Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cadangan sumber daya energi di Indonesia saat ini sudah semakin terbatas.
Sebagai gambaran, Indonesia saat ini hanya memiliki 4.300 juta ton cadangan
minyak atau hanya sekitar 0,36% dari total cadangan minyak dunia tahun 2006
sebesar 1.208.200 juta ton. Dengan tingkat produksi sebesar 390 juta ton per
tahun, produksi minyak bumi di Indonesia diperkirakan hanya dapat bertahan
dalam 11 tahun ke depan.
Sementara itu, gas alam yang juga merupakan salah satu sumber energi
utama di Indonesia hanya memiliki cadangan yang ekuivalen dengan masa
produksi selama 35,54 tahun. Demikian pula batubara, Indonesia saat ini hanya
memiliki cadangan yang relatif terbatas, yaitu sebesar 4.968 juta ton atau 0,55%
dari total cadangan batubara dunia. Dengan tingkat produksi mencapai 120 juta
ton per tahun, diperkirakan batubara di Indonesia dapat diproduksi selama 41,43
tahun.
Sebagai alternatif untuk menggantikan energi minyak bumi, saat ini telah
dikembangkan teknologi pencairan batubara sebagai bahan bakar yang hampir
setara dengan output minyak bumi. Pengembangan produksi bahan bakar sintetis
berbasis batu bara pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan
menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher
dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis
Fischer-Tropsch, mulai dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi
bahan bakar sintesis. Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif
pengembangan teknologi pencairan batubara melalui proyek Sunshine tahun 1974
sebagai pengembangan alternatif energi pengganti minyak bumi.
Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi
yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan
energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara
bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis system, solvent
extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous coal.

Selanjutnya ketiga proses tersebut terintegrasi dalam proses NEDOL (NEDO


Liquefaction), suatu proses pencairan batubara yang dikembangkan oleh NEDO,
dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pencairan yang lebih tinggi.
1.2.
1.
2.
3.
4.

Rumusan Masalah
Apa pengartian liquifaction ?
Bagaimana perkembangan teknologi liquifaction ?
Bagaimana metode liquifaction ?
Apa saja parameterparameter yang berpengaruh pada proses likuifaksi

batubara ?
5. Apa kelebihan dan kekurangan batubara cair ?
6. Bagaimana perkembangan produksi batu bara cair di indonesia ?
1.3 Manfaat
Mengetahui teknologi pemanfaatan batubara terkhusus mengenai teknologi
pencairan batubara atau yang sering disebut liquifikasi yang saat belum dilakukan
secara maksimal.
1.4 Tujuan
1. Memenuhi tugas pada mata kuliah teknologi pengolahan batubara.
2. Menambah wawasan pembaca mengenai batubara dan

proses

pengolahannya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Likuifaksi Batubara (Coal liquefaction)
Coal liquefaction adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara
menjadi bahan bakar cair sintetis. Batubara yang berupa padatan diubah menjadi

bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen pada temperatur dan
tekanan tinggi.Cairan yang terbentuk tersebut selanjutnya difraksionasi/ dikilang
untuk menghasilkan berbagai macam bahan bakar cair seperti bensin, solar,
minyak tanah dan lain-lain. Teknologi ini sudah lama di kuasai negara maju
seperti Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Australia dan Jepang.Penguasaan negara
Jerman yang baik terhadap teknologi inilah yang merupakan salah satu faktor
yang mendukung kemenangan Jerman dalam Perang Dunia I.
Tujuan

dari

likuifaksi

batubara

adalah

untuk

mengkonversi

atau

mengupgrading batubara yang mempunyai nilai kalor yang rendah yang tidak laku
di pasaran menjadi salah satu bentuk bahan bakar atau energi alternatif yang
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
2.2.Perkembangan Singkat Teknologi Likuifaksi
Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama kali
dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis FischerTropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930,
disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, mulai
dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis.
Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi
pencairan batubara melalui proyek Sunshine tahun 1974 sebagai pengembangan
alternatif energi pengganti minyak bumi.
Pada 1983, NEDOL (the New Energy Development Organization),
organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk
menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi
pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis
system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous
coal.
Cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan
setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti: sub-bituminous
coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut lebih banyak didominasi oleh
kandungan air. Peneliti Jepang kemudian mulai mengembangkan teknologi untuk
menjawab tantangan ini agar kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu

dengan mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna
secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah
lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan namaBrown
Coal Liquefaction Technology (BCL).

Macam- macam Proses Likuifikasi


1. Fisher Tropsch proses
Fisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau
disebut senyawa hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan
sebagai bahan bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas
(lubricating oil).
(2n+1)H2 + nCO CnH(2n+2) + nH2O
2. Bergius Proses
Bergius Process merupakan pencairan batubara metode langsung atau
dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL. DCL adalah proses hydrocraacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah mengintroduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan
antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai
pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara
(berat kering) menjadi sintetik cair.

