hati
ginjal
volume cairan ekstrasellular ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus serta reabsorbsi
dan sekresi tubulus.
Adapun karakteristik dari fungsi ginjal meliputi :
Fungsi ekskresi : proses pembentukan urin melalui filtrasi
glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Fungsi regulasi : pengaturan homeostasis melalui reabsorbsi
dan sekresi tubulus.
Fungsi endokrin : produksi hormon misalnya renin,
prostaglandin dan eritropoetin.
Fungsi ekskresi serta fungsi regulasi ginjal memegang peranan penting
dalam mengatur keseimbangan asam basa darah serta mengeliminasi produk
metabolisme yang tidak diperlukan tubuh. Filtrasi plasma darah melalui
glomerulus diikuti reabsorbsi cairan pada tubulus merupakan fungsi vital ginjal.
Sisa zat dan air diekskresikan kemudian dalam bentuk urin melalui duktus
koligen.
Fungsi tersebut dilakukan oleh unit fungsional ginjal yang disebut nefron,
yang jumlahnya kurang lebih satu juta untuk setiap ginjal. Terdapat dua jenis
nefron yaitu nefron kortikal pada korteks dan nefron juksta medullar dekat
medulla. Kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua
nefron. Seseorang masih mampu bertahan hidup dengan jumlah nefron hanya
sekitar 20.000 atau sekitar 1% dari massa totalnya, sehingga hal ini
memungkinkan seseorang untuk menyumbangkan sebuah ginjalnya untuk
ditransplantasikan.
Nefron terdiri dari kapsula Bowman yang mengelilingi anyaman kapiler
glomerulus, tubulus kontartus proksimal, lengkung henle, tubulus kontartus distal
dan duktus koligentes (gambar 2). Kapsula Bowman merupakan invaginasi dari
tubulus kontartus proksimalis. Diantara anyaman kapiler glomerulus dan kapsula
Bowman terdapat ruang yang berisi urin yang disebut ruang Bowman.
Filtrasi Glomerulus
Proses filtrasi pada glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus.
Pembentukan urin dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerulus. Filtrat
yang dihasilkan disebut ultrafiltrat karena komposisinya yang sama dengan
plasma. Ultrafiltrat glomerulus mempunyai pH 7,4 dan berat jenis 1,010. Sel-sel
darah dan molekul besar seperti protein secara efektif tertahan oleh pori-pori
2
membrana filtrasi sedangkan air dan kristaloid dapat melewati membrana filtrasi
glomerulus.
Sebuah nefron menghasilkan 100 l ultrafiltrat perhari. Karena satu
ginjal terdiri dari 1 juta nefron, maka sekitar 170 200 liter ultrafiltrat melalui
glomerulus dalam 24 jam. Pada saat melalui tubulus, air dan zat yang larut
dalam ultrafiltrat mengalami reabsorbsi sehingga urin yang terbentuk sejumlah
0,4 - 2 liter perhari atau rata-rata 1,5 liter perhari dengan pH 6,0 yang umumnya
bersifat asam dan berat jenis sekitar 1,001 1,030. Proses filtrasi glomerulus
ini bersifat pasif karena ginjal tidak membutuhkan energi metabolik untuk proses
tersebut. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara
kapiler glomerulus dan kapsula Bowman. Tekanan hidrostatik darah dalam
kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan
hidrostatik filtrat dalam kapsula Bowman dan tekanan osmotik koloid darah.
Aliran darah yang mensuplai ginjal (Renal Blood Flow = RBF) atau perfusi
ginjal berkisar 1200 ml per menit merupakan 25% dari curah jantung yang
jumlahnya sekitar 5000 ml per menit. Lebih dari 90 % perfusi ginjal adalah pada
korteks, sedangkan sisanya pada medulla. Jika kadar hematokrit seseorang
adalah 45%, maka aliran plasma ginjal (RBF) adalah 0,55 x 1200 = 660 ml per
menit. Kurang dari seperlima aliran plasma yaitu sekitar 125 ml permenit
mengalir melalui glomerulus ke kapsula Bowman dan inilah yang dikenal dengan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Nilai LFG menunjukkan jumlah ultrafiltrat dari
darah yang masuk ke lumen tubulus dalam jangka waktu tertentu.
