Anda di halaman 1dari 22

E.

Landasan Teori

1. Pengertian Hepatitis C
Hepatitis C adalah infeksi yang terutama menyerang organ hati.
Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C
seringkali tidak memberikan gejala, namun infeksi kronis dapat
menyebabkan parut (eskar) pada hati, dan setelah menahun menyebabkan
sirosis. Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis juga
mengalami gagal hati, kanker hati, atau pembuluh yang sangat
membengkak di esofagus dan lambung, yang dapat mengakibatkan
perdarahan hingga kematian (Bals,M 2006).
2. Etiologi Hepatitis C
a. Struktur Genom HCV
Virus hepatitis C termasuk dalam famili Flaviviridae dengan
genom Ribo Nuclead Acid (RNA) berutas tunggal (single strand),
polaritas positif. Virion HCV memiliki diameter 30-60 nm, dan
panjang genom berkisar 10 kb, terdiri atas 3.011-3.033 asam amino
dengan 9.030-9.099 nukleotida. Virus mempunyai envelope yang
terdiri atas glikoprotein dan lipid (Sulaiman A, 2009).
b. Struktur Protein HCV
Protein Non-struktural (NS) terdiri atas NS2, NS3, NS4A, NS4B,
NS5A, dan NS5B, berperan dalam replikasi virus, dimana Protein NS2
mempunyai aktivitas protease, sedangkan NS3 mempunyai dua
aktivitas sebagai serin protease dan NTP-ase atau helikase. Protein
NS4A berperan sebagai kofaktor serin protease NS3, dan NS4B belum
diketahui fungsinya. NS5A merupakan fosdoprotein yang fungsinya
belum diketahui secara jelas, tetapi protein ini bersifat hidrofilik, dan
sangat sensitif terhadap interferon. NS5B mempunyai peranan dalam
aktivitas RNA dependen RNA polymerase 4-6. Sintesis protein dalam
proses replikasi virion dimulai ketika mekanisme kerja RNA helikase
mengikat untai RNA pada ujung 3’, ATP akan terikat pada sisi aktif

7
enzim tersebut dan dihidrolisis oleh RNA helikase menjadi ADP dan
fosfat organik. Energi yang dilepaskan oleh RNA helikase untuk
membuka ikatan hidrogen pada dupleks RNA, kemudian enzim akan
bergerak sepanjang arah 3’-5’ dalam memisahkan kedua untai RNA,
dan memulai proses translasi untuk membentuk poliprotein lalu
memutus interaksi RNA dengan protein, demikian seterusnya berulang
sampai protein-protein yang dibutuhkan membentuk komponen
struktural virus (Sulaiman A, 2009).

(Gambar. 3 Struktur Virus Hepatitis C)

3. Epidemiologi

Antara 130 dan 170 juta jiwa, atau 3% dari populasi dunia, hidup
dengan hepatitis C kronis. Sekitar 3–4 juta orang terinfeksi setiap
tahunnya, dan lebih dari 350.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit yang berkaitan dengan hepatitis C. Angka tersebut meningkat
tinggi pada abad ke-20 akibat kombinasi pengguna narkoba suntik dan
pemberian obat suntik atau peralatan medis yang tidak disterilkan. Sekitar
2% penduduk Amerika Serikat menderita hepatitis C, dengan 35.000
hingga 185.000 kasus baru per tahun. Angka tersebut telah menurun di

8
negara Barat sejak 1990-an karena penapisan darah semakin ketat sebelum
transfusi. Angka kematian per tahun akibat HCV di Amerika Serikat
berkisar 8.000 hingga 10.000. Kemungkinan angka mortalitas tersebut
masih akan meningkat, karena sakit atau meninggalnya orang yang
terinfeksi melalui transfusi sebelum masa pemeriksaan HCV. Angka
infeksi lebih tinggi di beberapa negara di Afrika dan Asia. Negara dengan
angka infeksi yang sangat tinggi meliputi Mesir (22%), Pakistan (4,8%)
dan Cina (3,2%). Angka yang tinggi di Mesir dikaitkan dengan kampanye
pengobatan massal untuk schistosomiasis yang sekarang dihentikan,
menggunakan spuit kaca yang tidak disterilisasi dengan benar (Nalini K,
2009).

