Anda di halaman 1dari 49

ASPEK PSIKO, SOSIO KULTURAL DAN

SPIRITUAL SERTA STIGMA PADA ODHA

ARIF SETYO UPOY0


TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami ASPEK PSIKO,
SOSIO KULTURAL DAN SPIRITUAL SERTA STIGMA
PADA ODHA.
ASPEK PSIKOLOGIS
Pengalaman suatu penyakit akan
membangkitkan berbagai perasaan
dan reaksi stres, frustasi, kecemasan,
kemarahan, penyangkalan, rasa malu,
berduka dan ketidakpastian menuju
pada adaptasi terhadap penyakit.
Respons Psikologis terhadap
Penyakit (Kubler Ross, 1974)

• Denial
• Anger
• Bargaining
• Depresi
• Acceptance
• Tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku
pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna
rasional dan dampak emosional dari diagnosa.
• Disebabkan karena ketidaktahuan pasien terhadap sakitnya atau
sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.

DENIAL
• Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien, “saya di sini
istirahat.”
• Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan
memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang
berfungsi sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih
mungkin perkiraan dokter dan perawat yang tidak kompeten.
• Pengingkaran diri yang mencolok tampak menimbulkan
kecemasan, pengingkaran ini merupakan buffer untuk menerima
kenyataan yang sebenarnya.
• Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah
menjadi fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani,
1999).
ANGER
• Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka
fase pertama berubah menjadi kemarahan.
• Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan dengan
marah dan rasa bersalah.
• Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu
yang ada disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada
dirinya sendiri dan timbul penyesalan.
• Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat,
semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak
menuntut, cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar,
menantang, tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah
tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati.
• Jika keluarga mengunjungi maka menunjukkan sikap menolak,
yang mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal ini akan
menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).
BARGAINING
• Setelah marah-marah berlalu, pasien akan
berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak
ada artinya.
• Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai
membina hubungan dengan Tuhan, meminta dan
berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu pasien
menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi
sesuatu yang menimpanya atau berjanji lain jika
dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).
• Selama fase ini pasien sedih/ berkabung
mengesampingkan marah dan pertahanannya serta
mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif.
• Pasien mencoba perilaku baru yang konsisten dengan
keterbatasan baru.
• Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak berdaya,
tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam,
kesepian dan waktu untuk menangis berguna pada
saat ini.
• Perilaku fase ini termasuk mengatakan ketakutan akan
masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga

DREPESI
intensitas depresi tergantung pada makna dan
beratnya penyakit (Netty, 1999).
ACCEPTANCE
• Sesuai dengan berlalunya waktu, pasien
beradapatasi, kepedihan dari yang menyakitkan
berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai
seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya
dan sebagai seorang cacat.
• Pasien mampu bergantung pada orang lain jika perlu
dan tidak membutuhkan dorongan melebihi daya
tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan
atau ketidakadekuatan (Hudak & Gallo, 1996).
Tahapan Reaksi Psikologis Pasien HIV (Grame
Stewart, 1997)

Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai


1. Shock (kaget, Merasa bersalah, marah, Rasa takut, hilang akal,
Goncangan tidak berdaya frustrasi, rasa sedih, susah,

batin) acting out


2. Mengucilkan Merasa cacat dan tidak Khawatir menginfeksi orang

Diri berguna, menutup diri lain, murung


3. Membuka Ingin tahu reaksi orang lain, Penolakan, stres, konfrontasi

status secara pengalihan stres, ingin

Terbatas Dicintai
Tahapan Reaksi Psikologis Pasien HIV
(Grame Stewart, 1997)

Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai


4. mencari orang Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur

lain yang HIV kepercayaan, penguatan, tangan, tidak percaya pada

Positif dukungan social pemegang rahasia dirinya


5. Status khusus Perubahan keterasingan Ketergantungan, dikotomi

menjadi manfaat khusus, kita dan mereka (sesama orang


perbedaan menjadi hal yang dilihat sebagai terinfeksi HIV

istmewa, dibutuhkan oleh dan direspon seperti itu), over


yang lainnya Identification
Tahapan Reaksi Psikologis Pasien HIV
(Grame Stewart, 1997)
Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai
6.Perilaku Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan
Mementingkan kelompok, kepuasan kompensasi yang berlebihan
orang lain memberi dan berbagi,
perasaan sebagi kelompok
7.Penerimaan Integrasi status positif HIV Apatis, sulit berubah.
dengan identitas diri,
keseimbangan antara
kepentingan orang lain
dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan kondisi
Seseorang
ASPEK SOSIAL

