekanisme

yang

lebih

dari

satu

dapat

berkontribusi untuk Al resistent di tanaman.


1.2 Tujuan
Sejak kemungkinan hubungan antara Al resisten dan nutrisi mineral
tanaman tetap secara luas diperdebatkan, tujuan penelitian ini adalah untuk
menyelidiki pengaruh Al pada konsentrasi ion (Mg, Ca, P, K, Mn dan Al) dan
distribusi di pucuk dan akar padi (Oryza sativa). Perilaku empat baik-tahu
kultivar, berbeda dalam Al sensitivitas (Cos-ta et al., 1997), telah dibandingkan
untuk menetapkan Apakah perbedaan dalam perlawanan antara kultivar ini
dikaitkan dengan perbedaan makro dan mikronutrien alokasi di bagian tanaman.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Logam Berat
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan
tambang, vulkanis dan sebagainya. Untuk kepentingan biologi Clark (1986):
Diniah (1995) dalam Yudhanegara (2005) membagi logam ke dalam 3 kelompok
yaitu:
1. Logam ringan, biasanya diangut sebagai kation aktif di dalam larutan yang
encer (ex: Natrium, Kalium, Kalsium)
2. Logam transisi, diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat jadi
racun dalam konsentrasi tingi (ex: besi, tembaga, kobalt, dan mangan)
3. Logam berat dan metalloid, umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan
metabolisme dan sebagai racun bagi sel dalam konsentrasi rendah (ex: raksa,
timah, selenium, timah hitam, dan arsen)
Logam berat merupakan unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5
g/cm3, terletak disudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 3
sampai 7 pada tabel periodik. Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah
As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Ni dan Zn (Wild, 1995).
Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat
pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai
dan mudah diabsorbsi. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap logam
berat yaitu keasaman tanah, bahan organik, suhu, tekstur, mineral, liat, dan
sebagainya. pH adalah faktor penting yang menentukan transformasi logam.
Penurunan pH secara umum meningkatkan ketersediaan logam berat kecuali Mo
dan Se (Klein, 1995).
Pada tanah, semakin halus teksturnya semakin tinggi kekuatannya untuk
mengikat logam berat. Oleh karena itu, tanah yang bertekstur liat memiliki
kemampuan untuk mengikat logam berat lebih tinggi daripada tanah berpasir.
Logam berat mungkin diabsorbsi dan diakumulasikan dalam jaringan hidup.
Kemampuan beberapa logam berat dalam berikatan dengan asam amino

mengikuti urutan sebagai berikut: Hg > Cu > Ni > Pb > Co > Cd (Hutagalung,
1991).
Dalam ekosistem alam terdapat interaksi antar organisme baik interaksi
positif maupun negatif yang menggambarkan bentuk transfer energi antar populasi
dalam komunitas tersebut. Dengan demikan pengaruh logam berat tersebut pada
akhirnya akan sampai pada hierarki rantai makanan tertinggi yaitu manusia.
Logam berat diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan
tetap tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu lama sebagai racun yang
terakumulasi (Saeni, 1997).
2.2 Mekanisme Penyerapan Logam Berat dan Pengaruhnya pada Tumbuhan
Proses absorbsi racun, termasuk unsur logam berat menurut Soemirat
(2003) dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu: 1) akar, terutama
untuk zat anorganik dan zat hidrofilik; 2) daun bagi zat lipofilik, dan 3) stomata
untuk memasukkan gas. Adapun proses absorbsinya sendiri terjadi seperti pada
hewan dengan berbagai mekanisme difusi, hanya istilah yang digunakan berbeda,
yakni translokasi. Transport ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler
agar dapat di distribusikan keseluruh bagian tumbuhan. Difusi katalitis terjadi
dengan ikatan benang sitoplasma yang disebut plasmodesmata. Misalnya transport
zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya transport makanan atau hidrat karbon
dari daun ke akar.
Tumbuhan

