: III/LPPM/2013-03/08-P
Disusun Oleh:
Herry Santoso, S.T., M.T.M., Ph.D.
Dra. Maria Inggrid, M.Sc.
Dr. Ir. Judy Retti Witono, M.App.Sc.
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu produsen karet terbesar di dunia. Selama ini
hasil utama yang diambil dari tanaman karet adalah latex. Sementara itu, biji karet
masih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Biji karet mengadung sekitar
40-50%-b minyak nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel. Akan tetapi, minyak biji
karet memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi. Minyak dengan kandungan
asam lemak bebas yang tinggi kurang ekonomis untuk diolah menjadi biodiesel
menggunakan proses konvensional berkatalis basa karena adanya reaksi samping
penyabunan. Untuk mengatasi hal ini, pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dapat
dilakukan dengan menggunakan katalis asam. Akan tetapi, penggunaan katalis asam
homogen seperti asam sulfat menimbulkan masalah korosi, sedangkan penggunaan
katalis asam heterogen cenderung sangat mahal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan proses pembuatan biodiesel
dari minyak biji karet dengan menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar
gula. Secara khusus, hal ini meliputi: (1) mempelajari dan mengoptimasi proses
pengambilan minyak biji karet baik dengan menggunakan teknik ekstraksi maupun
pengempaan; (2) mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan katalis asam
heterogen berbahan dasar gula dengan menggunakan proses pirolisis yang dilanjutkan
dengan proses sulfonasi; dan (3) mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan
biodiesel dari minyak biji karet menggunakan katalis berbahan dasar gula dengan
menggunakan proses satu tahap maupun dua tahap.
Target akhir penelitian ini adalah diperolehnya pemahaman yang mendalam
mengenai proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan menggunakan
katalis berbahan dasar gula. Hal ini sangat berguna dalam perancangan dan
pengembangan proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet maupun dari berbagai
minyak nabati non pangan lainnya yang ada di Indonesia yang memiliki permasalahan
serupa.
Fokus utama penelitian pada tahun pertama dari rencana tiga tahun penelitian ini
adalah untuk mempelajari cara pengambilan minyak biji karet menggunakan metode
pengepresan maupun metode ekstraksi. Beberapa informasi mengenai perolehan minyak
biji karet maupun kondisi operasi optimum proses pengambilan minyak biji karet sudah
diperoleh. Sifat fisik dan kimia minyak biji karet, meliputi kandungan asam lemak
bebas, viskositas dan densitas juga sudah didapatkan. Pada tahap selanjutnya, penelitian
akan diarahkan pada pengembangan katalis asam heterogen berbahan dasar gula dan
pengembangan proses untuk pembuatan biodiesel dari minyak biji karet.
ii
DAFTAR ISI
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Bab I Pendahuluan
2.1 Biodiesel
2.2 Minyak Biji Kare
2.3 Katalis Dalam Pe
2.3.1
2.3.2
2.4 Katalis Berbahan
2.5 Road Map Peneli
Bab III Metode Penelitian
iii
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 5.2 Hasil Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin
Press Hidrolik
Tabel 5.3 ANOVA Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin
Press Hidrolik
Viskositas dan Densitas Min
Variabel Percobaan Pengamb
Metode Ekstraksi
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH2Cl2
Tabel 5.7 ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH2Cl2
Tabel 5.8 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana
Tabel 5.9 ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana
Tabel 5.10 Kadar FFA Minyak Biji Karet Hasil Proses Ekstraksi
Tabel 5.11
Tabel 6.1 Rancangan Percobaan Pembuatan Katalis Asam Heterogen
Tabel 6.2 Rancangan Percobaan Proses Pembuatan Biodiesel Tahap I
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Sebagian
besar kebutuhan energi masih dipasok dari sumber alam yang tidak terbarukan seperti minyak
bumi, gas alam, dan batu bara yang cepat atau lambat pasti akan habis ketersediaannya.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk mencari dan mengembangkan sumber energi alternatif
yang terbarukan. Salah satunya adalah biodiesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang diproduksi dari minyak
nabati atau lemak hewani. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam hayati,
Indonesia memiliki banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan
baku dalam proses pembuatan biodiesel. Sebagai contoh, Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil karet terbesar di dunia dengan total produksi pada tahun 2007 mencapai
2,55 juta ton/tahun. Selama ini hasil utama yang diambil dari tanaman karet adalah latex.
Sementara biji karet masih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Biji karet
mengadung sekitar 40-50%-b minyak nabati yang sangat potensial untuk dikembangkan
menjadi bahan baku pembuatan biodiesel.
Terdapat dua metode yang umum digunakan dalam pengambilan minyak biji karet
yaitu metode pengepresan dan metode ekstraksi. Pada metode pengepresan, proses
pengambilan minyak biji karet hanya melibatkan proses mekanik menggunakan mesin
pengepresan tipe hidrolik atau ulir. Pada metode ekstraksi, proses pengambilan minyak biji
karet melibatkan penggunakan pelarut untuk melarutkan minyak yang terkandung di dalam
biji karet. Pada proses ekstraksi, rendemen minyak yang diperoleh dapat lebih tinggi
dibandingkan proses pengepresan. Namun karena pengoperasian metode ekstraksi lebih rumit
dan lebih banyak membutuhkan biaya, pada industri skala kecil proses pengambilan minyak
dengan metode pengepresan lebih banyak digunakan.
Salah satu kendala dalam pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi. Dalam proses
pembuatan biodiesel secara konvensional, minyak nabati direaksikan dengan alkohol rantai
pendek melalui reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa menghasilkan biodiesel.
Namun katalis basa hanya bekerja dengan baik pada bahan baku minyak dengan kadar asam
lemak bebas rendah yaitu < 0,5% dan dalam kondisi bebas dari air (Lotero et al., 2005).
Untuk minyak nabati dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi, penggunaan katalis
basa dapat menyebabkan reaksi samping penyabunan yang pada akhirnya dapat menurunkan
perolehan produk biodiesel dan keekonomian proses secara sangat signifikan.
Katalis asam dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembuatan biodiesel dari
bahan baku minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi. Katalis asam yang
digunakan dapat berupa katalis asam homogen maupun katalis asam heterogen. Katalis asam
homogen lebih jarang digunakan karena reaksi dengan katalis ini berjalan lambat,
memerlukan temperatur yang tinggi dan bersifat korosif (Lotero et al., 2005). Katalis asam
heterogen dapat dijadikan solusi dalam pembuatan biodiesel karena bersifat lebih tidak
korosif, tidak membutuhkan proses pemisahan yang mahal, serta dapat mengurangi dampak
pencemaran lingkungan.
