Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL SKRIPSI

Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit dengan Motode


Constructed Wetland

Disusun oleh:
Tifany Natasha

1109045043

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan dasar bagi kebutuhan dasar bagi kehidupan baik itu
manusia, tumbuhan, dan hewan semua memerlukan air. Hal ini dapat terlihat
semakin naik jumlah kependudukan maka semakin meningkat pula kebutuhan
akan sumber daya air. Beban pengotoran air juga bertambah cepat sesuai dengan
cepatnya pertumbuhan.
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu
penyumbang limbah bagi suatu daerah. Dalam pelaksanaannya rumah sakit
menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat, limbah gas dan limbah cair
baik berjenis dari limbah medis maupun dari limbah non medis. Limbah rumah
sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan
anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji kotor
umumnya seperti BOD, COD, TSS, pH, mikrobiologi, dan lain-lain.
Pengolahan air limbah yang mengandung bahan organik dapat dilakukan secara
biologis yaitu pengolahan secara aerobik, anaerobik maupun gabungan antara
aerobik dan anaerobik. Penggunaan tumbuhan air dengan sistem constructed
wetland merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pengolahan
air limbah, salah satunya air limbah rumah sakit.
Pentingnya pengolahan air limbah sebelum dibuang ke badan air untuk
mengurangi beban pencemar air permukaan yang dimanfaatkan sumber air. Salah
satu pengolahan air limbah adalah Constructed Wetlands (CWs). Constructed
Wetland adalah sistem pengolahan terencana atau terkontrol yang telah didesain
dan dibangun dengan menggunakan prose salami yang melibatkan vegetasi

constructed wetland, media, dan mikroorganisme untukmengolah air limbah.


Tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas air dan mengurangi efek berbahaya
dari limbah, serta menyumbang upaya konservasi air.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil dari
pengolahan air limbah rumah sakit dengan menggunakan metode Constructed
Wetlands (CWs) dalam upaya menurunkan kadar BOD, COD, pH, dan logam
berat sehingga aman dibuang ke badan air.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana efisiensi penyisihan kadar BOD, COD, pH serta logam berat pada
air limbah rumah sakit dengan menggunakan sistem pengolahan constructed
wetland.
2. Bagaimana efisiensi media tanam dalam pengolahan air limbah rumah sakit
dengan metode constructed wetland.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah atau ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Sistem wetland yang digunakan pada reaktor adalah subsurface constructed
wetland aliran vertical.
2. Parameter yang diujikan pada air limbah rumah sakit adalah BOD, COD, pH
serta logam berat.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui efisiensi penyisihan kadar BOD, COD, pH serta logam berat


pada air limbah rumah sakit dengan menggunakan sistem pengolahan
constructed wetland.
2. Mengetahui efisiensi media tanam yang digunakan dalam pengolahan air
limbah rumah sakit dengan metode constructed wetland.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan juga
Bangsa dan Negara.
2. Memberikan referensi dalam perancangan pengolahan air limbah rumah sakit
dengan menggunakan metode constructed wetland.
3. Dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Limbah
Limbah (waste) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak digunakan, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya. Sedangkan FKM-UI mendifinisikan limbah atau
sampah ialah benda bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas
manusia yang tidak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara saniter
kecuali buangan dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1986).
2.1.1 Limbah Rumah Sakit
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah
sakit dan kegiatan penunjang lainnya. limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat
pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang.
Arifin (2008) menyebutkan secara umum limbah rumah sakit dibagi dalam 2
(dua) kelompok besar, yaitu: 1) limbah klinis, 2) limbah non klinis baik padat
maupun cair. Limbah klinis/medis padat adalah limbah yang terdiri dari limbah
benda tajam, limbah infeksius, limbah laboratorium, limbah patologi atau jaringan
tubuh, limbah sitotoksis, limbah farmasi, dan limbah kimiawi.
Limbah cair rumah sakit dapat mengandung BOD, COD, TSS, suhu, pH dan
keberadaan mikroorganisme. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri dari
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah
tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan
kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar
ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang

kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan


peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk
(Said, 1999).

