Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.

2 Oktober 2014, 139-148

BERTAHAN DENGAN LUPUS:


GAMBARAN RESILIENSI PADA ODAPUS
Anggun Resdasari Prasetyo, Erin Ratna Kustanti
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Jl. Prof Sudharto SH, Tembalang, Semarang 50275

anggun.resdasari@gmail.com

Abstract
Lupus is a chronic, autoimmune disease in which an abnormal immune system can cause inflammation on
several organ or body systems. The risk of mortality rate caused by Lupus is high and late diagnosis is also
prevalent which impact the psychological aspect of individual affected with Lupus (so-called Odapus).
Therefore, resiliency is needed; that is individual ability to survive and keep optimistic attitude towards recovery.
This study aims to describe the resiliency of the affected individuals with Lupus. This is a qualitative study.
Eight persons affected with Lupus who were still coping with Lupus participated in this study. The results
indicated that subjects developed a negatives constructs to adapt with Lupus. Therefore, psychological
intervention is needed to improve their resiliency.

Keywords: Lupus, resiliency

Abstrak
Penyakit Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan sistem imun yang menyebabkan
peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Resiko kematian penyakit Lupus yang sangat tinggi dan
diagnosanya yang sering terlambat yang berdampak psikologis pada penderita Lupus (yang selanjutnya disebut
Odapus). Oleh karena itu diperlukan resiliensi, yaitu kemampuan untuk bertahan dan optimis untuk bertahan
hidup dan sembuh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran resiliensi pada para Odapus. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah delapan Odapus yang sedang menjalani proses
strategi coping untuk bertahan dari penyakit Lupus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para Odapus masih
membangun adaptasi dengan konstruksi yang negatif sehingga membutuhkan intervensi psikologis untuk
meningkatkan kemampuan resiliensi para Odapus tersebut.

Kata kunci: Lupus, resiliensi

PENDAHULUAN dalam jaringan (Syamsi Dhuha Foundation,


2003, dalam Syafii, 2012).

Penyakit Lupus merupakan penyakit Berdasarkan data yang dikemukakan oleh


autoimun kronis dimana terdapat kelainan Zubairi (dalam Syafii, 2012), setiap tahun
sistem imun yang menyebabkan peradangan sekitar 5-100 orang dapat terkena Lupus
pada beberapa organ dan sistem tubuh. yang menyebabkan kematian. Berdasarkan
Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak data dari Yayasan Lupus Indonesia, jumlah
dapat membedakan antara jaringan tubuh penderita Lupus di Indonesia terus
sendiri dan organisme asing (misalnya meningkat. Pada tahun 2010, terdapat
bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi 10.314 penderita Lupus; 9 dari 10 adalah
yang menyerang jaringan tubuh sendiri) perempuan (Anonim, 2010). Pada tahun
diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan 2012, penderita Lupus di Indonesia sudah
terjadi pengendapan kompleks imun mencapai 1,5 juta orang (Wartapedia,
(antibodi yang terikat pada antigen) di 2012).

