Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

KEKERASAN SEKSUAL
(SEXUAL ABUSE ): KORBAN PERKOSAAN

Kelompok 5 (A 2020 2)
NAMA-NAMA ANGGOTA KELOMPOK

Angelina Victoria S. (2011114356) Nurhidayah (2011125780)

Diva Adesyahpuri (2011126068) Pingkan Deni P. (2011113562)

Ella Biisnilla (2011114359) Salsabila Zumari P. (2011126132)

Fitrah Salam (2011125084) Sulistyawati (2011114361)

Khairatul Husnia (2011116723) Tri Liana P. (2011125781)

Nabiela Aswaty (2011125083) Vivi Maisantri (2011114587)


Kekerasan seksual (sexual abuse),
adalah perilaku seksual secara
fisik maupun non fisik oleh orang
yang lebih tua atau memiliki
kekuasaan terhadap korban,
bertujuan untuk memuaskan
hasrat seksual pelakunya.
ETIOLOGI
Menurut Townsend (1998) faktor predisposisi yang berperan dalam pola penganiayaan anak (sexual
abuse), sebagai berikut:

01 Teori biologis, terdiri dari:


a. Pengaruh neurofisiologis
b. Pengaruh biokimia
c. Pengaruh genetika
d. Kelainan otak

02 Teori psikologis, terdiri dari: a. Teori psikoanalitik


b. Teori pembelajaran

03 Teori sosiokultural (pengaruh sosial)


ETIOLOGI
Menurut Yosep (2011) faktor-faktor yang dapat mencetuskan (presipitasi) perilaku kekerasan sebagai
berikut:

• Ekspresi diri : ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas, seperti dalam sebuah konser,
penonton sepak bola, geng sekolah, dan perkelahian massal.

• Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

• Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga, tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah, dan cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

• Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang
yang dewasa.

• Adanya riwayat perilaku anti sosial, meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme, sertatidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
Manifestasi Klinis
Menurut Yosep (2011) mengemukakan bahwa manifestasi klinis perilaku
kekerasan, sebagai berikut:

1. Fisik gejalanya, terdiri dari: Muka merah dan tegang, Mata melotot/pandangan tajam, Tangan
mengepal, Rahang mengatup, Postur tubuh kaku, Jalan mondar-mandir.

2. Verbal gejalanya, terdiri dari: Bicara kasar, Suara tinggi, membentak atau berteriak,
Mengancam secara verbal atau fisik, Mengumpat dengan kata-kata kotor, Suara keras, Ketus.
3. Perilaku gejalanya, terdiri dari: Melempar atau memukul benda/orang lain, Menyerang orang
lain, Melukai diri sendiri/orang lain, Merusak lingkungan, Amuk/agresif,

4. Emosi gejalanya, terdiri dari: Tidak adekuat, Tidak aman dan nyaman, Rasa terganggu, dendam,
dan jengkel, Tidak berdaya, Bermusuhan, Mengamuk dan ingin berkelahi, Menyalahkan dan
menuntut
5. Intelektual gejalanya, terdiri dari: Mendominasi, Cerewet, Kasar, Berdebat, Meremehkan,
Sarkasme.

6. Spiritual gejalanya, terdiri dari: Merasa diri berkuasa, Merasa diri benar, Mengkritik pendapat
orang lain, Menyinggung perasaan orang lain, Tidak peduli, Kasar.

7. Sosial gejalanya, terdiri dari: Menarik diri, Pengasingan, Penolakan, Kekerasan, Ejekan, Sindiran.

8. Perhatian gejalanya, terdiri dari: Bolos, Mencuri, Melarikan diri, Penyimpangan seksual.
PATOFISIOLOGI
○ Tahap awal
Pelaku membuat korban merasa nyaman dengan menyakinkan bahwa, yang
dilakukannya tidak salah secara moral. Pelaku mencoba menyentuh sisi kebutuhan anak
akan kasih sayang dan perhatian, penerimaan dari orang lain, serta mencoba
menyamakannya dengan permainan dan menjanjikan imbalan material yang
menyenangkan. Pelaku dapat mengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa
secara kasar.
○ Tahap kedua
Perilaku yang terjadi bisa saja hanya berupa mengintip sampai perilaku yang intensitasnya
berat, yaitu memakasa anak untuk melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut,
pelaku mengancam korban agar merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.
○ Tahap ketiga
Tahapan korban mau menceritakan pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan
korban merahasiakan pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya
kepada orang yang mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia merasa aman.
PATHWAY
Klasifikasi Kekerasan Seksual

