OBJEKTIF
OLEH
ELVA STACELLA
52416439
ABSTRAK
Penulisan paper ini dibuat untuk memaparkan bahwa seorang yang sudah mempunyai
jabatan, kekayaan dan wewenang merasa kurang terhadap apa yang dimiliki. Seorang
pemimpin yang menjadi harapan bagi masyarakat untuk menuju hidup yang lebih sejahtera,
namun melihat pemimpin yang mengkhiati kepercayaan masyarakat menjadikan masyarakat
berubah pandangan terhadap seorang pemimpin.
Indonesia yang merupakan negara hukum tidak menjadikannya jera atau pun takut
terhadap hukum yang menjeratnya, Setya Novanto ketua DPR RI periode 2014-2019 telah
melakukan berbagai tindak kejahatan dimulai dari korupsi e-ktp. Dengan kekuasaan yang
dimilikinya membuat Setya Novanto mudah untuk keluar masuk meninggalkan sel tahanannya,
membuat masyarakat bertanya-tanya akan hukum di Indonesia. Hukum yang seharusnya
ditakuti dan dipatuhi oleh masyarakat justru malah dilanggar secara terang-terangan.
Tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan, namun
dengan sangat sadar Setya Novanto melakukan tindakan yang tidak benar bahkan sampai
menembus hukum yang ada. Tindakan yang dilakukannya tidak bermoral dan tidak mempunyai
hati nurani yang membuat banyak orang rugi. Tingkah laku yang bermoral dan hati nurani yang
baik sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehingga lebih sadar mengambil tindakan yang benar.
Indonesia merupakan negara hukum, menganut UUD 1945 dan Pancasila sebagai
sumber hukum tertinggi di Indonesia. Pancasila yang merupakan sumber ideologi Negara
Indonesia dan UUD 1945 sebagai hukum dasar Negara supaya masyarakat menjadi warga
Negara yang taat dan tertib. Manusia dengan segala bentuk tingkah laku, nafsu, dan segala
keberagaman yang ada seperti adat, suku, budaya dan bahasa akan susah diatur jika tidak ada
hukum yang mengatur. Berjuta-juta umat manusia dengan nafsu diri yang tinggi membuat
kehilangan akan kesadaran untuk berebut apa yang mereka inginkan dengan segala cara,
mereka yang kehilangan moral dan hati nurani sepantasnya mendapakan hukuman dan yang
berhak menghukum adalah keputusan dari aparat yang berwenang. Mereka yang diadili harus
melalui proses hukum yang sudah berlaku di Negara Indonesia.
Banyaknya penyebab terjadinya pelanggaran hukum salah satunya yaitu moral. Moral
sangat penting bagi kehidupan, dengan adanya moral membuat hidup saling berdampingan
dengan damai. Moral yang baik mencerminkan hati nurani yang baik pula. Moral harus
diterapkan sejak sedini mungkin agar mengerti apa artinya hidup rukun dan saling menghargai
satu sama lain.
Dikehidupan saat ini dengan gaya hidup dan nafsu yang tinggi membuat banyak orang
untuk melakukan tindak kejahatan agar keinginan mereka terpenuhi. Salah satunya seperti
Setya Novanto dengan ambisinya yang tinggi sehingga melakukan tindakan korupsi E-KTP
secara besar-besaran hingga membuat gempar seluruh jagat raya ini. E-KTP yang merupakan
identidas penduduk warga Negara Indonesia merupakan bukti penting agar melancarkan
berbagai semua kepentingan yang berkaitan dengan Negara. Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK
menyatakan bahwa Setya Novanto yang pada saat itu masih menjabat sebagai Ketua Fraksi
Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP untuk 2011-2012.
Penetapan yang dinyatakan kepada dirinya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang
ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Setya
Novanto mendapat tuduhan telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan korupsi
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut serta mengambil
Kabar mengenai kasus korupsi E-KTP menyebar dengan cepat, banyak warga geram
mendengar kabar ini. Dengan peluncuran dana yang tidak tanggung-tanggung dari Kamendagri
untuk pengubahan KTP menjadi E-KTP untuk seluruh warga Indonesia, yang seharusnya selesai
sesuai target yang direncanakan pada tahun 2012 E-KTP selesai dengan 200 jt penduduk.
Banyak yang mengeluhkan bahwa E-KTP sudah berbulan-bulan lamanya tidak kunjung jadi, dari
berbagai wilayah memproteskan hal itu.