Meskipun penggunaan katalis asam heterogen memiliki banyak keuntungan yang
menjanjikan namun harga katalis asam heterogen relatif mahal. Oleh karena itu diperlukan
upaya lebih lanjut untuk mengembangkan katalis asam heterogen dengan performa yang
tinggi namun dengan harga yang lebih ekonomis.
Belakangan ini terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa biodiesel dapat
diproduksi dengan menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar gula (Toda et al.,
2005). Gula merupakan bahan alami yang tersedia melimpah dengan harga relatif murah.
Katalis asam heterogen dapat dibuat dengan menggunakan gula sebagai bahan dasarnya
melalui proses pirolisis yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi. Akan tetapi, informasi
mengenai kondisi optimum pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar gula tersebut
serta karakteristik dan kinerjanya dalam pembuatan biodiesel masih sangat terbatas.
Dalam penelitian ini, proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan
menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar gula akan dipelajari dan dikembangkan
untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimum dalam proses pengambilan minyak biji
karet, dalam proses pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar gula, maupun dalam
proses pembuatan biodiesel itu sendiri.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan proses pembuatan biodiesel dari
minyak biji karet dengan menggunakan katalis asam heterogen berbahan dasar gula. Secara
khusus, hal ini meliputi:
1. Mempelajari dan mengoptimasi proses pengambilan minyak biji karet baik dengan
menggunakan teknik ekstraksi maupun pengempaan;
2. Mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar
gula dengan menggunakan proses pirolisis yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi; dan
3. Mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet
menggunakan katalis berbahan dasar gula baik dengan menggunakan proses satu tahap
maupun dua tahap.
1.3 Urgensi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai
proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan menggunakan katalis asam
heterogen berbahan dasar gula. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini sangat berguna
untuk perancangan dan pengembangan proses pembuatan biodiesel yang lebih ramah
lingkungan. Selain itu, hasil penelitian yang diperoleh juga dapat membuka peluang untuk
eksplorasi dan pemanfaatan berbagai minyak nabati non pangan yang ada di Indonesia yang
umumnya memilik kandungan asam lemak bebas cukup tinggi untuk pembuatan biodiesel
pada masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang diproduksi
dengan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak nabati atau lemak hewani dengan
alkohol rantai pendek seperti metanol. Reaksinya membutuhkan katalis yang umumnya
merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi senyawa kimia baru yang disebut metil
ester (Van Gerpen, 2005).
Kelebihan biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel antara lain: (1) Biodiesel
berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui; (2) Biodiesel memiliki kandungan
aromatik dan sulfur yang rendah (Ma & Hanna, 1999); (3) Biodiesel memiliki cetane number
yang tinggi (Zhang et al., 2003). Beberapa sifat fisik dan kimia biodiesel dan petrodiesel
disarikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Biodiesel dan Petrodiesel (Demirbas, 2009)
Sifat
Titik nyala
Air dan sedimen
Viskositas kinematik (313 K)
Massa jenis
Abu sulfat
Abu
Sulfur
Korosi pada tembaga
Bilangan Cetane
Aromatisitas
Residu karbon
Temperatur distilasi (90%vol)
Salah satu kendala dalam pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi. Dalam proses
pembuatan biodiesel secara konvensional, minyak nabati direaksikan dengan alkohol rantai
pendek melalui reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa menghasilkan biodiesel.
Namun katalis basa hanya bekerja dengan baik pada bahan baku minyak dengan kadar asam
lemak bebas rendah yaitu < 0,5% dan dalam kondisi bebas dari air (Lotero et al., 2005).
Untuk minyak nabati dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi, penggunaan katalis
4
basa dapat menyebabkan reaksi samping penyabunan yang pada akhirnya dapat menurunkan
perolehan produk biodiesel dan keekonomian proses secara keseluruhan.
2.3 Katalis Dalam Pembuatan Biodiesel
Dalam reaksi pembuatan biodiesel diperlukan katalis karena reaksi cenderung
berjalan lambat. Katalis berfungsi menurunkan energi aktifasi reaksi sehingga reaksi dapat
berlangsung lebih cepat. Katalis yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dapat berupa
katalis basa maupun katalis asam. Dengan katalis basa reaksi berlangsung pada suhu kamar
sedangkan dengan katalis asam reaksi baru berjalan baik pada suhu sekitar 100C. Bila tanpa
katalis, reaksi membutuhkan suhu minimal 250C (Kirk & Othmer, 1980).
2.3.1
Katalis Basa
Terdapat dua jenis katalis basa yang umum digunakan dalam pembuatan biodiesel,
yaitu katalis basa homogen dan heterogen. Katalis basa homogen merupakan katalis basa
yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk reaksinya. Katalis basa homogen
memiliki kelebihan yakni suhu dan tekanan yang dibutuhkan dalam reaksi relatif rendah.
Katalis basa homogen yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah NaOH
(natrium hidroksida) dan KOH (kalium hidroksida). Beberapa katalis basa heterogen yang
juga dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah CaZrO 3, Al2O3SnO, Li/MgO,
Al2O3/KI, KOH/Al2O3, KOH/NaY dan K2CO3 tersuport alumina/silika.
Keuntungan dari katalis basa adalah kemampuan katalisatornya yang tinggi dan
harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan katalis asam. Akan tetapi untuk
mendapatkan performa proses yang optimum, penggunaan katalis basa dalam reaksi
transesterifikasi memiliki beberapa persyaratan penting, diantaranya alkohol yang digunakan
harus dalam keadaan anhidrous dengan kandungan air < 0,10,5%. Selain itu, minyak yang
digunakan harus memiliki kandungan asam lemak bebas < 0,5%. Keberadaan air dalam
reaksi transesterifikasi sangat penting untuk diperhatikan karena dengan adanya air, alkil
ester yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas. Lebih lanjut, kehadiran
asam lemak bebas dalam sistem reaksi dapat menyebabkan reaksi penyabunan yang sangat
menggangu dalam proses pembuatan biodiesel.
Dengan demikian dalam pembuatan biodiesel menggunakan katalis basa, pemilihan
umpan minyak sebagai bahan baku menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Penggunaan
minyak biji karet yang umumnya memiliki nilai asam lemak bebas sekitar 16% ataupun
lemak hewan yang memiliki nilai asam lemak bebas sekitar 530%, serta beberapa jenis
minyak nabati yang memiliki kualitas yang rendah dengan kandungan asam lemak bebas
sangat tinggi akan menyebabkan reaksi penyabunan.