Klasifikasi dari sexual abuse menurut Suda (2006), sebagai berikut:

Pemerkosaan Kekerasan seksual Kekerasan seksual


terhadap anak-anak terhadap pasangan
Jenis-jenis kekerasan seksual berdasarkan pelakunya (Tower, 2002 dalam
Maria, 2008), adalah:

2. Kekerasan yang
1. Kekerasan yang
dilakukan oleh orang
dilakukan oleh
lain di luar anggota
anggota keluarga
keluarga
Batasan Karakteristik Kekerasan
Seksual (Sexual Abuse): Perkosaan
1. Fase akut, sebagai berikut:
a) Respons somatik, terdiri dari:
- Peka rangsang gastrointestinal, seperti mual, muntah, dan anoreksia.
- Ketidaknyamanan genitourinarius, seperti nyeri dan pruritus.
- Ketegangan otot-otot rangka, seperti spasme dan nyeri.

b) Respons psikologi, terdiri dari:


- Menyangkal.
- Syok emosional.
- Marah.
- Takut akan mengalami kesepian, atau pemerkosaan kembali.
- Rasa bersalah.
- Panik melihat pemerkosa atau adegan penyerangan.
Batasan Karakteristik Kekerasan
Seksual (Sexual Abuse): Perkosaan

c) Respons seksual, terdiri dari:


- Tidak percaya pada laki-laki.
- Perubahan dalam perilaku seksual.

2. Fase jangka panjang


Setiap respons pada fase akut dapat berlanjut jika tidak pernah terjadi
resolusi. Pada fase ini terdapat respons psikologis, terdiri dari:
- Fobia.
- Mimpi buruk atau gangguan tidur.
- Ansietas.
- Depresi.
Permasalahan -permasalahan Kek erasan
Seksual (Sexual Abuse): Korban Perkosaan

Panic attack Perilaku menghindar Depresi


(serangan panik) mengembangkan perasaan-perasaan yang tidak
Menghindari hal-hal yang dapat benar, perasaan bersalah, menyalahkan diri sendiri,
Gejala fisik, meliputi jantung berdebar-debar, mengingatkan penderita pada dan merasa bahwa peristiwa yang dialaminya
berkeringat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit kejadian traumatis adalah merupakan kesalahannya, walaupun semua
perut, pusing, merasa kedinginan, badan panas, dan
itu tidak benar.
mati rasa.

Membunuh pikiran dan Merasa disisihkan dan Merasa tidak percaya


perasaan sendiri dan dikhianati
Kadang-kadang orang yang Penderita susah untuk percaya penderita mungkin kehilangan
depresi berat merasa bahwa bahwa orang lain dapat kepercayaan dengan orang lain dan
kehidupannya sudah tidak memahami yang telah dialami. merasa dikhianati atau ditipu oleh
berharga. dunia, nasib, atau oleh Tuhan.
Permasalahan -permasalahan Kek erasan
Seksual (Sexual Abuse): Korban Perkosaan