memiliki

kemampuan

untuk

menyerap

ion-ion

dari

lingkungannya ke dalam tubuh melalui membrane sel. Dua sifat penyerapan ion
oleh tumbuhan adalah (1) faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam
mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai
beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya, dan (2)
perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhn
(Fitter, 1991).
Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih
tinggi daripada medium sekitarnya. Sejumlah besar eksperimen menunjukkan
adanya hubungan laju reaksi pengambilan ion dengan konsentrasi ion yang
menyerupai hubungan laju reaksi yang dihantarkan enzim dengan konsentrasi
substratnya. Analog ini menunjukkan adanya mekanisme khusus dalam membran
7

sel yang hanya sesuai untuk suatu ion tertentu dan dapat menyerap ion tersebut,
sehingga pada konsentrasi substrat yang tinggi berperan pada laju maksimum
hingga mencapai laju pengambilan jenuh (Fitter, 1991).
Beraneka ragam unsur dapat ditemukan dalam tubuh tumbuhan, tetapi
tidak berarti bahwa seluruh unsur-unsur tersebut dibutuhkan tmbuhan untuk
kelangsungan hidupnya. Beberapa unsur yang ditemukan di dalam tubuh
tumbuhan ternyata dapat mengganggu metabolisme atau meracuni tumbuhan,
sebagai contoh adalah beberapa jenis logam berat seperti Al, Cd, Ag, dan Pb.
Unsur hara dapat kontak dengan permukaan akar melalui 3 cara, yakni: 1) secara
difusi dalam larutan tanah; 2) secara pasif oleh aliran air tanah, dan 3) akar
tumbuh kearah posisi hara dalam matrik tanah. Serapan hara oleh akar dapat
bersifat akumulatif, selektif, satu arah, dan tidak dapat jenuh. Penyerapan hara
pada waktu yang lama menyebabkan konsentrasi hara dalam sel jauh lebih tinggi
ini disebut sebagai akumulasi hara. Pengukuran konsentrasi unsur hara dalam
jaringan tumbuhan, tanah, atau larutan hara dapat dilakukan dengan alat
spektometer serapan atomik atau spektometer emisi optikal (Lakitan, 2001).
Menurut Fitter (1991) mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan
untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah:
a) Penanggulangan (ameliorasi), jika konsentrasi internal harus dihadapi maka
ion-ion akan dipindahkan dari tempat sirkulasi dengan beberapa jalan atau
menjadi toleran di dalam sitoplasma. Terdapat empat pendekatan dalam
ameliorasi, yaitu: 1) lokalisasi (intraseluler atau ekstraseluler); biasanya di
dalam akar; 2) ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara
pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi
daun; 3) dilusi (melemahkan), yaitu melalui pengenceran; 4) inaktivasi
secara kimia. Mekanisme pembentukan komplek logam sering dijumpai
pada tumbuhan, seperti pada tembaga (Cu) yang biasanya mengalami
translokasi
b)

pembentukan

khelat

dengan

asam-asam

poliamino-

polikarboksilik
Toleransi, yaitu tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat
berfungsi pada konsentrasi toksik. Pada beberapa kasus, enzim dinding sel,
terutama fostase asam, telah diperlihatkan toleran terhadap tingkat toksin

ion-ion yang jauh lebih tinggi (Cu2+, Zn2+) dalam ketahanannya


dibandingkan pada tanaman normal.
Ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut
bergerak menuju sel-sel xylem dalam akar, yaitu 1) melalui dinding sel (apoplas)
epidermis dan sel-sel korteks; 2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang
bergerak dari sel ke sel; dan 3) melalui sel hidup pada akar, dimana sitosol dari
setiap sel membentuk suatu jalur (Rosmarkam, 2002).
Absorbsi unsur hara pada tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor biotik
dan abiotik. Faktor biotik antara lain status hormonal, fase pertumbuhan,
metabolisme, morfologi tumbuhan, densitas daun, bentuk daun, berbulu atau
berlapis, mudah tidaknya menjadi basah, umumnya daun yang muda lebih sulit
mengabsorbsi daripada yang sudah tua. Sedangkan faktor abiotik antara lain suhu,
sinar/radiasi, kelembapan, dan kualitas tanah (Soemirat, 2003).
Tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik
dalam limbah. Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung
pada macam polutan, konsentrasinya dan lama polutan itu berada. Gejala adanya
pencemaran pada tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Pada konsentrasi
tinggi tumbuhan akan menderita kerusakan akut dengan menampakkan gejala
seperti klorosis, perubahan warna, nekrosis dan kematian seluruh bagian
tumbuhan. Di samping perubahan morologi juga akan terjadi perubahan kimia,
biokimia, fisiologi dan struktur tumbuhan (Luncang, 2005).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2008, namun dalan penelitian ini
tidak dijelakskan secara pasti dimana tempat penelitian ini berlangsung.
3.2 Bahan dan Cara Kerja
Adapun

