Anda di halaman 1dari 13

PENUGASAN 2

ROLEPLAY HIV I

Nama Kelompok 4 :
1. Nindi Astri Utami 1130020107
2. M. Raihan A 1130020108
3. Rifdah Naufalita P 1130020109
4. Siti Aisyah Nur A 1130020110
5. Soffy Dian Puspita 1130020111
6. Satria Devringga 1130020112
7. Zalza Nabilla 1130020113

Dosen Fasilitator :

Erika Martining Wardani, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2022
A. Pengkajian
Respons Biologis (Imunitas)
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+ akan
mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik
akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang
disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat
aktivasi sel yang mempresentasikan antigen (APC).
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian sampul
tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran.
Pada bagian inti terdapat enzim reverse transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan
ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun kopi
DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase
kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan.
Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan masuk ke inti sel.
Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV
provirus yang berada pada limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit
CD4 mengalami sitolisis (Stewart, 1997). Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh
pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di
otak, sel – sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan
sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada
sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart, 1997). Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan
akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari pasien setelah
beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Pasien yang terinfeski virus HIV dapat
tidak memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit
tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi menjadi
sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart, 1997).

B. Pengkajian Psikologis

Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai ReaksiProses

Psikologis Hal-hal yang biasa dijumpai


Shock (kaget, goncangan Merasa bersalah, marah, tidak Rasa takut, hilang akal, frustasi,
batin) berdaya rasa sedih, susahm acting out.
Mengucilkan diri Merasa cacat dan tidak Khawatir menginfeksi
berguna, menutup diri orang lain, murung
Membuka status secara Ingin tahu reaksi orang lain, Penolakan, stress,
terbatas pengalihan stress, ingin dicintai konfrontasi
Berbagi rasa, pengenalan,
Mencari orang lain kepercayaan, penguatan, Ketergantungan, campur tangan,
yang HIV positif dukungan social tidak percaya pada pemegang
rahasia dirinya.
Status khusus Perubahan Ketergantungan, dikotomi kita
keterasingan menjadi dan mereka (semua orang
manfaat khusus, dilihat sebagai
perbedaan menjadi terinfeksi HIV
hal yang dan direspon seperti itu), over
istimewa, identification.
dibutuhkan oleh
yang lainnya.
Perilaku mementingkan Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan
orang lain kelompok, kepuasan kompensasi yang
memberi dan berbagi perasaan berlebihan
sebagai
kelompok
Penerimaan Integrasi status positive HIV
dengan identitas diri, Apatis, sulit berubah
keseimbangan antara
kepentingan orang lain dengan
diri sendiri, bisa menyebutkan
kondisi seseorang

Respon Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit ada lima tahap reaksi emosi
seseorang terhadap penyakit, yaitu :
1. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku
pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak
emosional dari diagnosa. Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien
terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya. Pengingkaran dapat
dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.” Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan
kemungkinan memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang berfungsi sakit,
kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan dokter dan perawat yang tidak
kompeten. Pengingkaran diri yang mencolok tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran
ini merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang sebenarnya. Pengingkaran biasanya
bersifat sementara dan segera berubah menjadi fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir
Yani, 1999).
2. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase pertama
berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan dengan marah
dan rasa bersalah. Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada
disekitarnya.
Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan timbul penyesalan. Yang menjadi
sasaran utama atas kemarahan adalah perawat, semua tindakan perawat serba salah, pasien
banyak menuntut, cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja
sama, sangat marah, mudah tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga
mengunjungi maka menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan untuk
datang, hal ini akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).
3. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien akan berfikir dan
merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai
membina hubungan dengan Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu
pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang menimpanya atau
berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).
4. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan marah dan
pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba perilaku
baru yang konsisten dengan keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak
berdaya, tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian dan waktu untuk
menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk mengatakan ketakutan akan masa
depan, bertanya peran baru dalam keluarga intensitas depresi tergantung pada makna dan
beratnya penyakit (Netty, 1999). e) Penerimaan dan partisipasi Sesuai dengan berlalunya
waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari kesabatan yang menyakitkan berkurang dan
bergerak menuju identifikasi sebagai seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan
sebagai seorang cacat. Pasien mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak
membutuhkan dorongan melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau
ketidakadekuatan (Hudak & Gallo, 1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada
keadaan stres yang kronis akan menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel.

C. Pengkajian Sosial Interaksi sosial


1. Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan karabat/orang terdekat, teman,
pendukung.rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan pendapatan.
Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan
untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
2. Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi.

