HUKUMAN MATI
Stefanie Angelina
/ 170116027
Anita Chandra
/ 170116011
Benedicta Ratih
/ 1701160
Natasha Florenika
/ 1701160
SEPTEMBER 2016
FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA
A. PENDAHULUAN
Dahulu hukuman mati dipandang relevan, sah dan dilakukan secara terbuka
didepan umum, dengan cara dipancung, dibakar, atau bahkan disiksa hingga
mati. Di hampir seluruh dunia, hukuman mati dilakukan untuk kejahatankejahatan subversif berupa penghinaan terhadap Raja atau Pimpinan Agama,
kejahatan
perang
dan
pemberontakan,
kriminalitas
yang
disertai
dengan
kekejaman, dan lain-lain. Kekuasaan untuk menjatuhkan hukuman mati ada pada
Raja, Panglima Perang, Pimpinan Agama, atau Hakim yang ditunjuk oleh Raja.
Seringkali keputusan untuk menjatuhkan hukuman mati tidak mengacu pada
sandaran Undang-undang, namun hanya berdasarkan titah Raja. Seiring dengan
perubahan sistem kenegaraan dan masyarakat, muncul pandangan baru terhadap
hukuman mati. Tindak kejahatan yang dapat dikenai sangsi hukuman mati
dibatasi, antara lain untuk tindak pembunuhan berencana dan kejam serta
perkembangan
terakhir,
keabsahan
hukuman
mati
terus
yang
tidak
dapat
dirampas
dan
dikurang-kurang
(non-derogable
rights)oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi apapun termasuk oleh
negara, atas nama hukum atau dalam situasi darurat. Sebagai hak yang
dianugerahkan Tuhan, hak hidup tidak bisa diambil oleh manusia manapun meski
atasnama Tuhan sekalipun. Pandangan lain adalah adanya perubahan konsep dari
hukuman sebagai pembalasan menjadi hukuman sebagai pendidikan dan
permasyarakat. Penjara tidak disebut sebagai rumah tahanan, tapi lembaga
permasyarakatan dengan asumsi para tahanan akan dididik untuk dapat kembali
ke masyarakat, termasuk mereka yang melakukan kejahatan yang dipandang
layak dijatuhi hukuman mati. Termasuk beberapa kasus kesalahan dalam
penjatuhan hukuman mati terhadap mereka yang tidak bersalah atau menjadi
tumbal/kambing hitam hukum atau penghukuman terhadap mereka yang
bertobat yang seharusnya bisa diganti dengan hukuman seumur hidup juga
menjadi pertimbangan.
Pendeknya, para pihak yang muncul dalam perdebatan ini baik yang pro
maupun kontra bukan saja memperkaya khazanah pengetahuan hukum, namun
juga
mengandaikan
adanya
fenomena
tuntutan
agar
hukum
bukan
saja
ini,
maka
diperlukanlah
pemahaman
yang
lebih
dalam
mengenai
B. PEMBAHASAN
1. Memahami Hukuman Mati
Hukuman Mati atau Death Penalty adalah suatu hukuman atau vonis yang
dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat
yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.
Menurut keputusan MK No. 2-3 / PUU-V / 2007menyatakan di masa yang akan
datang perumusan, penerapan, maupun pelaksanaan pidana mati hendaklah
memperhatikan empat hal penting.
Pertama,
dijatuhkan
denganmasa
Kedua,
pidana
mati
apabila
terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup
atau selama 20 tahun. Ketiga, pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anakanak yang belum dewasa. Keempat, eksekusi pidana mati terhadap perempuan
hamil dan seseorang yang sakit jika ditangguhkan sampai perempuan hamil
tersebut melahirkan dan terpidana yang sakit jika sembuh.
a.
Hukuman Gantung
Hukum gantung dilakukan dalam berbagai cara: drop pendek yaitu tahanan
tersebut berdiri pada sebuah objek yang kemudian didorong meninggalkan
napi hingga mati tercekik. Ini merupakan metode umum digunakan oleh Nazi
dan merupakan bentuk yang paling umum digunakan sebelum tahun 1850an. Kematiannya lambat dan menyakitkan. Ada juga cara dengan napi berdiri
di tanah dengan tali di leher mereka dan tiang gantungan kemudian diangkat
ke udara. Hukuman ini diterapkan beberapa negara seperti Afganistan,
Bangladesh, Botswana, India, Irak, Jepang, Kuwait, Malaysia, Nigeria, dan
Sudan. Mantan Presiden Irak Saddam Husein dihukum gantung pada 30
Desember 2006.
b.
Tembak Mati
Eksekusi dengan penembakan adalah metode eksekusi yang paling umum di
dunia, digunakan di lebih dari 70 negara. Tetapi sebagian besar negaranegara tersebut menggunakan regu tembak, nemun menembak dengan satu
orang masih ditemukan. Di Soviet Rusia, peluru tunggal ditembakkan ke
bagian belakang kepala adalah metode yang paling sering digunakan untuk
c.
d.
hukum
syariah
untuk
kasus-kasus
pembunuhan,
pemerkosaan,
e.
negara itu.