2.1.1.1 Keterpaparan dan Parameter Limbah Rumah Sakit


Keterpaparan limbah rumah sakit hampir sama dengan limbah cair domestic,
hanya saja yang zmembedakannya adalah adanya kandungan limbah infeksius dan
kimia/toksik/antibiotic. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang
dilakukan sebelum dibuang.
Pengukuran baku mutu kimia limbah cair bagi kesehatan rumah sakit sebagai
berikut:
a. BOD (Biochemical Oxygent Demand)
BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global
proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk
mendesainsistem pengolahan secara biologis (SNI, 2008). Menurut Fardiaz
(1992) BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di
dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organic
sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut.jika konsumsi
oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen
terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan yang membutuhkan oksigen
tinggi.
b. COD (Chemical Oxygent Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah oksigen yang diperlukan agar
bahan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal
ini buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO 2,

H2O serta sejumlah ion Chrom. Kalium bichromat atau K2Cr2O7digunakan


sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Wardhana, 2000).
c. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Fardiaz (1992), nilai pH yang normal sekitar antara 6 sampai 8,
sedangkan pH air yang berpolusi, misalnya air buangan berbeda-beda
tergantung dari jenis buangannya. pH adalah derajat keasaman yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki
oleh suatu larutan. Derajat keasaman (pH) menunjukan suatu proses reaksi
yang berada dalam perairan seperti reaksi dalam kondisi asam atau basa.
Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas bahan
beracun.
d. TSS (Total Suspended Solid)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah
setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron.
Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan
pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk menentukan
efisiensi unit pengolahan air (SNI, 2008).
e. Fosfat
Fosfat dalam air terdapat sebagai ortofosfat, polifosfat dan organik fosfat
jumlah kandungan ketiga fosfat tersebut dinyatakan sebagai total fosfat.
Sumber fosfat di dalam air dapat berbentuk inorganik dan organik. Sumber
utama fosfat inorganik adalah hasil dari buangan detergen, alat pembersih
rumah tangga atau industry, sedangkan fosfat organik berasal dari makanan
dan buangan rumah tangga/rumah sakit. Fosfat sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan organism dan merupakan factor yang menentukan produktifitas
suatu perairan dan merupakan parameter untuk mendeteksi pencemaran air.
2.1.1.2 Standar Air Buangan
Standar yang digunakan untuk memantau kualitas badan penerima air dan air
buangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

Parameter

Satuan

BOD5
COD

mg/L
mg/L

Kadar Maksimum
KepMen LH
Perda Kaltim
75
30
100
80

TSS
pH
Suhu

mg/L

100
69
-

30
69
Alami 3

Amonia (NH3N)
Fospat Total (PO4)
Kuman Golongan Koli

mg/L
mg/L
-

0,1
2
10.000

MPN,/100mL
Sumber: KepMen LH No 58 Tahun 1995 dan Perda Prov Kaltim No 2 Tahun 2011

2.2

Constructed Wetlands (Lahan Basah Buatan)

Instalasi pengolahan limbah cair biologis atau constructed wetland merupakan


instalasi pengolahan limbah cair buatan yang dirancang dan dibuat berupa kolam
atau saluran yang ditanami oleh tumbuhan-tumbuhan air dan proses penjernihan
limbah cair dilakukan secara biologis dengan bantuan mikroorganisme, proses
fisika dan kimia. Instalasi ini dirancang seperti proses penjernihan limbah cair
yang ada di alam, tetapi dengan lingkungan yang dapat dikendalikan. Instalasi
pengolahan limbah cair buatan ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan instalasi pengolahan limbah cair alami ( natural wetlands) yaitu lokasi
bisa dipilih sesuai dengan keinginan, ukuran lebih fleksibel, pola aliran serta
waktu tinggal bisa diatur (Brix dalam Kurniadie, 2011).
Prinsip kerja instalasi pengolahan limbah cair buatan ini meniru atau hampir sama
dengan prinsip instalasi pengolahan limbah cair alami, tetapi perbedaannya adalah
bisa dibuat di tempat-tempat yang dikehendaki, instalasi pengolahan limbah cair
buatan ini semakin popular dan mampu mengolah berbagai limbah cair seperti
limbah cair domestik, limbah cair pemotongan hewan, limbah cair pabrik kertas,
limbah cair pabrik gula, limbah cair peternakan dan berbagai limbah cair lainnya
(Wood dalam Kurniadie, 2011).
2.2.1