Mudah marah Gangguan yang berarti Persepsi dan


dalam kehidupan kepercayaan yang aneh
Khususnya ketika penderita merasa tersakiti, marah
adalah suatu reaksi yang wajar dan dapat
sehari-hari Adakalanya seseorang yang telah mengalami
dibenarkan. Kemarahan yang berlebihan dapat trauma yang menjengkelkan, seringkali untuk
Penderita mungkin kehilangan
mempengaruhi proses penyembuhan, serta dapat mengembangkan ide atau persepsi yang
kemampuannya dalam
menghambat penderita untuk berinteraksi dengan aneh misalnya percaya bahwa dia bisa
berkonsentrasi dan melakukan
orang lain di rumah dan tempat terapi. berkomunikasi atau melihat orang-orang yang
tugasnya di sekolah. Bantuan
sudah meninggal.
perawatan pada penderita
sangat penting agar
permasalahan tidak
berkembang lebih lanjut
Perilaku Anak-anak dan Remaja yang
Mengalami Trauma Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Tindakan yang
Reaksi Ketika Sedang
Usia Korban Akibat yang Normal Ditangani oleh Tenaga
Stress
Profesional
1-5 tahun Menghisap jempol, mengompol,
Keinginan menyendiri secara
dan kurang Menangis tidak terkontrol.
berlebihan.
dapat mengontrol diri.
Tidak mengenal waktu dan ingin Gemetaran karena ketakutan Tidak ada respon terhadap
menunjukkan kemandirian. dan tidak bisa bergerak. perhatian khusus.
Takut gelap atau binatang,
sehingga merasa terteror di Berlarian ketakutan tanpa arah.
malam hari.
Tidak mau lepas dari pegangan Terlalu ketakutan dan tidak mau
orang tua. ditinggal sendirian.
Perilaku Anak-anak dan Remaja yang
Mengalami Trauma Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Tindakan yang
Reaksi Ketika Sedang
Usia Korban Akibat yang Normal Ditangani oleh Tenaga
Stress
Profesional
Perilaku agresif (kembali
Rasa ingin tahu dan
menghisap jari atau mengompol
eksploratif.
lagi).
Tidak dapat menahan kencing Amat sensitif dengan suara dan
maupun buang air besar. cuaca.

Kesulitan bicara. Bingung dan panik.

Perubahan selera makan. Sulit makan.


Perilaku Anak-anak dan Remaja yang
Mengalami Trauma Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Tindakan yang
Reaksi Ketika Sedang
Usia Korban Akibat yang Normal Ditangani oleh
Stress
Tenaga Profesional
5-11 tahun Perilaku regresif yang jelas
Rasa gelisah dan ketakutan. terlihat (menjadi lebih kekanak-
kanakan).

Mengeluh. Gangguan tidur.

Senang menempel kepada orang


Ketakutan akan cuaca.
tua atau yang dianggap dekat.
Pusing, mual, serta timbul
Pertanyaan yang agresif. masalah penglihatan dan
pendengaran.
Perilaku Anak-anak dan Remaja yang
Mengalami Trauma Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Tindakan yang
Reaksi Ketika Sedang
Usia Korban Akibat yang Normal Ditangani oleh
Stress
Tenaga Profesional
Berkompetisi dengan
sebayanya/saudaranya untuk
Ketakutan yang tidak beralasan.
mencari perhatian orang
tua/guru.
Menolak untuk masuk sekolah,
Menghindar atau malas ke
tidak bisa konsentrasi, dan
sekolah.
senang berkelahi.
Tidak dapat beraktivitas dengan
Mimpi buruk dan takut gelap
baik.

Menyendiri dari teman-teman


Perilaku Anak-anak dan Remaja yang
Mengalami Trauma Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Tindakan yang
Reaksi Ketika Sedang
Usia Korban Akibat yang Normal Ditangani oleh
Stress
Tenaga Profesional
Remaja awal Disorientasi dan lupa
Gangguan tidur. Menarik diri dan menyendiri.
(11-14 tahun) terhadap sesuatu.

Depresi, kesedihan, dan Depresi berat dan tidak mau


Tidak ada nafsu makan.
membayangkan bunuh diri. ketemu orang.
Menjadi pemberontak di rumah
Memakai obat-obatan
atau tidak mau mengerjakan Perilaku agresif.
terlarang.
tugasnya.
Permasalahan kesehatan (seperti
Tidak bisa merawat dirinya
kulit, buang air besar, pegal- Depresi.
(makan, minum, dan mandi).
pegal, dan pusing).
Perilaku Anak-anak dan Remaja yang
Mengalami Trauma Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Tindakan yang
Reaksi Ketika Sedang
Usia Korban Akibat yang Normal Ditangani oleh
Stress
Tenaga Profesional
Remaja Masalah psikosomatis (gatal, sulit
buang air besar, dan asma). Bingung.
(14-18 tahun)

