Eritroderma
Eritroderma
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Berbagai definisi yang digunakan dalam kepustakaan mengenai eritroderma
adalah sebagai berikut:
dengan
eritroderma
secara
subtansial
akan
meningkatkan
proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transit sel melalui epidermis
yang bisa menimbulkan sisik bertanda.3
II.2. Epidemiologi
Secara epidemiologi, jumlah pasien dengan eritroderma semakin bertambah
setiap tahunnya. Hal ini terutama dikarenakan penyebab eritroderma yang utama
yaitu psoriasis, mengalami peningkatan insidens setiap tahunnya. 1 Berdasarkan
data epidemiologi terakhir ditemukan 35 pasien eritroderma diantara 100.000
pasien kulit secara keseluruhan.6 Perbandingan rasio pria : wanita = 2-4:1. Onset
timbulnya keluhan eritroderma biasanya bermula setelah usia 40 tahun, kecuali
ketika terdapat beberapa kondisi seperti dermatitis atopik, dermatitis seboroik,
staphylococcal scalded skin syndrome, atau iktiosis herediter. Oleh karena itu,
onset timbulnya penyakit berhubungan erat dengan etiologi. 3
diri.
Bertambahnya
usia
dapat
menyebabkan
proses
dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi lapisan
tanduk memiliki daya serap air yang cukup besar.
b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat
di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk
dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih
yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar
(tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit
berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya,
berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada
kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas
sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan
protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka
seakan-akan selnya bertaju.Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri
atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi
beberapa baris.
Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin
ke arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Diantara sel-sel taju
terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan
ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju
yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.
Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas;
intiinti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino
dan glutation.
sisa-sisa
pencernaan
dari
tubuh.
Kegiatannya
terutama
dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada
dua jenis kelenjar keringat yaitu :
1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu
keringat yang mengandung 95 97 persen air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan
sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di
seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit
kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14
liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar
keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting
susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital)
menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta
berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya
alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan
muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
10
apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil
baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.
b. Kelenjar palit
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan
kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke
dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang
meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk
sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,
kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit
atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit
kepala, kelenjar palit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk
melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang dewasa,
ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar sedangkan
folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah, jika
produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan, maka
kulit akan lebih berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat.
11
bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan
makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang
kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak
mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga
menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya
berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
A. Fungsi kulit7,10
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi,
ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan
vitamin D.
1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai
yaitu berikut:
- Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat
kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan
erat seperti batu bata di permukaan kulit.
- Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar
tubuh melalui kulit.
- Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut
dari
kekeringan
serta
mengandung
zat
bakterisid
yang
berfungsi
14
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida.
Permeabilitas
kulit
terhadap
oksigen,
karbondioksida
dan
uap
air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl 4, dan merkuri.
Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat
peradangan.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban,
metabolisme
dan
jenis
vehikulum.
Penyerapan
dapat
15
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat
keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang
yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan,
dan
bagi
orang
yang
aktif jumlahnya
lebih
banyak
lagi.
Selain
merokrin
adalah
mengatur
temperatur
permukaan,
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang
16
lalu sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel
spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel
granulosum. Makin lama inti menghilang, mengalami apoptosis dan menjadi sel
tanduk yang amorf. Sel-sel yang sudah mengalami keratinisasi akan meluruh
dan digantikan dengan sel di bawahnya yang baru saja mengalami keratinisasi
untuk kemudian meluruh kembali, begitu seterusnya. Proses ini memakan
waktu sekitar empat minggu untuk epidermis dengan ketebalan 0.1 mm.
Apabila kulit di lapisan terluar tergerus, seperti pada abrasi atau terbakar, maka
sel-sel basal akan membelah lebih cepat. Mekanisme pertumbuhan ini terutama
dipengaruhi oleh hormon epidermal growth factor (EPF).
C. Pembentukan warna pada kulit7-8
Warna pada kulit dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pigmentasi epidermis dan
sirkulasi kapiler yang ada di lapisan dermis.
Pigmentasi epidermis dipengaruhi oleh dua pigmen, yaitu karoten dan melanin
- Karoten merupakan pigmen merah-jingga yang berakumulasi di epidermis.
Paling banyak terdapat di stratum korneum pada orang berkulit terang, juga di
jaringan lemak pada lapisan dermis dan subkutis. Perubahan warna yang
diakibatkan oleh karoten paling terlihat pada orang berkulit pucat, sedangkan
pada orang berkulit gelap sulit terlihat. Karoten dapat dikonversi menjadi
vitamin A yang diperlukan untuk pemeliharaan epitel dan sintesis fotoreseptor
di mata.
- Melanin merupakan pigmen kuning-coklat, atau hitam yang diproduksi oleh
melanosit. Melanosit sendiri berada di antara sel-sel basal dan memiliki juluran
ke sel-sel di atasnya. Perbandingan jumlah melanosit dan sel basal bervariasi,
mulai dari 1:20 sampai 1:4. Badan Golgi melanosit membentuk melanin dari
tyrosin dengan bantuan Cu dan oksigen, lalu mengemasnya menjadi vesikelvesikel melanosom. Melanosom ini akan dihantarkan melalui juluran melanosit
dan mewarnai sel-sel keratin di atasnya sampai didegradasi oleh lisosom.
Jumlah melanosit baik pada orang kulit hitam maupun kulit putih adalah sama,
18
II.5. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok : 1,4
1. Eritroderma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma
iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5-0 % ).
2. Eritroderma eksfoliativa sekunder
a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,
sulfonamide , analgetik / antipiretik dan tetrasiklin.
