Latar Belakang
A. PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN
Sebagai hidayah dan rahmat Allah bagi ummat manusia sepanjang masa, yang menjamin
kesejahteraan hidup materiel dan spirituil, duniawi dan ukhrawi. Agama Islam, yakni Agama
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir zaman, ialah ajaan yang
diturunkan allah yan tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahih (maqbul)
berupa perintah-perintah, larangan-larangan dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup
manusia di dunia dan akherat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh yang satu dengan lainnya
tidak dapat dipisah-pisahkan meliputi bidang-bidang aqidah, akhlaq, ibadah, dan muamalah
duniawiyah. Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah SWT
1. Kehidupan Pibadi
a. Dalam Aqidah
Setiap Warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran imani berupa
tauhid kepada Allah SWT.23 yang benar, ikhlas dan penuh ketundukan sehingga
terpancar sebagai ibad al-rahman 24 yang menjalani kehidupan dengan benar-benar
menjadi mukmin, muslim, muhsin, dan muttaqin yang paripurna.
Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman 25 dan tauhid 26 sebagai sumber
seluruh kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu, dan
tetap menjauhi serta menolak takhayul, bid'ah dan khurafat yang menodai iman dan
tauhid kepada Allah SWT.
b. Dalam Akhlaq
Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi Muhammad
dalam mepraktekkan akhlaq mulia, sehingga menjadi uswah hasanah, yang diteladani
oleh sesama berupa sifat shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah.
Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus
senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amal-amal shalih dan ihsan,
serta menjauhkan diri dari perilaku riya, sombong, ishraf, fasad, fahsya dan kemungkaran.
Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaqul
karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang tercela
(akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi sesama.
Setiap warga Muhammadiyah dimanapun bekerja dan menunaian tugas maupun dalam
kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi dan
kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan membawa
kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.
c. Dalam Ibadah
Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati kearah
terbentuknya pribadi yang muttaqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri
dari jiwa/nafsu yang buruk31, sehingga terpancar kepribadian yang shalih yang
mengahdirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdlah dengan sebaik-baiknya dan
menghidupsuburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan Rasulullah
serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang tulus
sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.
d. Dalam Mu'amalah Duniawiyah
Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari dirinya sebagai abdi dan khilafah di
muka bumi. Sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan
positif serta tidak menjauhkan diri dari pergumulan kehidupan dengan landasan iman,
Islam, dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah.
Setiap warga Muhammadiyah senantiasa berfikir secara burhani (pendekatan tekstual dan
kontekstual), bayani (pendekatan dengan fakta dan ratio) dan irfani (pendekatan dengan
hati nurani) yang menverminkan cara berfikir yang islami yang dapat membuahkan
karya-karya pemikiran maupun amaliyah yang mencerminkan keterpaduan antara
orientasi hablu min Allah dan hablu min al-naas maslahat bagi kehidupan umat manusia.
Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos kerja islami, seperti; kerja keras,
disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk mencapai
suatu tujuan.
2. Kehidupan Dalam Keluarga
a. Kedudukan Keluarga
Keluarga merupakan tiang utama kehidupan ummat dan bangsa sebagai tempat
sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan, karenanya menjadi
kewajiban setiap anggota Muhammadiyah untuk mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah wa al-rahmah yang dikelanal dengan keluarga sakinah.
Keluarga-keluarga dilingkungan Muhammadiyah dituntut untuk benar-benar dapat
mewujudkan Keluarga Sakinah yang terkait dengan pembentukan gerakan Jama'ah
dan Dakwah Jama'ah menuju terwujudnya Masyarakat Utama yang diridloi Allah
SWT.
b. Fungsi Keluarga
Keluarga-keluarga dilingkungan Muhammadiyah perlu difungsikan selain dalam
mensosialisasikan nilai-nilai ajaran Islam juga melaksanakan fungsi kaderisasi
sehingga anak-anak tumbuh menjadi generasi muslim Muhammadiyah yang dapat
menjadi pelangsung dan penyempurna gerakan dakwah di kemudian hari.
Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanan (uswah
hasanah) dalam mepraktekkan kehidupan yang Islami yakni tertanamnya ihsan /
kebaikan dan bergaul dengan makruf, saling menyayangi dan mengasihi,
menghormati hak hidup anak, saling menghargai dan menghormati antar anggota
keluarga, memberikan pendidikan akhlaq yang mulia secara paripurna, menjauhkan
segenap anggota keluarga dari bencana siksa neraka, membiasakan bermusyawarah
dalam menyelesaikan urusan, berbuat adil dan ihsan, memelihara persamaan hak dan
kewajiban, menyantuni anggota keluarga yang tidak mampu.
c. Aktifitas Keluarga
Di tengah arus media elektronik dan media cetak yang makin terbuka, keluarga keluarga di lingkungan Muhammadiyah kian dituntut perhatian dan kesungguhan
dalam mendidik anak-anak dan menciptakan suasana yang harmonis agar terhindar
dari pengaruh-pengaruh negatif dan terciptanya suasana pendidikan keluarga yang
positif dengan nilai-nilai jaran Islam.
Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanannya untuk
menunjukkan penghormatan dan perlakuan yang ihsan terhadap anak-anak dan
perempuan serta menajauhkan diri dari praktik-praktik kekerasan dan menelantarkan
kehidupan terhadap anggota keluarga.
Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu memiliki kepedulian sosial
dan membangun hubungan sosial yang ihsan, ishlah, dan makruf dengan tetangatetangga sekitar maupun dalam kehidupan sosial yang lebih luas di masyarakat
sehingga tercipta qaryah thayyibah (desa sejahtera lahir dan batin) dalam masyarakat
setempat.
Pelaksanaan shalat dalam kehidupan keluarga harus menjadi prioritas utama dan
kepala keluarga jika perlu memberikan sanksi yang bersifat mendidik
3. Kehidupan Bermasyarakat
Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan
sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing - masing
dengan memelihara dan kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan nonmuslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian sampai ke
area rumah yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.
Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus menunjukkan keteladanan
dalam bersikap baik kepada tetangga, memelihara kemuliaan dan memuliakan tetangga,
bermurah hati kepada tetangga yang ingin menitipkan barangnya atau hartanya,
menjenguk bila tetangga sakit, mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi keluarag/diri
sendiri, menyatakan ikut gembira / senang hati bila tertangga memperoleh kesuksesan,
menghibur dan mempberikan perhatian yang simpati bila tetangga mengalami musibah
atau kesusahan, menjenguk / melayat bila ada tetangga yang meninggal dan ikut
mengurusi sebagaimana hak - hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf dan lemah
lembut billa tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki keburukan-keburukan tetangga,
membiasakan memberikan sesuatu seperti makanan dan oleh-oleh kepada tetangga,
jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang dada, menjauhkan diri dari
segala sengkerta dan sifat tercela, berkunjung dan saling tolong menolong, dan
melakukan amar makruf nahi munkar dengan cara yang tepat dan bijaksana.
Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan untuk bersikap baik dan
adil, mereka berhak memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai tetangga, memberi
makanan yang halal dan boleh pula menerima makanan dari mereka berupa makanan
yang halal, dan memelihara toleransin sesuai dengan prinsip-prinsi yang diajarkan oleh
Agama Islam.
Dalam hubungan-hubungan sosia yang lebih luas setiap angota Muhammadiyah baik
sebagai individu, keluarga maupun jama'ah (warga) dan jam'iyyah (organisasi) haruslam
menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung tinggi nilai
kehormatanb manusia, memupuk persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan, mewujudkan
kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin, memupuk jiwa
toleransi, menghormati kebebasan orang lain, menegakkan budi baik, menegakkan
amanat dan keadilan, perlakuan yang sama, menepati janji, menanamkan kasih sayang
dan mencegah kerusakan, menjadikan masyarakat yang shalih dan utama, bertanggung
jawab atas baik dan buruknya masyarakat dengan melakukan amar makruf dan nahi
munkar, berusaha untuk menyatu dan berguna / bermanfaat bagi masyarakat,
memakmurkan masjid, menghormati dan mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak
merendahkan sesama, tidak berprasangka buruk kepada sesama, peduli kepada orang
miskin dan yatim, tidak mengambil hak orang lain, berlomba dalam kebaikan, dan
hubungan-hubungan sosial lainnya yang bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat
utama yang diridlaoi Allah SWT.
Melaksanakan gerakan jama'ah dan dakwah jamaah sebagai wujud dari melaksanakan
dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun
batin sehingga dapat mencapai cita - cita masyarakat utama yang diridlai Allah SWT.
4. Kehidupan Berorganisasi
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat yang didirikan dan dirintis oleh KH.
Ahmad Dahlan untuk kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat utama yang diridloi Allah SWT, karena itu menjadi
tanggung jawab seluruh warga dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai
tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan organisasi (persyarikatan) ini sebagai
gerakan dakwah Islam yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.
Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah berkewajiban memelihara,
melangsungkan, dan menyempurnakan gerak dan lankah persyarikatan dengan penuh
komitmen yang istiqomah, kepribadian yang mulia (shiddiq, amanah, tabligh, fathanah),
wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang unggul
sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar-benar menjadi rahmatan li
al-'alamin.
Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik yang timbul di Persyarikatan
hendaknya mengutamakan musyawarah dan mengacu pada peraturan organisasi yang
memberikan kemaslahatan dan kebaikan seraya dijauhkan tindakan-tindakan anggota
pimpinan yang tidak terpuji dan dapat merugikan kepentingan Persyarikatan.
Mengairahkan ruh al-Islan dan ruh al-jihad dalam seluruh gerakan Persyarikatan dan
suasana di lingkungan Persyarikatan sehingga Muhammadiayh benar-benar tampil
sebagai gerakan Islam yang istiqamah dan memiliki ghirah yang tinggi dalam
mengamalkan Islam.
Setiap anggota pimpinan Persyarikatan harus menunjukkan keteladanan dalam bertutur
kata dan bertingkah laku, beramal dan berjuang, disiplin dan tanggung jawab, dan
memiliki kemauan untuk belajar dalam segala lapangan kehidupan yang diperlukan.
Dalam lingkungan persyarikatan hendaknya dikembangkan disiplin tepat waktu baik
dalam menyelenggarakan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang selama ini menjadi ciri khas dari etos kerja dan disiplin Muhammadiyah.
Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di lingkungan persyarikatan
hendaknya ditumbuhkan kembali pengajian-pengajian singkat (seperti kuliah tujuh menit)
dan selalu mengindahkan waktu shalat dan menunaikan shalat jamaah sehingguh gairah
keberagamaan yang tinggi yang menjadi bangunan bagi pembentukan kesalihan dan
ketakwaan dalam mengelola persyarikatan.
Para pemimpin Muhammadiyah harus gemar mengikuti dan menyelenggarakan kajiankajian keislaman, memakmurkan masjid dan menggiatkan peribadahan sesuai ajaran alQur'an dan Sunnah Nabi, dan amalan-amalan Islam lainnya.
Wajib menumbuhkan dan menggairahkan perilaku amanat dalam memimpin dan
mengelola organisasi dengan segala urusannya, sehingga milik dan kepentingan
persyarikatan dapat dipelihara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan
dakwah serta dapat dipertanggungjawabkan secara organisasi.
Setiap anggauta Muhammadiyah lebih-lebih para pimpinannya hendaknya jangan
mengejar - ngejar jabatan dalam Persyarikatan tetapi juga jangan menghindarkan diri
manakala memperoleh amanat sehingga jabatan dan amanat merupakan sesuatu yang
wajar sekaligus dapat ditunaikan dengan sebaik - baiknya, apabila tidak menjabat atau
memegang amanat secara formal dalam organisasai maupun amal usaha hendaknya
menunujukan jiwa besar dan keikhlasan serta tidak terus berusaha untuk mempertahankan
jabatan itu lebih-lebih dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan akhlak
Islam.
Setiap angguta Pimpinan Muhammadiyah harus berusaha menjauhkan diri dari fitnah,
sikap sombong, ananiyah, dan perilaku-perilaku yang tercela lainnya yang mengakibatkan
hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang seharusnya dijunjung tinggi sebagai
pemimpin.
Dalam setiap lingkungan Persyarikatan hendaknya dibudayakan tradisi membangun
imamah dan ikatan jamaah serta jam'iyah sehingga Muhammadiyah dapat tumbuh dan
berkembang sebagai kekuatan gerakan dakwah yang kokoh.
Dengan semangat tajdid hendaknya seiap anngauta pimpinan Muhammadiyah memiliki
jiwa pembaru dan jiwa dakwah yang tinggi sehingga dapat mengikuti dan memelopori
kemajuan yang positif bagi kepentingan 'izul Islam wal muslimin [kejayaan Islam dan
kaum muslimin] warahmatan lil 'alamin [dan rahmat bagi alam semesta]
Setiap anggota pimpinan dan pengelola Persyarikatan di manapun berkiprah hendaknya
bertanggungjawab dalam mengemban misi Muhammadiyah dengan penuh kesetiaan
(komitmen yang istiqamah) dan kejujuran tinggi, serta menjauhkan diri dari berbangga
diri (sombong dan ananiyah) manakala dapat mengukir kesuksesan karena keberhasilan
dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah pada hakikatnya karena dukungan semua
pihak di dalam dan di luar Muhammadiyah dan lebih penting lagi karena pertolongan
allah SWT.
Setiap anggota pimpinan maupun warga persyarikatan hendaknya menjauhkan diri dari
perbuatan taqlid, syirik, bid'ah dan khurafat.
Pimpinan persyarikatan harus menunjukkan akhlaq pribadi muslim dan mampu membina
keluarga yang Islami.
5. Kehidupan Dalam Mengelola Amal Usaha
Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha persyarikatan
untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Utama yang diridlai Allah SWT. Oleh
karenanya semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada
terlaksananya maksud dan Tujuan Persyarikatan dan seluruh pimpinan serta pengelola
amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu sebaikbaiknya sebagai misi dakwah.
Amal Usaha Muhammadiyah adalah milik Persyarikatan, dan Persyarikatan bertindak
sebagai Badan Hukum/Yayasan dari seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk
kepemilikan Persyarikatan hendaknya dapat diinvestarisasi dengan baik serta dilindungi
dengan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum yang berlaku. Karena itu, setiap
pimpinan dan pengelola amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang dan tingkatan
berkewajiban menjadikan amal usaha dan pengelolaannya secara keseluruhan sebagai
amanat umat yang harus dutunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.
Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan
Persyarikatan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha dalam
mengelola amal usahanya harus tunduk kepada kebijaksanaan Persyarikatan dan tidak
menjadikan amal usaha itu terkesan milik pribadi atau keluarga, yang akan menjadi fitnah
dalam kehidupan dan bertentangan dengan amanat.
Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang mempunyai
keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut. Status keanggotaan menjadi sangat perlu
bagi pimpinan agar yang bersangkutan memahami secara tepat fungsi amal usaha tersebut
bagi Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak peduli
dengan tugas-tugas dan kepentingan-kepentingan persyarikatan.
Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat memahami peran dan tugas dirinya
dalam mengemban amanah persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut, maka
pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh persyarikatan
dengan melaksanakan fungsi managemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha meningkatkan dan
mengemangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dengan penuh
kesungguhan. Pengembangan ini menjadi sangat perlu agar amal usaha senantiasa dapat
berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat) guna memenuhi tuntutan
masyarakat dan tuntutan zaman.
Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka pimpinan amal usha
Muhammadiyah berhak mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai ketentuan
yang berlaku). Untuk itu setiap pimpinan Persyarikatan hendaknya membuat tata aturan
yang jelas dan tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar kemampuan dan keadilan.
Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban melaporkan pengelolaan amal usaha
yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam hal keuangan / kekayaan kepada
pimpinan Perysrikatan secara bertanggung jawab dan bersedia untuk diaudit serta
mendapatkan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa menciptakan suasana kehidupan Islami
dalam amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagai salah satu alat dakwah
maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi contoh dalam
kehidupan bermasyarakat.
Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga (anggota) Muhammadiyah yang
dipekerjakan sesai dengan keahlian atau kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah
diharapkan mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta
mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. dan
berbuat kebajikan kepada sesama. Sebagai karyawan dari amal usaha Muhammadiyah
tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh kesejahteraan dan memperoleh
hak-hak lain yang layak tanpa terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur,
dan bersikap berlebihan.
Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha Muhammadiyah
berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk menunjukkan keteladanan diri, melayani
sesama, menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi
sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas dan ibadah.
Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah hendaknya
memperbanyak silaturrahmi dan membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis
(persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem dalam
penyelenggaraan amal usaha masing-masing.
Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah selain
melakukan aktifitas pekerjaan yang rutin dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan
melakukan kegiatan - kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan taqarrub kepada
Allah SWT dan memperkaya ruhani serta kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus
serta kajian al-Quran dan al- Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan mu'amalah lainnya
yang ertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah.
6. Kehidupan Dalam Berbisnis
Kegiatan bisnis-ekonomi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Sepanjang tidak merugikan kemaslahatan manusia,
pada umumnya semua bentuk kerja diperbolehkan, baik di bidang produksi maapun
distribusi (perdagangan) barang dan jasa. Kegiatan bisnis barang dan jasa haruslah berupa
barang dan jasa yang halal dalam pandangan syari'at atas dasar seku rela (taradlin).
Dalam melakukan kegiatan bisnis-ekonomi pada prinsipnya setiap orang dapat menjadi
pemilik organisasi bisnis, ataupun menjadi keduanya (pemilik sekaligus pengelola),
dengan utntutan agar ditempuh dengan cara yang benar dan halal sesuai dengan prinsip
mu'amalah dalam Islam. Dalam menjalankan aktivitas bisnis tersebut orang dapat pula
menjadi pemimpin, maupun menjadi anak buah secara bertanggung jawab sesuai dengan
kemampuan dan kelayakan. Baik menjadi pemimpin maupun anak buah mempunyai
tugas, kewajiban, dan tanggung jawab sebagaimana yang telah diatur dan disepakati
bersama secara suka rela dan adil. Kesepakatan yang adil ini harus dijalankan sebaikbaiknya oleh para pihak yang telah menyepakatinya.
Prinsip sukarela dan keadilan merupakan prinsip penting yang harus dipegang, baik
dalam lingkungan intern (organisasi) maupun dengan pihak luar (patner maupun
pelanggan). Suka rela dan adil mengandung arti tidak ada paksaan, tidak pemerasan, tidak
ada pemalsuan, dan tidak ada tipu muslihat. Prinsip suka rela dan keadilan harus dilandasi
dengan kejujuran.
Hasil dari aktifitas bisnis-ekonomi itu akan menjadi harta kekayaan (maal) pihak yang
mengusahakannya. Harta dari hasil kerja ini merupakan karunia Allah yang
penggunannya harus sesuai dengan jalan yang diperkenankan Allah SWT. Meskipun harta
itu dicari dengan jerih payah dan usaha sendiri, tidak berarti harta itu dapat dipergunakan
semau-maunya sendiri, tanpa mengindahkan orang lain. Harta memang dapat dimiliki
secara pribadi namun harta itu juga mempunyai fungsi sosial yang berarti bahwa harta itu
harus dapat membawa manfaat bagi diri, keluarga, dan masyarakatnya, dengan halal dan
baik. Karenanya terdapat kewajiban zakat dan tuntutan shadaqah, infaq, wakaf, dan
jariyah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam ajaran Islam.
Ada berbagai jalan perolehan dan pemilikan harta, yaitu melalui (1) usaha berupa aktifitas
bisnis-ekonomi atas dasar sukarela (taradlin), (2) waris, yaitu peninggalan dari seseorang
yang meninggal dunia pada ahli warisnya, (3) wasiat, yaitu pemindahan hak milik kepada
orang yang diberi wasiat setelah seseorang meniggal dengan syarat bukan ahli waris yang
berhak menerima warisan dan tidak melebihi sepertiga jumlah harta pusaka yang
diwariskan dan (4) hibah, yaitu pemberian suka rela dari/kepada seseorang. dari
semuanya itu, harta yang diperoleh dan dimiliki dengan jalan usaha (bekerja) adalah harta
yang paling terpuji.