4. Patofisiologi

Menurut Houghton (2009), jika masuk ke dalam darah maka HCV


akan segera mencari hepatosit (sel hati) dan kemungkinan sel limfosit B.
Hanya dalam sel hati HCV bisa berkembang biak. Sulitnya membiakkan
HCV pada kultur, juga tidak adanya model binatang non-primata telah
memperlambat lajunya riset HCV, namun daur hidup HCV telah dapat
dikemukakan seperti penjelasan dibawah ini:

Gambar 4. Siklus hidup virus Hepatitis C

9
Melalui gambar skematis di atas, proses siklus kehidupan HCV
digambarkan secara alur skematis yaitu :
a. HCV masuk ke dalam hepatosit dengan mengikat suatu
reseptor permukaan sel yang spesifik. Reseptor ini belum
teridentifikasi secara jelas, namun protein permukaan CD8
adalah suatu HCV binding protein yang memainkan
peranan dalam masuknya virus. Salah satu protein khusus
virus yang dikenal sebagai protein E2 menempel pada
reseptor site di bagian luar hepatosit.
b. Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel
dengan suatu proses kimiawi dimana selaput lemak
bergabung dengan dinding sel dan selanjutnya dinding sel
akan melingkupi dan menelan virus serta membawanya ke
dalam hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput virus
(nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah
RNA virus (virus uncoating) yang selanjutnya mengambil
alih peran bagian dari ribosom hepatosit dalam membuat
bahan-bahan untuk proses reproduksi.
c. Virus dapat membuat sel hati memperlakukan RNA virus
seperti miliknya sendiri. Selama proses ini virus menutup
fungsi normal hepatosit atau membuat lebih banyak lagi
hepatosit yang terinfeksi kemudian membajak mekanisme
sintesis protein hepatosit dalam memproduksi protein yang
dibutuhkannya untuk berfungsi dan berkembang biak.
d. RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk
memproduksi masal poliprotein (proses translasi).
e. Poliprotein dipecah dalam unit-unit protein yang lebih
kecil. Protein ini ada 2 jenis yaitu protein struktural dan
regulatori. Protein regulatori memulai sintesis kopi virus
RNA asli.

10
f. Sekarang RNA virus mengopi dirinya sendiri dalam jumlah
besar (miliaran kali) untuk menghasilkan bahan dalam
membentuk virus baru. Hasil kopi ini adalah bayangan
cermin RNA orisinil dan dinamai RNA negatif. RNA
negatif lalu bertindak sebagai cetakan (template) untuk
memproduksi serta RNA positif yang sangat banyak yang
merupakan kopi identik materi genetik virus.
g. Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan
untuk terjadinya mutasi genetik yang menghasilkan RNA
untuk strain baru virus dan subtipe virus hepatitis C. Setiap
kopi virus baru akan berinteraksi dengan protein struktural,
yang kemudian akan membentuk nukleokapsid dan
kemudian inti virus baru. Amplop protein kemudian akan
melapisi inti virus baru.
h. .Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit
menuju ke pembuluh darah menembus membran sel.

5. Gejala dan Tanda

Kebanyakan orang yang terinfeksi virus hepatitis C (HCV) tidak


mengalami gejala. Pada tahapan awal, gejala mungkin tampak ringan
sekitar satu sampai tiga bulan sejak terpapar virus. Gejala umum dari
hepatitis C antaralain : warna kulit dan mata menguning (jaundice) ,urin
berwarna gelap, feses berwarna pucat,demam, kelelahan, mual muntah,
nafsu makan berkurang, nyeri lambung, nyeri otot atau sendi. Tanda-tanda
dan gejala infeksi kronis biasanya akan tampak jelas setelah bertahun-
tahun dan merupakan akibat dari kerusakan hati yang disebabkan oleh
virus. Ini awalnya bisa termasuk gejala dari infeksi akut yang berkembang
memburuk seiring waktu. Tanda dan gejala HCV kronis bisa meliputi:
mudah berdarah, mudah memar, kulit gatal, penumpukan cairan di perut,
pembengkakan di kaki, penurunan berat badan, mengantuk dan bicara

11
tidak jelas (ensefalopati hepatik), pembuluh darah sarang laba-laba pada
kulit atau biasa disebut spider angioma (Vermehren, 2011).

