Anda di halaman 1dari 5

Nama : Donnie Prasetypo

Semester :4
NIM : 2261201340
DOSEN : Kurniawati, S.S.,M.Hum

KASUS KORUPSI E-KTP SETYO NOVANTO DILIHAT DARI SUDUT PANDANG


ACTUS HUMANUS, TATANAN SUBJEKTIF DAN TATANAN MORAL OBJEKTIF

Keterlibatan Setya Novanto Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang
kala itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi
pengadaan e-KTP untuk 2011-2012. Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat
yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong.
Setya Novanto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan
anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3
triliun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor.
Tindakan Setya Novanto disangkakan berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keesokkan harinya, yakni pada Selasa, 18
Juli 2017 Setya Novanto mekakukan jumpa pers di Gedung Kompleks Parlemen
Senayandengan didampingi empat petinggi DPR lainnya, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah,
Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Dalam kesempatan itu ia mengatakan kepada para
media bahwa ia menghargai proses hukum yang berlaku dan menjelaskan bahwa ia telah
meminta surat resmi dari KPK terkait penetapannya sebagai tersangka. Di sisi lain ia juga
mengatakan bahwa ia merasa didzalimi. Pada 22 Juli 2017 telah terjadi pertemuan antara
Setya Novanto dengan Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung dalam sidang terbuka
disertasi politisi Partai Golkar Adies Kadir di Surabaya, Jawa Timur. Ahmad Doli Kurnia,
Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) kemudian melaporkan peristiwa itu kepada
Komisi Yudisial (KY) pada 21 Agustus 2017. Mereka curiga bahwa Setya Novanto telah
melakukan upaya kepada Mahkamah Agung agar ia bisa terbebas dari hukum, terutama lewat
sidang praperadilan. Laporan GMPG ditanggapi dengan positif oleh Ketua KY Aidul
Fitriciada Azhari namun dibantah oleh Setya Novanto dan Mahkamah Agung. Mahkamah
Agung mengklarifikasi bahwa keberadaan Hatta Ali di Surabaya adalah murni sebagai
penguji disertasi Adies Kadier dan tidak ada kaitannya dengan kasus e-KTP. Menanggapi
pelaporan Doli, Golkar kemudian memecatnya sebagai politisi di Partai Golkar. Selagi KPK
sedang menyelidiki kasus Novanto dengan memeriksa para saksi, Setya Novanto
mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada
Senin, 4 September 2017. Dalam sidang praperadilan, hakim tunggal yang akan bertugas
adalah Hakim Chepi Iskandar. Pada hari Senin tanggal 17 Juli 2017 Ketua KPK Agus
Rahardjo menerangkan bahwa Setyo Novanto telah ditetapkan sebagai tesangka. Menurut
Agus, Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi. Novanto juga
diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan. Novanto diduga ikut mengakibatkan
kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun. Novanto disangka melanggar
Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP. Jaksa KPK sebelumnya meyakini adanya peran Setya Novanto dalam
korupsi proyek e-KTP. Jaksa yakin tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 2,3
triliun itu dilakukan bersama-sama Setya Novanto. Hal itu dijelaskan jaksa KPK saat
membacakan surat tuntutan terhadap dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam
Negeri, Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/6/2017). "Telah
terjadi kerja sama yang erat dan sadar yang dilakukan para terdakwa dengan Setya Novanto,
Diah Anggraini, Drajat Wisnu, Isnu Edhi dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," ujar
jaksa KPK Mufti Nur Irawan saat membacakan surat tuntutan. Menurut jaksa, berdasarkan
fakta dan teori hukum dapat disimpulkan bahwa pertemuan antara para terdakwa dengan
Setya Novanto, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, dan Andi Narogong di
Hotel Gran Melia Jakarta, menunjukan telah terjadi pertemuan kepentingan. Andi selaku
pengusaha menginginkan mengerjakan proyek. Diah dan para terdakwa selaku birokrat yang
melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Setya Novanto saat itu menjabat Ketua
Fraksi Partai Golkar. Dalam hal ini, Setya Novanto mempunyai pengaruh dalam proses
penganggaran pada Komisi II DPR RI.