Kursi Listrik
Tahanan diikat ke kursi dengan tali logam dan spons basah ditempatkan di
kepalanya untuk membantu konduktivitas. Elektroda ditempatkan pada
kepala dan kaki untuk membuat sirkuit tertutup. Dua arus dari berbagai
tingkat dan durasi diterapkan. Umumnya 2000 volt selama 15 detik untuk
arus pertama menyebabkan ketidaksadaran dan untuk menghentikan
jantung. Arus kedua biasanya diturunkan sampai 8 amp. Arus kedua
biasanya akan menyebabkan kerusakan parah pada organ internal dan
f.
g.
h.
Perangkat ini digunakan di Spanyol sampai dilarang pada tahun 1978 dengan
penghapusan hukuman mati. Biasanya terdiri dari kursi di mana tahanan
tertahan sementara algojo memperketat band metal di lehernya sampai dia
meninggal. Beberapa versi dari garrote yang tergabung baut logam yang
i.
j.
k.
kota atau di mana pun dengan penonton dan kemudian menyalakan api.
Hanged, Drawn And Quartered
Hukuman untuk pengkhianatan tinggi di Inggris, yang akan digantung, ditarik
dan dipotong-potong adalah umum terjadi selama abad pertengahan.
Meskipun dihapuskan pada tahun 1814, bentuk eksekusi ini bertanggung
jawab atas ratusan, bahkan mungkin ribuan, kematian.
a.
Kitab Suci
hukuman mati (Roma 6:23). Syukur kepada Allah, Allah menyatakan kasihNya
kepada kita dengan tidak menghukum kita (Roma 5:8).
Allah sendiri yang menetapkan hukuman mati: Siapa yang menumpahkan darah
manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia
itu menurut gambar-Nya sendiri (Kejadian 9:6).
Yesus akan mendukung hukuman mati dalam kasus-kasus lain. Yesus juga
menunjukkan anugerah ketika hukuman mati seharusnya dijatuhkan (Yohanes
8:1-11). Rasul Paulus juga mengakui kuasa dari pemerintah untuk menjatuhkan
hukuman mati, ketika dibutuhkan (Roma 13:1-5).
Allah mengijinkan hukuman mati. Namun, pada saat bersamaan, Allah tidak selalu
menuntut hukuman mati. Kalau begitu bagaimana seharusnya pandangan orang
Kristen terhadap hukuman mati?
Pertama-tama, kita mesti mengingat bahwa Allah sendiri yang telah menetapkan
hukuman mati melalui FirmanNya, Karena itu, menjadi kesombongan jika
menganggap kita mampu menetapkan standar yang lebih tinggi dariNya atau
bisa lebih bermurah hati dariNya.
Kedua, kita harus mengenali bahwa Allah telah memberi pemerintah otoritas
untuk menentukan kapan hukuman mati pantas dijatuhkan (Kejadian 9:6, Roma
13:1-7). Justru tidak alkitabiah mengklaim bahwa Allah menentang hukuman mati
dalam segala hal.
b. Katekismus Gereja Katolik (2267)
Tentang hukuman mati, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
(KGK 2267) Sejauh cara-cara tidak berdarah mencukupi
untuk membela
hidup
sejak
saat
perkandungan
sampai
kematian
natural
dan
menjunjung tinggi martabat manusia sebagai citra Allah (Kej 1:26). Hidup
manusia adalah suci karena sejak awal hidup manusia merupakan buah karya
penciptaan Allah (KGK 2258) dan sejak saat pembuahan itu, manusia satusatunya makhluk yang dikehendaki Tuhan demi dirinya sendiri, adalah pribadi
yang menerima kasih Allah secara pribadi (GS 24). Hidup, khususnya hidup
manusia adalah milik Allah saja. Bahkan seorang pembunuh tidak kehilangan
martabatnya yang dijamin oleh Allah. Allah tidak menghukum Kain dengan
pembunuhan, karena Ia lebih ingin pendosa bertobat daripada mati (Evangelium
Vitae 9). Dalam kasus-kasus tertentu, pembelaan diri dapat dibenarkan, juga
kalau pembelaan diri itu berakibat pada terbunuhnya penyerang (Evangelium
Vitae 55). Tetapi prinsip pembelaan diri pribadi ini tidak dapat ditrapkan pada
tingkat sosial. Maksudnya, ketika hukuman mati diterapkan, orang dibunuh tidak
ketika dia menyerang, tetapi dia dibunuh karena kesalahan yang dilakukan di
masa lalu. Sekarang ini hukuman mati tidak bisa diterima, seperti apapun
kejahatan orang yang dijatuhi hukuman. Hukuman mati mencederai prinsip hak
hidup yang tidak bisa diganggu-gugat dan martabat pribadi manusia. Hukuman