Reaksi penyabunan dapat terjadi ketika umpan dengan kandungan asam lemak bebas
tinggi bereaksi dengan katalis basa atau alkali membentuk sabun dan air seperti pada reaksi
berikut ini:
R-COOH+
(Asam Lemak Bebas)
Akibat reaksi samping ini, katalis basa harus terus ditambahkan karena sebagian
katalis basa habis bereaksi membentuk produk samping berupa sabun. Lebih lanjut,
kehadiran sabun akan menjadi penghambat dalam pemisahan produk biodiesel dari campuran
reaksi karena menyebabkan terjadinya pembentukan emulsi. Hal ini secara signifikan
menurunkan keekonomian proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis basa.
2.3.2
Katalis Asam
Alternatif lain yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel dengan umpan yang
mengandung asam lemak bebas tinggi adalah dengan menggunakan katalis asam. Selain
berfungsi untuk mengkatalisis reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel, katalis
asam juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi asam lemak bebas menjadi biodiesel
mengikuti reaksi berikut ini:
R-COOH+
(Asam Lemak Bebas)
Katalis asam yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel juga terbagi dalam
dua jenis, yaitu katalis asam homogen dan heterogen. Katalis asam homogen yang biasa
digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah asam sulfat. Terdapat beberapa kekurangan
pada katalis asam homogen yang menyebabkan katalis jenis ini relatif jarang dipakai dalam
pembuatan biodiesel antara lain: bersifat sangat korosif, sulit dipisahkan dari produk dan
dapat ikut terbuang dalam pencucian sehingga tidak dapat digunakan kembali sekaligus dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Katalis heterogen merupakan katalis yang
memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan dan produk reaksinya. Katalis asam heterogen
seperti Zeolit, La/Zeolit beta, MCm41, Amberlyst15, dan Nafion adalah katalis yang dapat
digunakan dalam proses pembuatan biodiesel (Shu et al., 2010).
Masalah yang timbul akibat penggunaan katalis asam homogen secara umum dapat
diatasi dengan menggunakan katalis asam heterogen. Keuntungan penggunaan katalis asam
heterogen dalam pembuatan biodiesel dapat diringkas sebagai berikut (Shu et al., 2010): (1)
Katalis dapat digunakan kembali; (2) Tidak terbentuk produk samping berupa sabun dari
asam lemak bebas; (3) Meningkatkan perolehan dan kemurnian produk; (4) Pemurnian jauh
lebih mudah dan dapat menekan biaya peralatan, karena peralatan pemurnian dapat banyak
berkurang; dan (5) Tidak banyak katalis yang hilang dalam proses pembuatan biodiesel.
Namun terdapat kendala dalam penggunaan katalis asam heterogen yakni harganya
yang relatif mahal. Selain itu katalis ini biasanya bersifat hidrofilik dan merupakan padatan
asam oksida inorganik dengan gugus hidroksil OH yang berperan sebagai asam kuat
Bronsted. Keaktifan katalis asam ini akan berkurang akibat hidrasi OH oleh air yang
terbentuk dalam reaksi esterifikasi asam lemak bebas.
2.4 Katalis Berbahan Dasar Gula
Katalis berbahan dasar gula adalah material karbon tersulfonasi sehingga merupakan
jenis katalis asam heterogen yang kuat. Material ini bisa didapat dari hasil karbonisasi dan
sulfonasi senyawa hidrokarbon polisiklik. Katalis dari material karbon tersulfonasi ini
menunjukkan aktivitas yang sangat baik dalam beberapa macam reaksi berkatalis asam
seperti pada reaksi pembuatan biodiesel.
Dalam pengujian untuk pembuatan biodiesel, katalis ini menunjukkan keaktifan
setengah kali dibandingkan dengan katalis asam sulfat dan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan katalis asam heterogen konvensional lainnya. Katalis padat yang dapat didaur ulang
seperi Nafion, merupakan katalis asam heterogen yang sangat baik, namun harganya sangat
mahal. Karbon naftalen tersulfonasi merupakan katalis asam heterogen yang telah berhasil
6
digunakan sebagai katalis dalam pembentukkan etil asetat, namun katalis ini merupakan
bahan yang lunak dan molekul aromatiknya dapat terpisahkan pada kondisi temperatur di atas
100C sehingga aktivitas katalistisnya akan hilang. Masalah ini dapat diatasi dengan
menggunakan katalis dengan bahan dasar gula (Toda et al., 2005).
Material karbon dalam pembuatan katalis asam heterogen ini dapat diproduksi dari
gula, pati atau selulosa terkarbonisasi. Karbonisasi tidak sempurna dari produk alami seperti
gula, pati, atau selulosa dapat menghasilkan material karbon yang kuat yang terdiri dari
karbon polisiklik kecil dalam struktur tiga dimensi dengan ikatan sp3. Sulfonasi dari material
ini akan menghasilkan padatan yang stabil dengan massa jenis sisi aktif yang besar. Dengan
demikian, proses karbonisasi dan sulfonasi yang baik dari senyawa sakarida akan
menghasilkan struktur karbon yang stabil dengan densitas gugus SO 3H yang besar (Liu et
al., 2010). Hasilnya adalah katalis berperforma tinggi yang bisa didapatkan dari molekul
alami yang murah dan melimpah, terdiri dari karbon amorphous tersulfonasi, dan dapat
didaur ulang (Toda et al., 2005).
2.5 Road Map Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian di bidang Energi Baru dan Terbarukan
yang merupakan salah satu bidang Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang ada di
Universitas Katolik Parahyangan.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, sebagai negara yang kaya akan sumber
daya alam hayati, Indonesia memiliki banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan biodiesel. Salah satu minyak nabati
yang sudah banyak dipakai sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak sawit.
Akan tetapi, persaingan antara penggunaan minyak nabati tersebut sebagai bahan pangan
dengan penggunaannya sebagai bahan baku biodiesel menyebabkan harga komoditi tersebut
semakin tinggi di pasaran. Persaingan semacam itu dapat mengancam ketahanan energi
maupun pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya diversifikasi untuk menemukan
sumber-sumber minyak nabati lainnya berupa pohon-pohonan yang dapat menghasilkan
minyak secara produktif, namun bukan merupakan minyak pangan, untuk dipakai sebagai
bahan baku dalam pembuatan biodiesel.