19
II.6. Patofisiologi
Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu
agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah
kapiler (eritema) yang universal. Kemungkinan berbagai sitokin berperan dalam
proses ini.1
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan korneum dari
permukaan kult) serta sel sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat
sehingga sel sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit
dan tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus. 11
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke kulit meningkat. Peningkatan perfusi darah ini dapat mengakibatkan disregulasi
temperature (menyebabkan kehilangan panas dan hipotermia) dan kegagalan
output jantung. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator
dan peningkatan laju metabolisme basal.2
Epidermis yang matur secara cepat menyebabkan kegagalan kulit untuk
menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Hal ini akan
menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya
kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari
hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari
perspirasi
basal.
Kekurangan
barier
pada
eritroderma
ini
menyebabkan
dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga
meningkat dan pengaturan suhu terganggu. Kehilangan cairan oleh transpirasi
meningkat sebanding dengan laju metabolisme basal. 12
Pada eritroderma terjadi pelepasan stratum korneum yang mencolok yang dapat
mencapai 9 gram/m permukaan kulit atau lebih dalam sehari sehingga
menyebabkan kehilangan protein, keseimbangan nitrogen yang negatif dan
hipoalbuminemia. Hipoproteinemia dengan berkurangnya sintesis albumin dan
meningkatnya metabolisme albumin disertai peningkatan relatif globulin terutama
globulin merupakan kelainan yang khas pada eritroderma. 2,5 Keadaan edema
sering
terjadi,
biasanya
disebabkan
oleh
pergeseran
cairan
ke
ruang
Gambaran histologis1-4
Berdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi menjadi 3 bagian:
1. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik
21
Yang dimaksudkan dengan alergi obat secara sistemik ialah masuknya obat
ke dalam badan dengan cara apa saja, misalnya melalui mulut, hidung,
dengan cara suntikan/infus, melalui rektum dan vagina. Selain itu laergi
dapat pula terjadi karena obat mata, obat kumur, tapal gigi dan melalui kulit
sebagai obat luar.1 Banyak obat yang bisa menyebabkan alergi, tetapi yang
sering ialah : penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoxilin, kloksasilin),
sulfonamid,
golongan
analgesik
antipiretik
(misalnya
asam
salisilat,
Gambaran klinis1-5
1. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik
Rentang waktu mulai masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbulnya
penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Alergi pada umumnya
timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Bila ada obat lebih dari satu yang
masuk ke dalam dan yang disangka sebagai penyebabnya ialah obat yang
paling sering menyebabkan alergi.Mula-mula kulit berwarna kemerahan yang
menyeluruh tanpa disertai skuama. Pada waktu penyembuhan baru timbul
skuama
22
24
penderita
terdapat
splenomegali,
limpadenopati
superfisial,
beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar disebut
sindrom Sezary. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm 3 dinamai
sindrom pre-Sezary.1
26
II.8. Tatalaksana
Beberapa prinsip tatalaksana eritroderma adalah: 12
1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya
penyakit ini.
2. Rawat pasien di ruangan yang hangat.
3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya
dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi).
4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
5. Berikan steroid sistemik jangka pendek (bila pada permulaan sudah dapat di
diagnosis adanya psoriasis, maka mulailah mengganti dengan obat-obat
anti-psoriasis).
6. Mulailah pengobatan yang
diperlukan
untuk penyakit
yang
mela-
tarbelakanginya.
27
II.9. Komplikasi2
- Gagal jantung
- Gagal ginjal
- Kematian mendadak akibat hipotermi sentral.
II.10. Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan
golongan yang lain.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid
hanya
mengurangi
gejalanya,
penderita
akan
mengalami
28
BAB III
KESIMPULAN
Eritroderma atau dermatitis eksfoliativa adalah suatu kelainan kulit yang ditandai
dengan adanya eritema universalis (90-100%), biasanya disertai dengan pembentukan
skuama pada hampir atau di seluruh tubuh. Walaupun merupakan sebuah gangguan
kulit dengan angka kejadian yang rendah tetapi diagnosa serta penanganan yang tepat
bagi penderita eritroderma merupakan masalah yang cukup sulit bagi para dokter.
Diagnosa eritroderma secara klinis tidak sulit yaitu didapatkannya eritema dengan
skuama lebar, sedang atau halus yang terletak di hampir atau seluruh tubuh dan
menetap. Hal yang sering menyulitkan adalah menentukan etiologi dari eritroderma
tersebut. Berdasarkan penyebabnya, eritroderma dapat dibagikan dalam 2 kelompok
yaitu eritroderma eksfoliativa primer dimana penyebabnya adalah idiopatik dan
eritroderma eksfoliativa sekunder yang dapat diakibatkan oleh penggunaan obat secara
29
menemukan
penyebab
eritroderma
diperlukan
anamnesa
yang
teliti,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan juga biopsi kulit untuk pemeriksaan
histopatologi.
Beberapa prinsip tatalaksana pada kasus eritroderma yaitu hentikan semua
pengobatan yang mungkin mennjadi pencetus timbulnya eritroderma, rawat dalam
ruangan yang hangat, perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder
(misalnya dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi), lakukan biopsi kulit untuk menegakkan
diagnosis pasti, pemberian steroid sistemik jangka pendek dan pengobatan yang
diperlukan untuk penyakit yang melatarbelakanginya.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal: 197-200
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al, editor. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 7th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2008. Hal: 225-230
3. www.emedicine.com diunduh pada tanggal 23 Januari 2010 pukul 18.00 WIB
4. Siregar RS. Atlas saripati penyakit kulit edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. Hal:236-237
5. Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: A Dermatologic Emergency. CJEM
2009;11(3):244-246
6. Hafeez J, Shaikh ZI, Mashhood AA, et al. Frequency of various etiological factors
associated with erythroderma. Journal of Pakistan Association of Dermatologists
2010; 20: 70-74
7. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal: 3-5
8. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IE. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia,
Sebuah panduan bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia; 2005.
Hal: 25
31
32