KASUS E-KTP
Saat sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korusi (Tipikor). Jaksa menyatakan Setya
Novanto melakukan korupsi dengan dana negara sebesar Rp 2,3 triliun. Dengan dana sebesar
itu tentunya Setya Novanto melakukan korupsi tidak sendirian, dengan bukti dan desakan yang
diberikan Jaksa, jaksa menyatakan bahwa Setya Novanto melakukannya dengan sembilan orang
lainnya yang identitasnya masih dirahasikan. Jaksa mengklaimkan bahwa Setya Novanto
mempunyai andil besar pada kasus korupsi E-KTP ini. Jaksa terus mendesak hakim untuk
menjatuhkan hukuman pada Setya Novanto 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 milyar dan
apabila tidak membayarkan denda tersebut maka akan dikurungkan selama 6 bulan lamanya.
Tak sampai disitu jaksa menambahkan hukuman tambahan untuk Setya Novanto
dengan uang pengganti US$7,3 juta dikurangi dengan yang Setya Novanto kembalikan sebesar
Rp 5 Milliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun, sehingga Setya Novanto dilarang untuk
berpolitik selama kurung waktu yang sudah hakim tentukan. Karena tindakannya yang tidak
kooperatif saat berjalannya pemeriksaan juga memberatkan hukuman untuk Setya Novanto.
Dengan dana yang sudah dikorupsi oleh Setya Novanto rasanya hukuman yang diberikan belum
cukup untuk membayarkan apa yang sudah diambilnya. Jaksa Wawan Yunarto juga
Dari pihak Setya Novanto juga mengajukan justice collaboration namun ditolak. Saat
berlangsungnya sidang Setya Novanto banyak memberikan keterangan dan nama-nama lain
yang terlibat dalam kasus E-KTP ini. Dengan adanya berbagai pihak yang terlibat Setya Novanto
membiarkan pihak tersebut melakukan korupsi secara bersama-sama.
Pengajuan justice collaboration yang diajukan sebanyak lima kali ditolak karena belum
memenuhi kualifikasi. Nama yang sudah disebutkan oleh Setya Novanto seperti Puan Maharani
dan Pramono Agung membatah tuduhan yang diberikannya, mereka menyatakan bahwa hal itu
hanya merupakan alasan ia untuk mendapatkan persetujuan Justice Collaboration supaya
mendapatkan hukuman yang lebih ringan lagi. Berkas yang sudah disiapkan oleh jaksa sebanyak
2.415 lembar tuntutan itu sebagai puncaknya. Sidang yang berlangsung selama lima jam itu
merupakan agenda tunggal pembacaan tuntutan.
Kasus yang dialami Setya Novanto dipandang dari segi tatanan moral subjektif, tindakan
yang dilakukannya merupakan tindakan yang tidak baik. Dengan moral yang ada padanya
marupakan moral yang sudah tidak baik, tindakannya membuat semua warga negara merasa
dirugikan. Begitu kecewanya warga negara mengetahui pimpinan yang dipilih dan di andalkan
malah berbuat korupsi dengan menelan dana yang tidak sedikit, dana yang diluncurkan
merupakan dana dari kamendagri. Manusia dapat membedakan mana perbuatan baik dan
mana perbuatan buruk. Mengenai perbuatan manusia, dapat dibedakan antara volition dan
action. Volition yang berarti kehendak dalam artian tegas merupakan kualifikasi baik buruk
secara moral, dan action merupakan pencetusan kehendak yang kita tampilkan dibawah
kontrol kita.
Dengan adanya kesadaran diri kita dapat membedakan mana perbuatan yang
seharusnya kita lakukan dan mana yang harus kita hindari, dengan adanya pemahan tersebut
seharusnya tindakan yang tidak bermoral seharusnya dihindari, jika sudah mengetahui bahwa
tindakan tersebut tidak bermoral namun tetap dilakukan maka ia memang tidak mempunyai
hati nurani.
Hati nurani dalam bahasa inggris disebut juga dengan “Consciance” yang berkaitan
langsung dengan kesadaran. Dalam hati manusia kesadaran dapat membimbing hidup manusia.