Beberapa minyak nabati yang potensial yang pohonnya mudah tumbuh dan
menghasilkan minyak secara produktif antara lain minyak biji karet, minyak biji kapok,
minyak biji kepoh, minyak kemiri, minyak kemiri sunan, nyamplung, mabai, dsb. Akan tetapi
minyak-minyak non-pangan tersebut memiliki beberapa kekurangan jika langsung disintesa
menjadi biodiesel. Kekurangan tersebut antara lain: (1) sebagian besar minyak tersebut
memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi sehingga kurang ekonomis jika diproses
menjadi biodiesel menggunakan cara konvensional berkatalis basa; (2) sebagian minyak
tersebut mengandung gugus siklopropenoid (seperti biji kapok dan kepoh) sehingga jika
dibuat menjadi biodiesel akan menghasilkan bahan bakar yang mudah terpolimerisasi yang
dapat mengakibatkan timbulnya endapan di tangki bahan bakar serta penyumbatan pada
injektor mesin diesel; (3) sebagian minyak tersebut yang memiliki kadar asam lemak tak
jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids) yang tinggi (seperti kemiri sunan) sehingga jika
dijadikan biodiesel akan didapat produk dengan kestabilan oksidator dan termal yang rendah.
Selain minyak-minyak yang disebutkan di atas, salah satu sumber minyak dari sektor
kehutanan yang cukup potensial untuk diubah menjadi bahan bakar cair adalah minyak
terpentin yang mengandung cukup banyak hidrokarbon terpen. Jika diolah dengan tepat, yaitu
dengan menjenuhkan ikatan rangkap dua yang ada dalam struktur mono- dan bi- siklik
hidrokarbon tersebut, akan diperoleh produk bahan bakar cair yang setara dengan kerosin
7
bahkan dapat dipakai untuk substitusi Avtur. Dengan demikian pengolahan tersebut dapat
menaikkan nilai ekonomi dari minyak terpentin dan juga berguna untuk menambah ketahanan
energi Indonesia di masa depan dari sumber-sumber terbarukan.
Berikut ini adalah diagram singkat road map penelitian pengolahan minyak-minyak
non-pangan Indonesia sebagai sumber energi alternatif terbarukan.
Minyak
bergug
sikloprope
Minyak
Non
Pangan
HC ter
dari mi
terpen
BAB III
METODE PENELITIAN
Berikut ini akan dijelaskan secara berurutan prosedur percobaan dan metode analisis
dalam proses pengambilan minyak biji karet, proses pembuatan katalis, dan proses
pembuatan biodiesel.
3.1 Pengambilan Minyak Biji Karet
Untuk mendapatkan perolehan minyak yang tinggi, terhadap biji karet perlu dilakukan
pengecilan ukuran terlebih dahulu. Selanjutnya, pengambilan minyak biji karet dapat
dilakukan dengan salah satu metode berikut ini:
1. Pengempaan
Sebelum dikempa, biji karet harus dikeringkan terlebih dahulu untuk mengurangi
kandungan air yang cukup besar yang terdapat di dalamnya yang dapat memicu terjadinya
hidrolisa trigliserida menjadi asam lemak bebas. Setelah itu, biji karet dikempa
menggunakan alat atau mesin pengempa hidrolik dengan tekanan mencapai 320 kg/cm2
untuk mengeluarkan minyak yang ada di dalamnya. Perolehan minyak biji karet dengan
menggunaan metode ini umumnya tidak terlalu besar.
2. Ekstraksi
Metode ekstraksi dapat dilakukan menggunakan pelarut heksan yang dikontakkan
langsung dengan biji karet. Sebelum minyak biji karet diolah menjadi biodiesel, minyak
tersebut perlu dipisahkan dari pelarut heksan dengan menggunakan evaporator pada suhu
o
70 C. Uap heksan kemudian dikondensasikan untuk digunakan kembali dalam proses
ekstraksi berikutnya. Kelebihan dari metode ini adalah perolehan minyak yang dihasilkan
lebih besar dibandingkan dengan metode pengempaan. Kekurangan dari metode ini adalah
diperlukannya proses pemisahan yang membutuhkan energi untuk memisahkan minyak
dari pelarutnya.
Dalam penelitian ini, kondisi operasi dalam proses pengambilan minyak biji karet
khususnya dengan metode ekstraksi (misalnya: temperatur, jumlah dan jenis pelarut, dsb)
akan dioptimasi untuk mendapatkan perolehan minyak biji karet yang optimum.
Sebelum dipakai sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, minyak biji karet yang
dihasilkan perlu dianalisis untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas yang ada di
dalamnya. Sampel minyak biji karet ditambahkan dengan isopropil alkohol 96% dan
indikator fenolftalein dititrasi dengan larutan NaOH hingga berubah warna menjadi merah
jambu. Volume NaOH yang dibutuhkan dicatat untuk kemudian dipakai dalam menentukan
kandungan asam lemak bebas pada sampel minyak biji karet dengan menggunakan
persamaan berikut:
FFA(%) =
V
NaOH
MW
NaOH
asam lemak
100%
m
sampel
Kandungan asam lemak bebas sering kali dinyatakan dalam bilangan asam berikut ini:
Bilangan Asam =
Selain kandungan asam lemak bebas, minyak biji karet perlu juga diukur sifat fisik dan
kimianya seperti densitas, viskositas, komposisi kimia, dan lain sebagainya.
3.2 Pembuatan Katalis
Katalis yang akan digunakan dalam percobaan pembuatan biodiesel dari minyak biji
karet adalah katalis berbahan dasar gula. Pembuatan katalis berbahan dasar gula dilakukan
dengan proses pirolisis dimana gula yaitu D-glukosa atau sukrosa dipirolisis dalam furnace
silinder pada temperatur 400C selama 15 jam di bawah aliran gas N 2 . Material karbon yang
dihasilkan dari proses pirolisis kemudian disulfonasi selama 15 jam menggunakan H 2SO4
96% pada suhu 150C. Setelah proses sulfonasi selesai, campuran didinginkan sampai suhu
kamar, kemudian diencerkan dengan aquades 500 mL. Setelah pengenceran, dilakukan
penyaringan untuk memisahkan katalis yang dihasilkan. Katalis yang telah dipisahkan dicuci
dengan aquadest 80C sampai tidak mengandung sisa larutan asam. Selanjutnya katalis
dikeringkan menggunakan oven pada temperatur 60C.
11
BAB IV
JADWAL KEGIATAN DAN
INDIKATOR CAPAIAN TAHUNAN
Berikut ini kami sajikan secara lengkap rencana penelitian yang meliputi nama
kegiatan, tujuan kegiatan, keluaran yang diinginkan, alokasi waktu yang dibutuhkan, serta
indikator capaian tahunan yang harapkan.
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian
Kegiatan
Metode Pengempaan
Tujuan:
Mengetahui perolehan minyak biji karet
dengan metode pengempaan
Keluaran:
Perolehan minyak biji karet dengan
metode pengempaan
2.
Metode Ekstraksi
Tujuan:
Mencari kondisi operasi optimum
proses pengambilan minyak biji karet
dengan metode ekstraksi
Mengetahui perolehan minyak biji karet
dengan metode ekstraksi
Keluaran:
Kondisi
operasi
optimum
dan
perolehan minyak biji karet dengan
menggunakan metode ekstraksi
3.