bahan

yangdigunakan

serta

cara

kerja

dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Biji I Kong Pao (IKP) and Aiwu (Al sensitive), diperoleh dari
WARDA

(West

Africa

Rice

Development

Association,

Senegal), dan biji dari kultivar IRAT112 (IRAT), dan IR602310-1-1 (IR) (Al resistant), diperoleh dari IRRI (International
Rice Research Institute, Philippines)
2. Dikecambahan pada kertas yang telah dibasahi dengan air
yang terionisasi
3. Setelah 10 hari, planlet dipindahkan ke ruang pertumbuhan
phytotronic
4. Biji dariberbagai kultivar padi tersebut diletakan di atas
piring polystyrene yang mengambang di atas tangki berisi
25

larutan

hara

yang

terdiri

sebagai

berikut:

MgSO4.7H2O (240.7 mg L-1), NH4NO3 (228.6 mg L-1),


Ca(NO3)2.4H2O (41.02 mg L-1), FeSO4.7H2O (27.8 mg L1), KCl (16.09 mg L-1) NaH2PO4.2H2O (6.16 mg L-1), dan
Al2(SO4)3. 18H2O pada konsentrasi 0 (kontrol)
5. Disesuaikan dan diatur pH sampai 3,85 0,15 dan
dipeiksa 3 kali seminggu
6. Setiap minggu, unsur hara diperbarui dan tangki diacak
ulang
7. Suhu pada penelitian ini berkisar antara 25-30 / 22-25 C
hari per malam, dan kelembaban relatif adalah antara 60
dan 80%
8. Setelah 40 hari, lima tanaman per perlakuan dipanen, dan
diukur parameter pertumbuhan
10

9. Akar dibilas selama 1 menit dengan SrCl 2 (1 mM) untuk


menghilangkan ion dari pori-pori akar. Tunas dan akar
secara terpisah dikumpulkan dan dikeringkan dengan oven
pada suhu 80 C selama 48 jam
10. Bahan kering ditimbang sebelum sampel direndam dalam
HNO3 (70% v/v)
11. Setelah penguapan (evaporasi), mineral yang terlarut
dalam HCl (0,1 N). K, P, Mg, Mn, Ca, dan Al kemudian
dianalisis di kedua bagian tanaman (tunas dan akar)
menggunakan

argon

emisi

plasma

induktif

spektrofotometer
12. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam g / mg berat
kering
13. tingkat

transportasi

ion

(RI)

untuk

tunas

dihitung

menggunakan persamaan RI = IS / IR, di mana IS dan IR


adalah jumlah dari masing-masing ion di tunas dan akar
14. Dua percobaan identik dilakukan dengan hasil yang
sama. analisis statistik (ANOVA) dilakukan dengan nilai
absolut. menggunakan konsentrasi Al dan kultivar atau
kelompok kultivar (Al resisten terhadap Al sensitif) sebagai
variabel. Ambang batas untuk perbedaan statistik yang
signifikan adalah P <0,0

11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aluminium
Cekaman Al menyebabkan peningkatan kadar Al pada akar dan tunas.
peningkatan kadar Al menjadi lebih besar pada kultivar sensitive AL (IKP dan
Aiwu) daripada di kultivar tahan atau resisten Al (IRAT dan IR) pada dosis Al
tinggi (1000 dan 1500 M).

