INDONESIA
Indonesia adalah negara yang sangat besar, hal ini terbukti lebih dari 17.508 pulau
yang saling berjajar rapi dikelilingi bentangan 3,9 juta km luas lautan. Luas perairan di
seluruh Nusantara sebesar 7,9 juta km temasuk Zona Ekonomi Eksklusif. Indonesia memiliki
garis pantai terpanjang nomor dua di dunia setelah Kanada dengan panjang 81.000 km. Prof.
Dr. Laode M. Kamaluddin (2002) mengemukakan bahwa Nusantara memiliki
keanekaragaman yang sangat besar. Disamping mempunyai variasi iklim dan terjadi El Nino
serta La Nina, Indonesia mempunyai struktur pinggiran yang berpotensi mengandung
sumber-sumber daya alam seperti mineral, air, uap alam, minyak dan gas alam.
Data Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa sumber
daya minyak bumi di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 56,6 milyar barel.
Ladang sumur dan cadangan minyak di Indonesia paling banyak terdapat di dasar laut atau
biasa disebut offshore, sehingga diperlukan teknologi yang tinggi untuk memproduksi
minyak tersebut. Hal ini belum lagi pengeboran laut dalam yang enggan dilakukan
pemerintah mengingat teknologi offshore relatif muda yaitu pada tahun 2001 pertama kali
diterapkan di Indonesia.
Lokasi dan Status Cekungan
Sedimen
Status Cekungan / Basin
Sudah Beroperasi
Indonesia Barat
Sumatera Utara
Indonesia Timur
Seram
Sumatera Tengah
Sumatera Selatan
Sunda
Bagian Utara Jawa Barat
Bagian Utara jawa Timur
Laut Bagian Utara Jawa
Timur
Natuna Barat
Tarakan
Kutai
Barito
11
Salawati
Bintuni
Bone
Sibolga
Natuna Timur
Bengkulu
Pati
4
Banggai
Sula
Blak
Timor
4
Sudah Dibor
Biliton
Jawa Selatan
Melawai
Asem-asem
Sub Total
Akimegah - Sahul
Buton - Sawu
Manui - Spermonde
Makasar Selatan - Waipoga
Missol - Lairing
Palung Aru
11
Belum Dieksplorasi
Pambuang
Ketungau
Sub Total
Sudah Dibor Belum Produksi
Sub Total
Sub Total
TOTAL
Energi Fosil
Minyak Bumi
Gas Bumi
CBM
Sumber Daya
87,22 miliar barel
594,43 TSCF
453 TSCF
Cadangan
7,76 miliar barel
157,14 TSCF
Produksi
346 juta barel
2,90 TSCF
Rasio C/P
22
54
(intracratonic basin), dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona tumbukan
(collision zone basin).
Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai sumber, telah diketahui bahwa ada
sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan migas yang cukup potensial.
Diantaranya basin Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara,
Natuna Barat, Natuna Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem, Banda, dll.
Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif
tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah
Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut
Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah UtaraSelatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi
muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari
kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang
menghasilkan Formasi Petani.
Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan
rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan
Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah
sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan
menuju
utara
dengan
kontrol
struktur-struktur
berarah
utara
selatan.
Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi
struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara.
Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi
Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
Cekungan Sumatra Selatan
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara
hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng
meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng
kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan
menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng IndiAustralia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di
Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur
depan, magmatik, dan busur belakang.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah
barat laut - tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya,
Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang
memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan
Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan
dengan Cekungan Sumatera Tengah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan
Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk
sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen
Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510
km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah
timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh
Menurut Salim et al. (1995) Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal
Tersier (Eosen Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem
penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode orogenesa
yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa
Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa Plio Plistosen.
Episode pertama, endapan endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah
membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan
Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut tenggara yang berupa sesar
sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara selatan.
Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan batuan Pra
Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan
Formasi Pra Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan
dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga
terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar
Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal
yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan
Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar sesar yang baru terbentuk di daerah ini
mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan
horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio Plistosen menghasilkan lipatan yang
berarah barat laut tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut barat daya dan
barat laut tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar
mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut
tenggara sebagai hasil orogenesa Plio Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi
dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara selatan dan barat laut tenggara serta pola
muda yang berarah barat laut tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
Batuan sedimen tersebut telah mengalami gangguan tektonik sehingga terangkat
membentuk lipatan dan pensesaran. Proses erosi menyebabkan batuan terkikis kemudian
membentuk morfologi yang tampak sekarang. Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan
Sumatera Tengah merupakan satu cekungan besar yang dipisahkan oleh Pegunungan
Tigapuluh. Cekungan ini terbentuk akibat adanya pergerakan ulang sesar bongkah pada
batuan
pra
tersier
serta
diikuti
oleh
kegiatan
vulkanik.