3. Brown Coal Liquefaction Technology (BCL)


Teknologi yang mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk
yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas
serta ramah lingkungan.Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien
dari batubara yang berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses
pencairan di mana hasil produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan
menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di

mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain)


pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu
tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu
dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan.

Gambar 1. Diagram Alir Brown Coal Liquifaction


Proses pada Brown Coal Liquefaction, secara umum terdiri atas 3 proses, yaitu:
1. Pretreatment Process merupakan proses peremukan raw brown coal,
pengeringan, dan pembuatan Slurry. Slurry dibuat dengan mencampurkan 1
bagian batubara brown coal dengan 2.5 bagian pelarut, lalu ditambahkan
katalis yang mengandung besi (iron catalyst). Lalu Slurry diproses ke
preheating process.
2. Primary hydrogenation process dilakukan dengan mengalirkan gas hidrogen
pada Temperatur 430-450C dan tekanan 150-200 kg/cm2G agar dapat
terjadi proses likuifaksi.
3. Produk yang dihasilkan dikirim ke kolom distilasi dan didistilasi menjadi
naphta, light oil dan medium oil.Kolom distilasi bawah yang mengandung
padatan dialirkan menuju kolom pemisah padatan-cairan pada proses
pengeringan pelarut. Distilat cair kemudian dibawa ke proses Secondary
hydrogenation dan padatan dibuang.Reaktor jenis fixed bed yang diisi
katalis Ni-Mo agar proses hidrogenasi dapat terjadi pada temperatur 300400C dan tekanan 150-200 kg/cm2G. Kemudian dilakukan distilasi

kembali agar dapat dipisahkan menjadi nephta, light distillate dan medium
distillate. Setelah proses selesai, dihasilkan 3 barrel batubara cair dari 1 ton
batubara brown coal kering

4. Bituminous Coal Liquefaction (Proses Nedol)


Dalam proses Bituminous Coal Liquefaction, Proyek NEDOL berhasil
menggabungkan

proses,

yaitu:

Solvent

Extraction

Process,

Direct

Hydrogenation Process, dan Solvolysis Process. Spesifikasi proses NEDOL


adalah sebagai berikut:
a. Tidak memerlukan batubara dengan spesifikasi tertentu. Batubara yang
digunakan bisa dari low grade sub-bituminous sampai low grade
bituminous.
b. Yield Ratio bisa mencapai 54% berat, lebih besar dari medium atau light oil
c. Temperatur standar reaksi adalah 450C dan Tekanan standar 170 kg/cm2G
d. Membutuhkan katalis yang sangat aktif namun tidak mahal
e. Sebagai pemisah antara fasa cair-gas, digunakan sistem distilasi pengurang
tekanan.
f. Digunakan pelarut terhidrogenasi yang dapat digunakan kembali untuk
mengawasi kualitas pelarut agar dapat meningkatkan Yield Ratio dari
batubara cair dan mencegah fenomena cooking pada tungku pemanas.

Proses NEDOL
Slurry dibuat dengan mencampurkan 1 bagian batubara dengan 1.5 bagian
pelarut,lalu ditambahkan 3% katalis yang mengandung besi (ferrous catalyst).
Slurry dipanaskan sampai suhunya mencapai 400C dalam preheating
furnace.Reaksi likuifaksi terjadi dalam kolom reaktor berjenis suspension bed
foaming pada kondisi standar (Temperatur 450C, Tekanan 170 kg/cm2G)
Batubara dikonversi menjadi bentuk cair oleh reaksi antara hidrogen dan pelarut.

Setelah melewati pemisah fase gas-cair, kolom distilasi bertekanan normal, dan
kolom distilasi isap, batubara cair dipisahkan menjadi naphta, medium oil, heavy
oil, dan residu.
Distilat medium oil dan heavy oil dipindahkan ke kolom reaksi berjenis fixed
bed yang berisi katalis Ni-Mo. Pada kolom reaksi ini, distilat dikonversikan
menjadi distilat ringan pada Temperatur 320C dan Tekanan 100 kg/cm2G, dan
digunakan kembali dalam reaksi sebagai pelarut (solvent)

Gambar 2. Diagram alir proses Bituminous Coal Liquefaction(Nedol)

2.3 Metode Liquifaction Secara Umum


Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi Indirect
Liquefaction Process dan Direct Liquefaction Process.
1. Pencairan batubara metode tidak langsung (Indirect Liquefaction Process)
Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas
terlebih dahulu untuk kemudian membentuk Syngas (campuran gas CO dan H2).
Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses Fischer-Tropsch) untuk
menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki kualitas tinggi.

