Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
A;

LATAR BELAKANG
Angka kematian balita di dunia mengalami penurunan cukup signifikan

dalam 10 tahun terakhir termasuk di beberapa negara miskin. Badan WHO yang
mengurusi anak-anak, Unicef mengungkap pada tahun 2010 tercatat jumlah
kematian anak di bawah usia 5 tahun (balita) sebanyak 7,6 juta. Angka ini jauh
lebih rendah dibandingkan angka tahun 1990, yaitu sekitar 12.000 kasus/hari
dibandingkan 10 tahun silam. Sementara jika dibandingkan dengan angka
kelahiran, angka kematian balita berkurang dari 88 kasus menjadi 57 kasus tiap
100.000 kelahiran hidup mencapai 12 juta kematian. Beberapa negara memang
masih mencatat angka kematian yang cukup tinggi, bahkan hampir 50 persen dari
angka kematian balita di seluruh dunia terkonsentrasi di 5 negara. Kelima negara
tersebut adalah India, Nigeria, Kongo, Pakistan dan China (WHO, 2011).
Menurut data tahun 2008 di Indonesia, angka kematian balita adalah
sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, atau ada lebih dari 200.000 balita Indonesia
yang meninggal setiap tahunnya. Angka kematian bayi di bawah usia 1 tahun
(Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah sebesar 34 kematian per 1000
kelahiran hidup. Dengan kata lain, ada sekitar 157.000 kematian anak setiap
tahunnya. Saat ini 70 % angka kematian balita disebabkan karena pneumoni,
campak, diare, malaria dan malnutrisi. Ini berarti bahwa penyakit infeksi masih
menjadi penyebab kematian balita ( hasan, 2007). Terjadinya proses infeksi dalam
tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut demam. Demam
merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam (Judha, 2011).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2 - 4% anak berumur 6 bulan 5 tahun (Riyadi &
Sukarmin, 2009). Kejang demam bisa diakibatkan oleh

infeksi ekstrakranial

seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan
suhu tubuh sebesar 1oC pun bisa mengakibatkan menaikkan metabolisme basal
yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 - 15%
1

dan otak sebesar 20%. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak
akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang
tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat
penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama
frekwensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan
menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi
atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi
jalan nafas. Hemiparise biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang
lebih lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maupun
fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhannya bersifat flassid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap
(1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2% saja
yang mengalami hemiparise sesudah kejang lama.
Dari latar belakang tersebut diatas peran perawat sangatlah penting, untuk
mengatasi masalah

terutama dalam aspek promotif dan preventif dengan

memberikan pendidikan kesehatan tentang upaya pencegahan penyakit kejang


demam, yaitu pencegahan kenaikan suhu tubuh dengan pemberian kompres,
semua pakaian yg ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya dimiringkan untuk
mencegah aspirasi lambung, diberikan oksigen dan penghisapan lendir dilakukan
secara teratur. Meningkatnya penyakit ini terkait dengan sel/organ otak maka
perlu pengawasan khusus. Tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan
aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta
memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio psiko-sosialspiritual.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2% 4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat, sedangkan di Asia dilaporkan lebih tinggi,yaitu
20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Sebesar 6% - 9% kejadian
di Jepang, 5% - 10% di India dan 2% - 5% di Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Prevalensi tertinggi 14%, tercatat pada anak- anak dari Guam (Paul et al, 2011).
Menurut BPNA (British Paediatric Association Neurology) kejang demam yang

umumnya terjadi 3% 44% pada anak. Usia puncak kejang demam adalah 18 bulan
dan hampir 50% dari anak- anak berusia 12- 30 bulan (Sadleir, 2007). Menurut
IDAI, (2009) mencatat kejadian kejang demam di Indonesia pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun mencapai 2% 4 5% (Nurwahyuni , 2009).
Berdasarkan data dari rekam medis RSUD DR. ZEIN PAINAN pada tahun
2015, demam kejang 71 orang merupakan penyakit terbanyak ke empat, kemudian
DBD 87 orang, bakterial infeksi 136 orang dan diare 217 orang. dari data satu
bulan terakhir pada bulan maret 2016 didapatkan 14 orang menderita demam
kejang, dan merupakan penyakit ke dua terbanyak, kemudian DBD sebayak 22
orang.
Dari masalah di atas maka kelompok tertarik untuk mengangkat kasus
seminar tentang demam kejang pada anak di ruang rawat inap anak RSUD DR. M
ZEIN painan.

B; TUJUAN
1; TUJUAN UMUM

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien anak


A dengan kejang demam di ruang anak RSUD Dr Muhammad Zein
Painan
2; TUJUAN KHUSUS
diharapkan mahasiswa :
a; Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada anak A
dengan kejang demam di Ruang Anak RSUD Dr Muhammad Zein
Painan.
b; Mampu
melakukan analisa data dan menegakkan diagnosa
keperawatan prioritas pada anak A dengan kejang demam di Ruang
Anak RSUD Dr Muhammad Zein Painan
c; Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada anak A dengan
kejand demam di Ruang Anak RSUD Dr Muhammad Zein Painan.
d; Mampu melakukan implementasi keperawatan pada anak A dengan
kejang demam di Ruang Anak RSUD Dr Muhammad Zein Painan
e; Mampu melakukan evaluasi pada anak A dengan kejang demam di
Ruang Anak RSUD Dr Muhammad Zein Painan

f;

Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada anak A


dengan kejang demam di Ruang Anak RSUD Dr Muhammad Zein
Painan

C; MANFAAT PENULISAN
1; Bagi Mahasiwa

Dapat menambah pengetahuan dalam memberikan asuhan


keperawatan pada pasien anak dengan demam kejang.
2; Bagi Rumah Sakit
Dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada anak dengan demam kejang.
3; Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan demam kejang.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A; Konsep Dasar Penyakit


1; Definisi Penyakit

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan


suhu tubuh (suhu mencapai > 380C). Kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Kusuma Hardhi, Nanda. Nic-Noc,
2013).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab
tertentu (Mansjoer, 2000).
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat
aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya.
Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, nafas akan terganggu.
2; Etiologi

Menurut Lumbantobing (2001), faktor yang berperan dalam


menyebabkan kejang demam adalah demam itu sendiri. Efek produk toksik
dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak). Respon alergik
atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi, perubahan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang
disebabkan infeksi di luar susunan saraf pusat (Dana L Wong, 2009).
3; Anatomi Fisiologi