Halusinasi, serta ketakutan


Pusing/perasaan tertekan. Menarik diri dan menyendiri. akan membunuh diri sendiri
atau orang lain.
Perilaku antisosial (mencuri, Tidak dapat memutuskan
Gangguan selera makan dan
agresif, dan mencari perhatian hal-hal yang paling mudah
tidur.
dengan bertingkah) sekalipun.
Perilaku Anak-anak dan Remaja yang
Mengalami Trauma Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Tindakan yang
Reaksi Ketika Sedang
Usia Korban Akibat yang Normal Ditangani oleh
Stress
Tenaga Profesional
Mulai mengidentifikasikan diri
Menarik diri dan tidur terlalu
dengan kawan sebaya, ingin Terlalu terobsesi/dikuasai
pulas atau ketakutan di waktu
menyendiri dengan menghindar oleh satu pikiran.
malam.
dari acara keluarga.

Protes dan apatis. Depresi.

Perilaku yang tidak bertanggung


jawab dan tidak bisa
berkonsentrasi.
Beban Psikologis dan Kesehatan Fisik
Kekerasan Seksual (Sexual Abuse): Korban
Perkosaan
Beban Psikologis

• Menyalahkan diri sendiri :


- Menyalahkan diri karena perilaku: menganggap ada yang salah dalam tindakan mereka sehingga
akhirnya mengalami tindakan pemerkosaan. Mereka akan terus merasa untuk seharusnya
berperilaku berbeda, sehingga tidak diperkosa.
- Menyalahkan diri sendiri: Mereka merasa ada sesuatu yang salah di dalam diri mereka sendiri,
sehingga pantas mendapatkan perlakuan kasar.

• Bunuh diri: Kondisi stress pasca trauma membuat korban pemerkosaan lebih berisiko untuk memutuskan
bunuh diri, yang dipicu oleh rasa malu dan merasa tidak berharga.

• Kriminalisasi: Pada budaya dan kelompok masyarakat tertentu, korban pemerkosaan dapat menjadi
korban untuk kedua kalinya karena dianggap telah berdosa dan tidak layak hidup. Mereka diasingkan
dari masyarakat, tidak diperbolehkan menikah, atau diceraikan jika telah menikah. Dalam kelompok
masyarakat lain, kriminalisasi pun dapat terjadi ketika korban disalahkan, karena dianggap perilaku atau
cara berpakaiannya yang menjadi penyebab diperkosa.
Beban Psikologis dan Kesehatan Fisik
Kekerasan Seksual (Sexual Abuse): Korban
Perkosaan
Beban Fisik

• Penyakit menular seksual (PMS): Penetrasi vagina yang dipaksakan membuat terjadinya luka yang
membuat virus dapat masuk melalui mukosa vagina. Kondisi ini lebih rawan terjadi pada anak atau
remaja yang lapisan mukosa vaginanya belum terbentuk dengan kuat.
• Peradangan pada vagina (vaginitis)
• Infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus
• Gangguan hasrat seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire disorder/HSDD): Keengganan esktrem
untuk berhubungan seksual atau justru menghindari semua atau hampir semua kontak seksual.
• Nyeri saat berhubungan seksual (dyspareunia)
• Vaginismus
• Infeksi kantong kemih
• Nyeri panggul kronis
• Kehamilan yang tidak diinginkan
Penatalaksanaan Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan

Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis, untuk


menurunkan trauma dan emosional pasien, serta mengumpulkan bukti yang ada
untuk tindakan legal. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh korban
perkosaan, sebagai berikut:
• Hormati privasi dan sensitivitas pasien, bersikap baik, dan memberikan
dukungan
• Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami
• Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasaan
• Jangan tinggalkan pasien sendiri.
Penatalaksanaan Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse ): Korban Perkosaan
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan oleh korban perkosaan:

2. Psikoterapi
Menurut Suda (2006), beberapa model program
1. Farmakoterapi konseling yang dapat diberikan kepada korban
Terapi obat dengan anti depresan pada gangguan yang mengalami sexual abuse sebagai berikut:
stress pasca traumatik. Obat yang biasa - The dynamics of sexual abuse: difokuskan pada
digunakan adalah benzodiazepin, litium, pengambangan konsepsi, dengan kasus tersebut
camcolit, dan zat pemblok beta, seperti kesalahan dan tanggung jawab berada pada
propranolol, klonidin, dan karbamazepin. Obat pelaku bukan pada korban dan korban dijamin
tersebut biasanya diresepkan sebagai obat yang tidak disalahkan meskipun telah terjadi kontak
sudah diberikan sejak lama yang dilanjutkan seksual.
sesuai programnya, dengan pengecualian, yaitu - Protective behaviors counseling: dilatih
benzodiazepine: estazolam 0,5-1 mg/os, menguasai keterampilan mengurangi kerentannya
oksanazepam 10-30 mg/os, diazepam (valium) 5- sesuai dengan usia.
10 mg/os, klonazepam 0,25-0,5 mg/os, dan - Survivor or self-esteem counseling: menyadarkan
lorazepam 1- 2 mg/os (Kaplan et al, 1997). korban bahwa sebenarnya bukanlah korban,
melainkan orang yang mampu bertahan (survivor)
dalam menghadapi masalah sexual abuse.
Asuhan Keperawatan
Kasus Kekerasan Seksual
(Sexual Abuse): Korban
Perkosaan
Pengkajian
• Aktivitas atau istirahat, terdiri dari:
• Identitas klien, terdiri dari nama, alamat, umur, pekerjaan, a. Tidak dapat tidur.
status perkawinan, agama, tanggal masuk, diagnosa, dan b. Tidur berlebihan.
tanggal didata. c. Mimpi buruk.
d. Berjalan saat tidur.
• Riwayat kesehatan, terdiri dari riwayat kesehatan sekarang, e. Tidur di tempat yang asing.
riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat kesehatan dahulu. f. Keletihan.

• Pemeriksaan fisik, terdiri dari: • Integritas ego, terdiri dari:


a. Kepala : keadaan kepala dan rambut. a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri, dan
b. Mata : keadaan palpebra, konjungtiva, sklera, dan meminta ampun karena tindakannya terhadap orang
pupil. tua.
c. Mulut : keadaan tonsil, lidah, dan gigi. b. Harga diri rendah terhadap pelaku atau korban
d. Leher : ada atau tidaknya mengalami pembesaran penganiayaan seksual yang selamat.
kelenjar tiroid. c. Perasaan bersalah, marah, takut, malu, putus asa, dan
e. Dada : jenis pernafasan. tidak berdaya.
f. Abdomen : simetris, edema, lesi, dan bunyi bising d. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku
usus. dari mekanisme pertahanan yang paling dominan
g. Genitalia : keadaan alat genitalia. atau menonjol.
h. Ekstremitas : kegiatan dan aktivitas yang dilakukan. e. Penghindaran pada orang, tempat, objek tertentu,
sikap menunduk, dan takut ketika ada pelaku.
f. Melaporkan faktor stress, misalnya keluarga tidak
bekerja, perubahan finansial, pola hidup.
Pengkajian
• Eliminasi, terdiri dari:
a. Enuresis dan enkopresis. c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta,
b. Infeksi saluran kemih yang berulang. dan kebaikan, serta penyesalan yang dalam setelah
c. Perubahan tonus otot sfingter. penganiayaan seksual terjadi.
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang
• Makan dan minum, terdiri dari: buruk, keterampilan koping terbatas, dan kurang
a. Sering muntah. empati terhadap orang lain.
b. Perubahan selera makan (anoreksia). e. Menghisap jempol dan gelisah.
f. Manifestasi psikiatrik misalnya fenomena disosiatif
• Kebersihan, terdiri dari: seperti kepribadian ganda dan gangguan kepribadian
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan ambang.
kondisi cuaca atau tidak adekuat memberi g. Adanya defisit neurologis atau kerusakaan SSP tanpa
perlindungan. tanda-tanda cedera eksternal.
b. Mandi yang berlebihan atau ansietas.
c. Penampilan kotor atau tidak terpelihara. • Nyeri atau ketidaknyamanan, terdiri dari:
a. Bergantung pada cedera atau bentuk penganiayaan
• Neurosensori, terdiri dari: seksual.
a. Perilaku ekstrem, misalnya tingkah laku sangat b. Berbagai keluhan somatik misalnya nyeri perut, nyeri
agresif atau menuntut, sangat amuk atau pasivitas, panggul kronis, spastik kolon, dan sakit kepala.
menarik diri.
b. Status mental, misalnya,periode amnesia, pikiran
tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi, kesulitan
membuat keputusan, serta afek tidak sesuai seperti
sangat waspada, cemas dan depresi.
Pengkajian
• Seksualitas, terdiri dari:
a. Perubahan kewaspadaan atau aktivitas seksual,
meliputi masturbasi kompulsif, permainan seks
• Keamanan, terdiri dari: dewasa sebelum waktunya, kecenderungan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, mengulang atau melakukan kembali pengalaman
terbakar seperti tersiram air panas dan rokok, ada inses, kecurigaan yang berlebihan tentang seks,
bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang serta secara seksual menganiaya anak lain
tidak wajar, ruam atau gatal di area genital, fisura b. Perdarahan vagina, laserasi himen linier, dan
anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, serta mukosa berlendir.
perubahan tonus sfingter. c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital, dan kehamilan
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, terutama pada anak.
serta fraktur atau cedera internal.
c. Perilaku mencederai diri sendiri seperti bunuh diri • Interaksi sosial, terdiri dari:
dan keterlibatan dalam aktivitas dengan risiko a. Menarik diri dari rumah.
tinggi. b. Pola interaksi dalam keluarga secara verbal
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia dan tidak ada kurang responsif.
perhatian yang dapat menghindari bahaya di dalam c. Peningkatan penggunaan perintah langsung dan
rumah. pernyataan kritik.
d. Penurunan penghargaan atau pengakuan verbal.
e. Merasa rendah diri.
f. Pencapaian prestasi di sekolah menurun.
Diagnosa
Keperawatan
• Koping individu tidak efektif b.d kelainan fungsi dari
• Sindrom trauma perkosaan b.d menjadi korban sistem keluarga dan perkembangan ego yang
perkosaan seksual yang dilakukan dengan terlambat, serta penganiayaan dan pengabaian anak.
menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan
keinginan dan persetujuan pribadi seseorang. • Gangguan pola tidur b.d ansietas dan hiperaktif.

• Ketidakberdayaan b.d harga diri rendah. • Koping defensif b.d harga diri rendah, kurang umpan
balik, dan umpan balik negatif berulang yang
• Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d mengakibatkan penurunan makna diri
pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan
oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cedera dengan • Koping keluarga tidak efektif b.d perasaan bersalah
tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi yang berlebihan, marah, serta saling menyalahkan
dalam waktu lama. diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak
dan kepenatan orang tua karena menghadapi anak
• Ansietas sedang sampai berat b.d ancaman konsep dengan gangguan dalam jangka waktu lama.
diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi sistem
keluarga, serta hubungan antara orang tua dan anak • Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis,
yang tidak memuaskan. perawatan diri, dan kebutuhan terapi b.d kurang
sumber informasi dan interpretasi yang salah tentang
informasi.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Sindrom trauma perkosaan Setelah dilakukan tindakan 1. Menghubungkan 1. Pasien yang telah
b.d menjadi korban keperawatan selama…..x24 pentingnya diperkosa secara
perkosaan seksual yang jam diharapkan sindrom mengkomunikasikan seksual takut
dilakukan dengan trauma pasien teratasi. empat ucapan berikut ini terhadap
menggunakan kekuatan dan Dengan kriteria hasil: pada pasien: kehidupannya dan
berlawanan dengan Tujuan jangka pendek: luka • Saya prihatin hal ini terjadi harus diyakinkan
keinginan dan persetujuan fisik korban akan sembuh padamu, anda aman disini, kembali
pribadi seseorang. tanpa komplikasi. saya senang anda hidup, keamanannya.
Tujuan jangka panjang: dan anda tidak bersalah. 2. Pasien juga sangat
pasien akan mengalami • Anda adalah korban. ragu-ragu dengan
resolusi berduka yang sehat, • Ini bukan kesalahan anda. dirinya, menyalahkan
memulai proses • Apapun keputusan yang diri sendiri,
penyembuhan psikologis. Anda buat pada saat pernyataan-
pengorbanan adalah hak pernyataan ini
seseorang karena anda membangkitkan rasa
hidup. percaya secara
Jelaskan setiap prosedur bertahap, dan
pengkajian yang akan memvalidasi harga
dilakukan dan alasan untuk diri pasien tersebut.
dilakukan. Pastikan bahwa Untuk menurunkan
pengumpulan data dilakukan ansietas dan
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