139
Bertahan dengan Lupus: Gambaran resiliensi pada Odapus 140

Penyakit Lupus sangat berbahaya karena lingkungan. Faktor individual berfungsi


dapat menyebabkan kematian, terutama menahan perusakan diri sendiri dan
penyakit Lupus berat yang menyerang melakukan konstruksi diri secara positif,
ginjal, otak, paru, dan jantung. Penyakit sedangkan faktor lingkungan berfungsi
Lupus umumnya menyerang individu untuk melindungi individu dan melunakkan
berusia 15-44 tahun yang dalam keadaan kesulitan hidup individu.
sehat (Agnesa, 2009). Manifestasi penyakit
Lupus pada tiap orang berbeda-beda, Salah satu metode yang dapat digunakan
berubah dari waktu ke waktu, dan terkadang untuk meningkatkan kemampuan resiliensi
berlangsung cepat. Pasien dengan Lupus adalah letting go. Corey (2005)
(Odapus) berat, misalnya Lupus ginjal atau menggunakan istilah letting go dalam
sistem saraf pusat (SSP), dan Odapus yang pengertian melepaskan, luka dan dendam,
menderita lebih dari satu jenis penyakit rasa bersalah, serta pola-pola yang merusak
autoantibodi cenderung memiliki gejala diri sendiri seperti pikiran, perasaan, dan
yang serius dan menetap. Odapus yang perilaku. Zimberoff dan Hartman (2003)
memiliki gejala ringan dapat terus menggunakan istilah letting go sebagai
mengalami gejala ringan atau berkembang teknik untuk menghadirkan kembali hal-hal
menjadi lebih serius (Agnesa, 2009). yang tidak disadari supaya dapat diakses.
Sedangkan Freshwater dan Robertson
Tingginya resiko kematian penyakit Lupus (2002) menggunakan letting go dalam
dan diagnosa yang sering terlambat dapat terapi untuk melepaskan harapan yang tidak
menimbulkan dampak psikologis pada terealisasikan. Fortunas (2003) melakukan
Odapus. Para Odapus harus menghadapi penelitian kualitatif untuk mengkaji
penurunan kondisi fisik dan membutuhkan efektivitas letting go secara lebih
daya adaptasi yang luar biasa supaya mendalam. Fortunas akhirnya menyimpulan
mampu bertahan hidup. Perubahan fisik bahwa proses letting go memiliki analogi
yang terjadi berupa bercak-bercak dengan proses pemecahan masalah
kemerahan yang muncul pada wajah, berkaitan dengan perubahan diri, yaitu
rambut rontok, sensitif terhadap sinar mengajak klien untuk membebaskan dirinya
matahari, tubuh mulai bengkak, kulit mulai dari suatu keadaan yang memerangkapnya.
bersisik dan mulai mengelupas, sariawan di
sekitar mulut, rasa nyeri pada persendian Wolin dan Wolin (dalam Chandra, 2009)
tangan dan kaki, sampai pada bagian tubuh menjelaskan resiliensi sebagai ketrampilan
yang sulit untuk digerakkan. Perubahan coping saat individu dihadapkan pada
fisik tersebut dapat menjadikan Odapus tantangan hidup atau kapasitas individu
cemas, minder, gelisah, dan perasaan lain untuk tetap sehat (wellness) dan terus
yang berkecamuk, terutama ketika harus memperbaiki diri (self repair). Ada dua
bergaul dengan orang lain. Untuk itu kondisi yang dibutuhkan dalam rangka
penanganan psikologis diperlukan untuk menjelaskan resiliensi pada kehidupan
membantu Odapus supaya memiliki individu, yaitu: (a) terjadinya adaptasi dan
perasaan optimis untuk bertahan hidup dan perkembangan pada ketangguhan yang
sembuh. utama (significant adversity) atau ancaman;
dan (b) fungsi dan perkembangan tetap
Kemampuan untuk bertahan hidup atau berjalan dengan baik meskipun terdapat
daya lentur terhadap situasi atau kondisi ketangguhan yang utama. Reivich dan
yang mengancam seperti penyakit, Shatte (2002) menyatakan bahwa resiliensi
kehilangan pasangan, bencana ataupun mencakup tujuh komponen, yaitu: regulasi
musibah disebut sebagai resiliensi. Banaag emosi, pengendalian impuls, optimisme,
(dalam Chandra, 2009) menyatakan bahwa analisis penyebab masalah, empati, efikasi
resiliensi adalah suatu proses interaksi diri, dan peningkatan aspek positif.
antara faktor individual dengan faktor