LFG digunakan secara luas sebagai indeks fungsi ginjal yaitu dengan
mengukur secara tidak langsung kapasitas glomerulus berdasarkan pengukuran
klirens ginjal. Dengan demikian untuk menilai penurunan fungsi ginjal / laju filtrasi
glomerulus yakni
dengan mengukur klirens ginjal. Pengukurannya dapat
menggunakan paramater substansi endogen, maupun eksogen.
Pengukuran yang menggunakan kreatinin sebagai parameter (klirens
kreatinin) adalah :
Persamaan Cockroft - Gault
MDRD Study (Modification of Diet in Renal Disease)
equation GFR (ml/min per 1.73 m2) =
0.881 186 age0.203 S-Cr1.154
(if female 0.742)
Formula Schwartz (digunakan pada anak anak)
Persamaan Counahan - Barrat
Perhitungannya menggunakan variabel seperti umur, jenis kelamin, ras dan luas
permukaan tubuh.
Klirens ginjal menggambarkan hubungan antara mekanisme ekskresi
ginjal dan kadar suatu zat dalam darah yang diekskresikan. Klirens adalah
volume plasma yang mengandung semua zat yang larut melalui glomerulus serta
dibersihkan atau dihilangkan (cleared) dari plasma, lalu dieksresikan kedalam
urin, karena itu nilai klirens mewakili fungsi glomerulus. Klirens dinyatakan dalam
mililiter per menit artinya besarnya volume plasma yang dibersihkan dari suatu
zat dalam waktu satu menit. Kadar zat dalam plasma berbanding terbalik
dengan nilai klirensnya, jika klirens menurun maka kadar zat dalam plasma
meningkat.
C = UxV
B
C
U
V
B
Penilaian LFG tidak dapat secara langsung, oleh karena itu LFG dinilai
berdasarkan klirens ginjal dengan petanda berupa zat yang terdapat dalam
plasma baik berupa senyawa eksogen maupun senyawa endogen ..
Tes baku emas untuk memprediksi nilai LFG adalah klirens inulin. Tes
klirens inulin tidak praktis dan sukar diterapkan karena membutuhkan teknik dan
waktu tertentu waktu pengambilan darah serta kesulitan pengumpulan urin yang
akurat sehingga tes ini lama dan rumit. Marker lain seperti Tc-DPTA sebagai tes
alternatif untuk memprediksi nilai LFG juga memberikan hasil yang sama baik
seperti tes klirens inulin, tetapi tes ini memakai marker yang menimbulkan
radiasi, dapat menyebabkan alergi serta mahal.
Tes fungsi ginjal yang paling umum digunakan untuk menilai LFG adalah
tes kreatinin serum dan tes kreatinin klirens. Tes kreatinin serum adalah tes
yang murah, cepat dan mudah untuk menilai LFG. Kreatinin serum adalah
perkiraan kasar untuk menilai LFG karena kadarnya dipengaruhi oleh senyawasenyawa tertentu dalam darah (kromogen non kreatinin) yang dapat
menyebabkan overestimasi. Perubahan massa otot dan proses inflamasi juga
berpengaruh terhadap penetapan LFG berdasarkan kreatinin serum. Kreatinin
selain difiltrasi bebas oleh glomerulus juga disekresi oleh tubulus proksimal.
Berdasarkan pertimbangan bahwa tes kreatinin serum secara tunggal
kurang akurat untuk menentukan tingkatan fungsi ginjal, maka dikembangkan
berbagai persamaan yang menggunakan kadar kreatinin serum disertai
beberapa faktor koreksi untuk memprediksi LFG.
Persamaan yang paling populer dan cukup akurat untuk menetapkan nilai
klirens kreatinin pada orang dewasa adalah persamaan Cockroft and Gault
yang mengunakan faktor koreksi usia, berat badan dan jenis kelamin.