2. Jelaskan setiap prosedur 3. Untuk menurunkan


pengkajian yang akan ansietas dan
dilakukan dan alasan meningkatkan rasa
untuk dilakukan. percaya.
3. Pastikan bahwa pasien 4. Penambahan orang
memiliki privasi yang dalam
adekuat untuk semua lingkungannya dapat
intervensi-intervensi meningkatkan
segera pasca krisis. perasaan rentan dan
4. Dorong pasien untuk ansietas.
menghitung jumlah 5. Mendengarkan
serangan kekerasan dengan tidak
seksual. Dengarkan, tetapi menghakimi,
tidak menyelidiki. memberikan
5. Diskusikan dengan pasien, kesempatan untuk
orang yang dapat katarsis bahwa
dihubungi untuk pasien perlu
memberikan dukungan memulai pemulihan.
atau bantuan.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Ketidakberdayaan b.d harga Setelah dilakukan tindakan 1. Bentuk hubungan 1. Kejujuran,


diri rendah. keperawatan…..x 24 jam kepercayaan dengan ketersediaan, dan
klien dapat melakukan pasien. Bersikap jujur, penerimaan
aktivitas secara mandiri. konsisten di dalam meningkatkan
Dengan kriteria hasil: berespons dan bersedia. kepercayaan pada
Tujuan jangka pendek: Tunjukkan rasa hormat hubungan pasien
pasien mengenali dan yang positif dan tulus. dengan staff atau
menyatakan secara verbal 2. Sediakan aktivitas- perawat.
pilihan-pilihan yang aktivitas yang diarahkan 2. Tegangan dan
tersedia. pada penurunan ansietas
Tujuan jangka panjang: tegangan dan dilepaskan dengan
pasien memperlihatkan pengurangan ansietas, aman dan dengan
kontrol situasi kehidupan misalnya berjalan atau manfaat bagi
dengan membuat jogging, bermain bola pasien melalui
keputusan tentang yang voli, latihan dengan aktivitas-aktivitas
harus dilakukan. musik, pekerjaan rumah fisik.
Berkenalan dengan hidup tangga, serta
bersama siklus kekerasan permainan-permainan
seksual, dimensi waktu kelompok.
ditentukan secara individual
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

3. Anjurkan pasien untuk 3. Pasien cemas


mengidentifikasi sering menolak
perasaan-perasaan yang hubungan antara
sebenarnya dan untuk masalah-masalah
mengenali sensori emosi dengan
perasaan-perasaan ansietas yang
tersebut padanya. mereka rasakan.
4. Perawat harus 4. Ansietas dengan
mempertahankan mudah dapat
suasana tenang. menular pada
5. Tawarkan bantuan pada orang lain.
waktu-waktu terjadi 5. Keamanan pasien
peningkatan ansietas. adalah prioritas
Pastikan kembali akan keperawatan.
keselamatan fisik dan
fisiologis.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