Gambar 3. Diagram alir proses inderect liquifaction


Suatu blok diagram alir untuk sebuah plant indirect liquefaction yang
memanfaatkan sintesis Fisher-Tropsch untuk menghasilkan bahan bakar liquid.
Komponen utama dari plant ini adalah :
Syngas Production Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan grinding
yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara menyediakan
oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses hydrolysis, cooling,
sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery. Gas dibersihkan dari
komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan sampai pada level
yang terendah untuk melindunginya dari downstream catalysts. Panas yang
dipindahkan pada gas-cooling step direcover sebagai steam, dan digunakan secara
internal untuk mensuppli kebutuhan power plant. Proses sour-water stripping
akan menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari nitrogen yang ada pada
batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan menjadi hydrogen sulfide
(H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis digunakan untuk
mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S, yang direcover pada acid-gas
removal step dan dikonversikan menjadi elemental sulfur pada sebuah Claus
sulfur plant. Sulfur yang diproduksi biasanya dijual sebagai low-value byproduct.
Synthesis Gas Conversion Bagian ini terdiri dari water-gas shift, a sulfur
guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO 2 removal, dehydration dan

compression, hydrocarbon dan hydrogen recovery, autothermal reforming, dan


syngas recycle. A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi
gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned syngas.
Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide
ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan menjadi bahan
bakar gas.
Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality diesel dan distillate
menggunakan Fischer-Tropsch route, atau konversi ke high-octane gasoline
menggunakan proses metanol menjadi gasoline (MTG) . Fischer-Trosch (F-T)
syntesis menghasilkan spektrum dari hidrokarbon paraffin yang ideal untuk diesel
dan bahan bakar.
Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt.
Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coalderived syngas yang mana besi memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi watergas shift dan secara internal mengatur low H2/CO ratio dari coal derived syngas
yang diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Jenis reactor yang digunakan dalam
reaksi F-T adalah fixed-bed tubular reactor dan teknologi ini diaplikasikan di
Shells Malaysian GTL. Sasol juga mengkomersialisasikan teknologi CTL di
Afrika Selatan yang menggunakan Fixed bed reactor, circulating-fluidized bed
dan fixed-fluidized bed reactor. Syngas dan produk F-T yang tidak terkonversi
harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T. CO2 dapat dipisahkan dengan
menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi biasanya dibuang
langsung ke udara bebas.
Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan hidrokarbon ringan
(terutama metana, etana, dan propane) dari produk liquid hydrocarbon yang
dihasilkan pada proses sintesis F-T. Gas hidrokarbon ringan dan gas sintesis yang
tidak terkonversi dikirim ke proses hydrogen recovery.Purge dari fuel gas
digunakan untuk menyuplai bahan bakar pada proses CTL. Akhirnya sisa gas
dialirkan ke autothermal reforming plant untuk mengkonversi hidrokarbon ringan
menjadi syngas untuk direcycle ke reaktor F-T.

Product Upgrading - FT liquid dapat dimurnikan menjadi LPG, gasoline, dan


bahan bakar diesel. Pilihan lain adalah melalui partial upgrading seperti yang
ditunjukkan dari gambar 2.4 untuk menghasilkan F-T syncrude. Kandungan wax
yang tinggi di raw F-T liquid memerlukan hidroprosessing untuk membuat
syncrude yang dapat dialirkan melalui pipa . Pilihan upgrading minimum
termasuk hidrotreating dan hidrocracking dari F-T wax. Produk yang dihasilkan
adalah F-T LPG dan F-T syncrude, yang dapat dikirim ke conventional petroleum
refinery untuk difraksinasi menghasilkan produk yang dapat diolah lebih lanjut.
2. Pencairan batubara metode langsung (Direct Liquefaction Process)
Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal
Liquefaction-DCL, dikembangkan cukup banyak oleh negara Jerman dalam
menyediakan bahan bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius
Process, baru mengalami perkembangan lanjutan setelah perang dunia
kedua.DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip
dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur
batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk
senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah
mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Pada
tahun 1994 proses DCL kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari
proses ICL terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp.Tahun 2004
kerjasama pengembangan teknologi upgrade (antara China Shenhua Coal
Liquefaction Co. Ltd. dengan West Virginia University) untuk komersialisasi DCL
rampung, untuk kemudian pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner
Mongolia. Dalam Phase pertama pabrik ini akan dihasilkan lebih dari 800.000 ton
bahan bakar cair pertahunnya.

Berikut adalah kapasitas produksi Shenhua DCL Plant, Inner Mongolia Phase I:
Plant Cost Estimate

800 mio. USD

Coal Input estimate

2,1 mio. MT/a

Yield of oil products

845.300 MT/a

Estimate production cost

USD 24/bbl

Komposisi oil products yang dihasilkan adalah sebagai berikut:


Diesel

: 591.900

(MT/a)

Naphtha

: 174.500

(MT/a)

LPG

: 70.500

(MT/a)

Liquid Ammonia
Total

: 8.300
: 845.300

(MT/a)
(MT/a)