Persamaan Cockroft and Gault
LFG laki-laki
LFG perempuan
Keterangan :
Nilai LFG pada laki-laki berbeda dengan perempuan dimana LFG laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan, hal ini disebabkan karena massa ginjal laki-laki
lebih besar dari perempuan. Kehamilan dan latihan fisik dapat menyebabkan
peningkatan LFG.
Pada kehamilan LFG meningkat sampai 50% yang
disebabkan oleh peningkatan volume dan aliran darah ke ginjal serta
kemungkinan adanya pengaruh hormon plasenta. LFG akan kembali normal
setelah melahirkan.
Tabel 2. Nilai rujukan LFG dengan Ccr (NKF K/DOQI)
Jenis kelamin
LFG ( ml/menit /1,73 m2 )
Mean
SD
Laki-laki
128
26
Perempuan
118
24
mol / L
71-124
62-150
27-54
36-106
53-115
44-88
Newborn
Infant
Anak < 6 tahun
Anak > 6 tahun
Dewasa laki-laki
Dewasa
perempuan
Dewasa
usia Penurunan
kadar
kreatinin
lanjut
berhubungan dengan penyusutan,
massa otot dan usia
Tes Ureum serum
Ureum adalah produk metabolik utama yang mengandung nitrogen dari
katabolisme protein pada manusia. Ureum termasuk dalam senyawa nitrogen
non protein, berat molekul yang sangat kecil (60 kD). Ureum merupakan lebih
dari 75% nitrogen non protein yang dieksresi.
Lebih dari 90% ureum dieksresikan melalui ginjal dan sebagian
dikeluarkan melalui traktus gastrointestinalis dan kulit. Ureum mengalami filtrasi
bebas di glomerulus oleh karena itu kadar ureum darah digunakan sebagai
parameter penilaian fungsi filtrasi glomerulus . Dalam keadaan normal 40-70%
ureum mengalami reabsorbsi di tubulus dan kembali ke darah sehingga klirens
ureum tidak dapat disamakan dengan LFG.
Di Amerika Serikat pemeriksaan urea dinyatakan sebagai kandungan
nitrogen urea darah (blood urea nitrogen / BUN). Konsentrasi BUN normal
sekitar 5 20 mg/dL, dimana nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea,
sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN
dengan 60/28 atau 2,14. Penentuan kadar ureum dengan mengukur absorbansi
pada panjang gelombang 340 nm. Uji kinetik dapat dilakukan dengan urease dan
glutamate dehidrogenase (GLDH) atau dengan reaksi Barthelot
Pra analitik :
9
Urea + 2H2O
Urease
NH4+ + CO32-
: 6 20 mg/dl
: 4-19 mg/dl
: 5 18 mg/dl
10
massa tubuh, nutrisi dan penyakit diluar ginjal serta tidak tergantung pada umur
kecuali pada umur dibawah 1 tahun dan diatas 70 tahun. 2,3 Konsentrasi cystatin
C paling tinggi didapatkan pada umur 1 hari diikuti penurunan yang cepat selama
4 bulan pertama dan konstan setelah 1 tahun.
Cystatin C merupakan petanda endogen baru terhdap fungsi ginjal dan
hubungannya dengan LFG lebih baik daripada kreatinin. 2,3
Pemeriksaan cystatin C bebas dari gangguan bilirubin, keton dan hemoglobin
yang mempengaruhi metode pemeriksaan kreatinin dan hanya membutuhkan
sejumlah mikroliter serum atau plasma.
Dengan demikian , tes Cystatin C mempunyai beberapa keunggulan
karena tidak dipengaruhi usia, jenis kelamin, massa otot, diet dan reaksi fase
akut. Cystatin C juga tidak disekresi oleh tubulus dan eliminasinya hanya melalui
filtrasi glomerulus. Tetapi tes ini mahal dan belum tersedia di semua center.