12
Publikasi
dalam
seminar
nasional / jurnal nasional
Proses Pirolisis
Tujuan:
2.
Proses Sulfonasi
Tujuan:
3.
Karakterisasi Katalis
Tujuan:
Mengetahui karakteristik fisik dan kimia
katalis berbahan dasar gula
Keluaran:
13
2.
3.
14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, pelaksanaan penelitian ini mencakup tiga
tahapan utama, yaitu: (1) Pengambilan minyak biji karet; (2) Pembuatan katalis; dan (3)
Pembuatan biodiesel. Dalam bagian ini akan dilaporkan hasil penelitian yang telah dicapai
sampai dengan tanggal 15 November 2013.
5.1 Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan Mesin Press Hidrolik
5.1.1
Prosedur Kerja
Proses pengambilan minyak biji karet dibagi menjadi 2 tahapan proses yaitu tahap
pretreatment bahan baku dan tahap pengepresan. Diagram alir proses pengambilan minyak
biji karet disajikan pada gambar berikut ini.
Pengumpulan
biji karet
Penyimpanan
Conditioning
Gambar 5.1 Diagram Alir Proses Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan
Mesin Press Hidrolik
15
Rancangan Percobaan
yang dilakukan adalah 80 bar dan 120 bar. Untuk lama pemanasan awal, dilakukan variasi
pada 45 menit dan 75 menit. Sedangkan untuk lama pengepresan, dilakukan variasi pada 30
menit dan 90 menit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan
4
faktorial 2 dengan penambahan center point sebanyak 4 buah. Respon yang diamati yaitu
rendemen minyak biji karet.
Tabel 5.1 Variabel Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan
Mesin Press Hidrolik
Temperatur
o
60 C
o
80 C
5.1.3
Hasil Percobaan
17
Run
5.1.4
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai p-value variabel B (tekanan pengepresan)
dan variabel D (lama pengepresan) lebih kecil dari 0.05 yang menandakan bahwa variabel
tekanan pengepresan dan lama pengepresan secara signifikan mempengaruhi jumlah
rendemen pada pengambilan minyak biji karet. Sementara itu, nilai p-value variabel A
(temperature pengepresan) dan variabel C (lama pemanasan awal) lebih besar dari 0.05 yang
menunjukkan bahwa variabel temperatur pengepresan dan lama pemanasan awal tidak
mempengaruhi jumlah rendemen pada pengambilan minyak biji karet secara signifikan.
Selain itu, dapat dilihat pada tabel di atas bahwa interaksi dua faktor BD yaitu
interaksi antara variabel tekanan pengepresan dan lama pengepresan juga lebih kecil dari 0.05
sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi antara variabel tekanan pengepresan dan lama
18
19
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada lama pengepresan yang lebih pendek,
tekanan pengepresan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan perolehan
minyak biji karet dibandingkan pada lama pengepresan yang lebih panjang.
Dari tabel di atas juga dapat diamati bahwa kurvatur memiliki nilai p-value sebesar
0.9839. Hal ini menunjukkan tidak adanya kurvatur yang signifikan dalam rentang variasi
percobaan. Artinya rentang nilai variabel pada percobaan ini masih terletak di luar daerah
optimumnya sehingga rendemen minyak biji karet masih dapat ditingkatkan sampai batas
kemampuan mesin press hidrolik yang dimiliki.
5.1.5
Pada percobaan ini, minyak yang berhasil diambil kemudian ditampung untuk
dianalisa lebih lanjut. Sampel ditutup menggunakan cling wrap lalu disimpan. Pada akhir
percobaan, sampel yang telah ditampung kemudian dianalisa kadar FFAnya dengan
menggunakan metode titrasi. Hasil analisa pada sampel-sampel yang telah ditampung
disajikan pada Gambar 5.3.
Pengaruh
70
60
%FFA
50
40
30
20
10
0
0
Gambar 5.3 Pengaruh Lama Penyimpanan (Urutan Run) Terhadap Kadar FFA
Dapat diamati bahwa kadar FFA paling banyak terdapat pada run-run awal dimana
minyak paling lama disimpan sebelum kemudian dianalisa kadar FFAnya. Kadar FFA paling
tinggi terdapat pada Run pertama dengan kadar FFA sebesar 67.64%. Run pertama dilakukan
kurang lebih tiga bulan sebelum analisa FFA dilakukan. Sedangkan minyak pada run-run
akhir memberikan kadar FFA sekitar 28%.
5.1.6
Selain rendemen dan kadar FFA, dilakukan juga pengukuran nilai viskositas dan
densitas minyak biji karet. Viskositas dan densitas dianalisis dari sampel center point yaitu
20
sampel yang diperoleh dari operasi pengepresan pada temperature 70 C, tekanan 100 bar,
lama pemanasan awal 60 menit dan lama pengepresan 60 menit.
Tabel 5.4 Viskositas dan Densitas Minyak Biji Karet
o
Prosedur Kerja
Seperti pada proses pengepresan, sebelum bahan baku biji karet digunakan dalam
proses ekstraksi, perlu dilakukan beberapa tahap pretreatment. Mula-mula biji karet dipilih,
o
dibersihkan, dikupas, dan dikeringkan pada 75 C sampai mencapai berat konstan. Kemudian
biji karet dihancurkan sampai mencapai beberapa ukuran mesh tertentu dan disimpan dalam
wadah terpisah yang tertutup rapat.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua macam pelarut yaitu CH2Cl2
dan n-hexane dengan rasio umpan biji karet terhadap pelarut tertentu. Ekstraksi, dilakukan
pada suhu titik didih pelarut masing-masing selama waktu tertentu dengan kecepatan
pengadukan magnetic stirrer maksimal. Setelah proses ekstraksi selesai, ampas biji karet
dipisahkan menggunakan vacuum filter. Selanjutnya, minyak biji karet dipisahkan dari
o
pelarut dengan cara pemanasan pada suhu 100 C sampai seluruh pelarut habis teruapkan.
5.2.2
Rancangan Percobaan
Variabel yang divariasikan dalam penelitian ini adalah rasio umpan biji karet terhadap
pelarut, ukuran partikel biji karet, dan lama ekstraksi. Untuk rasio umpan biji karet terhadap
pelarut, dilakukan variasi pada 1:4 dan 1:6. Untuk ukuran partikel biji karet, variasi yang
dilakukan adalah +10 dan -20+30. Variasi yang dilakukan untuk lama ekstraksi adalah 4 jam
3
dan 6 jam. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial 2
dengan penambahan center point sebanyak 4 buah. Respon yang diamati yaitu rendemen
(yield) minyak biji karet.