Tipe constructed wetland

Instalasi pengolahan limbah cair atau constructed wetland diklasifikasikan


berdasarkan berbagai macam parameter, tetapi yang paling penting adalah
berdasarkan tipe aliran yaitu aliran permukaan (free water surface flow) dan aliran
bawah permukaan (subsurface water flow).
a. Free Water Surface Flow (FWS)
Instalasi pengolahan limbah cair dengan polaaliran permukaan atau free water
surface constructed wetland (FWS) terdiri dari kolam atau saluran dengan
menggunakan tanah atau medium untuk mendukung perakaran tumbuhan (jika
ada) dan air. Sistem FWS ini sangant mirip dengan kondisi wetland secara alami
(natural wetland) dan umumnya merupakan kolam yang ditanami berbagai jenis
tanaman gulma air (Kurniadie, 2011).
Masalah dari instalasi pengolahan limbah cair dengan pola aliran permukaan atau
free water surface flow ini adalah areal lahan yang diperlukan lebih luas, banyak
nyamuk, estetika kurang baik serta dapat menimbulkan bau. Berdasarkan jenis
dari gulma air, instalasi pengolahan limbah cair free surface dibagi kedalam
beberapa sistem, yaitu:
1) Sistem dengan menggunakan gulma air yang terapung bebas seperti gulma air
Elchornia crassibes, Pistia stratiotes, Lemna spp., Spirodela polyrhiza,
Wolfia spp.
2) Sistem dengan menggunakan gulma air terapung dengan akar yang menempel
pada tanah seperti gulma air Nymphaea spp., Nuphar lutea dan Nelumbo
nucifera.
3) Sistem dengan menggunakan gulma air submerged seperti Myriophyllum
spicatum, Potamogeton pectinatus. Elodea canadansis dan Ceratophyllum
demersum.
Jenis instalasi ini banyak dibuat di negara-negara tropis, karena jenis gulma iar ini
tidak tahan pada cuaca dingin seperti negara-negara sub tropis serta tingkat
pertumbuhan akan berkurang pada temperatur dibawah 10 . Instalasi ini

banyak digunakan untuk mengolah limbah cair industry pertanian, peternakan,


industry telstil, industry logam serta pestisida (Vymazal dan Kropfelova dalam
Kurniadie, 2011).
b. Subsurface Flow System
Instalasi pengolahan limbah cair dengan menggunakan aliran subsurface flow
system diklasifikasikan menurut arah dari aliran baik arah horizontal (HSF) dan
arah vertical (VFS).
1. Horizontal Subsurface Flow (HSF)
Instalasi pengolahan limbah cair tipe horizontal atau constructed wetland
with a horizontal subsurface flow (HF atau HSF) merupakan instalasi
pengolahan limbah cair dimana limbah cair dimasukkan ke dalam inflow dan
mengalir secara lambat melalui media yang porous secara horizontal menuju
saluran outflow. Bahan-bahan organik pencemar didegradasi secara aerob dan
anaerob oleh bakteri yang menempel pada bagian akar dan rhizome dari
tumbuhan gulma air emergent dan permukaan media tumbuh. Oksigen yang
diperlukan untuk degradasi aerobik diberikan secra langsung dari atmosphere
secara difusi atau keluarnya oksigen dari akar dan rhizome pada bagian
rhizosphere (Kurniadie, 2011).
2. Vertical Flow System (VFS)
Instalasi pengolahan limbah cair dengan menggunakan aliran vertikal atau
vertical flow system (VF) terdiri dari tanah yang digali berupa kolam dan
dilapisi lapisan kedap air berupa bahan terpal atau tanah liat dan diisi oleh
batuan. Limbah cair akan mengalir secara gradual turun ke lapisan bagian
bawah dan akan ditampung pada bak outflow. Pada sistem pengolahan limbah
cair tipe vertikal ini jumlah oksigen yang berdifusi dari udara lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah oksigen yang ditransfer dari udara melalui
saluran air aerenchyma yang dimiliki oleh gulma air emergent. Fungsi dari
gulma air emergent adalah untuk menjaga supaya konduktivitas hidraulik bisa
terjaga, sehingga filter bed tidak mudah mampet.