KASUS KORUPSI DITINJAU DARI ACTUS HUMANUS

Tindakan manusia disebut human action (actus humanus) apabila eksistensinya sebagai
makhluk rasional tercetus secara meyakinkan. Actus Humanus mengandaikan bahwa rasio
manusia berada dalam fungsinya sedemikan rupa sehingga ia adalah tuan dan pemilik atas
perbuatannya sendiri. Actus Humanus meneguhkan predikat manusia sebagai makhluk
rasional. Rasionalitaslah yang membedakan secara sangat mendasar manusia dengan
makhluk hidup lainnya. Dalam kasus diatas, jelas bahwa korupsi merupakan pernuatan yang
tidak memiliki rasionalitas layaknya manusia. Actus Humanus identik dengan tindakan bebas.
Dalam tindakan yang mengungkapkan kebebasan, manusia adalah subjek tindakan dan
sebagai subjek ia lantas bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan tersebut.
Kebebasan mengandaikan dua hal, yaitu tahu dan mau artinya hanya apabila manusia itu
mengetahui dan menghendaki, ia disebut manusia bebas dan dengan demikian ia bertanggung
jawab atasnya. Tindakan yang dikatakan baik apabila tindakan yang dilakukan dengan tahu,
mau dan bebas selaras dengan nilai-nilai kebaikan. Sedangkan tindakan yang buruk/jahat
adalah apabila tindakan yang dilakukan menyimpang dati nilai-nilai kebaikan yang dilakukan
dengan tahu, mau dan bebas. Jadi korupsi merupakan tindakan yang dilakukan dengan
kebebasan tetapi tidak bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.

KASUS KORUPSI DITINJAU DARI TATANAN MORAL SUKJEKTIF

1. Perbuatan Manusiawi dan Faktor-Faktor Nilai Moral

Hati nurani merupakan kapasitas yang dimiliki oleh tiap manusia untuk membedakan baik
dan buruk. Dalam kasus diatas saya merujuk pada dua jenis hati nurani, yaitu :

a. Hati Nurani Sesat

Jika dikatikan dengan kasus korupsi maka kasus diatas termasuk kedalam hati nurani
sesat karena merupakan kesesatan yang vincible (bisa diatas) dan culpable (bisa
dipersalahkan) ialah kesesatan mengenai apa yang harus diketahui oleh seorang pribadi
atau keesatan itu mengalir dari kelalaian atau kesembronooan dari pihak si pelaku,
tanggung jawab perbuatan buruk atau jahatnya ada pada si pelaku. Jadi kasus korupsi
yang dilakukan diatas merupakan perbuatan yang bisa saja dengan sengaja dilakukan baik
mengikuti suara hati nuraninya maupun tidak dia tetap berdosa.

b. Hati Nurani Tumpul Hati nurani tumpul merupakan hati nurani yang kurang peka
terhadap nilai-nilai kebenaran sehingga lama-kelamaan kesetiaan pada hati nuraninya
menjadi tumpul, sebab ketumpulannya bisa karena materialisme, sekularisme,
konsumerisme, hedonisme. Jadi kasus korupsi diatas juga termasuk dari hati nurani
tumpul karena tidak peka terhadap nilai kebenaran dan kurang puas atas apa yang telah
dimiliki sehingga hati nuraninya menginginkan untuk melakukan kejahatan.
2. Prinsip-Prinsip Refleksi dari Hati Nurani Yang Benar

a. Occasio Proxima Peccati Evitanda Kesempatan yang paling dekat dengan dosa harus
dihilangkan, maksudnya adalah apabila ada banyak kesempatan yang kita miliki dalam
berbagai hal baik maupun hal buruk yang mungkin saja hanya menguntungkan diri sendiri
dan kesempatan tersebut hanya menjerumuskan kita kedalam dosa lebih baik dihindari atau
dihilangkan. Jadi dalam kasus korupsi diatas seharusnya pihak pihak terkait menghindari hal-
hal yang mendekati perbuatan korupsi agar tidak merugikan banyak pihak dan dirinya tidak
menanggung dosa. Semua berada pada setiap diri manusia masing-masing, apakah dia akan
tetap melakukan tindakan yang tidak baik atau menghindari tindakan tersebut meskipun ada
banyak kesempatan untuk melakukannya