Sistem persyarafan terdiri dari sel-sel syaraf (neuron) yang tersusun


membentuk system syaraf pusat dan system syaraf perifer. System syaraf
pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis, sedangkan system saraf
tepi (perifer) merupakan susunan saraf di luar SSP yang membawa pesan
dari system saraf pusat.
Stimulasi atau rangsangan yang diterima oleh tubuh baik yang
bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan
berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasinya
sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh untuk mengadaptasi
berlangsung melalui kegiatan system saraf disebut sebagai kegiatan refleks.
Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang
tidak seimbang atau sakit. Stimulus diterima oleh reseptor (penerima

rangsang) system saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh system saraf
tepi ke system saraf pusat.
Di system saraf pusat, impuls diolah untuk kemudian meneruskan
jawaban (respon) kembali melalui system saraf tepi menuju efektor yang
berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Secara garis besar, system saraf
mempunyai empat fungsi tentang:
1; Menerima informasi dari dalam maupun dari luar tubuh melalui
saraf sensory (afferent sensory pathway).
2; Mengkomunikasikan informasi antara system saraf perifer dan
system saraf pusat.
3; Mengelola informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis
maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau
respon.
4; Menghantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke
organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dan tindakan.
Sel Saraf Neuron
Merupakan

sel

tubuh

yang

berfungsi

mencetuskan

dan

menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan


fungsional system saraf yang mempunyai sifat siap memberi respon
apabila terstimulasi.

System Saraf Pusat


System saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis, dibungkus
oleh selaput meningen yang berfungsi untuk melindungi CNS. Meningen
terdiri dari tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid, dan piameter. Secara
fisiologis SSP berfungsi untuk interpretasi, integrasi, koordinasi, dan
inisiasi impuls saraf.
Medulla spinalis merupakan perpanjangan dari medulla oblongata
yang mempunyai fungsi sebagai berikut:
1; Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu kornu motorik atau kornu
ventralis.
2; Mengurus kegiatan rileks spinalis dan refleks lutut.

3; Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju

cerebellum.
4; Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh.

4. Patofisologi dan WOC


Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan
kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat
20%. Kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membrane
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K+ maupun Na+,
melalui membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
ion K+ maupun Na+ melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas
muatan listrik. Hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel di
sekitarnya dengan bantuan neuron transmitter dan terjadilah kejang-kejang
yang berlangsung lama disertai dengan apnea. Meningkatnya kebutuhan O2
dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposekmia,
hiperkapnea. Selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga
terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat Celsius akan
menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh. Sedangkan pada waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran sel neuron.
Dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan neurotransmitter sehingga terjadi
kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang terjadi pada suhu 38 0C. Sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400 C. Dapat
disimpulkan bahwa terulangnnya kejang demam lebih sering pada ambang
kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya. Tetapi bila kejang yang berlangsung lama (>15 Menit) biasanya

disertai dengan terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan


energi untuk kontraksi otot seklet, yang akhirnya terjadinya hiposekmia,
suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

WOC

10

5; Tanda dan Gejala


a; Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi

secara tiba-tiba).
b; Pingsan yang berlangsung selama 30 detik sampai 5 menit (selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
c; Postur Tonik (kontraksi dan kekuatan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10 20 detik).
d; Lidah atau pipinya tergigit
e; Gigi atau rahang terkatup rapat
f; Inkontinensia (mengompol)
g; Gangguan pernafasan
h; Apnea (henti nafas), kulit kebiruan
6; Pemeriksaan Penunjang
a; Laboratorium

Pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat


dilakukan walau kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti.
b; Lumbal Pungsi
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis
indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi:
- Bayi <

12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala


meningitis sering tidak jelas
- Bayi antara 12 bulan sampai 2 tahun dianjurkan untuk melakukan
lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis
c; EEG, untuk membuktikan jenis kejang/fokal/ gangguan di fungsi otak
akibat lesi organik melalui pengukuran EEG ini dilakukan satu minggu
atau kurang setelah kejang
d; CT Scan, tidak dianjurkan pada anak-anak tanpa kelainan neurologis
karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal CT-Scan
direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik
otak. (Arif Mansyur, 2010)

7; Penatalaksanaan
a; Penanganan umum pada saat kejang
1; Jangan panik berlebihan

11

2; Jangan masukan sendok atau jari ke mulut


3; Jangan memberi obat oral saat anak masih kejang/ belum sadar
4; letakkan anak dalam posisi miring, berikan dia diazepam melalui anus
5; bila masih kejang, diazepam bisa diulang lagi setelah 5 menit sambil

membawa anak ke RS
6; bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh
dengan mengompres (air hangat/biasa), berikan obat penurun panas
jika sudah sadar
7; jangan menahan gerakan anak saat kejang, tetap tenang
8; kejang akan berhenti dengan sendirinya, amati lama kejang
9; ukurlah suhu tubuh anak anda saat itu, untuk menjadi pegangan
mengetahui suhu tubuh berapa anak akan mengalami kejang
10; hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih dari 10
menit.
11; Jika kejang berhenti, segera ke dokter untuk mencari penyebab dan
mengobati demam.
b; Penanganan Kejang di RS
1; Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
2; Pemberian oksigen melalui face mask
3; Pemberian diazepam supositaria saat kejang
- 5 mg untuk anak < 3 tahun / 7,5 mg > 3 tahun.
- 5 mg untuk BB < 10 Kg dan 10 mg untuk BB > 10 Kg.
4; Diazepam Intravena juga dapat diberikan dengan dosis 8,2 0,5 mg/Kg
BB. Pemberian dilakukan perlahan dengan kecepatan 0,5 1 mg/ menit
untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum
obat habis hentikan penyuntikan, diazepam dapat diberikan 2 kali
dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang.
5; Bila tetap masih kejang, berikan penitoin per IV sebanyak 15 mg/Kg
BB perlahan-lahan.
Setelah kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup
dilanjutkan dengan pengobatan intermiten:
a; Antipiretik:

- Paracetamol 10 13 mg/Kg BB /kali diberikan setiap 6 jam


- Ibuprofen 10 mg/Kg BB / hari sebanyak 3 kali.
b; Antikonvulson

12

- Berikan diazepam oral dosis 0,3 0,5 mg/Kg BB setiap 8 jam

pada saat demam untuk menurunkan resiko berulangnya kejang


- Diazepam rektal dosis 0,5 mg/Kg BB /hari
B; Asuhan Keperawatan Teoritis
1; Pengkajian/ Pemeriksaan Fisik
a; Biodata (nama, umur, jenis kelamin, TB, BB, alamat, MR dan biodata

orang tua).
b; Riwayat Kesehatan
1; Riwayat Kesehatan Dahulu
Pernah menderita demam tinggi dan mengalami kejang.
2; Riwayat Kesehatan Sekarang
- Kejang Demam Simplek
Kejang bersifat umum, lama bangkitan kejang kurang 15 menit,
tidak ada bangkitan kejang berulang dalam waktu 24 jam atau
selama periode demam.
- Kejang Demam Komplek
Kejang bersifat lokal, lama bangkitan kejang lebih 15 menit,
didapatkan bangkitan kejang berulang dalam waktu 24 jam.
3; Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit demam kejang,
karena salah satu faktor pencetus adalh faktor keturunan ( 25%) ada
keluarga yang menderita penyakit yang sama atau penyakit seperti
ISPA, penyakit infeksi menular.
c; Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1; Prenatal
- Biasanya ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas saat hamil
- Biasanya ibu mengalami pendarahan pervaginam
- Biasanya ibu menggunakan obat-obatan saat hamil
- Biasanya ibu tidak imunisasi TT.
2; Intranatal
Biasanya persalinan dengan tindakan forcep/vacum.
3; Post Natal
Biasanya bayi mengalami asfiksia saat lahir.
d; Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lokasi di rumah berada di tempat yang berbahaya resiko
kecelakaan.

13

e; Riwayat Psikososial
f; Riwayat Tumbuh Kembang
- Motorik Kasar
- Motorik Halus
- Kognitif dan Bahasa
- Sosial dan Kemandirian
g; Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan


serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah
panas yang dapat menimbulkan kejang.
No

Jenis Imunisasi

BCG

Hepatitis

DPT

Polio

Campak

Usia

Usia Pemberian

Pemberian I

II

Usia
Pemberian III

h; Pola Kebiasaan Sehari Hari


1; Pola Nutrisi
a; ASI/PASI/ Makanan Padat/ Vit. A

Lama pemberian, kapan diberikan, cara pemberian, jenis vit.,


kesulitan pemberian.
b; Pola Makan dan Minum
Frekuensi, jenis makanan, makanan yang disenangi, alergi waktu
makan, jumlah minum/hari, frekuensi minum, kegunaan alat bantu
makan/minum (sikap orang tua terhadap nutrisi).
2; Pola Tidur
a; Lama tidur siang/malam.
b; Kebiasaan yang membuat anak nyaman.

14

3; Pola Kebersihan Diri

Mandi
(Frekuensi/hari, sabun)
b; Oral Hygiene
(Frekuensi/hari, waktu, cara)
c; Cuci rambut
(Frekuensi/minggu,
shampoo,
sendiri/dibantu)
d; Berpakaian
(Sendiri/dibantu)
4; Eliminasi
a; BAB (frekuensi/hari, waktu, warna, bau, konsistensi, cara).
b; BAK (frekuensi/hari, warna, kebiasaan ngompol, keluhan).
i; Pemeriksaan Fisik
1; Keadaan umum pasien
Biasanya pasien letih dan lemah.
2; Kesadaran
Biasanya kompos mentis/ samnolen/ delirium.
3; TB/BB
4; TTV: TD : biasanya meningkat
Nadi
: Biasanya meningkat
Suhu
: Biasanya meningkat
RR
: Biasanya meningkat
5; Kepala
: Biasanya ada tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial.
6; Mata
: biasanya tatapan kosong, oedema kelopak mata.
7; Telinga : biasanya ada tanda-tanda infeksi.
8; Mulut
: biasanya menggigit bibir saat kejang, terdapat luka pada
lidah, bibir, biasanya chiaross.
9; Leher
: biasanya terjadi kaku kuduk dan pembesaran vena
jugularis.
10; Paru
: biasannya RR menurun, penggunaan otot bantu
pernafasan apnoe, adanya suara nafas tambahan.
11; Jantung : biasanya tacycardia dan peningkatan nadi perifer.
12; Abdomen : distensi abdomen serta adanya kekakuan otot pada
abdomen. Biasanya ada mual dan muntah.
13; Urogenitalia:
- Biasanya peningkatan tekana pada kandung kemih dan tonus
springker.
- Inkontinensia urine dan fekal
14; Ekstremitas:
- Biasanya nyeri otot
a;

15

- Biasanya terjadi paralise terutama setelah kejang


15; Kulit

: biasanya terdapat oedema.


j; Pemeriksaan tumbuh kembang
1; DDST
2; Status nutrisi
k; Pemeriksaan Penunjang
1; Elektrolit
Biasanya kalium menurun, natrium menurun, ureum, kreatinin
meningkat.
2; Darah lengkap/ hematologi
Biasanya HT menurun, kalium menurun.
l; Penatalaksanaan
Penanganan kejang di RS, pemberian diazepam 0,5 mg/Kg BB perektal.

2; Daftar Diagnosa Keperawatan


a; Hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
b; Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak. b.d perubahan suplai darah ke
c;
d;
e;
f;

otak.
Resiko kejang berulang b.d ketidakseimbangan potensial (membran ATP
dan AMILASE).
Resiko cedera b.d pergerakan otot tidak terkendali selama kejang.
Resiko aspirasi b.d penurunan kesadaran.
Resiko asfiksia b.d ketidak adekuatan untuk inhalasi

3; Rencana Keperawatan

No

Diagnosa

Keperawatan
1 Hipertermia b.d

NOC
Thermoregulasi

peningkatan laju
metabolisme

NIC
Fever treatment:
1; Monitor

suhu

sesering

Indikator:

mungkin
2; Monitor lwl
1; Suhu tubuh dalam
3; Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal
4; Monitor tekanan darah, nadi,
2; Nadi dan RR

RR
5; Monitor

penurunan

tingkat

dalam rentang
16

normal
6;
3; Tidak ada
7;
8;
perubahan warna
9;

kulit dan tidak ada


pusing

kesadaran
Monitor WBC, HB, dan HT
Monitor intake output
Berikan antipiretik
Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam

10;Selimuti pasien
11; Lakukan tapiq sponge
12;Kolaborasi pemberian cairan

intravena
13;Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14;Tingkatkan sirkulasi udara
15;Monitor suhu minimal tiap 2

jam
16;Kontrol

TD,

nadi,

dan

pernafasan
17;Monitor warna dan suhu kulit
18;Tingkatkan intake cairan dan

nutrisi
19;Diskusikan tentang pentingnya

pengaturan

suhu

dan

kemungkinan efek negatif dari


kedinginan
20;Monitor uanasi perifer
21;Identifikasi
penyebab

perubahan vital sign


Rencana Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan
I; Resiko

ketidakefektif
an perfusi
jaringan otak
b.d perubahan
suplai darah
ke otak

NOC
- tidak ada tanda-tanda

peningkatan tekanan
intrakrania (tidak lebih
dari 15 menit)
- tidak ada orto statutik

hipertensi
- tekanan systole dan
diastole dalam rentang

NIC

Aktifitas

Keperawatan
Environment -Sediakan lingkungan
management
(manajemen
lingkungan)

yang aman untuk


pasien
-Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien
-Mengidentifikasi
lingkungan yang

yang dinampakan

17

berbahaya
-Memasang side trail

tempat tidur
-Menyediakan tempat
tidur yang nyaman
dan bersih
-Membatasi
pengunjung
-Mengontrol

lingkungan dan
kebisingan
-Memindahkan

barang yang dapat


membahayakan
-Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga/pengunju
ng adanya
perubahan status
kesehatan
penyebab penyakit
-Kaji dengan keluarga
II; Resiko

tinggi
trauma
(cedera b/d
kelemahan
perubahan
kesadaran
kehilangan
koordini otot

Cedera trauma terjadi


indikator faktor penyebab
diketahui mempertahankan
pengobatan keamanan
lingkungan

berbagai stimulus
Manajemen
Kejang

pencegahan kejang
-Observasi keadaan
umum sebelum dan
sesudah kejang
-Catat tipe dan

aktivitas kejang
dan berapa kali
terjadi
-Lindungi klien dari

trauma atau kejang


-Berikan kenyamanan

bagi pasien.

18

19

BAB III
LAPORAN KASUS

I;

IDENTITAS DATA PASIEN


Nama Anak
: An. A
Tempat/ Tgl. Lahir
: 15 -7 2014
Umur
: 1 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke
:I
BB/ TB
: 9kg /84 cm
Alamat
: Indrapura
Nama Ibu
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Ny. V
: 32 th
: IRT
: SMA
: Indrapura

Nama Ayah : Tn. A


Umur
: 33 th
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Indrapura

Dx. Medis
: Kejang Demam Komplek (KDK)
No. MR
: 210305
Tgl. Masuk RS : 4 April 2016
II;

KELUHAN UTAMA
Pasien masuk melalui IGD tanggal 4 April 2016, jam 05.45 Wib dengan
keluhan demam sejak 2 hari yang lalu, pasien kejang dirumah 3x, lama
kejanng 1- 2 menit. Pasien dengan riwayat kejang usia 1tahun6 bulan. lama
kejang 1 menit. BAB encer berampas dengan frekuensi 4 x, warna
kehijauan.

III;

RIWAYAT KEHAMILA DAN KELAHIRAN


a; Prenatal
1; Kesehatan Ibu Waktu Hamil

20

Ibu hamil setelah 1 tahun siap menikah, semester 1 kehamilan. Ibu


mengalami Hiperemesis Gravidarum, tapi tidak sampai di rawat,
penyakit infeksi tidak ada, preeklamsi tidak ada, eklamsi tidak ada
dan tidak ada penyakit lainnya tidak ada.
2; Pemeriksaan Kehamilan

Ibu saat hamil teratur memeriksakan kehamilannya ke dokter


SPOG. Tempat pemeriksaan di klinik swasta, imunisasi tetanus
rifroid (TT) lengkap.
3; Riwayat Pengobatan Selama Kehamilan

pada usia kehamilan 7 bulan (28-30 minggu) ibu mengalami flek


(mengeluarkan darah kehitaman) dan ibu di rawat di klinik swasta,
di berikan obat injeksi untuk pematangan paru-paru janin di rawat
selama 4 hari dan pulang istirahat di rumah.

IV;

b;

Intranatal
Usia kehamilan saat lahir cukup bulan, cara persalinan dengan SC,
ditolong oleh dokter spesialis kebidanan. Berat badan 3000 gr, Panjang
badan 50 cm, Pengobatan yang didapatkan HB, Polio, Vit. K dan Apgar
Score 8/9.

c;

Post Natal
Tidak ada kelainan genitalia, ikterus tidak ada, kejang tidak ada,
pendaharan tidak ada, trauma persalinan tidak ada, infeksi tali pusat
demam sejak senen pagi tanggal 2-4- 2016, pada saat tidak ada,
pemberian ASI eklusif dan sampai sekarang.

RIWAYAT KESEHATAN
a; Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien sebelumnya pernah menderita kejang demam pada usia 1 tahun 6
bulan dirawat di RS, imunisasi lengkap (BCG ada, Polio, DPT dan
Campak.
b;

Riwayat Kesehatan Sekarang

21

Pasien pengkajian tgl 6- 4 - 2016 jam 10. 00 wib didapatkan data


keluarga mengatakan anaknya demam, Suhu 39,5, suhu kulit terasa
hangat nadi 110 x/ menit, TD 110/ 60 mmhg, ibu mengatakan anaknya
kejang dan petugas melihat anak sedang kejang, kejang berlangsung
selama 1 menit, anak terlihat rewel dan selalu minta di gendong oleh
ibunya, pasien tampak lesu, dan gelisah, akral hangat.
c;

Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari keluarga ibu pasien, anak saudara laki laki ada menderita kejang
berulang dan sering di rawat di RS, dari keluarga ayah tidak ada yang
menderita demam kejang.

Genogram

Keterangan :

d;

e;

V;

: Laki-laki
: Pasien
: Perempuan
-----: Tinggal Serumah
Riwayat Kesehatan Lngkungan
Pasien tinggal di perumahan komplek, rumah berlokasi paling ujung,
tidak terlalu terpapar dengan cahaya matahari, kondisi dalam rumah
gelap, pasien tinggal bersama nenek dan kakek serta saudara orang tua.
Riwayat Psikososial
Sebelum sakit anak berinteraksi dengan orang tua dan kakek nenek,
semenjak sakit pasien hanya ingin bersama dengan kedua orang tuanya,
dan sering tertidur di pangkuan ibunya.