6. Penularan

Metode penularan hepatitis C dapat melalui penggunaan narkoba


suntik (IDU), melalui transfusi darah dan prosedur medis yang tidak aman.
Penularan hepatitis C terjadi melalui hubungan seksual juga dapat terjadi,
tapi ini cukup jarang terjadi. Frekuensi meningkat jika ada hubungan anal
atau jika hubungan seksual berlangsung selama menstruasi. Penularan
melalui ciuman, terutama jika ada luka di mulut, secara teoritis mungkin,
namun belum terbukti secara ilmiah. Air liur tidak menular kecuali
mengandung darah. Berbagi alat kebersihan pribadi seperti sikat gigi dan
pisau cukur juga berpotensi dapat menularkan infeksi. Penularan hepatitis
C dari ibu yang terinfeksi kepada bayi yang baru lahir dapat terjadi, tetapi
jika ibu memiliki kadar HCV yang dapat diukur di dalam darahnya (Xia,
2008).

7. Diagnosis

Tes diagnosis untuk hepatitis C dapat didiagnosis dengan


menggunakan berbagai metode antaralain : ELISA adalah teknik biokimia
yang digunakan terutama pada immunologi untuk mendeteksi keberadaan
antibody antigen dalam sampel. Western blot adalah adalah sebuah metode
untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan. Imunoblot menggunakan
elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli atau perubahan oleh jarak
polipeptida atau oleh struktur 3-D protein. Polymerase chain reaction
(PCR) dapat mendeteksi RNA HCV satu hingga dua minggu setelah
infeksi, sedangkan antibodi baru terbentuk dan baru dapat ditemukan
dalam waktu yang lebih lama. Hepatitis C kronis merupakan infeksi
dengan virus hepatitis C yang menetap selama lebih dari enam bulan
berdasarkan keberadaan RNA-nya, karena infeksi kronis umumnya baru

12
menunjukkan gejala setelah berpuluh tahun, dokter biasanya baru
menemukan kasus pada saat pemeriksaan fungsi hati atau saat melakukan
penapisan rutin pada orang berisiko tinggi. Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan antara infeksi akut dan infeksi kronis (Nakano, 2011).

8. Skrining Hepatitis C

Diagnosis Hepatitis C dapat dideteksi dengan menggunakann Uji


Enzyme-linked immunosorbent Assay (ELISA), juga dikenal sebagai
enzyme Immunoassay (EIA) adalah teknik biokimia yang digunakan
terutama pada immunologi untuk mendeteksi keberadaan antibody antigen
dalam sampel. Prinsip deteksi HCV menggunakan wantai HCV ELISA
menggunakan metode antibodi "sandwich" ELISA dimana polystyrene
microwell strip pra-dilapisi dengan antibodi monoklonal khusus untuk
HCV. Sampel serum atau plasma pasien ditambahkan ke microwell
bersama dengan antibodi kedua yang terkonjugasi dengan enzim
horseradish peroxsidase (HRP Conjugate) dan diarahkan terhadap epitop
HCV yang berbeda. Selama inkubasi, immunocomplex spesifik yang
terbentuk jika ada HCV dalam sampel, ditangkap pada fase padat. Setelah
dicuci untuk mengambil sampel protein serum dan konjugat HRP yang
tidak terikat, larutan kromogen yang mengandung tetramethyl-benzidine
(TMP) dan urea peroksida ditambahkan ke dalam sumur. Adanya
immunocomplex "sandwich" antibodi-antigen-antibody (HRP), kromogen
tidak berwarna dihidrolisis oleh HRP terikat-konjugat menjadi produk
berwarna biru. Warna biru menjadi kuning setelah adanya reaksi dengan
asam sulfat. Jumlah intensitas warna dapat diukur dan sebanding dengan
jumlah antigen yang ditangkap di sumur, dan jumlah masing-masing
dalam sampel. Sumur yang mengandung sampel negatif untuk HCV tetap
berwarna.

Hasil reaksi akan memunculkan warna yang bisa diukur secara


kuantitatif dengan alat kolorimetrik (Mikroplate reader) yang dibaca

13
absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm. Tujuan Skrining
Hepatitis C menggunakan Wantai ELISA adalah untuk mendeteksi ada
tidaknya virus dalam darah dan memutus transmisi penularan Hepatitis C.
Interpretasi hasil ELISA, sampel hasil skrining menggunkan ELISA
dikatakan non reaktif apabila nilai absorbansi kurang dari Cutt-off dan
sampel dikatakan reaktif jika nilai absorbansi lebih dari nilai Cutt-Off.
Nilai Cutt-Off adalah NC+0,05= 0,139.

