Anda di halaman 1dari 55

PRE-CONGRESS SHORT COURSE

WORLD GEOTHERMAL CONGRESS


INDONESIA 2010

INTRODUCTION TO GEOTHERMAL ENERGY:


Part 2: Geothermal Engineering
(Bagian 2: Teknik Panas Bumi)
In Indonesian Langguage

Nenny Saptadji
Geothermal Study Program, Faculty of Mining and Petroleum Engineering
Institut Teknologi Bandung (ITB), Indonesia

Jakarta , April 2010

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

SARI (ABSTRACT)
Metoda dan teknologi yang digunakan dalam pengembangan lapangan panas bumi (pengembangan
hulu) dan pengembangan pembangkit listrik (pengembangan hilir) dibahas dalam kursus ini.
Pembahasan pengembangan di sisi hulu mencakup pemboran sumur, pengujian sumur, fasilitas
produksi, pengelolaan reservoir, termasuk strategi produksi dan injeksi. Pembahasan pengembangan
di sisi hilir mencakup berbagai siklus konversi energi dan fasilitas pembangkit listrik panas bumi.
Dalam kursus ini juga akan diulas secara singkat estimasi besarnya investasi untuk pengembangan
panas bumi serta besarnya biaya operasi dan perawatan.
ABSTRACT
Engineering methods and technologies used in up-stream and down-stream geothermal development
are described in this course. At the upstream side, it covers drilling, well testing and production
facilities, reservoir management including production and re-injection strategy. At the down stream
side, it will cover various types of conversion cycle, geothermal power plant facilities. The course will
also provide estimates about investment cost for upstream and down stream development, as well as
for operation and maintenance.
PENDAHULUAN
Ada beberapa jenis reservoir panas bumi, yaitu reservoir hidrothermal (hydrothermal reservoir),
reservoir bertekanan tinggi (geopressured reservoir), reservoir batuan panas kering (hot dry rock
reservoir) dan reservoir magma (magma reservoir) [Sanyal, 2005; DiPippo, 2005,2008]. Dari
keempat reservoir tersebut, reservoir panas bumi yang paling banyak dimanfaatkan hingga saat ini
adalah reservoir dari sistim hidrothermal, yaitu sistim panas bumi dimana reservoirnya mengandung
uap panas atau air panas atau campuran keduanya, tergantung tekanan dan temperatur reservoirnya.
Apabila temperatur reservoir lebih rendah dari temperatur saturasi atau temperatur titik didih air pada
tekanan reservoir tersebut, maka maka fluida hanya terdiri dari satu fasa saja, yaitu air. Apabila
temperatur lebih tinggi dari temperatur saturasi atau temperatur titik didih air pada tekanan reservoir
tersebut, maka fluida hanya terdiri satu fasa saja, yaitu uap. Pada kondisi tersebut, uap disebut sebagai
superheated steam. Apabila tekanan dan temperatur reservoir sama dengan tekanan dan temperatur
saturasi air maka fluida terdiri dari dua fasa, yaitu campuran uap dan air. Reservoir dua fasa ada dua
jenis, yaitu reservoir dominasi uap dan reservoir dominasi air. Ditinjau dari temperaturnya, Hochstein
(1990) membedakan sistim panas bumi menjadi tiga, yaitu sistim temperatur rendah (<125oC),
temperatur sedang (125-225oC) dan temperatur tinggi (>225 oC).
Kegiatan eksplorasi dalam rangka mencari sumber energi panas bumi terdiri dari kegiatan
penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi.
Eksplorasi untuk pencarian sumber energi panas bumi sebagai sumber pasokan uap untuk pembangkit
listrik ditujukan pada pencarian reservoir panas bumi, yaitu zona rekah yang mengandung uap, air
atau campuan keduanya yang bertemperatur tinggi pada kedalaman 2-3 km dibawah permukaan bumi.
Kegiatan eksploitasi meliputi rangkaian kegiatan pengeboran sumur produksi, sumur reinjeksi dan
sumur make-up, pembangunan fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya panas bumi.
Untuk mensuplai uap ke pembangkit listrik, sejumlah sumur harus di bor hingga kedalaman 2-3 km
menembus zona bertemperatur tinggi. Kegiatan eksplorasi dan ekploitasi sering dinyatakan sebagai
kegiatan hulu.
Teknologi yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan eskploitasi panas bumi umumnya mengacu
pada teknologi yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan eskploitasi minyak dan gas. Metoda
dan teknologi yang digunakan serupa namun tidak sepenuhnya sama. Perbedaan utama dalam
penerapan teknologi adalah karena reservoir panas bumi umumnya batuan volkanik rekah alam dan
mempunyai temperatur lebih tinggi dari reservoir migas, bahkan di beberapa lapangan memiliki
temperatur tinggi, yaitu diatas 225oC dengan temperatur tertinggi mencapai 350 oC.