D. Pengkajian Kultural
Faktor budaya berkaitan juga dengan fenomena yang muncul dewasa ini dimana banyak ibu rumah tangga
yang “baik-baik” tertular virus HIV /AIDS dari suaminya yang sering melakukan hubungan seksual selain
dengan istrinya. Hal ini disebabkan oleh budaya permisif yang sangat berat dan perempuan tidak berdaya serta
tidak mempunyai bargaining position (posisi rebut tawar) terhadap suaminya serta sebagian besar perempuan
tidak memiliki pengetahuan akan bahaya yang mengancamnya.
Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah HIV /AIDS Selama ini adalah
melaksanakan bimbingan sosial pencegahan HIV /AIDS, pemberian konseling dan pelayanan sosial bagi
penderita HIV /AIDS yang tidak mampu. Selain itu adanya pemberian pelayanan kesehatan sebagai langkah
antisipatif agar kematian dapat dihindari, harapan hidup dapat ditingkatkan dan penderita HIV /AIDS dapat
berperan sosial dengan baik dalam kehidupanya.

E. Pengkajian Spiritual
Respons Adaptif Spiritual menurut Nursalam (2011) meliputi:
1. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan . Harapan merupakan salah satu
unsur yang penting dalam dukungan sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat
orang putus asa dan bunuh diri”. Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan,
misalnya akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.
2. Pandai mengambil hikmah.
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikiran
positif terhadap semua cobaan yang dialaminya. Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud
dari Sang Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan jalan
melakukan ibadah secara terus menerus. Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama
sakit.

3. Ketabahan hati.
Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu
yang mempunyai kepribadian yang kuat, akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut
biasanya mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya.
Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat menguatkan diri pasien dengan memberikan
contoh nyata dan atau mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak; bahwa Tuhan tidak akan memberikan
cobaan kepada umatNYA, melebihi kemampuannya (Al. Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua
cobaan yang diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam kehidupannya.
F. Pengkajian Fisik
1. Keadaan umum : bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien.
2. TTV : secara umum mengalami peningkatan TTV , pada kondisi awal atau saat peradangan dapat terjadi
peningkatan suhu tubuh atau demam. Fokus Pengkajian pada Pemeriksaan head to toe : General survey.
3. Integumen : adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema disekitar lesi, dapat pula timbul ulkus,
pada infeksi sekunder. Juga dapat timbul diaforesis.
4. Kepala : mata ; dikaji adanya vesikel atau tida, tidak ada masa, nyeri tekan, dan penurunan penglhatan.
Hidung ;tidak ada sekret, tidak ada lesi. Telinga ; tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan .
5. Leher : trakea simetris, pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis (-), tidak ada nyeri tekan.
6. Thoraks : bentuk; simetris, pernafasan; reguler, tidak ada otot bantu nafas.
7. Abdomen : bentuk; simetris, tidak ada benjoan, tidak nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar. Perkusi; suara
timpani.
8. Genetalia : Pria ; daerah yang perlu diperhatikan adalah gland penis,
batang penis, uretra, dan daerah anus. Wanita ; daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora,
klitoris, introitus vaginalis, dan serviks. Jika timbul lesi maka harus dicatat jenis, bentuk, ukuran,/luas, warna,
dan keadaan lesi.
9. Ekstremitas : tidak ada luka dan spasme otot.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium untuk HIV/AIDS dibagi atas tiga kelompok :
1. Pembuktian adanya antibody (Ab) atau antigen (Ag) HIV
HIV terdiri dari selubung, kapsid dan inti. Masing-masing terdiri dari protein yang bersifat sebagai antigen dan
menimbulkan pembentukan antibodi dalam tubuh yang terinfeksi. Jenis antibody yang penting untuk diagnostic
diantaranya adalah antibody gp41, gp40, dan p24.
Teknik pemeriksaan adalah sebagai berikut :
a. Tes untuk menguji Ab HIV : terdapat berbagai macam cara yaitu ELISA, Western Blot, RIPA dan IFA.
b. Tes untuk menguji Aantigen HIV dapat dengan cara pembiakan virus, antigen P24 dan PCR.
2. Pemeriksaan status imunitas
Pada pasien AIDS dapat ditemui anemia leukopenia/limfopenia, trombositopenia dan dysplasia sumsum tulang
normo atau hiperselular. Tes kulit DHT (Delayed Type Hypersensitiviti) untuk tuberculin dan candida yang
hasilnya negative atau energy menunjukan kegagalan imunitas selular. Dapat terjadi poliklonal hypergamma
globulinemia yang menunjukan adanya rangsangan terhadap sel B untuk membentuk imunitas humoral.
3. Pemeriksaan terhadap infeksi oportunistik dan keganasan
Infeksi oportunistik atau kanker sekkunder yang ada pada pasien AIDS diperiksa sesuai dengan metoda
diagnostik penyakitnya masing- masing. Misalnya pemeriksaan makroskopik untuk kandidiasis, PCP, TBC
Paru dll. Adapun pemeriksaan penunjang lain seperti aboraturium rutin, serologis, radiologis, USG, CTScan,
bronkoskopi, pembiakan, histopatologis dll.
Pengkajian Spiritual dan Pengkajian Kultural dengan long term care

” Assalamualaikum wr.wb kami dari kelompok 4 HIV akan mempraktekkan pengkajian


spiritual dan pengkajian kultural dengan long term care. Yang beranggotakan dari A
perawat 1, B sebagai perawat 2, C sebagai perawat 3, D sebagai perawat 4 , E sebagai
perawat 5, F sebagai keluarga dan G sebagai pasien ."