Kadangkala harta dapat pula diperoleh dengan jalan utang-piutang (qardlun), maupun
pinjaman ('ariyah). Kalau kita memperoleh harta dengan jalan berutang (utang uang dan
kemudian dibelikan barang, misalnya), maka sudah pasti ada kewajiban kita untuk
mengembalikan utang itu secepatnya, sesuai dengan perjanjian (dianjurkan perjanjian itu
tertulis dan ada saksi). Dalam hal utang ini juga dianjurkan untuk sangat berhati-hati,
disesuaikan dengan kemampuan untuk mengembalikan di kemudian hari, dan tidak
memberatkan diri, serta sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Harta dari utang ini dapat
menjadi milik yang berutang. Peminjam yang telah mampu mengembalikan, tidak boleh
menunda-nunda, sedangkan bagi peminjam yang belum mampu mengembalikan perlu
diberi kesempatan sampai mampu. Harta yang didapat dari pinjaman ('ariyah), artinya ia
meminjam barang, maka ia hanya berwenang mengambil manfaat dari barang tersebut
tanpa kewenangan untuk menyewakan, apalagi memperjualbelikan. Pada saat yang
dijanjikan, barang pinjaman tersebut harus dikembalikan seperti keadaan semula. Dengan
kata lain, peminjam wajib memelihara barang yang dipinjam itu sebaik-baiknya.
Dalam kehidupan bisnis-ekonomi, kadangkala orang atau organisasi bersaing satu sama
lain. Berlomba-lomba dalam hal kebaikan dibenarkan bahkan dianjurkan dalam Agama.
Perwujudan persaingan atau berlomba dalam kebaikan itu dapat berupa pemberian mutu
barang atau jasa yang lebih baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan mudah,
pelayanan purna jual yang lebih terjamin, atau kesediaan menerima keluahan dari
pelanggan. Dalam hal persaingan ini tetap berlaku prinsip umum kesukarelaan, keadilan,
dan kejujuran, dan dapat dimasukkan pada pengertian fastabiqul khairat sehingga tercapai
bisnis yang mabrur.
Keinginan manusia untuk memperoleh dan memiliki harta dengan menjalankan usaha
bisnis-ekonomi ini kadangkala memperoleh hasil dengan sukses yang merupakan rizki
yang harus disyukuri. Di pihak lain, ada orang atau organisasi yang belum meraih sukses
dalam usaha bisnis-ekonomi yang dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong menolong
selalu dianjurkan agama dan ini dijalankan dalam kerangka berlomba-lomba dalam
kebaikan. Tidaklah benar membiarkan orang dalam kesusahan sementara kita bersenangsenang. Mereka yang sedang gembira dianjurkan menolong mereka yang gagal, mereka
yang memperoleh keuntungan dianjurkan untuk menolong orang yang merugi.
Kesuksesan janganlah mendorong untuk berlaku sombong78, dan ingkar akan ni'mat
Tuhan, sedang kegagalan atau bila belum berhasil janganlah membuat diri putus asa dari
rahmat Allah.
Harta dari hasil usaha bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-hamburkan dengan cara yang
mubadzir dan boros. Perilaku boros di samping tidak terpuji juga merugikan usaha
pengembangan bisnis lebih lanjut, yang pada gilirannya merugikan seluruh orang yang
bekerja untuk bisnis tersebut. Anjuran untuk tidak berlaku boros itu juga berarti anjuran
untuk menjalankan bisnis dengan cermat, penuh perhitungan, dan tidak sembrono. Untuk
bisa menjalankan bisnis dengan cara demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatanpencatatan seperlunya, baik yang menyangkut keuangan maupun administrasi lainnya,
sehingga dapat dilakukan pengelolan usaha yang lebih baik.
Kinerja bisnis saat ini sedapat mungkin harus selalu lebioh baik dari masa lalu dan kinerja
bisnis pada masa mendatang harus diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang.
Islam mengajarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih
baik dari hari ini. Perspektif seperti itu harus diartikan bahwa evaluasi dan perencanaan
bisnis merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan.
Seandainya pengelolaan bisnis harus diserahkan pada orang lain, maka seharusnya
diserahkan kepada orang yang mau dan mampu untuk menjalankan amanah yang
diberikan. Kemauan dan kemampuan ini penting karena pekerjaan apapun kalau
diserahkan kepada orang yang tidak mampu hanya akan membawa kepada kegagalan.
Baik kemauan maupun kemampuan itu bisa dilatih dan dipelajari. Menjadi kewajiban
mereka yan mampu untuk melatih dan mengajar orang yang kurang mampu.
Semakin besar bisnis-ekonomi yang dijalankan biasanya semakin banyak melibatkan
orang atau lembaga lain. Islam menganjurkan agar harta itu tidak hanya berputar-putar
pada orang atau kelompok yang mampu saja dari waktu ke waktu. Dengan demikian
makin banyak aktifitas bisnis memberi manfaat pada masyarakat akan makin baik bisnis
itu dalam pandangan agama. Manfaat itu dapat berupa pelibatan masyarakat dalam
kancah bisnis itu lebih banyak, atau menimati hasil yang diusahakan oleh bisnis tersebut.
Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis-ekonomi maupun melalui
jalan lain secara halal dan baik itu tidak bisa diakui bahwa seluruhnya merupakan hak
mutlak yang bersangkutan. Mereka yang menerima harta sudah pasti, pada batas tertentu,
harus menunaikan kewajibannya membayar zakat sesuai syari'at. Di samping itu
dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah sebagai perwujudan rasa syukur atas
nikmat rezeki yang diakruniakan Allah kepadanya.