Kebutuhan sosial adalah


kebutuhan akan saling
berinteraksi antara manusia yang
satu dengan manusia lainnya
dalam kehidupan bermasyarakat.
Psychosocial Aspects of People Living with
HIV/AIDS (Lenka Fabianova, 2011)

• Fear and loss


• Grief, hopelessness and helplessness
syndrome
• Guilt and self-esteem
• Anxiety disorder and depression
• Denial, anger, aggression and suicide
attempts
PENYEBAB
“Anxiety disorder and depression”
• short and long-term prognosis,
• risk of infection with other diseases,
• risk of infecting other people
• social, professional, familiar and sexual
rejection,
• separation, isolation and physical pain,
• fear from degradation,
• fear of undignified dying and dying in pain,
PENYEBAB
“Anxiety disorder and depression”
• inability to change the circumstances and consequences
of HIV infection
• the inability to ensure optimal health condition,
• failure of the one´s close relatives to deal with the
situation,
• unavailability of appropriate therapeutic procedures,
• loss of privacy and fear of disclosure of information,
• future social and sexual rejection
• sequential failure of vital functions,
• loss of physical and financial independence. (Satir, 2006)
Anxiety disorders are often accompanied
by characteristic somatic, physiological,
and autonomic, biochemical, endocrinal
and behavioural changes.

The fact is that so far there is no possibility to


cure HIV infection, leading to the feeling of
helplessness, loss of personal control, which
may be associated with a resulting depression.
Aspek Psikososial (Stewart, 1997)
• Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang
negatif tentang harga diri pasien.
• Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya
penolakan bekerja dan hidup serumah juga akan berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan. Bagi pasien homoseksual,
penggunaan obat-obat narkotika akan berakibat terhadap
kurungnya dukungan sosial. Hal ini akan memperparah stres
pasien
• Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai
penolakan, marah-marah, tawar menawar, dan depresi
berakibat terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan
pengobatan. Pasien akhirnya mengkonsumsi obat-obat
terlarang untuk menghilangkan stres yang dialami.
Dukungan sosial

• Dukungan emosional, pasien merasa nyaman;


dihargai; dicintai; dan diperhatikan
• Dukungan informasi, meningkatnya pengetahuan
dan penerimaan pasien terhadap sakitnya
• Dukungan material, bantuan / kemudahan akses
dalam pelayanan kesehatan pasien
Cultural Issues

• Meaning of illness and death


• Family or community role in illness
• Value of autonomy
• Communication patterns
• Mistrust of authority/medical systems
ASPEK SPIRITUAL
• Mickley et al (1992) mendefinisikan spiritualitas sebagai suatu
yang multidimensi, yaitu dimensi ekstensial dan dimensia
agama.
• Stoll (1989) menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep
dua dimensi: dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan
atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang
dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan.
Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi
tersebut.
• Hungelman et al (1985) menyebutkan spiritualitas sebagai rasa
keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain,
alam dan dengan kehidupan yang tertinggi.
ASPEK SPIRITUAL
• A situation in which one must face loneliness, loss of control
and death, can lead to spiritual questions and seeking
assistance in the faith. Concepts such as sin, guilt, forgiveness,
reconciliation and tackle, may become subjects of spiritual and
religious discussions. Similar moments become topical for many
HIV positive patients.
• The cause of many emotional and psychic problems is
presented by various infections, difficult situations and difficult
periods of exhaustion. Even greater impact on the HIV positive
person, however, presents the rejection of one´s own family or
friends and one is separated from the society and pushed aside.
• Many people believe that only religious people have
spiritual needs. But non-believers begin to deal with
questions about the meaning of one´s own life exactly
during their illness and when they suffer.
• Everybody needs to find out, that the life has had had and
still have some meaning. Everybody needs to deal with
things, which are hard for him and which are
unchangeable.
• Sometimes the suffering radically changes the actual life
and it often affects moral values of people. (Dobrikova,
2005)
PADA DIMENSI SPIRITUAL
PERTANYAAN
• "Why did he / she die?"
• "Why is this happening to me?"
• "Who will take care of me?"
Respons Adaptif Spiritual (Ronaldson, 2000)
dan (Kauman & Nipan, 2003)