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


141 Prasetyo & Kustanti

Menurut Grotberg (1995), ada beberapa observasi dan self-monitoring. Observasi


faktor yang mempengaruhi resiliensi dilakukan terhadap: profil fisik dan
individu, antara lain: (a) I Am, yaitu penampilan responden, perilaku dan reaksi
kekuatan yang berasal dari dalam diri responden, cara bicara dan pemilihan
individu, seperti tingkah laku, perasaan, dan bahasa responden, serta daya tangkap dan
kepercayaan yang terdapat dalam diri konsentrasi responden. Self-monitoring
seseorang. Faktor I am ini dibagi menjadi merupakan catatan yang ditulis oleh
beberapa bagian, yaitu: bangga pada diri seseorang untuk mengamati sehingga
sendiri, perasaan dicintai dan sikap yang mendapatkan pemahaman tentang dirinya
menarik, mencintai, empati, altruistik, sendiri. Format self-monitoring berisi
mandiri dan bertanggung jawab; (b) I Have, pertanyaan tentang situasi, suasana hati/
yaitu salah satu aspek yang mempengaruhi pikiran, pikiran dan perilaku yang muncul
resiliensi yang berasal dari luar, misalnya: saat situasi terjadi.
struktur dan aturan rumah, role model,
mempunyai hubungan; (c) I Can, yaitu
salah satu faktor resiliensi yang berkaitan HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan kompetensi sosial dan interpersonal
seseorang, meliputi: mengatur berbagai Dari hasil wawancara terhadap delapan
perasaan dan rangsangan, mencari orang Odapus diperoleh gambaran
hubungan yang dapat dipercaya, mengenai proses resiliensi yang mereka
ketrampilan berkomunikas, mengukur jalani. Gambaran tentang bagaimana
temperamen diri sendiri dan orang lain, Odapus beradaptasi terhadap penyakitnya,
serta kemampuan memecahkan masalah. diringkas dalam Tabel 1a dan Tabel 1b.
Individu yang beresiliensi harus memiliki
tiga faktor tersebut, yaitu I am, I have dan I Orang yang menyandang penyakit Lupus
can. Individu yang hanya memiliki salah akan bereaksi secara kuat karena situasi
satu faktor saja tidak termasuk orang yang atau kondisi penyakit tersebut akan
beresiliensi. Penelitian ini bertujuan untuk memunculkan ketakutan-ketakutan. Tinggi-
mengetahui gambaran resiliensi pada orang nya resiko kematian penyakit Lupus,
penyandang Lupus (Odapus). perubahan kondisi fisik yang terus
menurun, dan tuntutan dimilikinya daya
adaptasi yang luar biasa agar mampu
METODE bertahan hidup akan menimbulkan dampak
psikologis yang besar bagi Odapus. Reaksi
Penelitian ini merupakan studi deskriptif Odapus secara psikologi, kognitif, dan
yang menekankan pada kedalaman dan perilaku pada dasarnya adalah reaksi untuk
proses. Subjek penelitian ditentukan oleh beradaptasi terhadap penyakit Lupus yang
peneliti berdasarkan teori, konstruk dideritanya. Namun tidak semua orang yang
operasional, atau tujuan penelitian. mencoba beradaptasi dengan penyakitnya,
Karakteristik subjek dalam penelitian ini mampu beradaptasi dengan konstruksi
adalah: subjek menyandang penyakit positif, karena bagaimanapun Lupus dapat
Lupus, sedang menjalani proses coping membuta seseorang merasa cemas, stress
untuk mencapai proses resiliensi terhadap atau bahkan mengalami depresi.
penyakitnya. Subjek penelitian berjumlah 8
orang. Kemampuan sesorang untuk bisa mencapai
resiliensi tergantung daya tahan
Metode pengumpulan data yang digunakan adaptasinya, gambaran kepribadian diri,
adalah wawancara semi terstruktur,

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


Bertahan dengan Lupus: Gambaran resiliensi pada Odapus 142

Tabel 1a.
Data rangkuman hasil wawancara terhadap Subjek 1-4

Aspek Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4


Gambaran Kecenderungan Resilensi
Riwayat Subjek bercerita awal Subjek menceritakan Subjek menceritakan Subjek mengalami SLE
penyakit mula didiagnosa awal mula didiagnosa ketika didiagnosa sejak 3 tahun yang lalu.
penyakit Lupus oleh penyakit Lupus pada penyakit Lupus, gejala Awal mulanya, subjek
dokter ketika muncul Tahun 2010 , yaitu yang dialaminya saat itu sering sakit sakitan dan
ruam kupu-kupu pada didiagnosa sindrom adalah berat badannya hampir setiap bulan rawat
wajahnya. nefrotik. Kemudian pada turun drastis, perut sakit, inap di Rumah Sakit.
tahun 2013 saya tidak datang bulan, Setelah dicari
menjalani biopsi ginjal rambut rontok, tulang masalahnya, akhirnya
dan diagnosanya sakit, dan sering sakit didiagnosa mengalami
berkembang menjadi kepala. Lupus.
autoimun yaitu 19A
Nefropathy dan Februari
2013 didiagnosa Lupus
nefritis.