Perawat 1 : "assalamualaikum pak”

Pasien : "waalaikumussalam sus"

Perawat 1 :"perkenalkan saya perawat A, saya perawat disini saya shift pagi pak. Sebelumnya
benar dengan bapak Y?"

Pasien : “iya benar sus”

Perawat : "berumur 40 tahun?"

Pasien : "iya sus"

Perawat 1 : "boleh saya lihat identitas nya dulu pak?"

Pasien : : "boleh silahkan sus"

Perawat 1 : "permisi ya pak, umur bapak 40 tahun ya , agama islam . Begini bapak tujuan
saya kesini untuk menanyakan keaadan spiritual dan kultural pada bapak yang alami dalam
kondisi saat ini. Nanti saya akan bertanya-tanya kepada bapak apakah bapak bersedia ?”

Pasien : “iya sus”

Perawat 1 : “mungkin mebutuhkan waktu 10 sampai 15 menit pak”

Pasien : “iya sus tidak masalah”


Perawat 1 : “apakah ada pertanyaan kepada saya pak”

Pasien : “tidak ada sus”

Perawat 1: “apakah ada gejala flu atau demam pada bapak untuk saat ini “

Pasien : “ 5 hari yang lalu ada sus demam dan untuk sekarang tidak ada sus , sudah baik-baik
saja”

Perawat 1: “baik pak sudah di anjurkan minum obat yang rutin ya pak”

Pasien : “iya sus sudah”

Menutup tirai dan mencuci tangan dengan anti septik

Perawat 2 : “baik bapak seperti yang sudah jelaskan tadi saya melakukan beberapa
pertanyaan kepada bapak yang ingin saya tanyakan kepada bapak sesuai dengan agama bapak
agama islam yaitu bagaimana bapak menilai keadaan kondisi saat ini ? ”

Pasien:”saya merasa dan berpikir bahwa ini sebuah teguran dan ujian dari allah kepada saya
atas kesalahan yang khilaf saya lakukan dulu”

Perawat 2: “baik jadi ini bapak berpikir bahwa ini ujian dari allah untuk bapak ya, kemudian
bagaimana sikap bapak melalui ujian ini ”

Pasien : “iya sus pada sakit ini memang ibadah harus dilakukan dan wajib setiap waktu agar
saya di permudahkan dalam ujian sakit ini sus”

Perawat 2: “baik bapak jadi bapak sudah punya pandangan yang baik buat melewati penyakit
ini dan bapak jadikan ini hal yang positif dan usaha- usaha yang baik agar cepat melewati
penyakit ini dengan baik”

Perawat 2: “dan kemudian apakah bapak sebelum penyakit ini menimpa bapak apakah bapak
terlibat aktif dalam keagamaan di masyarakat seperti pengajian atau pengurus masjid seperti
itu”

Pasien : sebelum saya terkena penyakit ini saya rutin pengajian di masjid juga di rumah-
rumah tetangga dan setelah saya terkena penyakit ini saya jarang datang dan hampir tidak
pernah karena saya di rawat di rumah sakit

Perawat 2: “jadi yang rutin yang pengajian ya , dan untuk sholat nya apakah bapak rajin
sholat 5 waktu”

Pasien : “iya sus saya rajin sholat 5 waktu”

Perawat 2: “apakah ada ibadah lain yang sering di lakukan”

Pasien: “ada sus seperti sholat dhuha tetapi saya tidak sering dan baca al-qur’an”

Perawat 2: “baik itu saja ya ibadah yang sering bapak lakukan”, dan yang terakhir kami dari
petugas Kesehatan kira-kira apa yang harus kami lakukan untuk membantu bapak saat di
rumah sakit misalnya perubahan dalam keagaman dan memaknai hidup bapak apa ada
perubahan ”

Pasien: “selama saya sakit saya ibadah cuma di atas betres dan saya masih bingung dengan
tata cara sholatnya dan wudhu nya sebelum sakit saya biasa ibadah dengan berdiri sus jadi
banyak perubahannya”

Perawat 2 : “baik bapak mungkin kami nanti bisa membantu bapak agar bisa sholat seperti
sebelumnya agar bapak lebih yakin beribadah. Seperti bapak sholatnya masih dalam keadaan
tidur nanti akan di jelaskan lebih lanjut”, “apakah bapak perlu di datangkan kerohanian”.