1.  Harapan yang realistis


2.  Tabah dan sabar
3.   Pandai mengambil hikmah
STIGMA PADA ODHA
Penelitian yang dilakukan oleh Kristina (2005) di Kalimantan
Selatan dan Cipto (2006) di Jember Jawa Timur tentang
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan
sikap mengenai stigma pada orang dengan HIV/AIDS
menunjukan bahwa 72% orang yang berpendidikan cukup (SMU)
kurang menerima ODHA dan hanya 5% yang cukup menerima.
Faktor yang berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA
antara lain karena HIV/AIDS dihubungkan dengan perilaku
penyimpangan seperti seks sesama jenis, penggunaan obat
terlarang, seks bebas, serta HIV diakibatkan oleh kesalahan
moral sehingga patut mendapatkan hukuman.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STIGMA

• HIV/AIDS adalah penyakit yang mengancam hidup


• Ketakutan untuk kontak dengan HIV
• Hubungan HIV/AIDS dengan prilaku seperti homoseksual,
IDU, PSk, dll
• ODHA dinilai sebagai penyakit yang dibuat sendiri
• Religi atau kepercayaan yang menyamakan HIV/AIDS
dengan kesalahan moral, seperti penyimpangan seks yang
pantas mendapat hukuman.
• Status social ekonomi, usia dan gender.
• Kurangnya pengetahuaan yang benar mengenai HIV/AIDS
BENTUK – BENTUK STIGMA
• Pemberian nama atau sebutan • Sindiran / ejekan / olok olokan
• Menunjuk • Member label
• Membuat bahan tertawaan • Menyalahkan
• Menfitnah • Mempermalukan
• Isolasi • Menghakimi / menvonis
• Penolakan • Gossip
• Memisahkan diri • Membuat asumsi
• Tidak mau berbagi alat atau • Mencurigai
perlengkapan dengan ODHA • Mengabaikan
• Penyiksaan • Rumor
• Gangguan usikan • Menghindari
• Kekerasan • Menjaga jarak
• Mengkambing hitamkan
PENGARUH STIGMA
• Perubahan pandangan terhadap seseorang (social
identity)
• Penolakan atau penurunan kesempatan interaksi
social
• Kesempatan berkurang, missal perumahan, pekerjaan,
mendapat pelayanan kesehatan.
• Perasaan malu dan membenci diri pada penilaian
masyarakat.
• Memungkinkan pengurangan kualitas hidup seseorang
EFEK NEGATIF STIGMA PADA ODHA
• Perubahan mengenai seseorang dipandang oleh orang lain
( identitas social)
• Penolakan social atau penurunan dalam penerimaan dalam interaksi
social
• Keterbatasan atau kehilangan kesempatan seperti misalnya tempat
tinggal, pekerjaan , akses terhadap pelayanan kesehatan
• Perasaan malu dan benci terhadap diri sendiri
• Menurunkan kualitas hidup seseorang
• Meningkatkan deskriminasi
• Pelanggaran ham ( ODHA dan keluarganya)
• Pemicu epidemic HIV/AIDS
• Menghambat upaya pencegahan dan perawatan
• Pasien akan berlarut-larut dalam diam dan penyangkalan
• Memperkuat marginalisasi pada ODHA dan siapa saja yang rentan
terhadap infeksi HIV
KOPING TERHADAP STIGMA
• Menarik kembali stigma yang ada (withdrawing)
• Abaikan orang-orang yang menstigmatisasi
• Hindari situasi-situasi yang berkaitan dengan stigma
• Anggap sebagai lelucon ( bukan sungguhan )
• Jawab balik atau beri perlawanan atau penyanggahan
yang tepat
• Bergabung dalam support group
• Mencoba untuk menjelaskan atau memberikan informasi
yang benar kepada masyarakat
• Melakukan diskusi atau dialog dengan orang-orang yang
menstigmatisasi
STRATEGI MENANGANI STIGMA
DI PELAYANAN KESEHATAN
• Ajak petugas kesehatan untuk membicarakan langsung
tentang sikap, perasaan, ketakutan , dan prilaku mereka
• Bantu mereka untuk mengatasi ketakutan status HIV
pasien dan perasaan jenuh
• Ajarkan keterampilan dalam menangani pasien secara
sensitive
• Kembangkan kode etik praktek
• Perbaharui tenaga kesehatan tersebut dalam
pengetahuan HIV dan stigma melalui inservice training
• Dapatkan umpan balik atau feeback dari pasien
DI MASYARAKAT
• Libatkan tokoh masyarakat dalam memasyarakatkan
anti stigma
• Gunakan ODHA sebai role model dan fasilitator
• Atur pertemuan pertemuan masyarakat , pergroup
dan kunjungan rumah ( home visit)
• Buatlah hubungan baik antara klinik dan masyarakat
• Berikan informasi kepada anggota masyarakat