Dari table di atas dapat dilihat bahwa perkiraan harga produksi tiap-tiap
produk BBM sintetik adalah sebesar USD 24 per barrel, jauh lebih rendah
dibandingkan harga minyak mentah dunia saat ini yang berkisar di atas USD
60/barrel. Dengan beberapa data penunjang saja, maka break event point-nya
sudah dapat dihitung. Yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi adalah
beberapa faktor dibawah:
Pencapaian dari sebuah proses DCL sangat tergantung daripada jenis
feedstock /(spesifikasi batubara) yang dipergunakan, sehingga tidak ada
sebuah sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan
(caking perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat
reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal
ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga
pembentukan lelehan dapat dihindari.
Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi
terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.
Termal frakmentasi merupakan phenomena yang terjadi dimana serpihan
batubara mengalami defrakmentasi ukuran hingga berubah menjadi partikelpartikel kecil yang menyumbat jalannya aliran gas sehingga menggangu
jalannya keseluruhan proses. Hal ini dapat diatasi dengan proses
pengeringan batubara terlebih dahulu sebelum proses konversi pada reaktor
utama (Lihat skema Brown Coal Liquefaction di bawah).

spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem

yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.


Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan
(caking perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat
reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal
ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga
pembentukan lelehan dapat dihindari.
Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi
terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.
Proses Direct yang sering dilakukan secara komersil yaitu :
a. Solvent Extraction
Proses ini merupakan proses pencampuran batubara dengan solvent yang
mampu mentransfer hidrogen dari solvent batubara pada suhu di atas 500oC dan
tekanan di atas 5000 psi. Ada tiga konfigurasi yang dapat dilakukan pada proses
ini yaitu:
Ekstraksi tanpa adanya hidrogen dengan solvent hasil recycle yang telah
dihidrogenasi pada proses yang terpisah.
Ekstraksi dengan adanya hidrogen dengan solvent hasil recycle yang telah
dihidrogenasi.
Ekstraksi dengan adanya hidrogen dengan solvent hasil recycle tanpa adanya
hidrogenasi.
Pelarut yang digunakan dalam proses ini harus mempunyai kemampuan
memindahkan hidrogen. Produk yang dihasilkan berdasarkan tingkat kelarutannya
di

dalam

pelarut

tetrahidrofuran

(THF),

toluene,

tetralin

(1,2,3,4-

tetrahydronaphtalene) dan n-heksana sebagai pelarut donor hidrogen. Produkproduk antara dikelompokkan ke dalam preasphaltene (PAS) dan asphaltene (AS).
Sedangkan produk akhir dikategorikan sebagai minyak (oil) dan sejumlah gas
(O&G). Sisa batubara yang tidak terkonversi dikelompokkan sebagai residu (THF
insoluble). Hasil SRC biasanya langsung digunakan untuk pembangkit listrik.

Sifat pelarut berpengaruh besar terhadap hasil cair yang diperoleh pada liquifaksi
batubara sehingga diperlukan pemilihan pelarut yang tepat. Pertimbangan
pemilihan pelarut adalah :
1. Dapat melarutkan umpan batubara dengan baik
2. Sebagai medium untuk melarutkan hasil yang diperoleh
3. Membantu pelarutan H2 sehingga memudahkan perpindahan massa H2
menuju katalisator dan batubara
4. Berperan dalam proses hidrogenasi batubara dan produknya sebagai donor
H dan dan perpindahan massa H2 ke batubara dari fasa gas atau dari pelarut
yang digunakan untuk hidrogenasi tersebut.
Contoh proses komersil dari ekstraksi solvent ini yaitu:
a. Consol Sycthetic Process (CSF) Process
Proses ini yaitu mengubah batubara yang mengandung sulfur tinggi menjadi
produk padat dan synthetic crude oil dengan mengekstraksi batubara
menggunakan coal derived process. Pecahan batubara dikeringkan dan
dipanaskan sampai suhu 230oC dan dicampur dengan solvent. Reaktor berupa
reaktor stirred tank dan di reaktor terjadi ekstraksi pada suhu 405 oC dan tekanan
105-400 psi. Padatan dibuat slurry kemudian dimasukkan ke reaktor karbonisasi
yang berupa sistem fluidized bed untuk diambil produk ringan. Solvent yang
digunakan diambil dari produk liquid.
b. SRC (Solvent Refined Coal) Process
SRC (Solvent Refined Coal) merupakan contoh dari proses likuifaksi batubara
secara langsung menggunakan pelarut. Pencairan langsung ini merujuk pada
proses dimana batubara secara langsung dikonversi menjadi bahan bakar cair pada
temperatur dan tekanan tinggi di dalam media pelarut baik dengan katalitik
maupun tanpa katalitik. Proses ini melibatkan pemutusan ikatan-ikatan kimia
secara termal yang menghasilkan radikal-radikal batubara dan penstabilan radikal
tersebut melalui penangkapan hidrogen sehingga terbentuk molekul-molekul yang
lebih kecil dan stabil yang larut dalam fase cair. Katalis dan pelarut sangat

menentukan proses pencairan batubara, sehingga untuk pengembangan proses


pencairan yang efisien dapat ditempuh melalui penelitian dan pengembangan dari
kedua sisi tersebut. Kunci penting dalam pencairan yang efisien adalah harus
tercapai adanya transfer hidrogen yang baik ke dalam struktur molekul batubara.
SRC ini merupakan contoh dari proses nonkatalitik hidrogenasi.