Usaha Berobat ke dokter, Berdoa memohon Berobat rutin ke dokter. Subjek rutin berobat ke
penyembuhan selalu tepat minum kesembuhan, berobat, dokter, mengikuti terapi
obat, dan selalu menerapkan pola hidup akupuntur dan fisioterapi,
mematuhi apa saja sehat secara fisik aktif mencari berbagai
yang disarankan oleh maupun psikologis. informasi tentang Lupus
dokter. sehingga lebih paham dan
tahu cara penanganannya.
Penilaian Subjek terhadap Penyakitnya
Respon Subjek memiliki Sejak didiagnosa Subjek merasa tidak Subjek merasa tidak
psikologis ketakutan jika menderita Lupus, subjek nyaman dengan apa yang nyaman pada setiap
yang muncul penyakitnya tidak bisa mengalami banyak sering dirasakan. Ketika dosen/orang dekat yang
sembuh dan tubuhnya perubahan fisik dan rasa sakit muncul, mengasihaninya karena
tiba-tiba drop. Subjek psikologis dalam kadang sangat menyiksa Lupus yang dideritanya.
sampai saat ini masih hidupnya. Ia sering dan membuatnya tidak Subjek merasa lelah
sering panik, terutama murung dan sedih nyaman. Kondisi ini menjalani hidup, merasa
jika ada tanda sakit karena merasa diagnosa berpengaruh pada kesepian dan tidak
fisik muncul atau tersebut merupakan aktivitas kesehariannya. percaya diri. Reaksi yang
ketika tubuhnya drop bagian terberat dalam Sebagai remaja yang sering muncul adalah
tiba-tiba. Rasa hidupnya. Fisik yang sedang tumbuh, subjek mudah panik, cemas bila
paniknya muncul berubah dan mudah drop merasa berbeda dengan tidak mampu
karena ia cemas jika karena pengaruh teman-teman remajanya. menyelesaikan tugas
sewaktu-waktu penyakit Lupus Sakit yang dialami dengan baik, dan sering
penyakitnya tidak membuat karirnya menjadikannya sangat menangis tanpa sebab.
tertolong lagi. Selain menjadi tertunda, membatasi aktivitas.
itu subjek juga merasa kegiatan sosial menjadi Tidak semua kegiatan
tidak percaya diri terbatas, ekonomi / dapat dilakukannya. Hal
karena merasa ada kondisi keuangan ini menjadikan subjek
perubahan bentuk menurun drastis, dan sering murung/sedih,
fisik, merasa kesepian rencana pernikahan malu kepada orang lain
dan bingung. Perasaan gagal karena ditinggal dan merasa risih bila
sepi dipicu karena ia calon suami setelah tahu orang lain mengetahui
merasa sendiri subjek menyandang sakit yang dideritanya.
mengalami penyakit penyakit Lupus. Subjek juga menganggap
tersebut. Subjek juga dirinya sebagai pribadi
sering menangis dan pengecut, menjijikkan,
mudah marah karena tidak menarik, dan tidak
merasa tidak berdaya layak dicintai. Reaksi
dengan penyakitnya yang muncul adalah
dan masih mencari bingung, tidak percaya
alasan-alasan atau diri, dan menunjukkan
jawaban kenapa ia perilaku agresif. Selain
bisa mendapatkan itu muncul perasaan
penyakit tersebut. kesepian dan penuh
penyesalan.
(bersambung)

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


143 Prasetyo & Kustanti

Tabel 1a.
Data rangkuman hasil wawancara terhadap Subjek 1-4
(lanjutan)

Aspek Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4


Respon fisik Ketika ada tanda-tanda Subjek sering tegang, Bila ada tanda-tanda Ketika ada tanda-tanda
yang muncul tubuhnya mengalami pusing, dan mengalami tubuhnya mengalami tubuhnya mengalami
sakit, subjek sering gangguan perut ketika sakit, maka subjek sakit, maka subjek
mengalami jantung memikirkan merasakan sakit kepala merasakan sakit kepala,
berdebar-debar karena penyakitnya. Subjek dan gangguan pada perut. jantung berdebar-debar,
dipicu rasa khawatir pada dasarnya sudah tegang, pusing, sangat
kalau penyakitnya menyadari bahwa pola lelah, sukar konsentrasi,
akan semakin parah. pikirnya dapat dan pingsan.
mengakibatkan
penurunan kondisi fisik,
namun ia belum
menerima sepenuhnya
penyakitnya.