6. Penggunaan sentuhan 6. Ansietas dapat


menyenangkan bagi membantu
beberapa pasien. mengembangkan
penggunaannya. kecurigaan pada
7. Dengan berkurangnya beberapa individu
ansietas, temani pasien yang dapat salah
untuk mengetahui menafsirkan
peristiwa-peristiwa sentuhan sebagai
tertentu yang mendahului suatu agresi.
serangannya. 7. Rencana tindakan
8. Berikan obat-obatan memberikan pasien
penenang sesuai dengan perasaan aman
yang diperintahkan. Kaji 8. Obat-obatan
untuk keefektifitasannya terhadap ansietas,
dan beri petunjuk kepada misalnya diazepam,
pasien mengenai efek klordiasepoksida,
samping yang memberi dan alprazolam
pengaruh berlawanan memberikan
perasaan lega
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Koping individu tidak efektif Setelah dilakukan…..x24jam 1. Pastikan bahwa 1. Rencana untuk
b.d kelainan fungsi dari sistem diharapkan koping individu sasarannya adalah aktivitas-aktivitas
keluarga dan perkembangan tidak efektif pasien teratasi. realistis. untuk sukses adalah
ego yang terlambat, serta Dengan kriteria hasil: 2. Sampaikan perhatian pasti yang dapat
penganiayaan dan 1. Pasien mengembangkan tanpa syarat pada pasien. meningkatkan harga
pengabaian anak. dan menggunakan 3. Sediakan waktu bersama diri.
keterampilan koping yang pasien, keduanya pada 2. Komunikasi
sesuai dengan umur dan satu ke satu baris dan penerimaan perawat
dapat diterima sosial. pada aktivitas-aktivitas terhadapnya sebagai
2. Pasien mampu kelompok. makhluk hidup yang
menundakan pemuasan 4. Menemani pasien dalam berguna dapat
terhadap keinginannya, mengidentifikasi aspek- meningkatkan harga
tanpa terpaksa untuk aspek positif dalam diri.
menipulasi orang lain. mengembangkan 3. Untuk menyampaikan
3. Pasien mampu rencana-rencana untuk pada pasien bahwa dia
mengekspresikan merubah karakteristik berharga.
kemarahan dengan cara yang dilihatnya sebagai 4. Identifikasi aspek-
yang dapat diterima secara negatif. aspek positif pasien,
sosial. sehingga mempunyai
Pasien mampu koping individu yang
mengungkapkan kemampuan- efektif.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

4. Pasien mampu 5. Bantu pasien untuk 5. Penguatan positif


mengungkapkan mengurangi penggunaan membantu
kemampuan-kemampuan penyangkalan sebagai meningkatkan harga
koping alternatif, yang suatu mekanisme sikap diri dan meningkatkan
dapat diterima secara defensif. penggunaan perilaku-
sosial sesuai dengan gaya 6. Memberi dorongan dan perilaku yang dapat
hidup dari yang dukungan kepada pasien diterima oleh pasien.
direncanakan untuk dalam menghadapi rasa
digunakan sebagai respons takut terhadap 6. Pengakuan dan
terhadap rasa frustasi. kegagalan dengan penguatan positif
mengikuti aktivitas- dapat meningkatkan
aktivitas terapi dan harga diri.
melaksanakan tugas-
tugas baru. Beri
pangakuan tentang kerja
keras yang berhasil dan
penguatan positif bagi
usaha-usaha yang
dilakukan.
Implementasi Evaluasi

Pelaksanaan adalah inisiatif dari Evaluasi adalah hasil yang


rencana tindakan untuk mencapai didapatkan dengan menyebutkan
tujuan yang spesifik. Tahap item-item atau perilaku yang
pelaksanaan dimulai setelah dapat diamati dan dipantau untuk
tindakan disusun dan ditujukan menentukan hasilnya sudah
pada nursing orders untuk tercapai atau belum dalam jangka
membantu pasien mencapai waktu yang telah ditentukan
tujuan yang diharapkan (Doengoes, 2010).
(Nursalam, 2011).
¡Thankyou!
CRÉDITOS: Esta plantilla de presentación fue
creada por Slidesgo, que incluye iconos de
Flaticon, e infografías e imágenes de Freepik

Anda mungkin juga menyukai