Daerah cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi depresi Jambi di utara, Sub
Cekungan Palembang Tengah dan Sub Cekungan Pelembang Selatan atau Depresi Lematang,
masing-masing dipisahkan oleh tinggian batuan dasar (basement).Di daerah Sumatera
Selatan terdapat 3 (tiga)antiklinurium utama, dari selatan ke utara: Antiklinorium Muara
CEKUNGAN KUTAI
Cekungan Kutai merupakan cekungan dengan luas 165.000 km2 dan memiliki
ketebalan sedimen antara 12.000-14.000 meter. Hal ini menyebabkan Cekungan Kutai
dikatakan sebagai cekungan terluas dan terdalam di Indonesia yang terletak di pantai timur
Kalimantan dan daerah paparan sebelumnya. Cekungan Kutai merupakan cekungan
hidrokarbon yang berumur Tersier dimana
minyak dan gas bumi terperangkap pada batupasir berumur Miosen dan Pleistosen. Cekungan
ini terbentuk pada batupasir berumur Miosen dan Plestosen. Cekungan ini terbentuk dan
berkembang akibat proses-proses pemisahan diri akibat tegangan di dalam lempeng Mikro
Sunda yang menyertai interaksi antara lempeng Sunda dan lempeng Pasifik disebelah timur.
Lempeng Hindia-Australia
di selatan, dan lempeng Laut Cina selatan di utara (Satyana, et. Al., 1999).
Secara tektonik, pada bagian utara Cekungan Kutai terdapat Cekungan
Tarakan yang dipisahkan oleh punggungan Mangkalihat yang merupakan suatu
daerah tinggian batuan dasar yang terjadi pada Oligoser. Di sebelah selatan, cekungan
ini dijumpai Cekungan Barito yang dibatasiSesar Adang, yang terjadi pada Zaman
Miosen Tengah. Pada bagian tenggara cekungan ini, terdapat paparan Paternoster dan
gugusan penggunungan Meratus, sedangkan batas barat dari cekungan adalah daerah
tinggi Kuching (pegunungan Kalimantan Tengah) yang berumur Pra-Tersier dan
merupakan bagian dari inti benua. Tinggian ini menghasilkan sedimen tebal yang
berumur Neogen. Pada bagian timur daricekungan ini terdapat delta Mahakam yang
terbuka ke Selat
Gambar 3.1 Fisiografi Cekungan Kutai (Peterson dkk., 1997 dalam Mora
dkk.,2001)
a. Batuan Induk
Batuan induk utama pada Cekungan Kutai adalah batuan berumur Miosen
yaitu mudstone, serpih, lempung, dan batubara. Batuan induk ini terbentuk pada
lingkungan pengendapanparalic, delta, sampai laut dangkal. Analisa geokimia
pada serpih, lempung, dan batubara Miosen menunjukkan bahwa batuan induk
ini dapat menghasilkan waxy oil dan gas dari percampuran kerogen dengan tipe
yang berbeda. Nilai TOC berkisar antara 0.14 15.37% dan rata rata berkisar
antara 0.5 1.0%. Endapan serpih organic dari delta plain bawah sampai
lingkungan delta front diketahui sebagai batuan induk pada barat laut
Kalimantan dan Cekungan Kutai. Serpih memuat 2 3% produksi karbon organic
dari kategori tipe III (Anshary, 2008).
b. Batuan Reservoar
Akumulasi minyak dan gas bumi yang terdapat di daerah Mahakam,
umumnya ditemukan pada reservoir yang berumur Miosen Tengah sampai
Miosen Akhir pada Formasi Balikpapan. Reservoar karbonat tidak terlalu banyak
mengandung akumulasi hidrokarbon bernilai ekonomis. Akumulasi hidrokarbon
justru ditemukan dalam endapan turbidit. Pada lapangan minyak yang berada di
darat (onshore), reservoar pada umumnya terdiri dari sedimen sedimen fluvial
dan distributary channel, dimana jarak antara tubuh batupasir dan jumlah
akomdasi sedimen sangat mengontrol konektivitas dari reservoar reservoar
tersebut (Anshary, 2008). Reservoar yang terdapat pada bagian dalam lepas
pantai (inner offshore) terdiri dari sedimen sedimen lower delta plain dan
sedimen sedimen delta front. Sedimen sedimen distributary channel juga
hadir dengan dimensi yang sama denngan reservoar darat namun lebih jarang
muncul. Reservoar pada delta front terdiri dari sedimen sedimen mouthbar
(Anshary, 2008).