Proses utama penjernihan limbah cair pada instalasi pengolahan limbah cair tipe
vertikal adalah sama dengan pada instalasi pengolahan limbah cair horizontal,
tetapi filter bed pada sistem vertikal lebih bersifat aerob dibandingkan dengan
sistem horizontal, sehingga proses nitrifikasi dan penurunan BOD lebih cepat,
tetapi proses penurunan suspended solid lebih baik pada sistem pengolahan
limbah cair tipe horizontal.
Proses eliminasi bahan organic dan unsure hara pencemar pada instalasi ini terjadi
melalui proses (Kurniadie, 2011):
a) Adsorpsi dari koloid-koloid oleh media atau substrat
b) Pengikatan kapasitas kation dan anion pada mineral liat dan oksida Fe
c) Transformasi dari nutrisi/unsur hara bahan organik pencemar oleh
mikroorganisme
d) Penghisapan oleh tanaman
Platzer dan Mauch dalam Kurniadie (2011) mengatakan bahwa instalasi pengolah
limbah cair subsurface water flow system dengan aliran vertikal dibuat dengan
tujuan untuk meningkatkan efesiensi pembersih dari kandungan nutrisi pembersih
serta bahan yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan dengan instalasi pengolah
limbah cair subsurface water flow system dengan aliran horizontal. Selain itu
Flasche dalam Kurniadie (2011) melaporkan bahwa instalasi pengolah limbah cair
subsurface water flow system dengan aliran vertikal mempunyai efesiensi
pembersih lebih tinggi terhadap NH4N dan COD dibandingkan dengan instalasi
pengolah limbah cair subsurface water flow system dengan aliran horizontal.
2.2.2

Komponen-komponen Constructed Wetland

Menurut Puspita, dll (2005), faktor-faktor yang beperan dalam proses pengolahan
limbah pada lahan basah buatan adalah sebagai berikut:
a. Mikroorganisme
Mikroorganisme pada lahan basah buatan biasanya melekat pada permukaan
perakaran dan substrat/media membentuk biofilm. Mikroorganisme berperan
sangat penting dalam sistem lahan basah buatan karena mikroorganisme

melaksanakan penguraian bahan-bahan organik baik secara aerobik maupun


anaerobik. Mikroorganisme juga berperan dalam proses nitrifikasi dan
denitrifikasi.
b. Tanaman
Tanaman adalah komponen terpenting yang berfungsi sebagai pendaur ulang
bahan pencemar dalam air limbah untuk menjadi biomassa yang bernilai
ekonomis dan menyuplai oksigen ke dasar air atau ke dalam substrat yang
berkondisi anaerobik. Tanaman menggunakan energi matahari untuk
menggerakan reaksi biokimia di dalam selnya, sehingga manusia tidak perlu
lagi memasok energi listrik dalam proses pembersihan air limbah
(Khiatuddin, 2003).
Tanaman pada lahan basah buatan berperan:
1) Penyedia oksigen bagi proses penguraian zat pencemar
2) Media tumbuh dan berkembangnya mokroorganisme
3) Penahan laju aliran sehingga memudahkan proses sedimentasi padatan,
membantu proses filtrasi (terutama bagian perakaran tanaman) dan
mencegah erosi.
4) Penyerap nutrient dan bahan-bahan pencemar lainnya
5) Pencegah pertumbuhan virus dan bakteri pathogen dengan mengeluarkan
zat-zat tertentu semacam antibiotik.
Tanaman air yang biasa digunakan di dalam lahan basah buatan dan telah
terbukti mempunyai kemampuan baik dalam proses pengolahan air
limbah/air tercemar dapat dikelompokkan menjadi:
1) Tanaman yang mencuat ke permukaan air (emergent aquatic macrophyte),
merupakan tanaman air timbul yang berakar dibawah air dan berdaun di
atas air.
2) Tanaman yang mengambang dalam air (submergent aquatic macrophyte),
merupakan tanaman air yang keseluruhannya berada di dalam air.
3) Tanaman yang mengapung di permukaan air (floating plant), merupakan
tanaman yang mempunyai akar di dalam air dengan daun di atas air.
c. Substrat/media

Substrat/media berperan sebagai tempat menempelnya mikroorganisme


sehingga memperluas permukaan sistem lahan basah buatan. Selain itu,
substrat juga berperan untuk menyokong tumbuhan air, membantu proses
filtrasi