Menurut Christopher P Price dan Hazel Finney (2000) berdasarkan data-data
yang dihimpun dari berbagai penelitian , masih diperlukan penelitian lebih lanjut
apakah cystatin C dapat digunakan sebagai parameter tes fungsi ginjal. National
Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF K/DOQI)
(2002) juga berpendapat bahwa penerapan tes Cystatin di klinik masih
diperdebatkan. Walaupun Cystatin C tampaknya sangat menjanjikan sebagai
indeks fungsi ginjal, menurut Toffaletti dari NKF K/DOQI masih terlalu dini untuk
merekomendasikan tes ini karena belum cukup data yang mendukung
penerapannya di klinik.
Aplikasi klinis penggunaan Cystatin C sebagai marker untuk menentukan
LFG terutama digunakan pada pasien dengan sirosis hati, anak-anak, anoreksia,
massa otot rendah akibat amputasi, pasien HIV dengan displasia atau gangguan
neuromuskuler, DM tipe 2, transplantasi ginjal, penyakit ginjal kronik, kanker dan
hipertensi esensial.
Penentuan LFG dengan formula Cystatin menggunakan persamaan
berikut :
LFG =
74,83
Cystatin C 1/ 0,75
maka Cystatin C lebih akurat khususnya untuk melihat adanya kerusakan dini di
ginjal, sehingga Cystatin C dianggap sebagai suatu marker untuk deteksi dini
pada insufisiensi / gagal ginjal.3
Salah satu gangguan ginjal yang banyak ditemukan dan merupakan masalah
yang sangat penting dalam bidang ilmu penyakit ginjal adalah penyakit ginjal
kronik.
Penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai :
1. Kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional yang
dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal
secara laboratorik atau kelaianan pada pemeriksaan radiologik, dengan
atau tanpa penurunan fungsi ginjal (penurunan laju filtrasi glomerulus =
LFG) yang berlangsung > 3 bulan.
2. Penurunan LFG < 60 ml/menit per 1,73 m 2 luas permukaan tubuh (LPT)
selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
LFG < 60 ml/menit per 1,73 m2 ini setara dengan kadar kreatinin serum > 1,5 mg
% pada pria dan > 1,3 mg% pada wanita.
13
ISK ditandai dengan adanya polakisuria, nyeri supra pubik, kadangkadang demam (demam sub febril), hematuria mikroskopik, lekosituria
mikroskopik. Urinalisis merupakan tes skrining untuk mengetahui adanya ISK .
ISK bagian atas atau Upper UTI dikenal sebagai pielonefritis, sedangkan
Lower UTI atau ISK bagian bawah adalah cystitis. Bila dari hasil urinalisis
didapatkan tes nitrit positip, sebagai tes lanjutan adalah kultur urin untuk melihat
kuman penyebab . ( lihat algoritme).
URINALISIS
Urinalisis atau analisis urin adalah salah satu tes laboratorium yang tertua
dan sudah diketahui sejak zaman Hipocrates. Urinalisis merupakan tes awal
yang penting untuk dugaan adanya kerusakan ginjal. Analisis urin terdiri atas tes
makroskopik, mikroskopik dan kimia urin.
Tes kimia urin dapat dilakukan secara kering dengan memakai reagen
strip dan dapat pula dilakukan dengan reagen basah. Dengan memakai reagen
strip ( dipstik / carik celup ) , ini sangat mudah, cepat dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tinggi. Reagen strip berupa selembar plastik kaku
dimana salah satu sisinya ( area tes ) terdapat bahan penyerap berupa sellulosa
yang mengandung reagen reagen spesifik terhadap salah satu zat yang
mungkin terdapat pada urin. Penilaian secara semikuantitatif dilakukan dengan
melihat skala warna pada area tes yang kemudian dibaca dengan alat automatik
berupa fotometer reflektans. Sampel urin yang dipakai sebaiknya urin pagi segar
tanpa pengawet dan tidak perlu disentrifus sebelum dites.
Parameter yang dapat diketahui pada tes strip bervariasi, ada yang dapat
menentukan 3, 5, 10 parameter. Saat ini telah ada 11 parameter. Parameter
tersebut adalah : berat jenis (BJ), pH, Lekosit, Nitrit, Protein, Glukosa, Keton,
Urobilinogen, Bilirubin, Hemoglobin , Vitamin C.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam tes carik celup :
14
15
PEMANTAPAN KUALITAS
Gunakan bahan kontrol positif dan negatif tiap ganti shift
Larutkan bahan kontrol sesuai petunjuk
Gunakan kontrol positif dan negatif setiap menggunakan reagens baru
atau reagens yang baru dibuka.