c. Perangkap (Trap), Sekat (Seal), dan Lapisan Penutup
Lapangan lapangan minyak dan gas yang berada di Delta Mahakam memiliki perangkap
struktur dan stratigrafi. Reservoar reservoar yang berupa endapan fluvial, distributary channel, dan
mouth bar biasanyaterdapat di bagian sayap dari antikllin dan dapat juga muncul sebagai perangkap
campuran antara struktur dan stratigrafi. Komponen komponen stratigrafi di bagian utara dan selatan
Sungai Mahakam Modern, dimana paleo-channel-nya miring terhadap sumbu struktur. Perangkap
struktur terbentuk pada Miosen Akhir karena adanya pergerakan tektonik yang mendesak batuan dasar
dan batuan sedimen di atasnya, pergerakan tersebut berarah ke barat menghasilkan pengangkatan dan
erosi 1.000 kaki sedimen berumur Oligosen dan Miosen (Anshary, 2008). Lapisan penutup yang
berada di Delta Mahakam umumnya berupa batulempung-serpih sedangkan di
bagian laut didominasi oleh sejumlah besar mudstone
d. Migrasi
Paleogen Play
Migrasi primer hidrokarbon terjadi pada batuan induk Eosen Tengah Eosen
jalur migrasi vertical dari Paleogen Kitchen terjadi sesar sesar berarah NNE SSW menuju
reservoar lowstand berumur Miosen Tengah Miosen Akhir. Migrasi lateral dari daerah mature
kitchen juga difasilitasi melalui reservoar lowstand yang miring ke timur menuju perangkap stratigrafi
atau struktur yang ada pada daerah tersebut.
Neogen Play
Migrasi hidrokarbon dari batuan induk berumur Miosen Awal Miosen Tengah
terjadi setelah Miosen Tengah. Jalur migrasi pada umumnya vertical dan mungkin
memiliki migrasi lateral yang berasal dari pusat cekungan. Pembentukan
perangkap terjadi sejak Miosen Tengah sampai sekarang (Anshary, 2008).
Gambar 2. Jalur subduksi Meratus (Kapur Akhir-Tersier Awal) dan jalur subduksi Tersier Akhir
(Hutchison, 1982). Panah hijau menunjukan arah tegasan utama (kompresif) pada masing-masing
periode subduksi.
Selama periode Kapur Akhir sampai Eosen Awal* 1, berlangsung subduksi
yang dikenal dengan subduksi Meratus pada batas selatan Paparan Sunda
dengan jalur gunung apinya melewati Cekungan Jawa Barat Utara (Gambar
2). Menurut Gresko dkk. (1995), keberadaan subduksi Meratus tersebut
mempengaruhi keadaan geologi cekungan. Terjadinya metamorfisme regional
pada Kapur Akhir, deformasi pada Paleosen, serta vulkanisme sampai
Oligosen Awal diperkirakan berhubungan dengan kegiatan subduksi Meratus.
Metamorfisme dan magmatisme yang berlangsung menghasilkan batuan
metamorf dan intrusi batuan beku yang kemudian menyusun batuan dasar
pada Cekungan Jawa Barat Utara, sedangkan deformasi yang terjadi
menyebabkan pengangkatan dan erosi pada Kala Paleosen.
Gambar 3. Peta struktur dan tektonik Oligosen Awal Cekungan Jawa Barat Utara (Gresko dkk.,
1995).
Jalur subduksi Meratus yang berarah relatif baratdaya-timurlaut memberikan
tegasan utama kompresif yang berarah baratlaut-tenggara, menghasilkan
Gambar 4. Pergerakan fragmen benua dari selatan dari Kapur sampai Eosen Awal(kanan) yang
kemudian menumbuk batas selatan Paparan Sunda (Sribudiyani dkk., 2003).
Pemekaran pada Cekungan Jawa Barat Utara kemudian berhenti pada Oligosen Awal*. Menurut
Sribudiyani dkk. (2003), sebuah fragmen benua yang berasal dari selatan bergerak menuju ke
jalur subduksi Meratus dan mulai menumbuk jalur subduksi tersebut pada Eosen Awal.
Tumbukan tersebut mengakibatkan berhentinya aktivitas magmatisme sebelumnya (periode
Subduksi Meratus) dan terjadinya pengangkatan kompleks subduksi membentuk Pegunungan
Meratus di Kalimantan dan Kompleks Melange Luk Ulo di Jawa Tengah (Gambar 4), serta
menyebabkan berhentinya pemekaran di Cekungan Jawa Barat Utara.