Jika dalam kasus ini tindakan yang dilakukannya menyakiti dan merugikan banyak orang maka
ia memiliki kesesatan hati nurani. Didalam hidup ini mempunyai berbagai rintangan yang harus
dilalui, godaan yang datang dari mana saja seperti godaan korupsi dengan memakan uang
rakyat dengan jumalah uang yang ditawarkan begitu besar, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap
Korupsi merupakan tindakan yang sangat jahat, bahkan tidak di Indonesia saja. Di
berbagai negara korupsi merupakan tindakan yang memang harus diberantas dan ditindak
lanjuti secara serius. St Thomas berkata : bila kesesatan hati nurani tidak bisa ditundukan
(invincible) dan tidak bisa dipersalahkan atau tidak bisa dihukum (inculpable), manusia dapat
luput dari perbuatan yang secara moral jahat. Artinya bila manusia berbuat kejahatan atas
kemauan hatinya yang sesat invincible dan inculpable, perbuatannya secara moral tidak bisa
ditanggungkan keaadaanya. Jika kesesatan bisa diatasi dan dipersalahkan, tanggung jawab
perbuatan jahatnya ada pada si pelaku. Dengan kata lain , tentang apa yang semestinya dia
tahu, tetapi orang tersebut tidak mau tahu dan membiarkan dirinya tidak mau tahu maka
jelas-jelas dia bersalah.
Kasus yang dialami Setya Novanto bukan hanya kasus E-KTP ini saja sebelumnya ia
sudah pernah mengalami beberapa kasus dan setelah ini pun ia masih melakukan kejahat
lainnya. Dengan kejahatan yang sudah beberapa kali ia lakukan dan hukuman yang sudah
dijatuhkan kepada dia, itu tidak membuat jera atau kapok untuk melakukan kejahatan lainnya.
Dengan begini bukankah ia memang mengesampingkan hati nuraninya. Pihak-pihak yang ia
bantu pun merupakan pejabat tinggi dan pengusaha-pengusaha besar. Seharusnya dengan
jabatan dan pengetahuan yang tinggi perbuatan semacam ini dihindari.
Setya Novanto secara langsung mencemarkan nama baik DPR RI dimata masyarakat,
uang yang digunakannya merupakan dana dari warga juga. Kasus terbaru saat ini pun juga
memanas di telinga warga yang tidak lain sel mewah pada lapas sukamiskin hingga pelesiran ke
toko bangunan. Dengan begitu menandakan bahwa ia dapat keluar masuk tahanan sesuka
hatinya tanpa memperdulikan hukum yang berlaku. Sel yang bernuansa mewah ini sudah jelas-
jelas menyalahi aturan yang terdapat pada perundang-undangan.
Hukum haruslah tunduk terhadap moral. Artinya, yang diperintahkan harus merupakan
kebaikan dan yang dilarang harus merupakan keburukan. Jadi moral pun sekarang harus
diperbaiki supaya tidak terjadi kejahatan-kejahatan.
Banyak juga rakyat kecil yang mendapatkan hukuman berat akibat perbuatan yang tidak
besar. Hal seperti inilah yang mencemaskan bagi rakyat.
Seorang pemimpin haruslah dapat menganyomi warganya, dengan amanat yang sudah
diberikan harusnya dijalankan dengan setulus hati dan dedikasi yang besar. Tanggung jawab
yang sudah diberikan harus ditanggung dengan sepenuh hati. Dilaksanakannya hukum-hukum
yang telah diperlakukan akan membuat negara ini hebat. Kasus suap menyuap yang terjadi ini
tidak terelakan bahwa memang benar-benar terjadi. Politik yang hanya dijadikan kedok untuk
melakukan memuaskan ambisi mereka yang haus akan kekuasaan.
Sekarang ini pendidikan moral sangat diperlukan untuk semua orang, dengan
pemahaman moral yang baik akan mengurangi tindak kejahatan asalkan mamakai hati nurani.
Bukan malah menggunakan hati yang sesat, hati yang sesat pernlu dijernihkan supaya tidak ada
pemikiran negative yang terlintas pada benak diri kita. Dengan pemahaman moral sejak dini
akan memudahkan manusia untuk membedakan perbuatan mana yang buruk dan mana yang
baik. Didukung dengan hati nurani yang baik akan membuat semakin baik atas pemgambilan
keputusan-keputasan yang akan diambil.
Sudah seharusnya negara ini mengalami kemakmuran jauh dari para koruptor yang
hanya mementingkan diri sendiri tanpa berpikir warganya. Bertindak sebagai koruptor hanya
akan merugikan diri sendiri, keluarga dan negara. Haruslah ingat didalam kehidupan ini kita
harus banyak bersyukur karena sudah diberikan kehidupan oleh Allah. Merasa bersyukur akan
mengurangi hawa nafsu kita.
Dewantara, Agustinus. "Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia)." (2017).
https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-KTP
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43579739