Rasio Al pada tunas / akar merupakan indikator translokasi Al dari akar ke


tunas, yang kadarnya selalu lebih rendah pada kultivar resisten Al dari kultivar
sensitif Al (Tabel 1).

12

Analisis statistik menunjukkan bahwa konsentrasi Al secara signifikan


dipengaruhi kadar Al pada akar dan tunas, parameter ini juga dapat digunakan
untuk membedakan antara genotipe kelompok kultivar resisten terhadap Al dan
kultivar sensitive terhadap Al. Interaksi antara konsentrasi Al dan genotipe dan
kelompok genotipe selalu signifikan (Tabel 2; Tabel 3).

Konentrasi Al pada akar dan tunas dari semua kultivar meningkat


bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi Al pada nutrient hara. selalu
ditemukan jauh lebih tinggi di akar daripada di tunas. Hasil ini menunjukkan
bahwa mobilittas Al dalam beras relatif rendah, seperti yang telah ditunjukkan
oleh Jan & Pettersson (1989). Hasil yang sama dilaporkan untuk spesies lain
termasuk gandum (Scott et al., 1992), jagung (Guevara et al., 1992) dan beech
(Balsberg-Pahlsson, 1990).
Kultivar yang resisten terhadap Al (IRAT dan IR) dapat menghambat
penyerapan Al oleh akar, sehingga pada kultivar ini akumulasi Al dalam tunas dan
akar lebih sedikit disbanding kultivar yang sensitive atau rentan terhadap Al. hal
tersebut diketahui bahwa kultivar yang tahan Al dapat mencegah kelebihan
penyerapan Al oleh akar atau mendetoksifikasi Al yang telah terserap. Kultivar
tahan Al (IRAT dan IR) juga dapat membatasi translokasi Al dari akar ke tunas
sebagaimana ditunjukkan pada rasio akar dan tunas pada tabel 1. Hal tersebut juga
ditemukan pada beras (Fageria & Carvalho, 1982; Jan & Pettersson, 1989) dan
jagung (Guevara et al., 1992).

13

4.2 Makronutrient
Cekaman Al diinduksi oleh peningkatan kadar Ca dan P di akar dalam
kultivar sensitif Al pada 1000 dan 1500 m Al, kecuali P di akar Aiwu pada 1000
M Al (Gambar 2A; Gambar 2C). Dalam kultivar yang resisten, tidak ada
pengaruh yang signifikan terhadap ion ini, kecuali sedikit peningkatan kadar P
dalam akar IR (Gambar 2C). Konsentrasi Al secara signifikan mempengaruhi
kadar P di akar dan parameter ini juga dapat digunakan untuk membedakan antara
genotipe kelompok resisten Al dan genotipe sensitif Al.

Interaksi antara konsentrasi Al dan kelompok genotipe selalu signifikan. Pada


tingkat tunas, Ca dan P isinya menurun di semua kultivar (Gambar 2B, Gambar
2D). Penurunan ini lebih terlihat dalam kultivar sensitif dibandingkan dengan
yang resisten. Sebagai Akibatnya, translokasi Ca ke tunas menurun dalam
menanggapi cekaman Al pada kultivar sensitif Al (Tabel 1). Translokasi P
menurun di semua kultivar (Tabel 1). Namun, efek ini terlihat jelas pada Aiwu dan
IKP daripada di IRAT dan IR yang tahan Al. konsentrasi Al secara signifikan
mempengaruhi kadar Ca dan P pada tunas dan ini juga dapat digunakan sebagai
parameter untuk membedakan antara genotipe kelompok resisten Al dan sensitive
Al.
Al pada 1500 m menyebabkan penurunan kadar K di akar semua
kultivar (Gambar 3A). Dalam kultivar yang resisten, cekaman Al tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap kadar K pada tunas (Gambar 3B). Analisis statistik

14

menunjukkan bahwa konsentrasi Al secara signifikan mempengaruhi kadar K di


akar dan tunas dan parameter ini juga dapat digunakan untuk membedakan antara
genotipe tahan Al dan genotipe sensitif Al.