Catat hasil kontrol dalam chart dengan menuliskan nomor lot reagens.
1. Berat Jenis
Menunjukkan konsentrasi ion pada urin. Jika terdapat kation pada urin
maka proton akan dibebaskan oleh complexing agent dan menyebabkan
perubahan warna pada indikator.
Area tes mengandung indikator
bromthymolblue yang akan memproduksi perubahan warna sesuai dengan
peningkatan BJ dari biru, biru-hijau, sampai kuning.
Nilai rujukan : 1,010 1,020
Pengukuran BJ selain menggunakan carik celup dengan prinsip polielektrolit
(seperti yang disebutkan diatas), penentuannya juga dapat menggunakan
refraktormeter dan urinometer.
Pengukuran BJ urin dengan carik celup :
Tidak mengukur total solut dalam urin
Mengukur solut dalam bentuk ion sehingga dapat menilai fungsi pemekat
dan sekresi ginjal
Pengukuran BJ urin dengan refraktometer, dipengaruhi oleh :
Panjang gelombang yang dipakai
Suhu urin
Konsentrasi zat terlarut
Pengukuran BJ urin dengan urinometer :
Memerlukan volume urin yang banyak
Urinometer dikalibrasi tiap hari
Dipengaruhi oleh suhu ruangan ( 30C BJ +1)
2. pH
pH urin : mengukur konsentrasi ion H dan tidak dipengaruhi oleh zat lain.
Area tes mengandung indiktor methyl red, phenolphthalein dan bromthymolblue.
Perubahan warna dari jingga, hijau sampai biru tua dengan peningkatan pH
dibandingkan dengan skala warna yang tersedia. Pada umumnya urin segar
mempunyai pH antara 5 - 6
Nilai rujukan : pH 4,5-8,0
3. Lekosit / esterase
Esterase ada dalam granula azurofil netrofil, eosinofil, basofil, monosit dan
makrofag. Tidak bereaksi dengan limfosit. Sebagai penanda inflamasi karena
dapat mendeteksi sejumlah lekosit.
Area tes mengandung indoksil ester dan garam diazo. Adanya granulosit
esterase yang berasal dari netrofil pada urin akan memecahkan indoksil ester
menjadi indoksil yang kemudian bereaksi dengan garam diazo membentuk
warna ungu.
Tinggi rendahnya intensitas warna ungu yang terbentuk
menunjukkan banyaknya lekosit pada urin.
Nilai rujukan : negatif
Hasil positif palsu dipengaruhi oleh urin berwarna yang mengandung
phenazopyridine atau ada kontaminasi dengan sekret vagina. Negatif palsu bila
kadar glukosa 3 g/dL, protein 500 mg/dL, BJ tinggi, zat oksidator(sabun,
detergent),obat gentamisin dan sephalosporine dan limfosit.
4. Protein (albumin)
Area tes mengandung buffer sitrat, protein absorban serta indikator tetrabromfenolblue. Pada pH 3 indikatornya berwarna kuning (untuk urin normal)
yang akan berubah menjadi kuning hijau sampai biru dengan peningkatan kadar
protein pada urin.
Nilai rujukan : negatif
17
Tes ini hanya sensitif untuk albumin. Albumin dengan berat molekul rendah
melewati glomerulus dan reabsorbsi di tubuli. Pada tes carik celup ini, tidak
mengukur protein lain seperti : hemoglobin, mioglobin dan protein Bence Jones
Dapat memberikan hasil positif palsu pada keadaan : pH urin alkali akibat
pemakaian obat, pengawet urin.. Negatif palsu pada keadaaan penderita
memakai obat yang memberikan warna urin(phenazopyridine), beet.