Tabel 5.5 Variabel Percobaan Pengambilan Minyak Biji Karet Menggunakan
Metode Ekstraksi
Rasio U
Ter
21
5.2.3
Berikut ini adalah hasil percobaan yang menggambarkan pengaruh variabel rasio
umpan biji karet terhadap pelarut, ukuran partikel biji karet, dan lama ekstraksi terhadap
rendemen minyak biji karet.
Tabel 5.6 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH2Cl2
Standard
Order
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5.2.4
Untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi yield minyak biji karet pada
proses ekstrasi menggunakan pelarut CH2Cl2 dilakukan analysis of variance (ANOVA).
Analysis of variance (ANOVA) dilakukan dengan bantuan piranti lunak Design Expert
dan hasilnya disajikan dalam table berikut ini.
Tabel 5.7 ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut CH2Cl2
Source
Model
A Rasio
B Mesh
C Lama Ekstraksi
AB
AC
BC
ABC
Curvature
Pure Error
Cor Total
22
Variabel yang berpengaruh adalah variabel dengan nilai P-value dibawah 5%. Dapat
dilihat bahwa variabel Rasio F:S memiliki nilai P-value < 0.0001 sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap yield minyak biji karet. Sementara
itu, variabel Ukuran Partikel (Mesh) dan variabel Lama Ektraksi memiliki nilai P-value yang
lebih besar dari 5%. Namun karena adanya kurvatur yang cukup signifikan, penentuan
apakah kedua variabel tersebut mempengaruhi yield minyak biji karet atau tidak, perlu
dilakukan dengan lebih berhati-hati dengan memperhatikan gambar berikut ini.
lebih sulit sehingga kehilangan minyak dalam proses pemisahan tersebut akan menjadi
lebih besar. Dengan demikan, perolehan minyak biji karet optimum dalam percobaan ini
terjadi pada ukuran partikel -10+20. Pengecilan ukuran lebih lanjut tidak meningkatkan
jumlah minyak yang dapat diekstraksi secara signifikan, sementara kehilangan minyak
dalam proses penyaringan menjadi lebih besar sehingga secara keseluruhan menyebabkan
perolehan minyak berkurang.
Yield minyak biji karet pada lama ekstraksi 4 jam dengan nilai rata- rata 30.4%
naik ke 33% pada lama ekstraksi 5 jam dan kemudian turun ke 30.7% pada lama ekstraksi
6 jam. Lama waktu ektraksi berpengaruh dalam proses ekstraksi karena semakin lama
waktu ekstraksi maka semakin banyak zat terlarut yang dapat terekstrak hingga
tercapainya kondisi kesetimbangannya. Akan tetapi semakin lama waktu ekstraksi,
semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk menjalankan proses ekstraksi tersebut.
Lebih lanjut, jika pelarut yang digunakan memiliki titik didih yang rendah, dibutuhkan
sistem pendinginan dan media pendinginan khusus untuk menjaga agar pelarut yang
digunakan tidak hilang selama proses ekstraksi. Jika tidak, kehilangan pelarut melalui
kondensor juga akan meningkat dan pada akhirnya dapat menurunkan perolehan minyak
hasil ekstraksi.
5.2.5
Berikut ini adalah hasil percobaan yang menggambarkan pengaruh variabel rasio
umpan biji karet terhadap pelarut, ukuran partikel biji karet, dan lama ekstraksi terhadap
rendemen minyak biji karet.
Tabel 5.8 Hasil Percobaan Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana
Standard
Order
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
24
5.2.6
Untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi yield minyak biji karet pada proses
ekstrasi menggunakan pelarut n-heksana dilakukan analysis of variance (ANOVA). Analysis
of variance (ANOVA) dilakukan dengan bantuan piranti lunak Design Expert dan hasilnya
disajikan dalam table berikut ini.
Tabel 5.9 ANOVA Ekstraksi Menggunakan Pelarut n-Heksana
Source
Model
A Rasio
B Mesh
C Lama Ekstraksi
AB
AC
BC
ABC
Curvature
Pure Error
Cor Total
Dapat dilihat bahwa variabel Rasio F:S, Ukuran Partikel (MESH), dan Lama
Ekstraksi memiliki nilai P-value < 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel ini
berpengaruh secara signifikan terhadap yield minyak biji karet. Dari tabel di atas juga dapat
diamati bahwa kurvatur memiliki nilai P-value < 0.05. Hal ini menunjukkan adanya kurvatur
yang signifikan dalam rentang variasi percobaan. Artinya rentang nilai variabel pada
percobaan ini sudah berada pada daerah optimumnya.
25
dibutuhkan untuk menjalankan proses ekstraksi tersebut. Lebih lanjut, jika pelarut yang
digunakan memiliki titik didih yang rendah, dibutuhkan sistem pendinginan dan media
pendinginan khusus untuk menjaga agar pelarut yang digunakan tidak hilang selama proses
ekstraksi. Jika tidak, kehilangan pelarut melalui kondensor juga akan meningkat dan pada
akhirnya dapat menurunkan perolehan minyak hasil ekstraksi.
5.2.7
Standard
Order
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5.2.8
27
Tabel 5.11 Viskositas dan Densitas Minyak Biji Karet Hasil Proses Ekstraksi
Standar
Order
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5.2.9
Proses ekstraksi menggunakan pelarut CH2Cl 2 memberikan yield minyak biji karet
yang lebih baik sebesar 33,04% dibandingkan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut
n-Hexane yang hanya sebesar 27,4%. Kadar FFA, viskositas, dan viskositas minyak biji karet
yang dihasilkan dari kedua proses ekstraksi tersebut relatif sama.
Kondisi optimum untuk proses ekstraksi minyak biji karet menggunakan pelarut
CH2Cl2 maupun n-heksana adalah pada rasio umpan biji karet terhadap pelarut 1:5, ukuran
partikel biji karet -10+20, dan lama waktu ekstraksi 5 jam. Adapun temperatur optimum
proses ekstraksi adalah di sekitar titik didih masing-masing pelarut.
28
BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Pada tahap pertama, fokus utama penelitian adalah untuk mempelajari cara
pengambilan minyak biji karet menggunakan metode pengepresan maupun metode ekstraksi.
Beberapa informasi mengenai rendemen/perolehan minyak biji karet maupun kondisi operasi
optimum proses pengambilan minyak biji karet sudah diperoleh. Sifat fisik dan kimia minyak
biji karet, meliputi kandungan asam lemak bebas, viskositas dan densitas juga sudah
didapatkan.