Likuifaksi

dengan SRC ini terdiri atas 2 proses, yaitu SRC-I process dan SRC-II process.
Pada SRC ini, produksi batubara yang dihasilkan yaitu bahan bakar padat dengan
kandungan abu rendah. Sedangkan pada SRC II, dihasilkan produk cair dengan
menggunakan slurry hasil recycle. Pecahan batubara dicampur dengan solvent
kemudian dicampur dengan hidrogen dan dipanaskan pada suhu 300-370oC dan
dimasukkan ke reaktor dengan suhu operasi 450-465oC. Solvent akan
terdekomposisi di reaktor menghasilkan metana. Hot effluent di reaktor
dipisahkan pada high pressure separator yang disusun seri untuk memisahkan gas
dan produk light hidrokarbon.
SRC-I Process
Didaerah

persiapan

batubara,

bahan

baku

batubara

yang

telah

diterima,dihancurkan dan kemudian disimpan dalam Bin. Batubara yang


berukuran besar dilumatkan dan dicampur dengan pelarut hidrokarbon yang
mempunyai titik didih antara 550-800F (290-430C). Pada awalnya,campuran
petroleum yang berasal dari persediaan umpan karbon hitam dan distilat tar
batubara digunakan sebagai pelarut awal. Pada akhirnya , batubara yang dicairkan
menggantikan campuran awal

sebagai pelarut proses. Rasio pelarut batubara

bervariasi mulai dari yang terendah 2: 1 dan tertinggi 4:1.


Hasil pelarutan batubara yang berupa slurry dipompakan dari area persiapan
batubara menuju Preheater. Hidrogen atau sintesis gas dan air ditambahkan ke
slurry sebagai umpan masuk preheater. Slurry dan hidrogen dipompakan melalui
natural gas preheater menuju reaktor. Sisanya bahan yang tidak larut terdiri dari
mineral inorganik dan batubara yang tidak larut. Preheater di disain untuk
beroperasi antara 775 dan 925F (413 dan 496C) pada tekanan dari 500 sampai
2000 psi (3 Mpa). Sekarang suhu operasi sekitar 850F (454C).

Excess hidrokarbon dan gas hidrogen sulfida,karbon monosida,karbon


dioksida,methane dan gas hidrokarbon ringan,produk yang dihasilkan dari reaksi
di pisahkan dari slurry. Hidrogen sulfide dan carbon dioxide (asam stretford)
dihilangkan menggunakan sistem penyerap diethanolamine (DEA). Sebuah
stretford unit pemulihan belerang ini kemudian digunakan untuk mengubah
hidrogen sulfida menjadi unsur belerang. Aliran gas hidrokarbon dan hidrogen
bersih yang berasal dari DEA absorber,sebagian adalah gas buang dan sebagian
lagi digunakan kembali dalam proses. Hidrogen segar ditambahkan ke aliran
recycle untuk mempertahankan tekanan parsial hidrogen dalam sirkulasi gas.

Gambar 4. Flowshet SRC-I Process


Slurry dari separator gas-cair menuju pemisahan mineral dimana padatan akan
dipisahkan dari larutan batubara menggunakan penyaring putar bertekanan.
Saringan ini terdiri dari drum berputar didalam vesel bertekanan. Tanah diatom
digunakan sebagai bantuan penyaringan dengan pelarut proses sebagai precoat
slurry medium. Gas iner panas bersirkulai melalui penyaringan dan

filtrat

receivers berfungsi untuk mempertahankan tekanan penyaringan pada 150 psi (1


Mpa) dan suhu pada 350-650F (180-340C). Proses ini juga menggunakan
pelarut pemisah abu di tempat filtrasi.

Filter cake yang terdiri dari padatan yang tidak larut dan tanah diatom di
keringkan secara

tidak langsung, menggunakan gas alam,tanur putar. Poses

pengeringan ini menghilangkan pelarut pencuci,yang dipompakan ke area solvent


recovery untuk fraksinasi. Residu mineral yang kering dari pengeringan
didinginkan menggunakan air dan disimpan dalam silo.
Larutan batubara yang tersaring pergi menuju solvent recovery untuk
menghilangkan pelarut menggunakan distilasi vakum. Bagian atas vaccum flash
overhead adalah fraksi minyak ringan,fraksi pelarut pencuci dan pelarut prosess
untuk di recycle ke campuran slurry di sistem persiapan batubara.
Aliran bawah pada distilasi vakum adalah prinsip produk dari proses SRC1,aliran ini adalah Solvent-refined coal dan mungkin dipadatkan menggunakan
pendingin air,pendingin stainless steel atau prilling tower,produk padatan dkirim
ke penyimpanan produk.
Pada proses SRC-1 melibatkan reaksi yang kebanyakan dari batubara dalam
donor pelarut yang berasal dari proses, memisahkan padatan batubara tidak
larut,mendapatkan pelarut proses asli

dari distilasi dan merecovery padatan

batubara mudah larut sebagai batubara rendah abu,rendah sulfur,rapuh,bahan


kristalin hitam dengan mengilap permukaan retak, dikenal sebagai Solvent-refined
coal. Proses pelarut SRC-II dan Hydrocracks batubara ke dalam cairan dan gas
produk .Proses ini tidak memerlukan penyaringan atau pelarut de-ashing yang
digunakan dalam src-i untuk pemisahan padatan-cairan. Sebuah distilat (rendah
abu) bahan bakar minyak diproduksi secara subtansial mengandung sedikit
belerang dari padatan solvent refined coal. Saat ini proses SRC-II merupakan
modifikasi dari model SRC-I proses.