Ayat ini memberikan suatu jalannya proses pembentukan individu-individu yang tanggu, generasi
unggulan melalui empat tahap:
1. Proses Pembacaan (penguasaan informasi). Ini adalah langkah pertama proses pembelajaran.
Tanpa deposito informasi, seseorang tidak mungkin dapat berpikir apalagi untuk
menyimpulkan dan merumuskan sesuatu yang dihadapiatau dialaminya. Untu itu
membacakan
2. Karakteristik Toleransi
Toleransi menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu
antara lain:
a. Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
b. Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
c. Kelemahlembutan karena kemudahan
d. Muka yang ceria karena kegembiraan
e. Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
f. Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
g. Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
h. Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ada rasa
keberatan.
3. Toleransi Dalam Islam
Kaidah toleransi dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur'an laa ikraaha fi al-diinyang
berarti tidak ada paksaan dalam agama. Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan
mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan. Landasan dasar pemikiran ini adalah
firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting
yang ada dalam system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan
keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adat-istiadat, dsb.
Toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agamaagama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya
dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama
lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan
Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata
tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah barang baru, tetapi sudah diaplikasikan
dalam kehidupan sejak agama Islam itu lahir.
Artinya: agama yang paling dicintai di sisi Allah adalah agama yang berorientasi pada semangat
mencari kebenaran secara toleran dan lapang.
4. Toleransi Antar Sesama Muslim
Dalam firman Allah SWT QS. Al-Hujurat ayat 10
Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.
Dalam surat diatas Allah menyatakan bahwa orang-orang mumin bersaudara, dan
memerintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi
kesalahpahaman diantara 2 orang atau kelompok kaum muslim.
Dalam mengembangkan sikap toleransi secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu
dengan bagaimana kemampuan kita mengelola dan menyikapi perbedaan (pendapat) yang
(mungkin) terjadi pada keluarga kita atau pada keluarga/saudara kita sesama muslim.
Sikap toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan
menyadari adanya perbedaan. Dan menyadari pula bahwa kita semua adalah bersaudara.
Maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian dan pada akhirnya akan bermuara
pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan pengamalan agama, al-Quran secara
tegas memerintahkan orang-orang mumin untuk kembali kepada Allah (al-Quran) dan
Rasul (sunnah).
5. Toleransi Antar Umat Beragama
Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama
masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsipprinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik
untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi
antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang
seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa
sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Allah SWT dan tidak ada
kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermuamalah dari sisi
kemanusiaan kita.
Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system
dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling menghujat.
Al-Quran juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk
agama. Al-Quran menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan
persamaan, hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu
saling menyalahkan.
Firman Allah SWT pada QS. Saba:24-26:
24. Artinya: Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan
dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang
musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
25. Artinya: Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa
yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".
26. Artinya: Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia
memberi Keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan
lagi Maha Mengetahui".
6. Contoh Sikap Toleransi
Contoh toleransi dalam kehidupan di masyarakat antara lain, yaitu:
a. Adanya sikap saling menghormati dan menghargai antara pemeluk agama.
b. Tidak membeda-bedakan suku, ras atau golongan.
Adapun toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini
adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan
oleh Nabi Muhamad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi
beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling
menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.
7. Toleransi Umat Beragama di Indonesia
Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya hubungan antar umat
beragama. Sebab munculnya ketegangan intern umat beragama tersebut antara lain:
a. Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi.
b. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama
pihak lain.
c. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati
bahkan memandang rendah agama lain.
d. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam
kehidupan masyarakat.
e. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama,
antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah.
f. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
Pluralitas agama hanya akan bisa dicapai apabila masing-masing golongan bersikap
lapang dada satu sama lain. Sikap lapang dada kehidupan beragama akan memiliki makna
bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:
a. Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan golongan agama
lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan
kebiasaan sendiri.
b. Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh
ajaran agamanya.
c. Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.
d. Perbuatan yang diwujudkan dalam:
Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.
Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana
mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain.
Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk mengatasi
keterbelakangan bersama.
Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga
terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai tujuan bersama.(Tarmizi
Taher, 1997:9).
c.
d.
e.
f.
g.
Kunci keberhasilan untuk mencapai kehidupan sejahtera yang ideal itu, ditegaskan
bahwasannya harus melalui yang panjang, yakni :
a. Keimanan yang mantap kepada Allah, kepada Rasul-Nya, dan rukun iman lainnya.
b. Ketekunan melakukan amal-amal saleh, baik amalan yang bersifat ritual, seperti shalat,
zakat, puasa dan lain-lain; dan amalan yang bersifat sosial, seprti pendidikan, ksehatan,
dan masalah-masalahkesejahteraan lainnya, maupun amalan yang bersifat kultural, yang
lebih luas lagi seperti pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam, penanggulangan
bencana, penelitian dan sebagainya.
c. Kemampuan menangkal diri dari kemaksiatan dan perbuatan yang merusak kehidupan
(almuhlikat).
Gambaran kesejahteran kehidupan surgawi itu tadi yang diidentifikasikan sebagai
kebahagiaan akhirat (fil akhirati hasanah). Tapi disamping kesejahteraan kehidupan surgawi
tersebut, Islam juga memberikan perintah agar terwujudnya kesejahteraan kehidupan
duniawi (fiddunya hasah), dengan kunci keberhasilan yang tidak berbeda dengan kunci
keberhasilan untuk kesejahteraan kehidupan surgawi.