Respon Subjek masih sering Subjek bercerita bahwa Subjek masih sering Subjek sering berpikiran
kognitif menganalisa atau saat ini banyak hal yang berpikir mengapa dia ngeri, merasa tubuhnya
berpikir mengapa dia sangat dipikirkan, yang harus menderita cacat, dan muncul
yang mengalami terutama ketakutan- sakit ini. Kondisi ini ketakutan-ketakutan.
penyakit tersebut, ketakutannya yang sering memunculkan Subjek takut tidak mampu
kapan akan sembuh, masih belum dilepaskan. reaksi merasa bersalah, bertahan dengan Lupus,
dan kenapa orang lain Berbagai macam berdosa, menganggap tidak bisa memiliki
tidak ada yang ketakutan yang Tuhan jahat, dan muncul pendamping hidup, dan
mendapat penyakit dialaminya, diantaranya rasa benci. Subjek juga kekurangan sahabat.
Lupus. takut mengalami gagal mengalami ketakutan bila
ginjal, takut kesehatan ada orang lain yang
semakin menurun, takut mengetahui sakitnya saat
tidak bisa sehat kembali, ini.
takut tidak bisa menikah,
takut tidak mempunyai
anak.

Situasi atau Dukungan keluarga Subjek menceritakan Subjek merasa tenang Subjek merasa tenang bila
keadaan bisa membuat subjek dirinya bisa menjadi ketika orang tua tidak berada dekat dengan
yang merasa bahagia dan lebih tenang ketika membahas tentang orang-orang yang
membuat lupa akan keluhan berdoa atau penyakitnya, tidak terlalu mencintai dan
subjek sakitnya, terutama melaksanakan ibadah. menekan dan tidak mendukungnya.
tenang ketika berkumpul dan memaksa subjek untuk
bercanda bersama. menuruti keinginannya.
Subjek tertekan karena
merasa orangtuanya tidak
pernah mengerti apa yang
dirasakannya saat ini.
Subjek akan tenang bila
orangtua berhenti
mengatur hidupnya.
Selain itu subjek akan
tenang bila orangtua atau
orang yang sudah
mengetahui sakitnya ini
tidak menyebarkan ke
orang lain.
Subjek juga akan tenang
bila orang-orang tidak
mengasihaninya karena
subjek ingin meyakinkan
ke semua orang bahwa
dirinya kuat dan mampu
melewati ini semua.
(bersambung)

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


Bertahan dengan Lupus: Gambaran resiliensi pada Odapus 144

Tabel 1a.
Data rangkuman hasil wawancara terhadap Subjek 1-4
(lanjutan)

Aspek Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4


Alasan Subjek masih memiliki Subjek masih memiliki Subjek masih memiliki Subjek masih memiliki
subjek untuk keinginan untuk keinginan untuk sembuh keinginan untuk sembuh keinginan untuk sembuh
bertahan sembuh karena ingin karena masih memiliki karena ingin karena subjek adalah
membahagiakan dan cita-cita untuk menikah membuktikan bahwa dia orang yang kuat dan
membantu orang lain, atau memiliki keluarga perempuan yang perkasa. memiliki keyakinan akan
masih ingin yang bahagia dan bisa Dia ingin menjadi mampu melewati masa
bermanfaat bagi bekerja lagi. perempuan yang kuat sulit sehingga keluar
kelurga dan orang- sehingga tidak akan sebagai pemenang.
orang yang dipandang lemah oleh
membutuhkan. orang lain.