SRC-II Proces
SRC-II adalah proses pencairan batubara di mana batubara dicampur dengan
slurry yang direcycle dan hydrocracked untuk membentuk produk cair dan gas.
Produk utama dari proses SRC-II adalah bahan bakar distilat minyak.

Diagram aliran SRC-II proses desaignnya ditunjukkan dalam gambar IX-4. Di


daerah persiapan batubara, batubara dihaluskan, dikeringkan, dan dicampur
dengan recycle slurry solvemt panas, dari proses. Campuran recycle slurry
batubara dan hidrogen dipompa dengan cara ditembakkan dari preheater menuju
reaktor hydrocracking.

Gambar 5. Diagram Blok SRC-II Process


Suhu di outlet dari preheater adalah sekitar 700-750 F (370-400). Sementara di
preheater, batubara mulai larut dalam pelarut slurry recycle. Panas yang
dihasilkan oleh suhu reaktor berkisar 820-870 F (440-470 C). Hidrogen dingin
digunakan sebagai pendingin untuk mengontrol suhu dalam reaktor.
Bahan meninggalkan reaktor menuju pemisah panas, bertekanan tinggi. Aliran
panas overhead uap dari pemisah akan didinginkan untuk meghasilkan uap air
yang akan dipisahkan oleh condenser. Cairan kondensat dari pemisah ini adalah
fraksinya. Gas yang tidak terkondensasi, terdiri dari sedikit hidrogen, metana dan
hidrokarbon ringan dan gas asam, yang digunakan untuk menghapus hidrogen
sulfida dan karbon dioksida. Sebagian dari gas lolos dari nafta absorber digunakan
untuk menghilangkan sebagian besar methane dan hidrokarbon ringan lainnya
(154). Kelebihan gas dikirim ke sistem suar. Recover hidrogen digunakan sebagai
hidrogen tambahan untuk feed ( umpan ).

Distilat baku dari sistem pemisahan uap-cair di pisahkan pada tekanan


atmosfer. Aliran nafta overhead dan aliran bottmos dipisahkan dalam fractionator
ini. Slurry yang lebih berat pada separator tekanan tinggi menuju ke tekanan yang
lebih rendah di mana ia terbagi menjadi dua aliran utama. Satu aliran terdiri
pelarut recycle untuk proses tersebut. Bahan bakar minyak dipisahkan dari aliran
lain dalam sebuah menara lampu kilat vakum. Produk BBM utama dari proses
SRC-II adalah campuran dari bottmons aliran atmosfer dan overhead lampu kilat
vakum tower.
Dalam pilot plant, bagian dasar menara vakum biasanya dikemas dalam drum
dan juga disimpan di tempat atau dibuang offsite. Namun, di sebuah pabrik
komersial, bagian dasar menara vakum, yang terdiri dari semua residu mineral
yang tidak larut dan bagian residu vakum dari batubara terlarut, dapat digunakan
dalam gasifier oksigen-blown untuk membentuk gas sintesis. Gas sintesis dapat
dikonversi menjadi hidrogen dan karbon dioksida menggunakan converter
peralihan. Gas produk ini maka akan menjalani langkah removal gas asam untuk
membuang karbon dioksida dan hidrogen sulfida. Hidrogen dari langkah konversi
peralihan akan terdiri dari sumber utama untuk kebutuhan hidrogen dari proses.
Setiap sintesis kelebihan gas yang diproduksi di gasifier akan dirawat di unit
asam-gas removal untuk membuang hidrogen sulfida dan karbon dioksida, dan
dibakar sebagai bahan bakar pembangkit. Sintesis kelebihan gas dapat dipisahkan
menjadi hidrogen dan karbon monoksida, dan karbon monoksida dapat digunakan
sebagai bahan bakar pembangkit.