(terutama

pada

lahan

basah

buatan

beraliran

bawah

permukaan/subsurface flow) dan menampung sedimen. Jenis substrat sangat


mempengaruhi waktu detensi, oleh karena itu pemilihan substrat yang tepat
sangat menentukan keberhasilan sistem dalam mengolah air limbah.
Menurut Kurniadie (2011) substrat/media tumbuh tanaman merupakan salah
satu faktor pendukung utama dalam instalasi penjernih limbah cair. Hal ini
disebabkan karena proses biologi, kimia dan fisika dalam penjernihan limbah
cair terjadi pada substrat yang ditanami dengan berbagai macam tumbuhan
gulma air emergent (Netter, 1992). Jenis substrat yang digunakan sangat
berpengaruh pada efisiensi pembersih dari instalasi pengolahan limbah cair
(Netter, 1992). Sebelumnya banyak instalasi pengolahan limbah cair yang
menggunakan tanah sebagai substrat (media tumbuh) tetapi banyak
menimbulkan masalah terutama adanya aliran permukaan, pertumbuhan
gulma air emergent yang kurang baik serta efisiensi pembersih yang kurang
baik (Cooper, 1993).
Beberapa fungsi dari media tumbuh atau substrat adalah sebagai berikut
(Wood dalam Kurniadie, 2011):
1) Media tumbuh gulma air emergent merupakan tempat menempel
mikroorganisme anaerob (dan atau anoxic juka terdapat nitrat) untuk
dekomposisi bahan organik pencemar.
2) Mempengaruhu retention time (waktu tinggal).
3) Memberikan kesempatan bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi
bahan pencemar pada limbah cair.
4) Tersedianya oksigen yang kesemuanya akan berpengaruh pada efisiensi
pembersih dari instalasi pengolahan limbah cair.
d. Kolom air
Kolom air dalam lahan basah buatan berperan penting, karena apabila kolom
air terlalu dalam akan berpengaruh terhadap efisiensi lahan basah buatan.

2.3

Tanaman Iris pseudacorus

Tanaman Scirpus validus dan Iris pseudacorus memiliki kapasitas serapan hara
lebih tinggi disbanding Typha orientalis, Pharagmites australis (Haimin Wu et all
dalam Suswati, 2012).
Tanaman Iris telah banyak digunakan sebagai tanaman holtikultura, karena
tanaman ini dapat beradaptasipada kondisi oksigen yang rendah. Tanaman tersebut
dapat hidup pada area-area yang memiliki kandungan zat organic terlarut yang
sangat tinggi dan tanaman ini dapat menurunkan zat organic terlarut hingga 25%
lebih dari satu tahun. Dalam 24 jam, dapat menurunkan E.coli sebesar 50%,
Salmonela hingga 70%, dan Entercoli hingga 60%. Hal tersebut dapat
membuktikan bahwa tanaman Iris dapat menurunkan logam berat pada air limbah
secara efisien dan ekonomis, karena kemampuan tanaman ini dalam menyerap
logam serta dapat bertahan dalam kondisi tidak baik (Jacobs, Graves & Mangold,
2010).
Tanaman Iris dapat tumbuh di berbagai jenis tanah misalnya pada tanah berkerikil
di pantai dimana akar-akar menembus ke dasar tanah, hingga pada tanah liat yang
tergenang. Biasanya, tanaman tersebut tumbuh di daerah-daerah yang memiliki
kandungan air tanah yang cukup tinggi, tetapi tidak harus terendam, serta dapat
tumbuh pada tanah berpasir yang kering. Tanaman ini dapat membentuk lapisan
yang mengambang di air, tumbuh di daerah gambut dan terendam oleh tanah
organic dan anorganik secara permanen. Di negara eropa, tanaman ini tetap berada
pada daerah yang lebih tinggi dari rawa dan muara dengan salinitas hingga 24%.
Tanaman ini sering ditemukan di rawa-rawa, dengan pH 3,6 7,7 dan
membutuhkan kandungan nitrogen yang tinggi (Jacobs, Graves & Mangold,
2010).

2.4 Hipotesa awal

Tanaman Iris pseudacorus dapat menurunkan kadar BOD, COD, pH, dan logam
berat dalam pengolahan limbah rumah sakit

BAB III
KEGIATAN RISET

3.1 Waktu dan Tempat Riset


3.1.1 Waktu Riset
Waktu riset dilakukan mulai dari bulan September sampai dengan Desember
2014.
3.1.2 Tempat Riset
Riset Subsurface Constructed Wetland tipe vertical pada limbah rumah sakit
berlokasi di Laboratorium Rekayasa Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas

Mulawarman di Jl. Sambaliung No. 9 Kampus Gunung Kelua, Kota Samarinda,


Kalimantan Timur.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
a. Bak penampung awal
b. Bak reaktor Wetland kedap air
c. Bak penampung akhir
d. pH meter
e. Termometer
f. Soil tester
3.2.2 Bahan
a. Sampel air limbah rumah sakit
b. Tanaman Iris pseudacorus
c. Kerikil
d. Air PDAM

3.3 Objek Penelitian


Objek penelitian ini adalah air limbah yang berasal dari kegiatan salah satu rumah
sakit di Kota Samarinda dan tanaman Iris pseudacorus.