mati melawan rencana Allah terhadap manusia dan masyarakat dan juga
keadilan-Nya yang penuh kerahiman, dan tidak sesuai dengan tujuan hukuman
yang adil. Hukuman mati tidak memperlakukan korban dengan adil, tetapi
bernada pembalasan Bagi negara hukum, hukuman mati mencerminkan
kegagalan, karena mewajibkan negara membunuh atas nama keadilan. Keadilan
tidak pernah tercapai dengan membunuh manusia Hukuman mati kehilangan
seluruh legitimasi karena karena tidak sempurnanya pemilihan sistem keadilan
kriminal dan karena kemungkinan kesalahan pengadilan. Keadilan manusia
tidaklah sempurna, dan ketidakmampuan mengakui ketidaksempurnaan ini dapat
menjadikannya sumber ketidak-adilan. Dengan diberlakukannya hukuman mati,
orang yang dihukum tidak diberi kesempatan untuk membuat silih dan bertobat
dari perbuatannya yang merugikan; tidak diberi kesempatan untuk mengakui
kesalahan yang merupakan ungkapan peribatan batinnya. Hukuman mati
bertentangan dengan kemanusiaan dan kerahiman Allah, yang harus menjadi
model keadilan manusiawi. Hukuman mati menyengsarakan manusia yang
diperlakukan secara kejam (perasaan ketika menunggu eksekusi dst.) Sekarang
ini ada banyak cara untuk menghadapi kejahatan tanpa meniadakan kesempatan
bagi penjahat untuk membaharui diri (Evangelium Vitae 27), tetapi juga kepekaan
moral yang semakin tinggi mengenai nilai hidup manusia, yang menguatkan
pendapat umum yang semakin mendukung penghapusan hukuman mati atau
moratiorium terhadapnya (Kompendium Ajaran Sosial Gereja No 405). Dan
seperti yang saya sampaikan, hukuman mati secara langsung melawan perintah
kasih kepada musuh sebagaimana disampaikan dalam Injil. Oleh karena itu semua
orang kristiani dan yang berkehendak baik, dipanggil untuk berjuang demi
penghapusan hukuman mati legal atau ilegal dan bukan itu saja, tetapi juga
berjuang untuk memperbaiki kondisi penjara demi hormat terhadap martabat
manusia.
Konklusi
1. Dari kutipan-kutipan itu jelas, bahwa pandangan atau ajaran Gereja Katolik
mengenai hukuman mati, berkembang dan pada akhirnya berubah;
2. Perubahan pandangan ini berkaitan dengan kesadaran diri manusia dan
pengalamannya akan Allah. Ini amat jelas dalam Kitab Suci : dalam Perjanjian
Lama ada hukum pembalasan yang setimpal Gigi ganti gigi, mata ganti mata.
Pembalasan yang setimpal ini sudah lebih maju dibandingkan dengan hukum
pembalasan yang lebih berat daripada yang diterima Kepala ganti gigi. Dalam
Perjanjian Baru, ketika Allah semakin dialami sebagai Sang Kasih, hukum
pembalasan setimpal diganti secara radikal dengan Hukum Kasih. Ajaran Gereja
Katolik mengenai hukuman mati mengalami perkembangan dan akhirnya
perubahan yang radikal seperti itu.
C. PENUTUP
a.
Kesimpulan
Gereja tidak mendukung adanya hukuman mati, namun tidak melarangnya juga.
Gereja mempertahankan, bahwa kuasa negara yang sah berhak menjatuhkan
hukuman mati dalam kasus yang amat berat. Prinsip Gerja adalah sedapat
mungkin digunakan cara- cara penghukuman yang lain selain hukuman mati
b. Saran
Hukuman mati akan tetap menjadi pro dan kontra selama masih ada perbedaan
perbedaan pendapat. kita tidak dapat memilih salah satu mana yang baik
sehingga dalam menentukan apakah seseorang layak dihukum mati harus
mempertimbangkan segala aspek yang harus dilihat baik bagi terdakwa maupun
pihak keadilannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, T.M., Alexander Lay. 2009. Kontroversi Hukuman Mati. Jakarta : Kompas
Suharyo. Hukuman Mati dalam Pandangan Gereja Katolik. 27 Juli 2016.
(http://indonesia.ucanews.com/2016/07/27/hukuman-mati-dalam-pandangangereja-katolik/ diakses tanggal 6 September 2016)
Listiati, I. Tentang Hukuman Mati. 2 Juni 2011. (http://www.katolisitas.org/tentanghukuman-mati/ diakses tanggal 6 September 2016)
Anonim. Pandangan Terhadap Hukuman Mati. 18 Desember 2012.
(http://pendalamanimankatolik.com/pandangan-terhadap-hukuman-mati/
diakses tanggal 6 September 2016)