2.4

Parameterparameter yang berpengaruh pada proses Likuifaksi


Batubara

Adapun parameter parameter yang berpengaruh pada proses Likuifaksi


Batubara adalah :

1. Waktu, semakin lama waktu untuk bereaksi maka akan memberi


kesempatan lebih besar bagi zat-zat pereaksi untuk saling bertumbukan.
2. Suhu berpengaruh terhadap liquifaksi batubara. Semakin tinggi suhu hasil
minyak dan gas akan semakin meningkat.
3. Tekanan, kecepatan reaksi sangat dipengaruhi dengan tekanan, terutama
untuk reaksi bolak-balik dalam fase gas. Pada proses pirolisis batubara,
semakin tinggi tekanan maka kehilangan berat batubara semakin kecil. Pada
proses liquifaksi batubara, semakin tinggi tinggi tekanan operasi, yield akan
meningkat sampai batas tertentu, untuk kemudian tetap yaitu pada tekanan
operasi tertentu yield tidak dapat naik lagi.
4. Kecepatan pemanasan, untuk menaikkan konversi lebih tinggi maka
dibutuhkan kecepatan pemanasan yang lebih besar dan begitu juga
sebaliknya.
5. Kualitas batubara mempengaruhi hasil yang diperoleh dari liquifaksi
batubara. Komponen batubara terdiri dari C,H,N,S dan O.
6. Ukuran butiran batubara, semakin kecil ukuran butiran maka pelarutan
batubara semakin baik dan berjalan cepat, sehingga mempengaruhi
kecepatan reaksi keseluruhan.
7. Katalisator, digunakan untuk menurunkan energi aktivasi zat-zat pereaksi,
sehingga pada suhu yang tetap reaksi berlangsung lebih cepat. Semkin
banyak katalisatro yang digunakan, konversi akan bertambah, tetapi pada
suatu saat penambahan katalisator tidak akan menambah hasil cair yang
berarti. Selain itu, penggunaan katalisator dalam proses liquifaksi batubara
dapat mereduksi kandungan sulfur dalam produk.
8. Bahan aditif, dapat ditambahkan pada proses liquifaksi batubara disamping
katalisator. Penambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan hasil yang
diperoleh. Contohnya aditif besi yang lebih efektif dibandingkan residu
SRC, karena dapat menaikkan fraksi minyak sekitar 27% dan menurunkan
fraksi yang tak larut dalam piridin sampai nol.
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Batubara Cair
Kelebihan Batubara Cair

1. Harga produksi lebih murah. Biaya produksi rendah, pencairan batubara


hanya membutuhkan biaya produksi US$ 15 per barrel.
2. Jenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori
rendah (low rank coal), yang selama ini kurang diminati pasaran. Solusi
untuk pemanfaatan batubara peringkat rendah dengan nilai kalor < 5100
kg/gr.
3. Dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet (jet
fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak
biasa. Produk minyak yang dihasilkan cukup menjanjikan, dimana 1 ton
batubara akan menghasilkan 6.2 barrel sintetis oil.
4. Teknologi pengolahannya lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya
tidak ada proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO 2. Kalaupun
menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya), masih dapat
dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa
gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.
Kekurangan Batubara Cair
1. Keekonomian
Harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu
untuk membangun kilang pencairan batubara. Batubara cair akan ekonomis
jika harga minyak bumi di atas US $35/bbl.
2. Investasi Awal Tinggi
Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal.

3. Merupakan Investasi Jangka panjang


Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi, sedangkan
tahap pembangunan memakan waktu 3 tahun.
2.6 Produksi Batu Bara Cair di Indonesia

Di Indonesia sendiri, pengembangan batu bara cair mulai direspon setelah


pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2/ 2006 tentang batubara yang dicairkan.
Salah satu investor yang tertarik adalah Sugiko MOK Energy yang bernisiatif
untuk membangun pabrik pemrosesan batubara cair di Sumatera Selatan. Sugico
MOK Energy merupakan perusahaan patungan antara PT Sugico Graha
(perusahaan tambang batubara di Indonesia yang memiliki areal penambangan
batubara di Sumatera Selatan) dan Mok Industries LLC asal Amerika (perusahaan
yang memiliki Teknologi Solar Energy yang paling murah dan efisien di dunia).
Proses produksi batu bara cair yang dilakukan oleh Sugico MOK adalah
menggunakan sistem hidrogenasi yang memanfaatkan energi matahari. Dengan
inovasi Photovoltaic, energi panas matahari yang ditangkap melalui solar cell
diubah menjadi energi listrik, yang menghasilkan daya pada setiap panelnya
sebesar satu megawatt dengan jangka waktu 1 jam dan biaya tidak lebih dari US$
5 per barel. Energi listrik yang dihasilkan ada dua macam, yaitu arus listrik yang
bersifat bolak- balik (AC) sehingga dapat dimanfaatkan untuk penerangan serta
keperluan lainnya, dan arus listrik yang searah (DC) atau yang digunakan untuk
air (H2O). Dalam proses ini air akan diubah menjadi oksigen dan hidrogen. Unsur
hidrogen tersebut akan dimanfaatkan dalam proses hidrogenasi, yang mengubah
batubara padat menjadi cair. Proses hidrogenasi ini dilakukan dalam reaktor
Bergius. Setiap satu ton batubara padat yang diolah dalam reaktor ini akan
menghasilkan 6,2 barel BBM sintesis berkualitas tinggi. Direncanakan pada tahun
2011 kapasitas produksi batubara cair yang dihasilkan pabrik Sugico MOK sekitar
20 ribu barel batu bara cair per hari.
Teknologi pencairan batubara kualitas rendah (lignit) dinilai sangat potensial
digunakan untuk memproduksi BBM sintetis, mengingat jumlah cadangan
batubara Indonesia yang cukup besar mencapai 58 milyar ton lebih.
Produk pencairan batubara dapat dipakai untuk substitusi BBM seperti bensin,
kerosin dan minyak diesel. Teknologi ini sudah dikaji sejak tahun 1995 bekerja
sama dengan NEDO-Jepang dan berhasil mendapatkan paten dan kepastian
aplikasi teknologi untuk berbagai jenis batubara. Saat ini BPPT telah selesai
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan rekayasa (litbangyasa)