14
BAB III
LAPORAN KEGIATAN

A. Waktu dan Tempat Praktik Kerja Lapangan


1. Waktu Praktik Kerja Lapangan
Kegiatan PKL dilaksanakan di instansi :
Nama : Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Sleman
Alamat : Jl. Dr Radjimin, Sucen, Trihanggo, Sleman, D.I Yogyakarta
2. Waktu Praktik Kerja Lapangan
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan mulai
tanggal 26 Februari 2019 sampai 24 April 2019. Waktu pelaksanaan
kegiatan adalah tujuh hari kerja tiap minggu mulai hari senin sampai
dengan minggu dan seminggu sekali mahasiswa mendapatkan libur
kerja.
B. Alat dan Bahan
Metode ELISA
1. Alat
Alat yang digunakan untuk Skrining HCV yaitu :
a. ELISA ETI-MAX 3000
b. Printer
c. Monitor
d. PC
e. Microwell Plate
2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk Skrining HCV yaitu :
 Sampel darah/serum pendonor
3. Reagen
Reagen yang digunakan untuk skrining HCV yaitu :
a. Negative Control
b. Positive Control
c. HRP- Conjugate

15
d. Wash Buffer
e. Chromogen Solution A
f. Chromogen Solution B
g. Stop Solution

C. Cara Kerja
1. SOP Murex anti-HCV ver 4.0
a. Larutan wash buffer disiapkan
b. Reagen diambil secukupnya, sisanya disimpan
c. Reagen dipastikan telah bersuhu ruang sebelum dipakai
d. Sampel dipipetkan kesemua welI sebanyak 180 µL
e. Sampel dipipetkan mulai dari D1 sebanyak 20 µL
f. Control negative dipipetkan di A1, B1 dan Pos di C1
g. Menghomogenkan dengan cara diketuk-ketuk dengan jari ataupun
dikocok dengan pipet atau di shaker 10 detik
h. Setelah itu ditutup dan di inkubasi pada 37± 1˚C selama 30 menit
i. Kemudian dicuci 5X dengan wash buffer dan soak time minimal 30
detik, dikeringkan dengan tissue
j. Substrat solution dipipetkan kesemua well sebanyak 100 µL
k. Kemudian ditutup dan diinkubasi pada 37±1˚ selama 30 menit
l. Stop solution (H2 SO4 ) dipipetkan kesemua well 50 µL
2. Cara kerja ELISA ETI-MAX 3000
a. Komputer dan printer dinyalakan, limbah padat dan cair dibuang,
sistem liquid diisi dengan aquadest jika kurang ¼
b. Drawer dibuka, setelah itu manifold washer ditusuk dengan jarum
yang telah disediakan untuk ke 16 lubangnya
c. Ico Eti-Max 3000 didouble klik, user name diisi dan diklik OK,
alat akan inisialisasi (harus passed semua) jika ada yang failed
maka diklik Utilities> selftest (bila masih ada yang failed maka
teknisi dihubungi)

16
d. New Worklist dikik> diklik patient detail>diklik add patient>first
patient ID = No sampel pertama Number of patients = jumlah
sampel > diklik OK> diklik add test> diblok test yang dikerjakan>
diklik select all untuk sampel
e. Setelah itu diklik OK
f. Kemudian diklik add plate>diklik edit, lalu ditambahkan nama
assay setelah angka 2 tersebut>diklik OK, setelah itu diklik add
assay
g. Setelah itu diklik double test yang dikehendaki>klik add
patients>klik select all>klik OK, ulangi untuk plate berikutnya
h. Bila semua plate telah terprogram maka diklik>OK>OK>OK>OK
i. Tanda + diklik dan diperiksa dll, bila sudah lengkap maka diklik
START
j. Pinta loading bay dibuka, dimasukkan slot reagen kontrol dan
dipastikan telah ditata sesuai data
k. Bila telah terregister (muncul gambar dilayar) dimasukkan slot
reagen conjugate dll
l. Setelah kedua rak teregister maka diklik open reagen kontrol
layout>diklik double data reagen yang sesuai
m. Apabila reagen yang teregister telah diverifikasi dilayar sesuai
dengan yang ada dislot. Apabila ada yang salah diulangi sesuaikan
yang ada di rak dengan yang teregister di layar (sesuaikan
posisinya)
n. Rak sampel dimasukkan yang terisi sampel terakhir ke slot yang
nyala, kemudian rak sebelumnya
o. Jika rak sampel telah sampel telah masuk semua kemudian diklik
auto arrange sampel
p. Apabila no sampel sesuai antara sistem dan rak sampel diverifikasi,
bila tidak cabut rak sample, diulangi lagi
q. Laci (drawer) diisi air buffer ke botol biru dan aquadest dan
aquadest ke botol merah sesuai permintaan