Tabel 1b.
Data rangkuman hasil wawancara terhadap Subjek 5-8

Aspek Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8


Gambaran Kecenderungan Resilensi
Riwayat Subjek awalnya Awal mula mengalami Sebelum didiagnosa Subjek didiagnosa Lupus
penyakit mengalami penurunan gangguan kesehatan penyakit Lupus, gejala sejak November 2009.
kondisi fisik yang sejak November 2012. yang dialami adalah berat Gejalanya sudah mulai
ditandai dengan Berdasarkan serang- badannya turun, rambut muncul sejak tahun 2005.
pandangan mata yang kaian pemeriksaan, rontok, muncul ruam- Ketika itu subjek hamil
sering kabur, kulit subjek kemudian didiag- ruam di wajah. yang kedua; keguguran
kepala sering sakit, nosa menderita Lupus umur empat bulan, tahun
albumin sering tidak pada bulan Februari 2007 hamil yang ketiga,
tentu meningkatnya, 2013. mengalami eklamsi. Pada
dan dada sakit untuk rentang waktu 2005-2007
nafas. Kondisi tersebut muncul gejala-gejala
terjadi sekitar 1 bulan. Lupus, seperti ruam
Setelah ada diagnosa merah di pipi, badan
dokter, subjek mulai sering ngilu, dan
merasakan linu-linu di trombosit sering drop.
persendian, terutama Tahun 2009 mengalami
bagian lutut, abses di flare, serangan Lupus
jari bagian kelingking, hebat sampai tidak bisa
demam tinggi, rambut berjalan.
rontok, HB
drop/anemia (HB drop
sekitar 7,0 dan sulit
untuk dikontrol),
kondisi tubuh mudah
drop,dan menstruasi
yang sulit dikontrol.

Usaha Subjek menjalani Subjek secara rutin Subjek berobat rutin ke Subjek berobat ke dokter,
penyembuhan perawatan medis, berobat dan kontrol ke dokter, mencari aktif dalam organisasi
yaitu periksa dan dokter. informasi melalui Odapus untuk berbagi
minum obat dari internet dan aktif dalam pengalaman dalam proses
dokter, rutin check up, organisasi Odapus untuk penyembuhan dan lebih
berusaha berbagi pengalaman mendekatkan diri pada
mengkonsumsi dalam proses Tuhan dengan aktif ikut
makanan sehat penyembuhan. pengajian dan dzikir
termasuk menghindari bersama.
MSG, zat pengawet
dll.
(bersambung)

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


145 Prasetyo & Kustanti

Tabel 1b.
Data rangkuman hasil wawancara terhadap Subjek 5-8
(lanjutan)

Aspek Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8


Penilaian Subjek terhadap Penyakitnya
Respon Subjek menjadi Subjek merasa Subjek merasa tidak Subjek mengalami stres karena
psikologis pemurung, tidak selalu tidak tenang; nyaman dengan apa yang penyakitnya langka, tiba-tiba
yang percaya diri, dan sering gelisah bila sering dirasakan. Ketika tidak bisa jalan dan
muncul merasa segala aktivitas mengingat sakitnya, rasa sakit muncul, kadang beraktivitas. Stres semakin
yang dijalankannya dan menjadi sangat menyiksa. Kondisi bertambah karena keluarga
menjadi sangat bingung dengan ini mempengaruhi besar juga menduga sakitnya
membosankan. dirinya sendiri. aktivitasnya. Subjek disebabkan santet sehingga
Subjek juga merasa sebelumnya sangat aktif keluarga ada yang mendatangi
risih dan cemas sebagai wirausaha, namun paranormal. Hal ini menjadikan
dengan penilaian setelah didiagnosa Lupus, subjek depresi. Akibatnya
orang lain terhadap subjek mulai membatasi subjek sering mengeluh. Selain
sakitnya. aktivitas untuk itu, fisiknya yang semakin
menghindari kelelahan. lemah, sering drop, muka yang
Subjek menjadi stres berubah tembem (moon face)
dengan kondisinya. menjadikan subjek sedih karena
anaknya bahkan mengatakan
wajah subjek seram seperti
hantu.

Respon Ketika ada tanda-tanda Ketika ada tanda- Ketika ada tanda-tanda Ketika ada tanda-tanda tubuh
fisik yang tubuh mengalami sakit tanda tubuh tubuh mengalami sakit, mengalami sakit, subjek
muncul maka subjek merasakan mengalami sakit, subjek merasakan merasakan pusing, kaki
gangguan buang air subjek merasakan kepalanya sangat berat bengkak, dan kram perut.
besar dan sulit sakit kepala yang bahkan sampai pingsan.
konsentrasi. tiba-tiba.

