Anda di halaman 1dari 3

Latar belakang permasalahan

Kepolisian merupakan lembaga yang mengemban fungsi pemerintahan di bidang


pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagai penegak hukum, pelindung
pengayom, dan pelayan masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negri.
Namun pada kenyataan nya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya maupun dalam
proses penegakan hukum masih terdapat Oknum penegak hukum yang melakukan
pelanggaran kode etik dengan memanfaatkan jabatan atau wewenangnya bahkan melakukan
tindak pidana dengan tujuan mendapatkan keuntungan untuk dirinya tanpa memperhatikan
norma atau aturan-aturan hukum yang seharusnya ditegakkan. Tentunya hal ini menjadi
masalah dalam masyarakat dimana banyak oknum polisi yang memanfaatkan wewenangnya
untuk kepentingan dan keuntungan pribadi dengan melakukan Profesional Occupational
Crime, salah satu contoh nyatanya adalah banyaknya kasus Pemerasan yang dilakukan oleh
oknum kepolisian.
Istilah Pemerasan sendiri berasal dari kata Peras atau Perah, yang artinya
menawarkan air dengan tangan atau alat. Memeras adalah mengambil keuntungan dari orang
lain atau dalam arti meminta uang dengan ancaman. Orangnya disebut pemeras, Pemerasan
berarti Perbuatan atau hal memeras orang lain untuk mendapatkan keuntungan dengan
ancaman atau paksaan.
Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah yang terjadi adalah kasus pemerasan
yang dilakukan oleh oknum kepolisian yang terjadi di Bandung, dimana dalam kasus ini
pemerasan dilakukan oleh oknum Polisis yang bernama Pentus yang kala itu menjabat
sebagai Kanit III Subdit IV Dit Tipid Narkoba Bareskrim Polri, bersama empat anak
buahnya, yakni Kompol Sardjono, Aiptu Abdul Haris, Brigadir Garjito dan Brigadir Khoirul
Jarodh. Kasus itu bermula saat Pentus memerintahkan anak buahnya untuk berangkat ke
Bandung melakukan penyelidikan terkait laporan masyarakat tentang adanya penyalahgunaan
narkoba di Fix Boutique karoke, 26 Februari 2015. Keesokan harinya, Pentus menyusul ke
Bandung dan memesan dua room karoke," katanya. Saat berada di dalam room karoke,
Pentus memanggil penanggung jawab Fix Boutique karoke, Juki. Pentus kemudian
menanyakan kepada Juki soal nama Hesty yang disebutnya telah kedapatan menyimpan
narkotika jenis ekstasi. Saat itu Pentus pun memperlihatkan plastik kecil yang di dalamnya
terdapat beberapa pil.Tidak hanya itu, terdakwa pun memborgol Juki dan memintanya

menunjukkan tempat penyimpanan pil tersebut. Pentus dan anak buahnya lalu menggeledah
ruangan kantor Juki dan tak menemukan ada barang bukti narkoba. Juki bersama Hesty lalu
dibawa oleh terdakwa ke Hotel Kedaton dan digeledah. Terdakwa menemukan kunci brankas
dan meminta Juki untuk menunjukan di mana brankas itu."Mereka lalu pergi ke rumah saksi
Juki di Komplek Singgasana Pradana. Terdakwa secara melawan hukum sudah melakukan
penggeledahan tanpa saksi dan izin dari PN setempat. Setelah itu, saksi dibawa kembali oleh
terdakwa ke Hotel Kedaton," tambah JPU. Setibanya di hotel itu, Juki ketakutan dan
dimanfaatkan oleh terdakwa dan teman-temannya. Terdakwa lalu bertanya soal nominal uang
dan Juki mengaku memiliki Rp 250 juta namun Pentus terus menggelembungkan permintaan
nya dan meminta uang hingga 5 milyar.1 Tentu saja Tindakan ini bertentangan dengan kode
etik yang berlaku sebagai aparat. Tidak hanya di Bandung saja, Kejadian pemerasan Serupa
juga terjadi di Bogor dimana Aiptu Suyatno unit Laka Lantas Polresta Bogor Dan
beberapa temannya meminta uang damai atas terjadinya kecelakaan
lalulinta dimana dalam hal ini uang damai yang seharusnya 10 juta
menjadi 30 juta dengan alas an kasus tersebut sudah terlanjur di proses
secara hukum dimana akhir nya Korba pemerasan yaitu dede mahdar
terpaksa memberikan uang 30 juta pada pihak yang ditabrak agar kasus
nya dapat terselesaikan namun ternyata uang yang diberikan Dede
Mahdar hanya diterima korban yang ditabrak nya sebesar 2,5 juta dan
sisanya dibawa Pergi oleh oknum polisi tersebut. 2 Tentu saja kasus
tersebut sangat merugikan korban pemerasan secara finansial dan telah
mencederai martabat kepolisian sebagai Aparat penegak hukum.
Dalam ketentuan Pasal 368 KUHPidana Tindak Pidana Pemerasan dirumuskan
dengan rumusan sebagai berikut : Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, untuk memeberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian

1 Oknum Polisi Pelaku Pemerasan Divonis 4 Tahun 8 Bulan,


http://www.inilahkoran.com/berita/bandung/53878/oknum-polisi-pelaku-pemerasandivonis-4-tahun-8-bulan, diakses 3 November 2016

2 Pemerasan Oknum Polisi Bogor,


http://www.inilahkoran.com/berita/bogor/59734/warga-sebar-aduan-dugaanpemerasan-oleh-oknum-polisi-bogor-kota, diakses 3 November 2016

adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang,
diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Tentu saja pelanggaran ini berdampak buruk bagi masyarakat maupun dari sisi pihak
Kepolisian sendiri. Dari sisi masyarakat tentu saja timbulnya kerugian-kerugian akibat
tindakan pelanggaran tersebut serta munculnya rasa tidak nyaman dimana polisi yang
seharusnya menjadi pihak pengayom, penegak hukum dan pelayan masyarakat justru
melakukan pelanggaran yang merugikan masyarakat yang seharusnya mereka lindungi hal ini
seperti pagar makan tanaman. Dari sisi Kepolisian sendiri juga mengalami kerugian dimana
akibat Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut membuat Citra polisi buruk,
sehingga banyak masyarakat yang kehilangan kepercayaannya terhadap pihak kepolisian,
dimana hal ini dapat berakibat buruk pada kinerja dan efektifitas Kepolisian sendiri dalam
membangun Policing community yang baik.

Anda mungkin juga menyukai