IMUNISASI
No

IMUNISASI

PEMBERIAN

PEMBERIAN

PEMBERIAN

22

VI;

PERTAMA

KEDUA

KETIGA

1 minggu

BCG

Hepatitis

1 bulan

3 bulan

5 bulan

DPT

2 bulan

4 bulan

6 bulan

PLIO

1 bulan

2 bulan

3 bulan

Campak

9 bulan

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


a; Motorik Kasar : Pasien sudah bisa berdiri usia 11 bulan, pasien belum
bisa berjalan karena masih terasa cemas dan takut
b; Motorik Halus : Bermain bola, menyusun balok
c;
d;

Kognitif dan Bahasa : Anak pertama kali bisa bicara pada usia 1 tahun
Sosianl dan Kemandirian : Minum dengan gelas

VII; POLA KEBIASAAN SEHARI HARI


a;

Pola Nutrisi
Dirumah
- Sehat : Pasien masih minum ASI dan makan nasi serta lauk
- Sakit : Pasien selama di RS hanya ASI saja

23

Makanan
- Sehat : Nasi di tambah sayuran dan lauk pauk
- Sakit : ASI saja
b; Pola Tidur

Sehat : Pasien bisa tidur sehari 3x siang, sore dan malam


- Sakit : Pasien tidak bisa tidur, dikarenakan demam
c; Pola Aktivitas / Latihan/ o2/ Bermain / Hobby
- Sehat : Pasien berusia 1 tahun 9 bulan bermain dengan nenek
ketika orang tua pergi, pasien bermain mobil mobilan.
- Sakit : Pasien hanya mau di gendong oleh ibunya
-

d; Pola Kebersihan Diri

Mandi, oral hygiene, cici rambut, berpakaian


- Sehat : 2x sehari, pakai sabun beby, dimandikan oleh orang tuanya,
terkadang ada 3x sehari, gigi pasien sudah tumbuh , untuk
perawatan oral hygiene sudah menggunakan pasta gigi
beby, cuci rambut setiap kali mandi, berpakaian di bantu
orang tua.
- Sakit : Selama dirawat pasien tidak mandi hanya di lap saja.
e; Pola Eliminasi

BAB
- Sehat : Pasien BAB tiap hari di pagi hari, warna kuning,
konsistensi lembek
- Sakit : Pasien sejak di rawat mencret (+), frekuensi 4-5 x
sehari, konsistensi cair, sedikit ampas.
2; BAK
- Sehat : Pasien pakai pempers, lebih kurang 3x ganti dalam
sehari.
- Sakit : Selama di rawat , karena pasang infus pasien lebih
kurang 4 x ganti, pempers warna kuning.
f; Kebiasaan Lain
Pasien belum bisa berjalan sendiri, sering di tatakan oleh orang tua,
tetapi berdiri sudah bisa, bila melangkah sering terjatuh, pasien sering
memasukan benda kemulut.
1;

24

VIII;

PEMERIKSAAN FISIK
a; Keadaan Umum : Lemah
TD : 110/ 60 mmhg
RR : 24x/ menit
HR : 100x/ menit
TB : 84 cm
Suhu : 39,5 c
BB : 9 kg
b; Kepala : Lingkar kepala : 48 cm
Rambut warna hitam, tipis dan agak kusam
c; Mata : Simetris kiri dan kanan
Komjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Palpebra sedikit odema
Pupil replek cahaya (+)
d; Telinga : Simetris kiri dan kanan, serumen tidak ada, pendengaran
bagus
e; Hidung : Septum simetris kiri dan kanan, ada sekret dan epistaksis
f; Mulut : Kebersihan (+) warna bibir sedikit kering, mukosa bibir
lembab, , lidah tampak merah, tidak ada perdarahan pada gusi
g; Leher : tidak ada pembesaran tiroid dan pembesaran kelenjer getah
bening
h; Dada :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak ada tarikan dinding dada.
Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan
i; Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, irama teratur dan bunyi jantung
normal
j; Paru Paru : Suara nafas vesikuler, Wheezing (-), ronki (-).
k; Perut : Peristaltik usu meningkat 10x/ menit, distensi (+).
l; Punggung : Bentuk normal tidak ada tanda tanda kelainan kongenital
m; Ekstremitas : Akral hangat, IVFD terpasang pada lengan atas sebelah
kiri RL 6 tetes / menit.
n; Genitalia : Tampak sedikit memerah, pasien pakai pempers
o; Kulit : Warna kulit merah, turgor kulit baik, teraba lembab dan panas
p; Pemeriksaan neorologis : Tidak ditemukan adanya kaku kuduk

IX;

PEMERIKSAAN TUMBUH KEMBANG


a; DDST : Pasien usia 1 tahun 9 bulan

25

Perkembangan motorik kasar di dapatkan nilai P di dapatkan 4 (anak


sudah mampu melakukan kegiatan sesuai dengan motorik kasar).
Perkembangan motorik halus di dapatkan nilai P 4 (anak sudah mampu
melakukan kegiatan sesuai usia pertumbuhan dan perkembangan).
Kognitif dan bahasa di dapatkan nilai P 4 (anak sudah mampu
melakukan kegiatan sesuai usia pertumbuhan dan perkembangan).
Sosian dan kemandirian. di dapatkan nilai P 4 dan nilai D 1 yaitu anak
belum mampu membuka baju sendiri.
b;

Satus Nutrisi : BB/ TB = 9/ 11,7 x 100% = 76,92%


BB/ U : 9/11,6 x 100% = 77, 55 %
Kesan status gizi : modemte pem

X;

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal 6 4 - 2016
HB
: 10,5 g/dl
Leukosit
: 8.900 /mm3
Hematokrit : 31 %
Trombosit
: 246 000/ mm3

XI;

PENATALAKAKSANAAN
IVFD RL 6 tetes / menit
Ceftriaxon 2x 25g
Luminal 2x 22,5
Zink 1 x 20
Ranitidin 2 x 10 g ( IV )
Paracetamol syr 3 x 1 sdt

XII; ANALISA DATA

NO

DATA

MASALAH

ETIOLOGI

Data Sajebtif

Hipertermi

Proses penyakit

Ibu pasien mangatakan

26

badan anaknya teraba

panas
Ibu

mengatakan

anaknya

rewel

dan

selalu

minta

di

gendong oleh ibunya


saja
Data Objektif

Pasien tampak gelisah


wajah pasien tampak

memerah
kulit teraba panas
akral dingin
suhu : 39,5
Nadi : 110x/ menit
Pernafasan : 30x/

menit
TD : 110/ 60 mmhg

Data Sabjektif
Ibu
mengatakan

Resiko cedara
pasien
anaknya

demam.
Ibu pasien mengatakan

anaknya kejang
Data Objektif:

Suhu : 39,5c

Kulit pasien terasa

hangat
Anak terlihat kejang
selama 1 menit

XIII; DIAGNOSA KEPERAWATAN


1;
2;

Hipertermi b/d Proses penyakit (peningkatan laju metabolisme)


Resiko cedera

XIV; RENCANA KEPERAWATAN

27

NO

DIAGNOSA

NOC

NIC ( AKTIFITSAS KEP )

KEPERAWATAN
1

Hipertermi b/d Proses Indikator:


Fever Treatment

Suhu tubuh dalam


Penyakit
1; Monitor suhu minimal tiap 2
rentang normal.
jam

Nadi dan RR dalam


2; Rencanakan monitor suhu
rentang normal
secara kontinyu

Tidak ada
3; Monitot TD, Nadi dan RR
4; Monitor warna dan suhu kulit
5; Tingkatkan intake cairan dan

perubahan warna
kulit dan tidak ada

nutrisi
6; Monitor penurunan tingkat

pusing.

kesadaran
7; Monitor intake dan aut put
8; Tingkatkan sirkulasi udara
9; Monitor pengukuran suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10;
11; Identivkas penyebab
perubahan vital sign
12;Monitor WBC
13;Berikan pengobatan untuk

mengurangi penyebab
demam.
14; Monitor IWL
2

Resiko cedera

Risk kontrol
NIC
Dengan indikator :
Environment
Manajement

Klien terbebas dari


(Manajemen lingkungan )
1; Sediakan lingkungan yang
cedera.

Klien
mampu
aman untuk pasien.
2;
Identifikasi
kebutuhan
menjelaskan cara /
metode

keamanan

untuk

untuk

pasien,

mencegah injury /

sesuai dengan kondisi fisik

cedera.
Klien

dan fungsi kognitif pasien


mampu

dan

menjelaskan faktor
3;

riwayat

penyakit

terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan
28

resiko

dari

lingkungan

perilaku personal
Mampu
memodifikasi gaya
hidup

untuk

memindahkan perabotan.
Memasang side rail tempat

5;

tidur.
Menyediakantempat

6;

yang nyaman dan bersih


Menempatkan sklar lampu

tidur

di tempat yang mudah di

kesehatan 7;

8;
yang ada.
Mampu mengenali

perubahan

berbahaya(misalnya

4;

mencegah injury
Menggunakan
fasilitas

yang

status 9;

jangkau pasien
Membatasi pengunjung
Menganjurkan
keluarga
untuk menemani pasien
Mengontrol lingkungan dari
kebisingan

kesehatan

10; Memindahkan

barang

barang

yang

dapat

membahayakan.
11; Berikan penjelasan

pada

pasien dan keluarga atau


pengunjung

adanya

perubahan status kesehatan


dan penyebab penyakit.

CATATAN PERKEMBANGAN
NO

Tgl/jam

Dx

Implementasi

EVALUASI SOAP

Kep
1

6- 4 -16

1; Melakukan

monitor S:

terhadap suhu pasien


minimal tiap 2 jam.
2; Melakukan
pengukuran terhadap
tekanan darah, nadi
dan RR
3; Menganjurkan

1; Keluarga

mengatakan

pasien
anaknya

demam.
2; Keluaga

mengatakan

pasien
anaknya

rewel
O:

29

TT

keluarga

pasien 1. Suhu : 38,5c


2. TD : 90/60 mmhg
untuk meningkattkan
3. Nadi : 105x/ menit
intake cairan dengan 4. Kulit tersa hangat
5. Anak terlihat rewel
banyak minum dan
6. Intake : 300 cc
tetap
menyusui
A: Demam belum tratasi
anaknya.
4; Menganjurkan
P: Intervensi dilanjutkan
kepada
keluarga 1,2,3,4,5,6,7
untuk

mengompres

anaknya pada lipat


paha

dan

aksila

dengan
menggunakan
handuk atau waslap
yang

di

basahi

dengan

air

hangat

suam suam kuku atau


air biasa
5; Melakukan

monitor

terhadap intake dan


aut put cairan dengan
mencatat pemasuksn
dan pengeluaran
6; Lanjutkan pemberian
cairan
sesuai

intra

vena
dengan

instruksi dokter yaitu


RL 6 tts/ menit
7; Melanjutkan
pemberian antipiretik
sesuai

dengan

instruksi dokter yaitu


Paracetamol sy 3x1

30

sdt
2

RABU
6- 4 -16

II

1; Menyediakan

lingkungan

S:
yang

1; Keluarga

mengatakan

aman untuk pasien


dengan menjauhkan
dari

benda

pasien
anaknya

masih demam.
2; Keluarga

benda

mengatakan

tajam.

pasienn
anaknya

kejang hanya 1kali dan

2; Melakukan

tidak kejang lagi

pemasang side rail


tempat tidur.
3; Menganjurkan
keluarga

O:
1; Suhu 38.5c
2; TD : 90/ 60 mmhg
untuk
3; Kulit pasien teraba

menemani pasien dan


jangan

hangat
4; Anak kelihatan tenang

meninggalkannya.
4; Menganjurkan
keluarga

untuk

A : Cedera tidak terjadi


P: Intervensi dilanjut kan
( 1,2,3,4,5 )

memindahkan barang
barang

yang

membahayakan
seperti pisau, gelas
dan piring
5; Memberikan
penjelasan

pada

pasien dan keluarga


atau
adanya

pengunjung
perubahan

status kesehatan dan


penyebab
seperti

penyakit
pengunjung

jangan terlalu rame.

Tanggal : 7 - 4 - 2016
31

NO
1

TANGGAL/ DX
JAM
Kamis
7-4-2016

IMPLEMENTASI

EVALUASI
SOAP

1; Melakukan monitorS:

terhadap

suhu1; Keluarga pasien

minimal tiap 2 jam.