17
r. Tips 1100 µL dan 300 µL dipasangkan sesuai permintaan dan
biarkan tips yang bergambar merah. Kemudian diklik OK
s. Alat akan meminta plate, lalu dibuka pintu plate load, setelah itu
dimasukkan plate sesuai tes dan jumlah barisnya kemudian ditutup,
lalu diklik OK. Demikian untuk plate berikutnya.
t. Covernya ditutup dan alat mulai bekerja
u. Bila salah satu plate selesai maka hasil akan tercetak otomatis dan
plate berikutnya
v. Bila muncul please remove plate and carrier from the system, lalu
pintu plate load dibuka diambil plate, setelah itu ditutup dan diklik
OK. Demikian untuk plate berikutnya
w. Bila lampu di loading bay berkedip maka slot tersebut bisa
diambil. Kemudian pintu dibuka ditarik slot
x. Bila plate telah keluar semua ditarik dan slot sampel dan reagen
disimpan, sisa buffer disimpan, kemudian diklik X yang bawah
pada layar, lalu diklik yes, demikian untuk hasil selanjutnya. Jika
telah kembali ke menu awal maka diklik X atas shut down PC,
dimatikan alat, printer dan monitor.

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil pemeriksaan HCV dibagi 3, berdasarkan, jenis
kelamin, kelompok umur, golongan darah. Hasil pemeriksaan uji
saring HCV pada bulan Februari sampai April 2019.

Tabel 1. Hasil Skrining HCV reaktif pada pendonor berdasarkan


Jenis Kelamin di UDD PMI Kabupaten Sleman.

Jenis Hasil Skrining HCV Total


Kelamin Reaktif Non Reaktif

Laki-laki 11 (0,4%) 2.794 (75%) 2.805 (74,5%)


Perempuan 2 (0,2%) 955 (25%) 957 (25,5%
Jumlah 13 (0,3%) 3.749 (100%) 3.762 (100%)

Pemeriksaan uji saring penyakit IMLTD di UDD PMI


Kabupaten Sleman Bulan Februari sampai April 2019 sebanyak
3.762 sampel, terdapat 13 sampel reaktif HCV. Berdasarkan Jenis
Kelamin HCV tertinggi pada laki-laki yaitu 11 (0,4%).

19
Tabel 2. Hasil Skrining HCV reaktif pada pendonor berdasarkan
Kelompok Umur di UDD PMI Kabupaten Sleman.

Kelompok Hasil Skrining HCV Total


Umur Reaktif Non Reaktif

17 - (0%) 72 (2%) 72 (2%)


18-24 4 (0,3%) 1.215 (33%) 1.219 (32%)
25-44 8 (0,5%) 1.582 (42%) 1.590 (43%)
45-64 1 (0,2%) 452 (12%) 453 (12%)
>65 - (0%) 428 (11%) 428 (11%)
Jumlah 13 (0,3%) 3.749 (100%) 3.762 (100%)

Pemeriksaan uji saring penyakit IMLTD di UDD PMI


Kabupaten Sleman Bulan Februari sampai April 2019 sebanyak
3.762 sampel, terdapat 13 sampel reaktif HCV. Berdasarkan
Kelompok Umur HCV tertinggi pada Kelompok Umur 25-44 yaitu
8 (0,5%).

Tabel 3. Hasil Skrining HCV reaktif pada pendonor berdasarkan


Golongan Darah di UDD PMI Kabupaten Sleman.

Golongan Hasil Skrining HCV Total


Darah Reaktif Non Reaktif

A 4 (0,4%) 967 (26%) 971 (26%)


B 5 (0,5%) 1.078 (28,5%) 1.083 (29%)
O 3 (0,2%) 1.446 (38,5%) 1.449 (39%)
AB 1 (0,3%) 258 (7%) 259 (6%)
Jumlah 13 (0,3%) 3.749 (100%) 3.762 (100%)

Pemeriksaan uji saring penyakit IMLTD di UDD PMI


Kabupaten Sleman Bulan Februari sampai April 2019 sebanyak
3.762 sampel, terdapat 13 sampel reaktif HCV. Berdasarkan
Golongan Darah HCV tertinggi pada golongan darah B yaitu 5
(0,5%).