5. Nitrit
Prinsip dasarnya adalah Griesss test yang mendeteksi nitrit dalam urin yang
secara tidak langsung merupakan indikator adanya pembentukan nitrit. Bakteri
penyebab infeksi saluran kemih umumnya mengubah nitrat menjadi nitrit.
Area tes mengandung senyawa aromatik amin dan zat kromogen yang bereaksi
dengan nitrit membentuk warna merah.
Nilai rujukan : negatif
Mendeteksi adanya gugus nitrit dan sebagai tes saring adanya bakteriuria.
Faktor yang mempengaruhi tes nitrit : jenis mikroorganisme, faktor diet, retensi
urin dalam kandung kemih, penundaan pemeriksaan dan penggunaan
antibiotika.
Hasil positif palsu bila ada phenazopyridine yang dapat memberikan warna pada
urin, proliferasi bakteri urin. Negatif palsu bila vitamin C 25 mg/dL, adanya zat
yang menghambat pembentukan nitrit( antibiotika) dan bakteriuria berat (karena
nitrit akan direduksi lagi menjadi nitrogen).
6. Glukosa
Area tes mengandung enzim buffer yaitu glukosa oksidase dan glukosa
peroksidase serta zat kromogen o-tolidine atau iodida yang memberikan
18
perubahan warna jika terdapat glukosa dalam urin. Jika zat kromogennya
adalah 0-tolidine, perubahan warna menjadi biru, sedangkan jika zat
kromogennya iodida warna menjadi coklat dengan adanya glukosuria.
Nilai rujukan : negatif
Glukosa difiltrasi oleh glomeruli dan reabsorbsi kembali di tubuli. Hasil positif
palsu dipengaruhi oleh zat yang bersifat oksidator atau kontaminasi dengan
peroksida. Negatif palsu dipengaruhi oleh : vitamin C 50 mg/dL, aspirin,
levodopa. Juga bila sudah terjadi glikolisis (penundaan spesimen). Ketonuria
berat mengganggu glukose oksidase.
7. Keton
Benda-benda keton dalam urin berupa aseton (2%), asam asetoasetat (20%)
dan asam hidroksi butirat (78%). Karena benda keton mudah menguap maka
untuk tes harus memakai urin segar.
Area tes mengandung buffer natrium nitroprussida dan glisin.
Natrium
nitroprussida pada medium alkali bereaksi dengan aseton dan asam asetoasetat.
Tinggi rendahnya intensitas warna ungu yang terbentuk menggambarkan kadar
ketonuria.
Nilai rujukan : negatif
19
Hasil positif palsu dipengaruhi oleh adanya senyawa freesulfhydryl (catopril, Nacetylcysteine), mengandung metabolit levodopa, urin yang berwarna, Negatif
palsu bila penyimpanan tidak baik,(oleh karena benda keton mudah dirusak oleh
bakteri) , dapat juga disebabkan karena adanya penguapan.
8. Urobilinogen
Area tes mengandung buffer paradimetilaminobenzaldehid yang memberikan
warna merah muda jika terdapat urobilinogen dalam urin, atau dapat juga garam
diazonium yang memberikan warna merah.
Nilai rujukan : negatif atau < 1 mg/dl.
yang
palsu
Obat
palsu
9. Bilirubin
Senyawa diazo bersama buffer asam pada area tes bereaksi dengan bilirubin
dalam urin sehingga memberikan perubahan warna, tergantung pada jenis
senyawa diazo yang dipakai. Jika menggunakan diazotized 2,4-dichloroaniline
perubahan warna dari kuning sampai jingga coklat.
Nilai rujukan : negatif
Mendeteksi bilirubin direk 0,4-0,8 mg/dL, tergantung jenis reagen yang dipakai.
Memberikan hasil positif palsu bila urin berwarna (phenazopyridine). Negatif
palsu , dipengaruhi oleh : vitamin C 25 mg/dL, kadar nitrit yang tinggi,
penundaan spesimen karena telah terjadi oksidasi atau hidrolisis.