2; Melakukan

mengatakan anaknya
demam.

pengukuran

2; Keluaga pasien

terhadap

tekanan

darah, nadi dan RR

mengatakan anaknya
rewel

3; Menganjurkan

O:
1. Suhu : 38c
untuk meningkatkan 2. TD : 90/60 mmhg
3. Nadi : 100x/ menit
intake cairan dengan
4. Kulit tersa hangat
banyak minum dan 5. Anak terlihat rewel
6. Intake : 400 cc
tetap
menyusui
keluarga

pasien

anaknya

A: Demam belum tratasi

4; Menganjurkan

kepada
untuk

keluarga

P: Intervensi dilanjutkan
1,2,3,4,5,6,7

mengompres

anaknya pada lipat


paha

dan

aksila

dengan
menggunakan
handuk atau waslap
yang

di

basahi

dengan air hangat


suam

suam

kuku

atau air biasa


5; Melakukan monitor
terhadap

intake

cairan dan aut put


cairan

dengan

mencatat pemasukan

32

PARAF

dan pengeluaran.
6; Melanjutkan

pemberian
intra

vena

instruksi

caira
sesuai
dokter

yaitu RL 6 tts /
menit.
7; Melanjutkan

pemberian
antipiretik

sesuai

dengan order dokter


yaitu

Paracetamol

syp 3x1 sdt


2

Kamis
7 4 2016

II 1; Menyediakan

S:

lingkungan

yang

aman untuk pasien


dengan menjauhkan
dari

benda

benda

tajam
2; Melakukan

pasien

mengatakan
anaknya

masih

demam.
2; Keluarga
mengatakan

pemasangan

side

real tempat tidur.


3; Menganjurkan
keluarga

1; Keluarga

anaknya

sudah

tidak kejang

untuk

O:
pasien 1; Suhu : 38c
dan
jangn
di 2; TD : 90/60 mmhg
3; Kulit pasien teraba
tinggalkan sendiri.
hangat
4; Menganjurkan
4; Anak tidak mengalami
keluarga
untuk
kejang
memindahkan
barang barang yang A : Cedera tidak terjadi
menemani

membahayakan
seperti pisau, gelasP: Intervensi
dan piring

dipertahankan

33

5; Memberikan

penjelasan

pada

keluarga

dan

pengunjung adanya
perubahan

status

kesehatan

dan

penyebab

penyakit

seperti

pengunjung

jangan terlalu rame.

Tanggal :8 - 4 - 2016
NO

Tgl/jam

Dx

Implementasi

EVALUASI SOAP

Kep
1

Jumat
Jam 09

1; Melakukan monitor

terhadap suhu pasien


minimal tiap 2 jam.
2; Melakukan pengukuran
terhadap tekanan darah,
nadi dan RR
3; Menganjurkan keluarga
pasien untuk

S:
1; Keluarga pasien

mengatakan
anaknya asih
demam demam.
2; Keluaga pasien

mengatakan
anaknya rewel

meningkattkan intake

O:
1. Suhu : 37,5c
2. TD : 90/60 mmhg
minum dan tetap menyusui
3. Nadi : 105x/ menit
anaknya.
4. Kulit tersa hangat
4; Menganjurkan kepada
5. Anak terlihat rewel
6. Intake : 400 cc
keluarga untuk
cairan dengan banyak

mengompres anaknya pada A: Demam belum


lipat paha dan aksila
dengan menggunakan
handuk atau waslap yang

tratasi
P: Intervensi
dilanjutkan

di basahi dengan air hangat

34

TT

suam suam kuku atau air

1,2,3,4,5,6,7

biasa
5; Melakukan monitor

terhadap intake dan aut put


cairan dengan mencatat
pemasuksn dan
pengeluaran
6; Lanjutkan pemberian

cairan intra vena sesuai


dengan instruksi dokter
yaitu RL 6 tts/ menit
7; Melanjutkan pemberian

antipiretik sesuai dengan


instruksi dokter yaitu
Paracetamol sy 3x1 sdt

35

36

BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan kepada An. A dengan
demam kejang selama 2 hari tanggal 6 s/d 8 april 2016 di ruang anak RSUD Dr.
M. Zein Painan, dengan proses pendekatan perawatan yang meliputi tahap
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada bab ini penulis akan
dibahas berbagai kesenjangan yag di temukan antara teori dengan prektek nyata
dengan membahas berdasarkan tahapan proses keperawatan.
I;

PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap dalam proses keperawatan. Penyebab
kejang demam pada anak A yaitu demam yang tinggi . Adapun data yang di
dapat penulis melalui pengkajian yaitu tanda dan gejala yang sesuai dengan
teori kondisi anak A dalam pengkajian ini penulis mengkaji pasien
berdasarkan pada landasan teoritis dengan diagnosa medis kejang demam
dan asuhan keperawatan di sesuaikan dengan kasus yang ada. Pada fokus ini
data yang muncul adalah riwayat demam 39,5C sebelumnya tidak menderita
sakit anak melakukan aktifitas bermain dan data yang sesuai dengan teori
adalah kenaikan suhu tubuh di atas 38C yaitu 39,5C. Data yang
tidak sesuai dengn teori adalah penyakit yang melatar belakangi
kejang, karena demam yang muncul pada anak A tiba-tiba disertai dengan
penyakit sebelumnya demam kejang pada umur 1 tahun 6 bulan, dari hasil
laboratorium pada tanggal 06 april 2016 Hb : 10.5, HT : 31%, Leokosit :
8.900 rb/ul, Trombosit : 246 rb/ul.

II;

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a; Hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
b; Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak. b.d perubahan suplai
darah ke otak.
c; Resiko kejang berulang b.d ketidakseimbangan potensial (membran
ATP dan AMILASE).
d; Resiko cedera b.d pergerakan otot tidak terkendali selama kejang.
e; Resiko aspirasi b.d penurunan kesadaran.
f; Resiko asfiksia b.d ketidak adekuatan untuk inhalasi
PELAKSAAN KEPERAWATAN

III;

37

Dalam pembuatan rencana tidakan keperawatan penulis membuat


rencana sesuai pada teori pertama dan Prioritas masalah pada pasien
didasarkan pada kebutuhan dasar. setelah prioritas masalah ditetapkan, maka
selanjutnya adalah merumuskan tujuan. Rasionalisasi pada penetapan tujuan
dan kriteria hasil. Dengan teori tersebut di harapkan didasarkan pada hasil
yang ingin di capai, sehingga tindakan yang di lakukan tidak menyimpang
dari masalah keperawatan yang terjadi, sehingga tindakan menjadi efektif,
efisien, dan langsung tertuju pada pemecahan masalah. langkah terakhir dari
perencanaan keperawatan ialah menentukan rencana tindakan. Pada
perencanaan tejadi kesenjangan antara teori dan kasus. pada teori
perencanaan dan tujuan tidak ada pembatasan waktu dalam mengatasi
masalah, sedangkan pada kasus penulis menetapkan batasan waktu sebagai
patokan dalam mengukur pencapaian tujuan akhir. Pada kasus, untuk
mencapai tujuan terhadap masalah klien ditetapkan dengan waktu 2 x 24
jam karena penulis diberi kesempatan memberikan asuhan keperawatan
selama 2 hari, hal ini berdampak pula pada penetapan kriteria hasil
disesuaikan dengan waktu yang di berikan dalam memberikan asuhan
keperawatan.
IV;