b. Bonum Faciandum, malum vitandum Kebaikan harus dilakukan dan keburukan harus
dihindari, maksudnya adalah sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran serta raiso
sudah selayaknya kita dapat membedakan tindakan mana yang baik dan buruk, yang harus
dilakukan dan dihindari. Dalam kasus korupsi diatas seharusnya pelaku dapat mengetahui
tindakan yang harus dilakukan dan yang seharusnya dihindari agar kasus semacam ini tidak
terjadi di indonesia. Kebaikan yang dilakukan bisa berupa tanggung jawab menjaga amanah
dan kepercayaan orang lain bukan justru merugikan banyak pihak dengan melakukan
tindakan korupsi yang seharusnya dihindari.

TATANAN MORAL OBJEKTIF

Hukum adalah itu yang mengikat, namun sekaligus merupakan iti yang kita baca sebagai
aneka peraturan yang dihimpun. Hukum menurut Thomas Aquanis adalah Hukum positif
artinya hukum yang diletakkan atau diberlakukan dalam masyarakat. Hukum positif juga
disebut sebagai hukum sipil. Hubungan antara hukum kodrat dan hukum positif,
hubungannya tidak sukar dipahami. Bagi Thomas Aquinas, hukum kodrat harus meresapi
hukum positif. Atau hukum positif haruslah diinspirasikan hukum kodrat. Apa yang
diberlakukan di dalam kehidupan komunitas haruslah merupakan penjabaran dari apa yang
berlaku secara universal dalam hukum kodrat Hukum haruslah tunduk pada moral, artinya
apa yang diperintahkan haruslah merupakan kebaikan, dan apa yang dilarang haruslah
merupakan keburukan. Bukan sebaliknya dilarang maka buruk, diperintah maka baik. Jika
moral dipahami sebagai demikian, maka moral tersebut sangat legalistis, dan apabila hukum
dipahami seperti itu, akan terjadi kemungkinan manipulasi positivisme hukum yang sangat
hebat. Jadi dalam kasus diatas tindakan korupsi dapat dikatakan tindakan yang melanggar
hukum. Hukum yang berkaitan dengan kodrat, moral dan agama. Hukum yang diberlakukan
juga harus seimbang dengan tindakan yang dilakukan oleh pelaku agar memberi efek jera dan
tidak ada lagi tindakan-tindakan yang merugikan orang lain. Pelaku dari tindakan korupsi
tersebut sebenarnya orang yang berpendikikan tinggi tetapi dia hanya termakan hawa nafsu
atas kepuasaan pribadi dan budi pekerti serta akal pikirannya sudah tidak dapat dikendalikan.

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dan kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tindakan korupsi
merupakan tindakan yang melenceng dari sifat yang seaharusnya dimiliki manusia. Sebagai
manusia yang memiliki akal pikiran, hati dan budi pekerti tidak selayaknya melakukan
tindakan tidak bermoral tersebut. Selain itu korupsi juga merupakan tindakan yang
berhubungan dengan hati nurani sesat dan hati nurani tumpul yang hanya mementingkan
kepuasan pribadi tapi berfikir tentang dosa dan kerugian yang ditanggung.dalam hal lain
korupsi juga melanggar hukum, seperti hukum sipil, hukum kodrat, hukum moral dan hukum
agama yang masing-masing memiliki sanksi yang berbeda beda. Jadi sebaiknya kita tidak
melakukan tindakan yang baik dan menghindari tindakan yang tidak baik

Sumber : Dewantara, A. W.(2018). Diskusi Filsafat Pancasila Dewasa ini.

Anda mungkin juga menyukai