Pasien : “iya sus perlu”

Perawat 2: baik bapak jika perlu nanti saya koordinasikan lebih lanjut dan bapak nanti jika
ada kerohanian bisa bertanya tentang ibadah yang baik seperti apa saat di tempat tidur dan
berwudhu seperti apa yang baik jika tidak ada air jadi bapak bisa bertanya senyaman hati
bapak.
Perawat 3 & 4: “Assalamualaikum”

Ibu/bapak/pasien: “waalaikumussalam”

Perawat 3: “bagaimana keadannya pak?”

Pasien: “alhamdulillah sus, saya merasa baikan”

Perawat 3: “alhamdulillah pak, bapak juga terlihat lebih segar ya sekarang”. keluarga Tn. S
sudah berkumpul ya. Kalo begitu bagaimana kalo kita berbincang-bincang sebentar?”

Ibu: “oh iya sus, boleh”

Perawat 3: “Tempatnya mau dimana?”

Bapak: “ di ruang keperawatan saja ya sus”

Perawat 3: “mau berapa lama kita berbincang-bincang?”

Bapak: “gimana kalo seberesnya saja ya sus”

Perawat 3: “baik, mari kita pergi ke depan”

Perawat 4: “Ibu/bapak, apakah sudah siap? sekarang saya akan mulai menjelasakan ya
bu/pak”

Ibu/bapak: “iya sus”

Perawat 4: “ibu bapak, mohon maaf sebelumnya kan anak ibu dan bapak terkena penyakit
HIV/AIDS ya, ibu/bapak sudah tau belum apa itu HIV/AIDS?”
Ibu & Bapak: “saya kurang tau sus”

Perawat 4: “kalo begitu saya akan jelaskan ya, jadi HIV adalah virus yang menyerang dan
merusak sistem kekebalan tubuh sehingga bila sistem tubuh kita suda lemah atau rusak, kita
akan mudah terserang penyakit. Sedangkan AIDS itu sendiri adalah sekumpulan gejala yang
disebabkan oleh berkurangnya sistem kekebalan tubuh tadi. Nah seperti itu apa ibu dan bapak
paham?”

Ibu: “sudah sus, sus apakah benar penyakit HIV AIDS itu bisa menular?

Perawat 3: “benar bu, saya jelaskan ya. HIV hanya bisa hidup di dalam cairan tubuh seperti
darah, cairan vagina, cairan sperma, dan ASI. Penularan HIV bisa melalui hubungan seks
dengan orang yang positif HIV aids, bergonta ganti pasangan, penggunaan jarum suntik
secara bersamaan, dan ibu yang posistif hiv kepada bayinya. HIV AIDS tidak menular
dengan bersalaman, berpelukan, makan bersama, dan tinggal bersama, jadi ibu dan bapak
tidak perlu khawatir. Ibu / Bapak: “iya sus”

Perawat 4: “sekarang saya lanjutkan yaaaa, ibu dan bapak harus terus memberikan dukungan
kepada anak bapak, jangan biarkan anak bapak menghadapi masalah ini sendiri. Terus
berinteraksi dengannya, jangan membedakan dia hanya karena penyakitnya sekarang, jangan
menjauhinya karena itu akan membuat mereka merasa malu, minder dan merasa tidak
berguna lagi dalam masyarakat, ajak dia untuk bersosialiasasi dengan lingkungannya seperti
sediakala”.

Ibu/ Bapak: “baik sus”

Perawat 3: “sampai sini apakah ibu dan bapak mengerti?”

Bapak: “iya sus, kami paham”

Perawat 3: “kalau begitu, boleh gak saya bertanya kepada bapak dan ibu mengenai apa yang
telah saya jelaskan”

Ibu/ Bapak: “boleh sus”


Perawat 3: “nah bisa ibu atau bapak sebutkan lagi, lewat apa saja HIV bisa ditularkan?”

Ibu: “lewat darah, sperma, cairan vagina, dan ASI sus”

Perawat 3: “wah! Iya betul sekali, ternyata ibu dan bapak sudah paham. Jadi, saya harap ibu
dan bapak jangan sampai mengucilkan Ny. N serta selalu berikan motivasi. Apakah sampai
sini ada yang ditanyakan ?

Ibu/ Bapak: “sudah cukup sus”

Perawat 3: “baik kalau begitu. kami pamit, terima kasih atas kerja samanya jika perlu apa-apa
silahkan pencet bel yang ada di sebelah tempat tidur atau bisa panggil perawat di ruangan
perawat ya”

Anda mungkin juga menyukai