Pada tahap selanjutnya, penelitian akan difokuskan pada pengembangan katalis dan
pengembangan proses untuk pembuatan biodiesel. Adapun rencana kerja untuk tahapan
pengembangan katalis maupun tahapan pengembangan proses untuk pembuatan biodiesel
adalah sebagai berikut:
6.1 Pengembangan Katalis
Katalis asam heterogen dapat dibuat dari bahan baku yang memiliki gugus dasar
glukosa seperti D-glukosa, sukrosa, pati, dan selulosa melalui proses pirolisis yang kemudian
dilanjutkan dengan proses sulfonasi. Proses pirolisis merupakan proses dekomposisi termal
pada temperatur tinggi. Proses ini bertujuan untuk melakukan karbonisasi secara tidak
sempurna terhadap bahan baku yang memiliki gugus dasar glukosa untuk membentuk
lembaran-lembaran karbon polisiklik aromatik. Proses sulfonasi berguna untuk
menambahkan gugus asam HSO3 ke dalam lembaran-lembaran karbon polisiklik aromatik
tersebut di atas menghasilkan katalis asam heterogen.
Lou et al. (2008) melakukan percobaan untuk memproduksi katalis asam heterogen
menggunakan berbagai bahan baku, antara lain D-glukosa, sukrosa, pati, selulosa. Dari hasil
percobaannya didapatkan bahwa aktivitas katalisis terbaik diberikan oleh katalis yang dibuat
dari bahan baku pati. Adapun kondisi operasi proses pirolisis yang optimum adalah pada
o
400 C selama 15 jam, sementara kondisi operasi proses sulfonasi optimum adalah pada
o
150 C selama 15 jam.
Chen & Fang (2011) melakukan percobaan untuk memproduksi katalis asam
heterogen menggunakan bahan baku berupa campuran glukosa dan berbagai jenis pati yang
memiliki kandungan amilopektin yang berbeda, yaitu: pati beras ketan (kadar amilopektin
99,7%), pati jagung (kadar amilopektin 72%), dan amilosa (kadar amilopektin 0%).
Ditemukan bahwa kadar amilopektin yang berbeda-beda pada pati yang dicampurkan
berpengaruh terhadap aktivitas katalis yang dihasilkan. Kadar amilopektin yang berbeda
menyebabkan perbedaan pada struktur karbon polisiklik aromatik bahan katalis yang
dihasilkan. Hal ini penting karena struktur karbon polisiklik aromatik bahan katalis akan
mempengaruhi jumlah gugus HSO3 yang dapat menempel pada permukaan katalis. Semakin
banyak gugus HSO3 yang dapat menempel pada permukaan katalis menyebabkan aktivitas
katalis semakin tinggi. Dari percobaannya didapatkan bahwa katalis yang memiliki aktivitas
paling baik dan densitas asam yang paling besar adalah katalis yang dibuat dari bahan baku
campuran glukosa dan pati jagung. Adapun kondisi operasi proses pirolisis yang digunakan
o
adalah pada temperatur 400 C selama 75 menit dan kondisi operasi proses sulfonasi yang
o
digunakan adalah pada temperatur 150 C selama 5 jam.
Dalam penelitian ini, katalis asam heterogen akan dibuat dari bahan baku berbagai
jenis pati yang memiliki kandungan amilopektin yang berbeda, yaitu: pati kentang, pati
29
ganyong, pati singkong, dan pati jagung. Adapun kondisi operasi proses pirolisis dan proses
sulfonasi yang akan digunakan dalam pembuatan katalis ada dua macam, mengikuti kondisi
operasi optimum yang dilaporkan oleh Lou, et al. (2008) dan Chen & Fang (2011).
Tabel 6.1 Rancangan Percobaan Pembuatan Katalis Asam Heterogen
Variabel Percobaan
Bahan Baku
Kondisi Operasi
Beberapa uji karakterisasi yang akan dilakukan meliputi analisa kadar amilopektin
dari bahan baku pati yang digunakan, uji Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk
mengetahui struktur dan morfologi permukan katalis yang dihasilkan, uji EDS (Energy
Dispersive X-ray Spectroscopy) untuk mengetahui komposisi kimia katalis yang dihasilkan,
dan uji Brunauer-Emmett-Teller (BET) untuk menentukan luas permukaan dan ukuran pori
katalis yang dihasilkan.
6.2 Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel
Biji karet dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena memiliki
kandungan minyak yang cukup besar. Akan tetapi kandungan FFA pada minyak biji karet
cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan reaksi samping penyabunan (saponifikasi) jika
direaksikan secara langsung dengan metanol menggunakan katalis basa pada proses satu
tahap. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan proses dua tahap, di mana pada tahap
pertama, minyak biji karet akan diturunkan terlebih dahulu kadar FFA-nya sampai di bawah
1% dengan mereaksikannya dengan methanol menggunakan katalis asam sebelum kemudian
pada tahap kedua diolah lebih lanjut menjadi biodiesel dengan bantuan katalis basa.
Katalis yang digunakan dalam proses tersebut dapat berupa katalis homogen atau
katalis heterogen. Katalis homogen akan memberikan performa yang lebih baik daripada
katalis heterogen. Namun, katalis homogen memiliki beberapa kelemahan jika dibandingkan
dengan katalis heterogen, seperti lebih korosif, sulit didaur ulang, dan dapat menyebabkan
pencemaran pada lingkungan.
Dalam penelitian ini, katalis asam yang akan digunakan dalam proses pre-treatment
adalah katalis asam homogen H2 SO4 dan katalis asam heterogen yang dibuat dari bahan baku
pati (lihat penjelasan pada sub bab 6.1). Percobaan menggunakan katalis asam homogen
H2SO4 akan dilakukan pada tahun kedua sementara percobaan menggunakan katalis asam
heterogen yang dibuat dari bahan baku pati akan dilakukan pada tahun ketiga.
Variabel yang akan divariasikan dalam proses pre-treatment menggunakan katalis
H2SO4 adalah waktu reaksi (t), rasio molar methanol terhadap minyak (M:O) dan jumlah
katalis. Variasi yang dilakukan untuk waktu reaksi (t) adalah 1 jam dan 2 jam, untuk rasio
molar methanol terhadap minyak (M:O) adalah 6:1 dan 12:1, dan untuk jumlah katalis H2SO4
30
adalah 1%-w dan 5%- w minyak awal. Temperatur reaksi ditetapkan pada 60 C dengan laju
pengadukan magnetic stirrer maksimum. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
3
rancangan percobaan faktorial 2 dengan penambahan center point. Penambahan center point
yang dilakukan adalah sebanyak 4 kali dengan mengambil nilai tengah dari setiap variasi
yang dilakukan. Respon proses yang diamati adalah kadar FFA minyak biji karet setelah
proses pre-treatment (y).