Respon Kondisi yang dialami Subjek sering tidak Kondisi yang dialami Kondisi yang dialami subjek ini
kognitif subjek sering bisa mengontrol subjek ini menjadikannya menjadikannya bingung apakah
memunculkan pikiran sehingga bertanya-tanya apa sakitnya ini disebabkan santet
ketakutan bila sakitnya muncul ketakutan maksud Tuhan atau karena sebab yang lain.
bertambah parah, tidak akan sembuh mengirimkan sakit Lupus Subjek mengalami ketakutan
ketakutan kesulitan dari sakitnya. ini. Apakah ini hukuman, karena penyakitnya ini langka
keuangan karena biaya azab, teguran, atau ujian dan menjadikannya tidak bisa
berobat yang mahal. untuk naik kelas. beraktivitas sama sekali.
Kondisi ini
memunculkan
ketakutan jika kondisi
keluarganya menjadi
tidak kondusif lagi.

Situasi Subjek akan menjadi Subjek merasa Subjek merasa tenang Subjek merasa tenang ketika
atau tenang dan nyaman tenang bila orang- ketika suami, anak-anak, suami, anak, dan keluarga
keadaan saat berhasil sembuh orang terdekat dan keluarga besarnya besarnya memberikan
yang dan saat kondisi di mendukungnya memberikan support dukungan penuh terhadap
membuat rumah kondusif, yaitu untuk bisa bertahan penuh pada dirinya. dirinya.
subjek ketika kakaknya tidak dan sembuh.
tenang protes lagi, bisa
menemukan solusi
dengan orang tua, ibu
tidak mendapat tekanan
dengan semua sikap
kakak yang membuat
muak dan anarkis.
Kondisi rumah yang
kondusif menjadikan
subjek tidak khawatir
dan takut dengan
keselamatan ibunya.

(bersambung)

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


Bertahan dengan Lupus: Gambaran resiliensi pada Odapus 146

Tabel 1b.
Data rangkuman hasil wawancara terhadap Subjek 5-8
(lanjutan)

Aspek Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8


Alasan Subjek masih Subjek masih memiliki Subjek masih memiliki Subjek masih memiliki
subjek memiliki keinginan keinginan untuk keinginan untuk sembuh keinginan untuk sembuh karena
untuk untuk sembuh karena sembuh; Subjek yakin karena ingin ingin membahagiakan suami
bertahan subjek ingin melihat memiliki kekuatan membahagiakan keluarga. dan anak-anaknya yang telah
ibunya tenang dan sebagai pribadi yang Harapan subjek untuk bisa tulus dan ikhlas
kondisi rumah menarik dan penuh panjang umur dan bisa mendukungnya. Suaminya
menjadi normal perhatian sehingga dia sembuh semata-mata demi sangat sabar dan setia
kembali seperti saat optimis orang-orang di keluarga. Subjek ingin mendampingi, anak-anaknya
sebelum subjek sekitarnya tetap akan melihat anak-anaknya juga sangat pengertian sehingga
didiagnosa Lupus. menerima dia tumbuh menjadi anak tidak pernah meminta apapun
meskipun mengalami sholeh dan menjadi padanya, bahkan anaknya juga
sakit. Subjek juga kebanggaan keluarga. merawat saat subjek sakit.
memiliki motivasi Melihat suami dan anak yang
untuk bisa berguna setia merawatnya merupakan
bagi orang lain. obat yang paling utama bagi
subjek.

serta dukungan keluarga dan lingkungan. memendam perasaan negatif daripada


Karakter yang menonjol pada semua subjek mengungkapkan kepada orang lain karena
adalah sosok yang cenderung mengontrol tidak ingin membebankan masalahnya
segala sesuatu agar berjalan dengan baik kepada orang lain. Odapus dalam penelitian
sehingga membuat mereka seperti ini tidak ingin diketahui sedang memiliki
kehilangan arah ketika menderita penyakit, masalah tertentu.
sehingga merasa tidak memiliki apa-apa
lagi. Karakter ini terbentuk dari latar Berdasarkan hasil analisis data, terlihat
belakang keluarga, yaitu dari pola asuh, gambaran kondisi subjek yang belum
pengalaman masa kecil, dan hubungan menunjukkan resiliensi yang optimal, yang
kedekatan dengan orang tua maupun digambarkan pada Gambar 1.
saudara kandung. Mereka terbiasa

