Anda di halaman 1dari 6

Respon adaptif (psikologis penerimaan diri)

Pengalaman mengalami suatu penyakit akan membangkitkan berbagai perasaan dan


reaksi stres, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka, dan
ketidakpastian dengan adaptasi terhadap penyakit.
Tahapan reaksi psikologis pasien HIV (Stewart, 1997)
1. Shock (kaget, Merasa bersalah, marah dan tidak Rasa takut, hilang akal,
guncangan, berdaya. frustasi, rasa sedih, susah,
batin) acting out.
2. Mengucilkan Mmerasa cacat, tidak berguna, dan Khawatir menginfeksi orang
diri menutup diri lain, murung.
3. Membuka Ingin tahu reaksi orang lain, Penolakan stres dan
status secara pengalihan stress, ingin dicintai. konfrontasi
terbatas
4. Mencari orang Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur
lain yang kepercayaan, penguatan, dan tangan, tidak percaya pada
positiv HIV dukungan sosial. pemegang rahasia diri nya.
5. Status khusus Perubahan keterasingan menjadi
manfaat khusus, perbedaan menjadi
hal yang istimewa, dibutuhkan oleh
yang lainnya
6. Prilaku Komitmen dan kesatuan kelompok, Pemadaman, reaksi, dan
mementingkan kepuasan memberi dan berbagi, kompensasi yang
orang lain perasaan sebagai kelompok. berlebihan.
7. penerimaan Integrasi status positive HIV dengan Apatis dan sulit berubah.
identitas diri, keseimbangan antara
kepentingan orang lain dengan diri
sendiri, bisa menyebutkkan kondisi
seseorang

Respon psikologis (penerimaan diri) terhadap penyakit.


Kubler ross 1974 menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap penyakit,
yaitu:
a. Pengingkaran (Denial)
Pada tahap pertama, pasien menunjukkan karakteristik perilaku pengingkaran,
mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak emosional dari
diagnosis. pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien terhadap
sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya. pengingkaran dapat dinilai
dari ucapan pasien "saya di sini istirahat".
Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan memproyeksikan pada
apa yang diterima bahwa alat yang tidak berfungsi dengan baik, kesalahan laporan
laboratorium, atau mungkin perkiraan dokter dan perawat yang tidak kompeten.
Pengingkaran diri yang mencolok tampak menimbulkan kecemasan. Pengingkaran ini
merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang sebenarnya. Pengingkaran biasanya
bersifat sementara dan segera berubah menjadi fase lain dalam menghadapi kenyataan
b. kemarahan anger
Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi maka fase pertama berubah
menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan dengan marah dan
rasa bersalah. pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada
disekitarnya, biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan kemudian timbul
penyesalan. yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat, semua tindakan
perawat menjadi serba salah. Pasien menjadi banyak menuntut, cerewet, cemberut, tidak
bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah
tersinggung, meminta banyak perhatian dan iri hati. jika keluarga mengunjungi, mereka
menunjukkan sikap menolak sehingga mengakibatkan keluarga segan untuk datang hal
ini akan menyebabkan bentuk keagresifan.
c. sikap tawar-menawar bargaining
Setelah fase marah-marah berlalu, pasien akan berpikir dan merasakan bahwa
protesnya tidak berarti. pasien mulai timbul rasa bersalah dan mulai membina hubungan
dengan Tuhan. pasien berdoa, meminta, dan berjanji pada Tuhan. tindakan ini
merupakan ciri yang jelas, yaitu pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik bila jika
dia dapat sembuh.
d. depresi
Selama fase ini pasien sedih atau berkabung mengesampingkan Rasa marah dan
sikap pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. mencoba
perilaku baru yang konsisten dengan keterbatasan baru. tingkat emosional adalah
kesedihan tidak berdaya, tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian,
dan waktu untuk menangis berguna pada ada saat ini. perilaku fase ini termasuk di
dalamnya adalah ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga,
intensitas depresi tergantung pada makna dan beratnya penyakit.
e. penerimaan dan partisipasi
Seiring dengan berlalunya waktu pasien mulai dapat beradaptasi kepedihan yang
menyakitkan berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai seseorang yang
memiliki keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seseorang yang cacat pasien
mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan
melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan
proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres kronis akan menimbulkan
perubahan adaptasi jaringan atau sel. Adaptasi jaringan atau sel imun yang memiliki
hormon kortisol terbentuk bila menderita stres di lain waktu mekanisme ini dalam teori
adaptasi Roy yang dikutip nursalam 2003 dikenal sebagai mekanisme regulator.