20
Didiamkan hidrolisis
Glukurinida +glukuronida +BILIRUBIN BEBAS tak larut dan kurang reaktif
Didiamkan oksidasi
Glukuronida +glukuronida + BILIVERDIN
10. Hemoglobin
Area tes mengandung tetrametilbenzidin atau ortho-tolidin. Zat tes bersama
dengan hemoglobin yang berfungsi sebagai peroksida organik akan membentuk
warna hijau sampai biru tua.
Nilai rujukan : negatif.
Positif palsu : dipengaruhi oleh zat oksidatif kuat (sabun, detergent), peroksidase
bakteri. Negatif palsu bila ada vitamin C 5 mg/dL, obat (catopril), berat jenis
tinggi.
11. Vitamin C
Area tes mengandung reagen Tillmann. Adanya vit. C menyebabkan perubahan
warna dari biru-hijau ke orange.
PENGARUH VITAMIN C TERHADAP KIMIA URIN
Tabel 5. Pengaruh vit C pada parameter kimia urin
Tes
Kadar vit C
yang dipengaruhi
yang diperlukan
Darah
9 mg/dL
Bilirubin
25 mg/dL
Nitrit
25 mg/dL
Glukosa
50 mg/dL
Esterase
Bereaksi dengan
H2O2 pada carik celup
Garam diazonium pada carik
celup
Garam diazonium pada carik
celup
H2O2 yg diproduksi pada
reaksi pertama
Garam diazonium pada carik
21
celup
Urobilinogen
?
Garam diazonium pada carik
celup
Bila menggunakan carik celup yang mengandung vitamin C, perlu
memperhatikan beberapa kelemahan seperti :
Tes bilirubin, nitrit, glukosa, darah, esterase, urobilinogen, akan
tetap memberikan hasil negatif palsu, walaupun dapat diketahui
adanya vitamin C dalam urin
Sedimen eritrosit yang positif memberikan hasil darah samar
negatif palsu
Dapat menghambat reaksi reduksi kuat dari vitamin C antara lain
: menambahkan senyawa yang bersifat oksidator pada carik
celup seperti iodate scavenger pad
INTERPRETASI
Lihat algoritme
1.
Tes nitrit, lekosituria, bakteriuria
Biakan urin
Jenis bakteri
Jumlah koloni bakteri / ml urin
100.000/ml
10.000 100.000 / ml
< 10.000 / ml
Infeksi
Kemungkinan infeksi
Kontaminasi
Tes resistensi
Tes ulang
22
2.
Urinalisis lengkap
Piuria
hematuria
proteinuria
Nitrit (+)
albuminuria
Pielonefritis
kolik ginjal
(+)
(+)
(-)
Batu ginjal
ASTO
3.
(-)
Biakan BTA urin
(+)
(-)
TBC ginjal
Batu ginjal
Proteinuria (albuminuria)
Massif
Oval fat bodies (+)
Kolesterol
Albumin serum
23
Sindroma nefrotik
4.
Berat jenis
Oligouria
Ureum,kreatinin,asam urat
Gagal ginjal
Anamnesis
Akut
kronik
GNK
Perdarahan
Nefropati diabetika
Luka bakar
Nefritis intersitial
Syok
Hipertensi renal
GNA
Nefropati toksik
Sindroma nefrotik
----- fm -----
24
Daftar bacaan :
1. Beck L.H, Aging Changes in Renal Fuction in Hazzard WR et al, Principles of
Geriatric Medicine an Gerontology, Fourth Ed, International Edition, The MC
Graw-Hill Co, New York, 1999, 767- 8
2. Corbett, J.V, Renal Function Test in Laboratory Test and Diagnositic
Procedures with Nursing Diagnoses 6 th, Pearson Precentice Hall, New
Yersey, 2004, 86-103
3. Fisbach F.T, A Manual of Laboratory & Diagnostic Test, 5 th Ed, Lippincott,
Philadelphia, 1996,237-239, 355-356
4. Gandasoebrata R, Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan ke-9, Dian Rakyat,
Jakarta, 1999,128-131
5. Gantini L, Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnosis dan Pemantauan
Fungsi Ginjal dalam Forum Diagnosticum No.6 Laboratorium Klinik Prodia,
Bandung, 2001: 12-18.