Jika orang memperhatikan ajaran-ajaran Islam dengan cermat, akan mendapatkannya selalu
mengacu kepada perwujudan kemaslahatan manusia dan pencapaian-pencapaian kebutuhan
dasarnya maupun kesejahteraannya, baik kesejahteraan duniawi maupun ukhrawi.
Semua ulama dan cendikiawan muslim sepenapat tentang masalah ini, hanya dalam
aktualisasinya kadangkala terdapat perbedaan yang tidak prinsipil diantara mereka. Dari
wawasan demikian itu lahirlh konsep al-Mashalih al-Mursalah (kemashlahatan umum) yang
dijadikan salah satu acuan dalam sistematika hukum fiqih Islam.
Dalam hal pencerdasan masyarkat, Islam memandang usaha pecerdasan itu sebagai
kewajiban, dalam waktu seumur hidup. Membaca dan menulis menjadi perintah skriptural
(dicantumkan langsung dalam kitab suci), disamping itu Islam memandang penyebaran ilmu
sebagai amal jariyah. Kecerdasan (al-fathonah) dalam teologi Islam dipandang sebagai sifat
wajib bagi para Rasul, dan keillmuan dipandang sebagai salah satu indikator kualitas umat.
Seperti yang tercantum dalam surat al-Mujadillah ayat 11 :
.
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantarau dan orang-orang yang diberi
.ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Menolong fakir miskin dan menyantuni anak yatim menjadi ukuran pembuktian kualitas
agama seseorang, dan mengusahakan kebutuhan hidup mayarakat dinilai sebagai ibadah
.amal jariyah
Selain itu, ajaran Islam menganjurkan agar tidak memanjakan orang lain atau membatasi
kreativitas orang lain, sehingga orang tersebut tidak dapat menolong dirinya sendiri. Bantuan
keuangan baru boleh diberikan apabila seseorang ternyata tidak dapat memenuhi
kebutuhannya. Ketika seseorang datang kepada Nabi Saw. mengadukan kemiskinannya, Nabi
Saw. tidak memberinya uang, tetapi kapak agar digunakan untuk mengambil dan
mengumpulkan kayu. Dengan demikian, ajaran Islam tentang kesejahteraan sosial ini
termasuk di dalamnya ajaran yang mendorong orang untuk kreatif dan bersikap mandiri, tidak
banyak bergantung pada orang lain.
E. PANDANGAN
ISLAM
PENGGANGGURAN
TERHADAP
KEMISKINAN
KEBODOHAN
DAN
Pemimpin bangsa.
b.
Mengukur Kemiskinan
Kemiskinan Kemiskinan bisa dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu
kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set
standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah
contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah
jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per
hari untuk laki laki dewasa).
c. Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
1. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga;
3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar
4. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,
termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
5. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan
hasil dari struktur sosial.
Kita pun tahu dampak dari adanya kemiskinan, seperti kriminalitas,
kekerasan dalam rumah tangga, perampokan, patologi, dan lain sebagainya, di
mana semua itu semakin hari semakin meningkat saja intensitasnya di sekitar
kita. Tak mudah seperti membalikkan telapak tangan untuk mengatasi
kemiskinan. Diperlukan semua segi, di antaranya ekonomi, kesehatan,
pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja, ketenagakerjaan. Selain itu
ada segi lain yang tak boleh kita lupakan juga dalam mengatasi masalah ini,
yaitu agama. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu
Alquran dan Hadits. Melalui keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama
(Islam) memandang kemiskinan.
Alquran menggambarkan kemiskinan dengan 10 kosakata yang berbeda,
yaitu al-maskanat (kemiskinan), al-faqr (kefakiran), al-ailat (mengalami
kekurangan), al-basa (kesulitan hidup), al-imlaq (kekurangan harta), al-sail
(peminta), al-mahrum (tidak berdaya), al-qani (kekurangan dan diam), al-mutarr
(yang perlu dibantu) dan al-dhaif (lemah). Kesepuluh kosakata di atas
menyandarkan pada satu arti/makna yaitu kemiskinan dan penanggulangannya.
Islam menyadari bahwa dalam kehidupan masyarakat akan selalu ada orang kaya
dan orang miskin (QS An-Nisa/4: 135). Sungguh, hal itu memang sejalan dengan
sunatullah (baca: hukum alam) sendiri. Hukum kaya dan miskin sesungguhnya
adalah hukum universal yang berlaku bagi semua manusia, apa pun
keyakinannya. Karena itu tak ubahnya seperti kondisi sakit, sehat, marah, sabar,
pun sama dengan masalah spirit, semangat hidup, disiplin, etos kerja, rendah dan
mentalitas.
Kemiskinan, menurut Islam, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya
karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-Baqarah/2: 273), penindasan (QS
Al-Hasyr/59: 8), cobaan Tuhan (QS Al-Anam/6: 42), dan pelanggaran terhadap
hukum-hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61). Namun, di negara kita
sesungguhnya faktor-faktor di atas sudah mulai dibenahi, walaupun ada yang
secara sungguh-sungguh maupun setengah-setengah.
Mulai dari program pemerintah dan masyarakat sendiri sama-sama berjuang
memerangi kemiskinan. Tapi, harus disadari bahwa perjuangan melawan
kemiskinan di negara kita, apa pun caranya, sesungguhnya sama dengan
perjuangan seumur hidup. Masih panjang sekali perjalanan untuk mencapai
hasilnya. Mengapa demikian? Karena kenyataan di lapangan berbeda dengan
hasil data survey penelitian. Di atas kertas angka kemiskinan di negeri ini
berhasil diturunkan, namun dalam perkembangan lebih lanjut juga
memperlihatkan peningkatan.