untuk optimasi proses dan biaya meliputi substitusi pelarut awal dari heavy
vacuum residue kilang minyak, penghitungan porsi local content pembangunan
pabrik pencairan kapasitas 6000 t/d, sosialisasi dan pre-amdal untuk lokasi Berau,
serta analisis rugi/laba dan manfaat (cost and benefit analysis).
Likuifaksi batubara memiliki sejumlah manfaat:
1. Batubara terjangkau dan tersedia di seluruh dunia, memungkinkan berbagai
negara untuk mengakses cadangan batubara dalam negeri -dan pasar
internasional- dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak, serta
meningkatkan keamanan energi.
2. Batubara Cair dapat digunakan untuk transportasi, memasak, pembangkit
listrik stasioner, dan di industri kimia.
3. Batubara yang diturunkan adalah bahan bakar bebas sulfur, rendah
partikulat, dan rendah oksida nitrogen.
4. Bahan bakar cair dari batubara merupakan bahan bakar olahan yang ultrabersih, dapat mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara dalam ruangan.
5. Dapat digunakan sebagai pelumas
6. Untuk menahan operasi mesin yang panjang dan kuat
7. Untuk mencegah korosi (corrosion inhibitor) pada peralatan industri.
Sisi Lain Batubara Cair
Dalam penggunaannya, batubara cair sebagai bahan bakar alternatif dinilai dapat:
1. Meningkatkan

dampak

negatif

dari

penambangan

batubara

Penyebaran skala besar pabrik batubara cair dapat menyebabkan


peningkatan yang signifikan dari penambangan batubara. Penambangan
batubara akan memberikan dampak negatif yang berbahaya. Penambangan
ini dapat menyebabkan limbah yang beracun dan bersifat asam serta akan
mengkontaminasi air tanah. Selain dapat meningkatkan efek berbahaya
terhadap

lingkungan,

peningkatan

produksi

batubara

juga

dapat

menimbulkan dampak negatif pada orang-orang yang tinggal dan bekerja di


sekitar daerah penambangan.

2. .Menimbulkan efek global warming sebesar hampir dua kali lipat per gallon
bahan bakar.Produksi batubara cair membutuhkan batubara dan energi
dalam jumlah yang besar. Proses ini juga dinilai tidak efisien. Faktanya, 1
ton batubara hanya dapat dikonversi menjadi 2-3 barel bensin. Proses
konversi yang tidak efisien, sifat batubara yang kotor, dan kebutuhan energi
dalam jumlah yang besar tersebut menyebabkan batubara cair menghasilkan
hampir dua kali lipat emisi penyebab global warming dibandingkan dengan
bensin biasa. Walaupun karbon yang terlepas selama produksi ditangkap dan
disimpan, batubara cair tetap akan melepaskan 4 hingga 8 persen polusi
global warming lebih banyak dibandingkan dengan bensin biasa.

BAB III
PENUTUP

Likuifaksi adalah proses pengubahan batubara padat menjadi bahan bakar cair
dengan bantuan panas dan penambahan zat kimia tertentu. Likuifaksi
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu indirect coal process dan direct coal process.
Likuifaksi batubara ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangannya
yaitu dari segi keekonomian, investasi awal tinggi dan merupakan Investasi
Jangka panjang. Sedangkan kelebihannya yaitu harga produksi lebih murah, jenis
batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah (low
rank coal), dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet
(jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa
dan teknologi pengolahannya lebih ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

http://silentdiamlovetekim.blogspot.co.id/2012/02/proses-liquefaction.html

https://www.scribd.com/doc/264943696/Coal-Liquefaction

https://www.scribd.com/doc/289986761/Liquefaction-Process

https://www.scribd.com/doc/134499853/Liqiufaksi-BATUBARA

https://www.scribd.com/doc/212199898/pencairan-batubara-hidrogenasi

https://www.google.com/search?q=liquifaction+batubara&ie=utf8&oe=utf-8#q=liquifaction+batubaran+pdf

http://ansn.bapeten.go.id/files/43102/2432.pdf

https://www.academia.edu/5481775/Coal_Gasification_dan_Coal_Liquefa
ction

http://ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/pengolahanbatubara/

Anda mungkin juga menyukai