mengenai apa saja yang mereka bisa terlibatkan
dalam memberikan perawatan kepada ODHA ,
seperti perawatan fisik konseling dan sebagainya
PETUGAS HOME CARE
• Jangan menggunakan baju seragam selama
melakukan home visit
• Tingkatkan kesadaran dan memberikan
informasi yang benar tentang HIV, TB, dan
stigma, dan tentang bagaimana merawat
ODHA dan pasien TB.
KELOMPOK
AGAMA DAN KEPERCAYAAN
• Gunakan rumah ibadah sebagai tempat untuk mendiskusikan
stigma
• Sadarkan pengikut agama / jamaah tersebut bahwa mereka
telah menstigmatisasi menyalahkan dan mengvonis orang
yang mendapat HIV
• Berikan pendidikan kepada para tokoh agama mengenai
stigma dan bantu mereka dalam mengerjekan peran sebagai
pemimpin dalam mengatasi stigma ( aksi anti stigma )
• Dorong mereka untuk bisa menjadi konselor yang tidak
menstigmatisasi, dan sebagai rool model untuk merawat
ODHA tanpa stigmatisasi
TEMPAT KERJA
• Dapatkan dukungan dari pemilik perusahaan atau
meneger tempat bekerja dengan menciptakan lingkungan
saling percaya sehingga pekerja tidak kehilangan
pekerjaan bila mereka membuka status HIV mereka
• Bekerjalah dengan meneger untuk membuat kebijakkan
dalam kesehatan dan kesinambungan kesempatan kerja
• Masukan atau hubungkan stigma dengan keuntungan
misal tawaran VCT dan ARV, berikan pendidikan kepada
pekerja rentang hak-hak mereka
• Berikan dukungan suprot group ODHA ditempat kerja
MEDIA
• Berikan informasi terkini dan benar, hindarkan
image yang mengancam
• Berikan pandangan positif tentang ODHA:
tunjukan gambar-gambar ODHA dalam kondisi
sehat yang hidup normal dan bisa memberikan
konstibusi secara aktif secara aktif kepada
mereka dan masyarakat
• Libatkan ODHA dalam mendidik pada pekerja
media tentang masalah ini.
PERAN PERAWAT
• Memberikan konseling dan pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga
psikoreligi). Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah,
konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling
sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling
dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan
penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari
hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan
demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk
menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif.
• Edukasi yang benar tentang HIV/AIDS baik pada penderita, keluarga dan
masyarakat. Sehingga penderita, keluarga maupun masyarakat dapat
menerima kondisinya dengan sikap yang benar dan memberikan dukungan
kepada penderita. Adanya dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan
berbagai stresor dan dapat membantu penderita meningkatkan kualitas
hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress, depresi, kecemasan serta
perasaan dikucilkan.
PERAN PERAWAT
• Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang
sering dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa
sendiri dan ditelantarkan.
• Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut.
Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
• Melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan
untuk konseling psikiatri.
• Mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia
bagi pasien. Perawat juga perlu mendorong kunjungan
terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan
aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi
pasien.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek
yang tidak boleh dilupakan perawat. Bagi
penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan
narkoba dan seksual bebas harus disadarkan
agar segera bertaubat dan tidak
menyebarkannya kepada orang lain dengan
menjaga perilakunya serta meningkatkan
kualitas hidupnya.
Interventions
• Motivational Interviewing
Accompaniment
• Advocacy
Patient/Family Education
• Assessment
Problem Solving
• Care Coordination
Referrals
• Crisis Building
Skills Intervention
• Engagement
Support
• Listening
Selamat belajar....

Anda mungkin juga menyukai