PELAKSANAAN
Penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan keadaan
pasien dan rencana keperawatan yang telah disusun, semua tindakan
pendokumentasian dalam catatan keperawatan dan dalam tindakan tidak
semua tindakan dapat di lakukan karena keterbatasan waktu dinas dan
tindakan yang tidak penulis lakukan di lakukan oleh perawat ruangan,
seperti memberikan terapi oral sore, memberikan injeksi sore dan
memberikan terapi cairan.

3; Untuk dignosa keperawatan Hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme,

penulis melakukan tindakan, Melakukan monitor terhadap suhu pasien


minimal tiap 2 jam, melakukan pengukuran terhadap tekanan darah, nadi dan
RR, menganjurkan keluarga pasien untuk meningkatkan intake cairan dengan
banyak minum dan tetap menyusui anaknya, menganjurkan kepada keluarga
untuk mengompres anaknya pada lipat paha dan aksila dengan menggunakan
handuk atau waslap yang di basahi dengan air hangat suam suam kuku atau
air biasa, melakukan monitor terhadap intake dan aut put cairan dengan
mencatat pemasuksn dan pengeluaran, lanjutkan pemberian cairan intra vena

38

sesuai dengan instruksi dokter yaitu RL 6 tts/ menit, melanjutkan pemberian


antipiretik sesuai dengan instruksi dokter yaitu Paracetamol sirup 3x1 sdt.
penulis melakukan tindakan mengkaji ulang keluhan kejang klien : Keluarga
pasien mengatakan anaknya asih demam. Keluaga pasien mengatakan
anaknya rewel Suhu : 37,5c, TD : 90/60 mmhg, Nadi : 105x/ menit, Kulit
tersa hangat, Anak terlihat rewel, Intake : 400 cc.
4; Untuk diagnosa keperawatan Resiko cedera b.d pergerakan otot tidak

terkendali selama kejang. Penulis melakukan tindakan : Menyediakan


lingkungan yang aman untuk pasien dengan menjauhkan dari benda benda
tajam, melakukan pemasang side rail tempat tidur, menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien dan jangan meninggalkannya, menganjurkan
keluarga untuk memindahkan barang barang yang membahayakan seperti
pisau, gelas dan piring. penulis melakukan tindakan mengkaji ulang keluhan
kejang pasien : Keluarga pasien mengatakan anaknya masih demam,
Keluarga mengatakan anaknya sudah tidak kejang lagi, Suhu : 37,5c, TD :
90/60 mmhg, Kulit pasien teraba hangat, Anak tidak mengalami kejang.
V;

EVALUASI
Evaluasi keperawatan pada teori ada dua, yaitu evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif yang telah di capai dalam kasus
yaitu keluhan demam turun, keluhan kejang sudah tidak ada lagi, nafsu
makan mulai membaik. Sedangkan evaluasi sumatif yang di capai dalam
kasus yaitu semua tercapai, masalah sudah teratasi, dan tindakan
keperawatan di hentikan karena pasien pulang pada tnggal 13 april 2016
pukul 12.00 Tidak ada faktor penghambat yang mempenggaruhi.
keberhasilan asuhan keperawatan karena semua rencana dan tindakan di
lakukan serta semua diagnosa yang ada pada kasus dapat di evaluasi.
Faktor pendukung untuk pemecahan permasalahan tersebut yaitu dengan
kerjasama dengan perawat ruangan, tim medis, dan tenaga kesehatan yang
lain.

39

BAB V
PENUTUP

A; KESIMPULAN

Kejang demam sering terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5atau 6
tahun dan akan berhenti pada usia 5 atau 6 tahun. Setelah dilakukan asuhan
keperawatan pada anak dengan kejang demam di dapatkan beberapa data
diantaranya:
1; Pada pengkajian di dapatkan anak demam tinggi dengan suhu: 39,5c,
pada saat suhu tinngi tersebut terjadi kejang pada anak selama
1menit, pada riwayat kesehatan sebelumnya anak pernah mengalami
kejang pada usia 1 tahun 6 bulan.
2; Diagnosa keperawatan prioritas pada anak.A adalah Hipertemi dan
Resiko Cedera. dari kedua diagnosa yang di angkat hipertemi belum

40

teratasi sedangkan resiko cedera tidak tercadi, kejang terjadi hanya


pada saat pengkajian hari pertama.
3; Pada perencanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan rencana
asuhan keperawatan yang ada pada NANDA, NIC dan NOC.
4; Untuk keberhasilan dalam pelaksanaan rencana tindakan atau
implementasi dalam pelaksanaanya di mulai dengan tindakan mandiri
dan baru di lanjutkan dengan tindakan kolaborasi.
5; Evaluasi perlu dilakukan untuk menilai keberhasilan tindakan dan
pendokumentasian di perlukan sebagai pedoman untuk melakukan
tindakan keperawatan selanjutnya.
B; SARAN
1; Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dg demam


kejang di ruang anak RSUD Dr Muhammad Zein Painan
2; Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan pihak pendidikan padat menjadikan makalah ini sebagai
bahan bacaan/ acuan dalam melakukan asuhan keperawatan dengan
demam kejang pada anak.
3; Bagi Rumah Sakit

Dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan asuhan keperawatan


pada anak dengan demam kejang dan untuk dapat mempertahankan
asuhan keperawatan demam kejang pada anak yang telah dilakukan

41

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyur, 2010. Kapita Selekta kedokteran, EGC. Jakarta
Dewanto, G. (2009). Diagnosa dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan
Keperawatan.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Riyadi S & Sukarmin. 2009 Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Sadlier LG, Scheffer IE. (2007) Febrile Seizures. BMJ,334, 307-11.
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (Edisi 6). Jakarta:
EGC.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam.
Jakarta: CV Sagung Seto

42

Anda mungkin juga menyukai