20
Grafik hasil pemeriksaan HCV Reaktif di UDD PMI Sleman pada
bulan Februari sampai bulan April 2019 Berdasarkan Jenis
Kelamin.
Hasil Pemeriksaan HCV Berdasarkan Jenis
Kelamin

Non Reaktif Reaktif


4% 2%

2805 957

Laki-laki Perempuan

Berdasarkan grafik diatas HCV reaktif berdasarkan jenis


kelamin Laki-laki sebanyak 11 (0,4%) sampel dari 2.805 pendonor
laki-laki dan perempuan sebanyak 2 (0,2%) sampel dari 957
sampel.

21
Grafik hasil pemeriksaan HCV Reaktif di UDD PMI Sleman pada
bulan Februari sampai bulan April 2019 Berdasarkan Kelompok
Umur.
Hasil Pemeriksaan HCV Berdasarkan Kelompok Umur
0% 3% 5% 2% 0%

72 428 Reaktif
1219 1590 453
Non Reaktif

17 18-24 25-44 45-64 >65

Berdasarkan grafik diatas HCV reaktif pada kelompok usia


17 sebanyak 0 (0%), kelompok 18-24 sebanyak 4 (0,3%) sampel
dari 1.219 sampel, kelompok umur 25-44 sebanyak 8 (0,5%)
sampel dari 1.590 sampel, kelompok umur 45-64 sebanyak 1
(0,2%) sampel dari 453 sampel, kelompok umur>65 sebanyak 0
(0%) dari 428 sampel.

22
Grafik hasil pemeriksaan HCV Reaktif di UDD PMI Sleman pada
bulan Februari sampai bulan April 2019 Berdasarkan Golongan
Darah

Hasil Pemeriksaan HCV Berdasarkan Golongan


Darah

Non Reaktif Reaktif

4% 5% 2% 3%

971 1083 1449 259

A B O AB

Berdasarkan grafik diatas HCV reaktif pada golongan darah


A sebanyak 4 (0,4%) sampel dari 971, golongan darah B sebanyak
5 (0,5%) sampel dari 1.083 sampel, golongan darah O sebanyak 3
(0,2%) sampel dari 1.449 sampel, golongan darah AB sebanyak 1
(0,3%) sampel dari 259 sampel.

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pemeriksaan HCV menggunakan metode
ELISA di PMI Kabupaten Sleman pada bulan Februari sampai
April didapatkan 13 sampel reaktif HCV dari 3.762. Jumlah
sampel reaktif HCV pada kategorik berdasarkan kategorik jenis
kelamin Laki-laki dan Perempuan HCV reaktif tertinggi pada Laki-
laki 11 (0,4%), selain itu berdasarkan kategorik kelompok umur
HCV reaktif tertinggi pada kelompok umur 25-44 tahun 8 (0,5%)
dan berdasarkan kategorik golongan darah HCV reaktif tertinggi
pada golongan darah B yaitu 5 (0,5%).

23
Efektifitas penanganan apabila ditemukan sampel reaktif
HCV adalah darah dimusnakan. Darah yang reaktif segera
dilakukan pemeriksaan ulang (duplo) dengan metode yang sama,
alat yang sama dan reagen yang sama, bila yang kedua reaktif
berarti darah tersebut tidak dipakai untuk pasien dan harus
dimusnahkan. Hasil dari pemusnahan dimasukkan ke dalam sistem
informasi pada unit donor darah di PMI. Donor yang reaktif
dilakukan pemanggilan oleh dokter UDD PMI dan dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang ada VCT (Voluntary Counseling Testing)
untuk Mendapatkan konsultasi Konseling HCV selain itu juga
dapat dilakukan pengobatan hepatitis C akut menggunakan IFN
(alfa dan beta) dengan dosis 6-10 juta unit selama 6 bulan dapat
memicu normalisasi SGPT dan hilangnya HCV RNA pada sekitar
50% pasien. Berdasarkan studi, dosis dari IFN-α, yang tiga kali
seminggu, sama dengan mereka yang menggunakan peg-IFN- α
selama 24 minggu, telah meningkatkan angka rata-rata SVR pada
hepatitis C akut. Pegylated IFN- α lebih diutamakan dibandingkan
IFN- α konvensional maupun ribavirin. Penambahan ribavirin
dengan IFN- α atau peg-IFN- α tidak memperlihatkan angka
perbaikan yang nyata dari rata-rata SVR. HCV genotip 2, 3, 4
merespon lebih baik dibandingkan HCV genotip 1 dan waktu
pengobatan dapat lebih singkat hingga 12 minggu dengan
menggunakan peg-IFN- α pada orang yang terinfeksi HCV genotip
ini. IFN profilaksis tidak dianjurkan pada trauma tusuk karena
bagaimanapun angka infeksi HCV termasuk rendah. Pengobatan
pada HCV akut harus ditunda selama 8-16 minggu untuk melihat
adanya resolusi spontan, terutama pada pasien yang memiliki
manifestasi klinis. Pada infeksi akut HCV genotip tipe 1, diberikan
terapi selam 24 minggu, sedangkan pada tipe 2 dan 3 diberikan
terapi selama 12 minggu. Tujuan pengobatan hepatitis C kronik
adalah mencegah komplikasi penyakit hati, termasuk HCC. Hal-hal