Tabel 6.2 Rancangan Percobaan Proses Pembuatan Biodiesel Tahap I
Waktu Reaksi (j
t=1
t=2
Untuk tahap kedua, katalis basa yang akan digunakan adalah katalis basa homogen
NaOH dan katalis basa heterogen CaO yang dibuat dari kalsinasi CaCO 3 pada temperatur
o
1000 C selama 2 jam. Kondisi operasi yang digunakan untuk pembuatan biodiesel
o
menggunakan katalis basa homogen NaOH adalah pada temperatur 65 C dengan laju
pengadukan magnetic stirrer maksimum, waktu reaksi 1 jam, rasio molar metanol terhadap
minyak 9:1, dan jumlah katalis 1%-b/v minyak. Kondisi operasi yang digunakan untuk
o
pembuatan biodiesel menggunakan katalis basa heterogen CaO adalah pada temperatur 65 C
dengan laju pengadukan magnetic stirrer maksimum, waktu reaksi 3 jam, rasio molar
metanol terhadap minyak 9:1, dan jumlah katalis 3%-b minyak. Kinerja kedua jenis katalis
ini dalam proses pembuatan biodiesel kemudian dapat diamati dan dibandingkan.
Dalam penelitian ini akan dilakukan karakterisasi sifat-sifat fisik dan kimia produk
biodiesel yang dihasilkan, antara lain: viskositas, densitas, kandungan metil ester, angka
setana, titik nyala, titik kabut, angka asam, angka iod, dan residu karbon. Pada tahap awal
penelitian, analisa yang dilakukan hanyalah analisa dasar seperti analisa viskositas, densitas,
dan kandungan metil ester. Pada tahap akhir penelitian barulah dilakukan uji lengkap untuk
melihat apakah produk biodiesel yang dihasilkan sudah memenuhi standar SNI.
31
BAB VII
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian sampai dengan tanggal
15 November 2013 adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan minyak biji karet menggunakan mesin press hidrolik
a. Variabel temperatur pengepresan dan lama pemanasan awal tidak memberikan
pengaruh secara signifikan terhadap rendemen minyak biji karet.
b. Variabel tekanan pengepresan dan lama pengepresan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap rendemen minyak biji karet.
c. Adanya interaksi antara variabel tekanan pengepresan dan lama pengepresan.
d. Rendemen minyak biji karet semakin besar seiring kenaikan tekanan pengepresan.
e. Semakin lama proses pengepresan semakin tinggi rendemen minyak biji karet.
f. Pada lama pengepresan yang lebih pendek, tekanan pengepresan memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan rendemen minyak biji karet
dibandingkan pada lama pengepresan yang lebih panjang.
g. Kurvatur tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa rentang percobaan masih
berada di luar rentang daerah optimum sehingga rendemen masih dapat ditingkatkan.
2. Pengambilan minyak biji karet menggunakan metode ekstraksi
a. Variabel yang berpengaruh terhadap perolehan minyak biji karet pada proses ekstraksi
adalah variabel rasio umpan biji karet terhadap pelarut, ukuran partikel biji karet, dan
lama ekstraksi.
b. Kondisi optimum proses ekstraksi minyak biji karet adalah pada rasio umpan biji
karet terhadap pelarut 1:5, ukuran partikel biji karet -10+20, dan lama ekstraksi 5 jam.
c. Pelarut CH2Cl2 memberikan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut
n-heksana pada proses ekstraksi minyak biji karet.
2
d. Viskositas minyak biji karet hasil ekstraksi berada pada rentang 63,9-65,8 mm /s
3
e. Densitas minyak biji karet hasil ekstraksi berada pada rentang 870-890 kg/m
f. Kadar FFA minyak biji karet hasil ekstraksi berada pada rentang, 34,64%-39,55%
32
DAFTAR PUSTAKA
Chen, G. & Fang, B., 2011, Preparation of Solid Acid Catalyst From GlucoseStarch Mixture
for Biodiesel Production. Bioresource Technology, 102(3), 2635-2640.
Demirbas, A., 2009, Progress and Recent Trends in Biodiesel Fuels, Energy Conversion and
Management, 50(1), 14-34.
rd
Kirk, R.E. & Othmer, D. F., 1980, Encyclopedia of Chemical Technology, 3 ed., vol. 9, John
Wiley and Sons, New York.
Liu, X.Y., Huang, M., Ma, H.L., Zhang, Z.Q., Gao, J.M., Zhu, Y.L., ... Guo, X.Y., 2010,
Preparation of a Carbon-Based Solid Acid Catalyst by Sulfonating Activated Carbon in
a Chemical Reduction Process, Molecules, 15, 7188-7196.
Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., & Goodwin, J.G., Jr., 2005,
Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis, Industrial & Engineering Chemistry
Research, 44(14), 5353-5363.
Lou, W.Y., Zong, M.H., & Duan, Z.Q., 2008, Efficient Production of Biodiesel From High
Free Fatty Acid-Containing Waste Oils Using Various Carbohydrate-Derived Solid Acid
Catalysts, Bioresource Technology, 99(18), 8752-8758.
Ma, F. & Hanna, M.A., 1999, Biodiesel Production: a Review, Bioresource Technology,
70(1), 1-15.
Setyawardhani, D.A., Distantina, S., Henfiana, H., & Dewi, A.S., 2010, Pembuatan Biodiesel
Dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet, Prosiding Seminar Rekayasa Kimia Dan
Proses 2010, Teknik Kimia UNDIP, Semarang.
Shu, Q., Gao, J., Nawaz, Z., Liao, Y., Wang, D., & Wang, J., 2010, Synthesis of Biodiesel
from Waste Vegetable Oil with Large Amounts of Free Fatty Acids Using a CarbonBased Solid Acid Catalyst, Applied Energy, 87, 2589-2596.
Siahaan, S., Setyaningsih, D., & Hariyadi, 2011, Potensi Pemanfaatan Biji Karet (Hevea
Brasiliansis Muell.Arg) Sebagai Sumber Energi Alternatif Biokerosin, Jurnal Teknologi
Industri Pertanian, 19(3), 145-151.
Toda, M., Takagaki, A., Okamura, M., Kondo, J.N., Hayashi, S., Domen, K., & Hara, M.,
2005, Green Chemistry: Biodiesel Made with Sugar Catalyst, Nature, 438(7065), 178.
Van Gerpen, J., 2005, Biodiesel Processing and Production, Fuel Processing Technology,
86(10), 1097-1107.
Zhang, Y., Dub, M.A., McLean, D.D., & Kates, M., 2003, Biodiesel Production from Waste
Cooking Oil: 1. Process Design and Technological Assessment, Bioresource
Technology, 89, 1-16.
33