Respon adaptif spiritual


Respon adaptif spiritual dikembangkan dari konsep ronaldson (2000) dan Kauman
dan nipan (2003) respon adaptif spiritual meliputi ;
1. harapan yang realistik.
2. Tabah dan sabar.
3. Pandai mengambil hikmah

Rangsangan

Fisika, kimia, psikis, sosial.

Individu.

ADAPTIF BEBAN EKSTRA

Mekanisme koping Perubahan neurohormonal

Perubahan Perubahan prilaku


jaringan organ

Respon adaptif sosial


Aspek psikososial menurut Stewart 1997 dibedakan menjadi tiga hal yaitu :
1. sigma sosial dapat memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri
pasien
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV misalnya penolakan bekerja dan hidup
serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan bagi pasien homoseksual
penggunaan obat-obatan narkotika akan berakibat terhadap kurangnya dukungan sosial
hal ini akan memperparah stres pasien.
3. terjadinya waktu yang lama terhadap respon psikologis mulai penolakan marah-marah
tawar-menawar dan depresi berakibat terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan
pengobatan pasien akhirnya mengkonsumsi obat-obatan terlarang untuk menghilangkan
stres yang dialami
respon adaptif sosial di kembangkan peneliti berdasarkan konsep dari Pearlin dan aneshense
1986 meliputi tiga hal yakni :
1. emosi
2. cemas
3. interaksi sosial
Intervensi keperawatan pasien terinfeksi HIV
prinsip asuhan keperawatan PHIV untuk mengubah perilaku ketika berada dalam
masa perawatan dan dalam rangka meningkatkan respon imunitas PHIV melalui pemenuhan
kebutuhan fisik psikologis sosial dan spiritual dilakukan oleh perawat agar dapat menurunkan
stresor. Pada bagian ini akan diuraikan tentang konsep pendekatan asuhan keperawatan di
rumah dan asuhan keperawatan pada respon biologis psikologis sosial dan spiritual
Perawat memiliki peran penting dalam asuhan keperawatan pasien HIV atau AIDS
ada dua hal penting yang harus dilakukan perawat yakni
A. Memfasilitasi strategi coping
1. Memfasilitasi sumber penggunaan potensi diri agar terjadi respon penerimaan sesuai
tahapan dari kubler Ross
2. Teknik kognitif dapat berupa upaya untuk membantu penyelesaian masalah
memberikan harapan yang realistis dan mengingatkan pasien agar pandai mengambil
hikmah
3. Teknik perilaku dilakukan dengan cara mengajarkan perilaku yang mendukung
kesembuhan seperti kontrol dan minum obat teratur konsumsi nutrisi seimbang
istirahat dan aktivitas teratur dan menghindari konsumsi atau tindakan yang dapat
menambah parah sakitnya
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome)

Definisi
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah sekumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus
HIV (human immunodeficiency virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo Aru, dkk 2009)

Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari
kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut lympadenopaty associated virus
(LAV) Atau human T-Cell leukimia virus (HTL-III yang disebut juga human T - Cell
lymphotropic virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleat nya (RNA)
menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu.
Penularan virus ditularkan melalui:
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal.) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV
2. Jarum suntik atau tindik atau tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
4. ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan saat melahirkan
atau melalui air susu ibu (ASI)

Manifestasi klinis
Berdasarkan gambaran klinik who 2006
Tanpa gejala ; fase klinik 1
Ringan fase ; klinik 2
Lanjut fase ; klinik 3
Para fase ; klinik 4

Fase klinik HIV


Fase klinik 1
tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar atau pembuluh limfe) menetap dan
menyeluruh
Fase klinik 2
Penurunan BB kurang 10% tanpa sebab. infeksi saluran pernapasan atas (sinusitis,
tonsilitis media, faringitis berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut
berulang, popular pruritic europtions,sebborhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
Fase klinik 3.
Penurunan BB lebih 10% tanpa sebab. diare kronik tanpa sebab sampai lebih 1 bulan.
Demam menetap (intermiten atau tetap lebih 1 bulan). kandidiasis oral menetap. TB
pulmonal, plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya pneumonia,
empyema, (Nanah di rongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi
sendi atau tulang), Meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik,
acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia yang
penyebabnya tidak diketahui, neutropenia dan atau trombositopenia kronik.
Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), peneumocystis pneumonia
( pneumonia karena peneumocystis carinii), pneumonia bakteri berulang, infeksi
herpes simpleks kronik (orolabial, genital atau anorektal lebih 1 bulan), oesophageal
candidias, TBC ekstrapulmonal, cytomegalovirus, toksoplasma di SSP, HIV
encephalopaty, meningitis, infection progresif multifocal, limfoma, invasif cervical
karsinoma.

Anda mungkin juga menyukai