24
yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan: Umur, jenis
kelamin, genotip virus, jumlah virus, dan stadium fibrosis terutama
fibrosis stadium 3 dan 4. Pasien dengan stadium fibrosis F0
(fibrosis tidak ada) dan F1 (fibrosis hepar yang minimal) tidak
memerlukan terapi antiviral kecuali pada pasien yang gejala
klinisnya berat atau dalam stadium yang lebih lanjut pada hasil
biopsi hatinya dan untuk orang-orang yang sangat berharap pada
pengobatan.
1. Interferon Alfa Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh
tubuh manusia untuk meningkatkan sistem daya tahan
tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya.
2. Pegylated interferon alfa
Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang
disebut "polyethylene glycol (PEG)" dengan molekul interferon
alfa. Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan
beberapa penelitian menunjukkan lebih efektif dalam membuat
respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis
dibandingkan interferon alfa biasa.
3. Ribavirin.
Obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk
pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal
tidak efektif melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi
interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri. Untuk
Interferon alfa yang konvensional, diberikan setiap 2 hari atau 3
kali seminggu dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap kali
pemberian. Interferon yang telah diikat dengan poly-ethylen glycol
(PEG) atau dikenal dengan Peg-Interferon, diberikan setiap minggu
dengan dosis 1,5 ag/kgBB/kali (untuk Peg-Interferon 12 KD) atau
180 ug (untuk PegInterveron 40 KD). Pemberian Interferon diikuti
dengan pemberian Ribavirin dengan dosis pada pasien berat badan
< 50 kg sebesar 800 mg setiap hari, 50 – 70 kg sebesar 1000 mg

25
setiap hari, dan > 70 kg sebesar 1200 setiap hari dibagi dalam 2
kali pemberian. Hati-hati pemberian IFN pada hal-hal di bawah ini:
Neutopenia (jumlah netrofil < 1500 sel/uL), Trombositopenia
(jumlah trobosit < 85.000 sel/uL), transplantasi organ, penyakit
autoimun ,ditemukannya autoantibodi tyroid.
Efektifitas penanganan pendonor reaktif Hepatitis C Virus
dapat diberikan berbabagai macam pengobatan tergantung dari
genotype Hepatitis C. Salah satu regimen hepatitis C adalah
Pegylated interferon alfa dan ribavirin yang digunakan pada
genotype 1 dan 4 dengan durasi pengobatan 48 minggu selain pada
genotype 1 dan 4 juga dapat digunakan pada genotype 2 dan 3
dengan durasi pengobatan 24 minggu dan 48 minggu jika terdapat
HIV. Pengobatan Hepatitis C pada genotype 1 dapat menggunakan
Boceprevir dengan pegylated interferon alfa dan ribavirin dengan
durasi pengobatan 28 minggu dan 48 minggu jika terdapat HIV,
selain itu juga dapat menggunakan Telaprevir dengan pegylated
interferon alfa dan ribavirin dengan durasi pengobatan 24 minggu
dan 48 minggu jika terdapat HIV, sedangkan menggunakan
Simeprevir dengan pegylated interferon alfa dan ribavirin dengan
durasi pengobatan 24 minggu. Sofosbuvir3 dengan pegylated
interferon alfa dan ribavirin untuk genotype 1,3, dan 4 dengan
durasi pengobatan 12 minggu. Sofosbuvir dan ribavirin untuk
genotype 1,3, dan 4 dengan durasi pengobatan 24 minggu untuk
genotype 2 dengan durasi pengobatan 12 minggu. Berbagai macam
regimen Hepatitis C yang paling efektif untuk mengatasi penyakit
Hepatitis C berdasarkan genotipenya yaitu Simeprevir dengan
pegylated interferon alfa dan ribavirin untuk genotype 1, genotype
2 dengan Sofosbuvir dan ribavirin, genotype 1,3 dan 4 dengan
Sofosbuvir3 dengan pegylated interferon alfa dan ribavirin.