Kembali pada persoalan hukum alam di atas tentang keniscayaan adanya
orang kaya dan orang miskin, maka sudah sepatutnya orang kaya (termasuk
pemerintah) membantu orang miskin. Menurut Islam, dengan adanya bantuan
orang kaya tersebut, agar orang miskin tidak terjerumus ke dalam perbuatan
yang dapat merendahkan martabatnya sendiri (QS Al-Baqarah/2: 256). Islam
sesungguhnya telah menyadari bahwa terkadang kefakiran (dan kemiskinan)
akan menjadikan manusia pada kekufuran
d. Solusi Islam Mengurangi Kemiskinan
Untuk itu Islam pun memberikan sumbangsih solusi penanggulangan
kemiskinan dengan dua model:(1) wajib dilakukan dan (2) anjuran. Adapun yang
mesti dilakukan adalah zakat (QS At-Taubah/9: 103), infak wajib yang sifatnya
insidental (QS Al-Baqarah/2: 177), menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban
keagamaan, misalnya membayar fidyah (QS Al-Baqarah/2: 184), dan menolong
orang miskin sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum agama (misalnya
membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin) (QS Al-Maidah/5: 95).
Sedang yang bersifat anjuran untuk dilakukan adalah sedekah, infak, hadiah, dan
lain-lainnya. Tentu saja semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu secara
finansial. Namun, bagi yang tidak mampu pun dalam hal itu diwajibkan juga, yaitu
dengan memberikan nasihat, spirit, dan motivasi kepada kalangan rakyat jelata.
2. PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEBODOHAN
Kebodohan bukan sifat yg selalu melekat pada manusia dalam tiap
kondisinya. Tetapi ada bentuk kebodohan yg melekat pada manusia sebagai akibat
dari perbuatannya sendiri yaitu kelalaiannya dalam upaya menghilangkan kebodohan
tersebut dgn cara belajar.
yang akan mendapatkan rizqi dan barang siapa yang berpangku tangan maka dia
akan kehilangan rizqi.Artinya, ada suatu proses yang harus dilalui untuk
mendapatkan rizqi tersebut.
Oleh karena itu semua potensi yang ada harus dapat dimanfaatkan untuk
mencari,
menciptakan
dan
menekuni
pekerjaan.
Muhammad
Al
Bahi,
sebagaimana yang telah dikutip oleh Mursi ( 1997:34) mengatakan bahwa ada tiga
unsur penting untuk menciptakan kehidupan yang positif dan produktif, yaitu:
a. Mendayagunakan seluruh potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita
untuk bekerja, melaksanakan gagasan dan memproduksi.
b. Bertawakal kepada Allah, berlindung dan memeinta pertolongan kepada-Nya ketika
melakukan suatu pekerjaan.
c. Percaya kepada Allah bahwa Dia mampu menolak bahaya, kesombingan dan
kediktatoran yang memasuki lapangan pekerjaan.
Bermalas-malasan atau menganggur akan memberikan dampak negatif langsung
kepada pelakunya serta akan mendatangkan dampak tidak langsung terhadap
perekonomian secara keseluruhan. Dari kacamata makro, pengangguran akan
menyebabkan tidak optimalnya tingkat pertumbuhan ekonomi akibat sebagian potensi
dari faktor produksi tidak dimanfaatkan. Kelompok pengangguran akan menggantungkan
hidupnya pada orang orang yang bekerja sehinggan tingkat ketergantungan akan
menjadi tinggi sedangkan tingkat pendapatan perkapita akan merosot.
Untuk menghindari dampak tersebut, maka sumberdaya yang ada harus dimanfaatkan
untuk melakukan suatu usaha walaupun jumlahnya terbatas.Bekerja, walaupun dengan
pekerjaan yang menggunakan tenaga kasar dan termasuk pada pekerjaan sektor informal,
tidak menjadi halangan karena hal itu lebih terhormat daripada meminta-minta.
Menurut
Qardhawi
(2005:6-18)
pengangguran
dapat
dibagi
menjadi
dua
kelompokkan, yaitu:
a. Pengangguran jabariyah (terpaksa)
suatu pengangguran diamana seseorang tidak mempunyai hak sedikitpun
memilih status ini dan terpaksa menerimanya. Pengangguran seperti ini umunya
terjadi karena seseorang tidak mempunyai keterampilan sedikitpun, yang
sebenarnya bisa dipelajari sejak kecil sebagai modal untuk masa depannnya atau
seseorang telah mempunyai suatu keterampilan tetapi keterampilan ini tidak
berguna sedikitpun karena adanya perubahan lingkungan dan perkembangan
zaman.
b. Pengangguran khiyariyah
Seseorang yang memilih untuk menganggur padahal dia pada dasarnya adalah
orang yang mampu untuk bekerja, namun pada kenyataanya dia memilih untuk
berpangku tangan dan bermalas-malasan hingga menjadi beban bagi orang lain.
Dia
memilih
hancur
dengan
potensi
yang
dimilki
suatu pekerjaan dan mempunyai pribadi yang lemah hingga menjadi sampah
masyarakat.