Semua kultivar menunjukkan penurunan kadar Mg yang signifikan pada


akar dan tunas pada seluruh dosis cekaman Al (Gambar 3C; Gambar 3D).
Cekaman Al tidak berpengaruh signifikan terhadap proporsi translokasi Mg (Tabel
1), tetapi menurunkan penyerapan elemen ini.
Pada dosis Al yang tinggi (1500 m), kadar K konten dalam akar dari
semua kultivar menunjukkan penurunan yang signifikan yang sesuai dengan
penurunan penyerapan K oleh akar. Temuan bahwa Al menginduksi penurunan
kadar Mg pada akar dan tunas pada kultivar padi yang diuji sesuai dengan
pengamatan lainnya pada beras (Fageria & Carvalho, 1982; Sarkunan &
Biddappa, 1982; Jan, 1991) dan gandum (Scott et al, 1992;. Moustakas et al.,
1995). Al yang menginduksi defisiensi Mg ini dikaitkan dengan penghambatan
penyerapan Mg (Huang et al., 1992) dengan memblokir sisi pengikatan transport
protein (Rengel & Robinson, 1989).
4.3 Mikronutrien
Pada dosis Al 1500 m, cekaman Al dapat menurunkan kadar Mn pada
akar IKP (Gambar 4A). begitu juga kadar Mn menurun pada tunas (Gambar 4B)

15

dan sebagai akibatnya translokasi Mn juga menurun dalam menghadapi cekaman


Al.
Penurunan kadar Mn pada tunas terlihat lebih jelas pada kultivar yang
sensitif Al daripada kultivar yang tahan atau resisten terhadap Al. Hubungan
antara Mn dengan tunas dan akar (Tabel 1) tampaknya menunjukkan bahwa
kultivar sensitif Al memiliki sistem translokasi yang lebih terpengaruh daripada
kultivar yang tahan Al, dan ini mungkin menjadi faktor yang menjelaskan
kerentanan mereka terhadap cekaman Al.

16

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Data yang disajikan di sini menunjukkan bahwa beras, konsentrasi makro
dan mikronutrien dalam jaringan tanaman yang sangat dipengaruhi oleh Al
dan besarnya efek ini tergantung pada kelompok kultivar ( kultivar tahan
Al terhadap kultivar sensitive Al).
2. Hasil ini menunjukkan bahwa, relatif terhadap kultivar sensitif, kultivar
yang resisten terhadap Al dapat dijelaskan dengan penyerapan yang
terbatas dan translokasi Al dari akar ke tunas. Konsentrasi makro dan
mikronutrien dapat menjelaskan perbedaan antar kultivar. Kultivar yang
resisten terhadap Al (IRAT dan IR) memiliki transport yang lebih efiien
terhadap Ca, P, dan Mn dari akar dan tunas. Temuan ini menunjukkan
dengan jelas bahwa ada lebih dari satu mekanisme yang mungkin
berkontribusi terhadap resistensi cekaman Al pada tanaman padi.

17

DAFTAR PUSTAKA
Fitter, A.H. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press
Hutagalung. 1991. Pecemaran Laut oleh Logam Berat. Puslitbang Oseanologi.
Jakarta: LIPI
Klein, DA. 1995. Interactions Between Soil Microbial Community and
Organometallic Compaunds. New York: MArcell Dekker
Lakitan, B. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo
Persadaa
Luncang. 2005. Ekosistem Wilayah Pesisir. http://mailto[projectemail].com (27
September 2016)
Rosmarkam, A. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius
Saeni. 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat dengan Analisis
Rambut. Bogor: FMIPA IPB
Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press
Wild, A. 1995. Soils and the Environment: An Introduction. Great Britain:
Cambridge University Press
Yudhanegara, RA. 2005. Penyerapan Unsur Logam Berat Pb dan Hg oleh
Enceng Gondok (Eichornia crassipes) dan Kiapu (Pistia stratiotes).
Skripsi Departemen Koservasi Sumber Daya Hutan IPB. Bogor

18

Anda mungkin juga menyukai