Latar belakang diri


Cenderung tertutup, kontrol
diri cenderung kaku

Lupus

Reaksi inner state

Distorsi kognitif, psikologis

Resiliensi Resiliensi
Belum Proses adaptasi
sukses
tercapai
Diam dan patuh

Gambar 1. Analisis Lintas Kasus

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


147 Prasetyo & Kustanti

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, Agnesa, A. (2009). Makalah penyakit


dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Lupus. Makalah. Tidak diterbikan.
a. Individu penyandang Lupus, Purwokerto: Jurusan Ilmu Kesehatan
cenderung berisiko mengalami kondisi masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
emosional yang negatif seperti cemas, Ilmu-ilmu Kesehatan
stres atau bahkan depresi. Reaksi
tersebut sesungguhnya muncul karena Bowman, I. G. (2003). Exploring the
mereka berusaha untuk berdaptasi. retrospective experience of self-
Ketika para Odapus membangun forgiveness in psychotherapy.
adaptasi dengan konstruksi yang Disertasi. Pretoria: Department of
negatif maka beresiko cenderung Psychology, University of Pretoria.
mengalami depresi, sedangkan jika
konstruksi adaptasinya positif maka Chandra, S. (2009). Diunduh pada tanggal
mereka dapat mencapai resiliensi yang 30 Januari 2013 dari
optimal. www.putrassyamsuri-blogspot.com/
b. Gejala kondisi kejiwaan yang muncul 2009/ 02/ resiliensi.html
pada penyandang Lupus, ditunjukkan
antara lain: Corey, G. (2005). Theory and practice of
gejala emosional: merasa bersalah, counseling and psychotherapy. 7th
merasa takut, tidak percaya diri, edition. Velmont: Brrooks/Cole
merasa tertekan, merasa sedih dan Thompson Learning
sering menangis.
gejala kognitif: merasa pesimis, Fortunas, D. (2003). The experience of
merasa tidak ada jalan keluar, ragu- letting go: A phenomenological study.
ragu, merasa hidup tidak Disertasi. Pretoria: Department of
bermanfaat, merasa seperti Psychology, University of Pretoria.
pecundang.
gejala motivasional: merasa Freshwater, D. & Robertson, C. (2002).
tergantung, merasa tidak ingin Emotion and needs. Buckingham:
menghadapi hari esok, malas Open University Press.
beraktivitas dan malas beraktifitas.
gejala perilaku: menjadi tidak Gow, K. M. (1999). Letting go: For
produktif, kurang konsentrasi, dan physical, emotional, and spiritual
aktivitasnya sedikit. health. Journal of Religion and
gejala somatis: nafsu makan Health,38(2), 155-156.
berkurang, sulit tidur, sering sakit,
cepat lelah. Grotberg, E. (1995). A guide to promoting
resilience in children: Strengthening
Penelitian selanjutnya disarankan meli- the human spirit. The Hague: Benard
batkan lebih banyak subjek dan dengan Van Leer Foundation.
mempertimbangkan komposisi gender
subjek, menggunakan alat-alat tes Lewis, J. L. (2005). Forgiveness and
psikodiagnostika, serta menguji efektivitas psychotherapy: The prepersonal, the
intervensi lanjutan. personal, and the transpersonal. The
Journal of Transpersonal
Psychology,37(2), 124-142.

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148


Bertahan dengan Lupus: Gambaran resiliensi pada Odapus 148

Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Wartapedia. 2012. LUPUS: Penderita


resilience factor. New York: Lupus Di Indonesia Capai 1,5 Juta
Broadway Books. Orang. Diunduh pada Tanggal 1
Februari 2013 dari www.
Syafii, M. (2012). Dukungan Sosial dala wartapedia.com/ 2012/
Membangun Keterampilan Resiliensi
pada Penderita Lupus. Skripsi. Tidak Zimberoff, D. & Hartman, D. (2003).
diterbitkan. Surabaya: Program Studi Transpersonal Psychology in Heart-
Psikologi, Fakultas Dakwah Institut Centered Therapies. Journal of Heart-
Agama Islam Negeri Sunan Ampel. Centered Therapies, 6(1), 123-144.

Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014, 139-148

Anda mungkin juga menyukai