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1

Variabel Bebas

Variasi tanaman wetland yaitu bak dengan menggunakan tanaman Iris


pseudacorus dan bak tanpa menggunakan tanaman sebagai bak pengontrol.
3.4.2

Variabel Terikat

Parameter air limbah rumah sakit yang diuji meliputi BOD, COD, pH, dan logam
berat.

3.5 Tahap Penelitian


3.5.1 Tahap Persiapan
a. Studi pustaka, dilakukan untuk mendapatkan literatur-literatur yang ada
hubungannya dengan penelitian baik buku-buku pustaka maupun hasil
penelitian terdahulu.
b. Penyiapan bahan dan alat penelitian.
3.5.2

Tahap Penjenuhan Reaktor

Pada tahap ini dilakukan untuk melarutkan partikel-partikel halus yang berasal
dari media agar terbentuk porositas media dengan baik. Pada tahap ini reactor
yang telah siap diisi dengan menggunakan air PDAM dengan waktu tinggal yang
diperlukan sebanyak 4 hari. Hal ini ditentukan ketika tidak ada lagi penurunan
media apabila ditambahkan air lagi.
3.5.3

Tahap Aklimatisasi Tanaman

Tahapan ini merupakan tahap adaptasi tanaman dan media terhadap reaktor
wetland dimana media tanaman dari taman yang dipindah ke reactor constructed
wetland agar dapat menyesuaikan diri dari lingkungan baru dan dapat bertahan
hidup. tahap aklimatisasi ini dilakukan selama 7 hari dengan pemberian air limbah
laboratorium secara berkala mulai dari konsentrasi air limbah yang diberikan
sebanyak 25%, 50%, 75%, hingga 100%.
3.5.4

Tahap Pengoperasian Reaktor Wetland

Tahap ini merupakan tahap dimana reactor diisi dengan air limbah yang dialirkan
dengan menggunakan pipa yang dialirkan secara gravitasi ke inlet secara continue
yang dilakukan selama 6 hari.

3.6 Metode Pengumpulan Data


3.6.1

Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah kadar pH, BOD, COD, dan logam berat
yang terkandung pada air limbah.
3.6.2

Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini adalah jenis tanaman, jenis air limbah

3.7 Metode Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan metode pemodelan pengolahan air limbah rumah
sakit dengan menggunakan metode Constructed Wetland dengan skala penelitian
untuk laboratorium. Teknik analisis data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif
untuk menentukan konsentrasi limbah yang tepat dalam menurunkan parameter
pH, COD, BOD, dan logam berat.

3.8 Bagan Alir Penelitian


Untuk mempermudah proses pengerjaan tugas akhir ini, maka dibuat diagram alir
penelitian sebagai berikut :

KHASIpI-Pa P
geatdl r
pmsuten a
eP
npiLdau l e
dlbian i n
snrPmpde t
udoa i
enusap
smtan a
ra n
:nk
a

d nee
i sln u s
i i uf
k w ul a
a sl ao
ae la
t sm nar
i rlt r
ah
a

n
i i
s p
a
i
tk
i
e i
e

na n
im
l

t
rt

a
d

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Penelitian


4.2 Kualitas Air Limbah
4.3 Analisis pH
4.4 Analisis Kadar BOD
4.5 Analisis Kadar COD
4.6 Analisis Kadar Logam Berat
4.7 Pengamatan Fisik Tanaman

Daftar Pustaka
1. Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius : Yogyakarta
2. Jacobs, J., M. Graves and J. Mangold. 2010. Plant Guide for Paleyellow Iris
(Iris pseudacorus). USDA-Natural Resources Conservation Service, Montana
State Office : Montana.
3. Kurniadie, Denny. 2011. Teknologi Pengoloahan Air limbah Cair secara
Biologis. Widya Padjajaran.
4. Puspita, U. Ratna., Siregar, A. Sahri., Hidayati. N. Vita. 2011. Kemampuan
Tumbuhan Air sebagai Agen Fitoremediator Logam Berat Kromium (Cr)
yang Terdapat Pada Limbah Cair Industri Batik. Berkala Perikanan Terubuk,
Februari 2011, hlm 58 64 Vol. 39 No. 1 ISSN 0126 4265.

5. Suswati,

Anna.,

dll.

2012.

Analisis

Luasan

Constructed

Wetland

Menggunakan Tanaman Iris dalam Mengolah Air Limbah Domestik


(Greywater). Indonesian Green Technology Journal Vol. 1 No. 3.

Anda mungkin juga menyukai