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan ELISA
didapatkan 13 sampel reaktif HCV. Darah yang reaktif segera
dilakukan pemeriksaan ulang (duplo) dengan metode yang sama,
alat yang sama dan reagen yang sama, bila yang kedua reaktif
berarti darah tersebut tidak dipakai untuk pasien dan harus
dimusnahkan. Hasil dari pemusnahan dimasukkan ke dalam sistem
informasi pada unit donor darah di PMI. Donor yang reaktif
dilakukan pemanggilan oleh dokter UDD PMI dan dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang ada VCT (Voluntary Counseling Testing)
untuk mendapatkan konsultasi Konseling HCV selain itu juga
dapat dilaukan pengobatan dengan menggunakan Interferon Alfa,
Pegylated interferon alfa, ribavirin. Berbagai macam regimen
Hepatitis C yang paling efektif untuk mengatasi penyakit Hepatitis
C berdasarkan genotipenya yaitu Simeprevir dengan pegylated
interferon alfa dan ribavirin untuk genotype 1, genotype 2 dengan
Sofosbuvir dan ribavirin, genotype 1,3 dan 4 dengan Sofosbuvir3
dengan pegylated interferon alfa dan ribavirin.

B. Saran
Bagi Pihak PMI : Memberikan konsultasi konseling kepada
pendonor mengenai penyakit Hepatitis C Virus (HCV) agar
tidak menularkan kepada orang lain dan tidak mendonorkan
darahnya. Melakukan promosi kesehatan mengenai pencegahan
dan penanganan penyakit hepatitis C.

27
DAFTAR PUSTAKA

Al-Gani, F.A.2013. Pravalence of HBV, HCV and HIV -1,2 Infections Among
Blood Donors in Prince Rashed Ben Al-Hassan Hospital In North Region
of Jordan. BioMedSci Direct, 2 (4), pp. 912-916.

Anonim.2018. Sistem Informasi Managemen Donor Darah .Jejaring Pelayanan.

Bals, M. 2006. Acute Hepatitis C Virus Infection. Romania.

Houghton, M .2009. "The long and winding road leading to the identification of
the hepatitis C virus". Journal of Hepatology. 51 (5): 939–48.

Manzoor, I., Hashmi, N dan Daud,S.2009. Seropravelensi of Transfusion


Transissble Infection (TTIS) in Blood Donors.Biomedica.Vol.25.pp. 154-
8.

Nakano T, Lau GM, Lau GM, Sugiyama M, Mizokami M .2011. "An updated
analysis of hepatitis C virus genotypes and subtypes based on the
complete coding region". Liver Int.

Nalini, K., Sharma, MD., Averell, H., Sherker, MD.2009. Epidemiology Risk and
Factor and Natural History of Chronic Hepatitis C.
[Online].www.Springer.com/cda/content/document/cdadownloaddocumen
t/97819341117c2.pdf?SGWID=0-0-45-783531-p173918204.com.
Diakses tanggal 20 Maret 2019.

Sulaiman, A., Akbar, N., Lesmana LA., dan Noer, S.2017.Buku Ilmu Penyakit
Hati Edisi 1. Pusat Penerbitan Devisi Hepatologi Depatermen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Vermehren, J.2011. "New HCV therapies on the horizon". Clinical microbiology


and infection : the official publication of the European Society of
Clinical Microbiology and Infectious Diseases.

WHO.2010. Buku Pedoman Pelayanan Transfusi Darah , Sumbangan Darah


Secara Aman.

Xia, X.2008. "Epidemiology of HCV infection among injection drug users in


China: systematic review and meta-analysis". Public health. 122 (10):
990–1003.

28

Anda mungkin juga menyukai