Setelah berlangsungnya tumbukan fragmen benua dengan tepi tenggara
paparan Sunda, jalur subduksi baru yang dikenal dengan jalur subduksi Jawa
yang berarah barat-timur kemudian muncul. Jalur subduksi Jawa ini berada di
selatan jalur subduksi Meratus dan menghasilkan jalur gunung api yang
berada di selatan terhadap jalur gunung api akibat subduksi Meratus,
sehingga Cekungan Jawa Barat Utara berada di belakang busur sejak
Oligosen (Gambar 2).
Gambar 5. Cekungan-cekungan pull apart yang terbentuk pada Eosen Tengah danOligosen Akhir
(Daly dkk., 1987). Biru: pull apart basin yang terbentuk pada masing-masing periode
Daly dkk. (1987) menyatakan bahwa konvergensi India dengan Asia sejak
Eosen Akhir menyebabkan ekstrusi Asia Tenggara melalui beberapa sesar
geser utama. Sesar geser Bangka (Bangka Shear) dan zona sesar Sumatra
(SFZ) merupakan dua sesar geser utama yang dianggap berperan dalam
menimbulkan fase transtensional yang berperan dalam membentuk
cekungan-cekungan di regional Sumatra dan Jawa (Sribudiyani dkk., 2003).
Rendahan-rendahan yang diakibatkan pergerakan sesar-sesar normal utama
berarah relatif utara-selatan muncul di Sumatera pada Eosen Tengah* 3/40jtl
dan di Jawa Barat Utara pada Oligosen/30jtl (Gambar 5). Cekungan Jawa
Barat Utara berkembang menjadi pull apart basin yang terdapat di belakang
busur sejak Oligosen.
Gambar 6. Penampang barat-timur Cekungan Jawa Barat Utara (Patmosukismo dan Yahya, 1974)
Pembentukan struktur sesar-sesar normal utama (Oligosen Akhir* 4) tersebut
menyebabkan terjadinya pemekaran yang diikuti oleh penurunan dari dasar
cekungan. Beberapa tinggian dan rendahan yang terbentuk mengontrol
penyebaran dari sedimen serta membagi Cekungan Jawa Barat Utara menjadi
beberapa sub-cekungan, seperti: Sub-cekungan Ciputat, Sub-cekungan
Pasirputih, dan Sub-cekungan Jatibarang (Gambar 6). Namun pengisian
cekungan yang berjalan dengan cepat yang disertai dengan adanya
pengangkatan bagian selatan cekungan menjadi daratan pada Plio-Plistosen
mengakibatkan terjadinya peristiwa penutupan cekungan untuk Cekungan
JawaBarat Utara.
CEKUNGAN BOGOR
Secara tektonis, Cekungan Bogor merupakan Cekungan Busur-Belakang (Back-Arc Basin)
terhadap busur vulkanik Oligo-Miosen yang berada di selatannya. Aktivitas tektonik yang
terjadi di Jawa telah menyebabkan terbentuknya unsur - unsur tektonik berupa zona akresi,
cekungan, dan busur magmatik. Evolusi tektonik Jawa Barat menyebabkan posisi cekungan
yang telah terbentuk dapat erubah kedudukannya terhadap busur magmatik. Cekungan Bogor
pada kala Eosen-Oligosen merupakan cekungan busur muka magmatik, namun pada kala
Oligo-Miosen posisi cekungan berubah menjadi cekungan busur-belakang. Kegiatan tektonik
Plio-Plistosen Cekungan Bogor ditempati oleh jalur magmatik hingga kini (Satyana &
Armandita, 2004).
Daerah paparan (Northwest Java Basin) yang berada di utara Cekungan Bogor - Kendeng
pada awalnya (Eosen - Oligosen) juga merupakan daerah cekungan busur muka dalam bentuk
terban yang diisi oleh endapan Paleogen nonmarin vulkanosklatika dan endapan lakustrin
Formasi Jatibarang serta endapan fluviatil, kipas aluvial, fluvio deltaik, dan material lakustrin
Formasi Talang Akar (Sudarmono drr., 1997, op. cit. Ryacudu drr., 1999). Dalam
perkembangannya, pascatektonik Oligo-Miosen, daerah ini menjadi paparan hingga
lingkungan laut dangkal sebagai tempat diendapkannya sedimen Miosen Formasi Baturaja
(karbonat), Formasi Cibulakan, dan Formasi Parigi (karbonat) yang berpotensi sebagai
reservoir.