6. 6.
Grey V and Susan T, Assesment of Glomerular Filtration Rate,
Departement of Buiochemisry, Montreal Childrens Hospital First Published in
CSCC News, 1999, volume 41(1), 1-2. http://www.cscc.ca/pfg gfr.shtml.
7. Hardjoeno dkk, Interpretasi Hasil Tes Laboratorioum Diagnostik Bagian Dari
Standar Pelayanan Medik, Lephas, Makassar, 2006,137
8. Jaffe MS and MC Van BF, Davis Laboratory and Diagnostic Test Handbook,
FA Davis Co, Philadelphia, 1997, 350 - 5.
9. Jones GRD, Lim EM, The National Kidney Foundation Guideline on
Estimation of Glomerular Filtration Rate in The Clinical Biochemisry Reviews,
The Australian Association oc Clinical Biochemist, Perth, vol 24(3), august
2003, 95-97
10. Kaniawati M dan Lies Gantini , Cystatin C Serum sebagai Penanda
Glomerular Filtratipon Rate dalam Informasi Laboratorium No3, Prodia, 2002,
5-7.
11. Bakri S : Deteksi Dini dan Upaya-Upaya Pencegahan Progresifitas Penyakit
Ginjal Kronik dalam Jurnal Medika Nusantara, Makassar, 2005, 36-40
12. www.kidneyfoundation/Kdoqi.gov.
National Kidney Fondation, Clinical
Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease Evaluation, Classification and
Stratification : part 5, In Evaluation of laboratory Measurment for Clinical
Assesment of Kidney Disease, NKFK/DOQI Guidelines 2002
25
13. Laterza OF., Price CP., Scott MG., Cystatin C. An Improved Estimator of
Glomerular Filtration Rate?, In Clinical Chemistry, American Association for
Clinical Chemistry Inc., 2002 : 48(5), page : 699-707
14. Postlethwaite RJ ed, Glomerular Filtration Rate, In Clinical Pediatric
Nephrology, Butterworth Heinemann, 1994, 89-98
15. Goldmisth DI., Novello AC., Clinical and Laboratory Evaluation of Renal
Function, In Pediatric Kidney Disease, 2nd ed., vol 1st, little Brown and Co,
Boston, 1992 :461-473
16. Hellerstein S., Berenbom M., Alon U et al, The Renal Clearance and Infusion
Clearance of Inulin are Similar but not Identical. In Kidney International,
Blackwell Scientific Publication, vol 44, 1993, 1058-1061
17. Bajaj G., Alexander SR., Browne R et al, 125 Iodine-Iothalamate Cleaance in
Children A Simple Method to Measure Glomerular Filtration ;In Pediatric
Nephrology, spriger, Vol 10(1), Feb 1996, page : 25-28
18. Cole M, Price L, Parry A., Estimating of Glomerular Filtration Rate
InPaediatric Cancer Patients Using 51 Cr-EDTA Population Pharmakokinetics
British Journal of Cancer, vol 90, 2004, 60-64
19. Sukandar E, Sulaiman R, Sindroma Nefrotik dalam Ilmu Penyakit Dalam II,
editor Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990 :282-305
20. Corey HE., Spitzer a., Renal Blood Flow and Glomerular Filtration Rate
During Development, In Pediatric Kidney Dsease, 2nd ed., Vol 1st, Little Brown
and Co., Boston, 1992 : 49-72
21. Whelton A., Watson AJ., Rock RC., Nitrogen Metabolites and Renal Function ;
In Fundamentals of Clinical Chemistry, 4 th ed, WB Saunders Co, Phladelphia,
1996, page 569-592
22. Roche Diagnostics : Urea / BUN kit, 2003 : 1-4
23. Wirawan R : Pitfall urinalisis dengan carik celup, Roche Fair, 2008
24. Terry Kotrla, MS, MT (ASCP), Austin Community College Examination of
Urine
25. Manual Reagen Strips Mulitistik 20 SG, Bayer Diagnostic
---fm-unhas-2012---
26