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Dari sisi hilir, yaitu pembangkitan listrik, walaupun pada prinsipnya sistem Pembangkit Listrik
Tenaga Panas bumi (PLTP) sama dengan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yaitu fasa
uap yang dihasilkan di kepala sumur akan dialirkan langsung ke turbin, namun demikian kedua sistem
ini sangat berbeda, karena siklus di PLTP bukan merupakan siklus yang tertutup dan uap yang
digunakannya berasal dari reservoir panas bumi, bukan dihasilkan di permukaan oleh boiler seperti
pada PLTU. Fluida panas bumi sangat tergantung dari karakateristik alamiahnya, misalnya dapat
mengandung non-condensible gas yang relatif tinggi dan mengandung komponen yang dapat
menyebabkan terbentuknya scaling (endapan) dan korosi di pipa alir. Adanya kandungan noncondensible gas menyebabkan naiknya tekanan parsial di dalam kondensor, sehingga sistem ekstraksi
gas memerlukan penanganan yang lebih khusus karena akan mempengaruhi daya listrik yang
dihasilkan turbin.
Dalam kursus ini secara singkat akan dibahas metoda dan teknologi yang digunakan dalam
pengembangan lapangan panas bumi (pengembangan hulu) dan pengembangan pembangkit listrik
(pengembangan hilir). Pembahasan pengembangan di sisi hulu mencakup pemboran sumur, pengujian
sumur, fasilitas produksi, pengelolaan reservoir (manajemen reservoir), termasuk strategi produksi
dan injeksi. Sedangkan pembahasan pengembangan di sisi hilir mencakup berbagai siklus konversi
energi dan fasilitas pembangkit listrik panas bumi. Dalam kursus ini juga akan diulas secara singkat
estimasi besarnya investasi untuk pengembangan panas bumi serta besarnya biaya operasi dan
perawatan.
1

PEMBORAN SUMUR PANAS BUMI

Energi panas bumi yang telah dimanfaatkan hingga saat ini pada umumnya berasal dari sistim panas
bumi yang terdapat dalam pada kedalaman beberapa ratus meter hingga kedalaman 2-3 km dibawah
permukaan bumi. Apabila dari data geologi, data geokimia dan data geofisika yang diperoleh dari
hasil eksplorasi menunjukkan bahwa di daerah yang diselidiki terdapat sumberdaya panas bumi yang
ekonomis untuk dikembangkan (pre-feasibility study), maka tahap selanjutnya adalah tahap pemboran
sumur eksplorasi. Tujuan dari pemboran sumur eksplorasi adalah membuktikan adanya sumberdaya
panas bumi didaerah yang diselidiki dan menguji model sistim panas bumi yang dibuat berdasarkan
data-data hasil survei rinci. Setelah terbukti dari pemboran sumur dan lapangan di nilai layak untuk
dikembangkan, sejumlah sumur pengembangan akan di bor untuk memproduksikan fluida panas bumi
ke permukaan. Jumlah sumur eksplorasi tergantung dari besarnya luas daerah yang diduga
mengandung energi panas bumi. Biasanya di dalam satu prospek dibor 3-5 sumur eksplorasi.
Kedalaman sumur tergantung dari kedalaman reservoir yang diperkirakan dari data hasil survei rinci,
batasan anggaran dan teknologi yang ada, tetapi sumur eksplorasi umumnya dibor hingga kedalaman
1000-3000 meter. Jumlah sumur pengembangan tergantung dari kapasitas pembangkit. Menurut
Cataldi (1982), tingkat keberhasilan atau success ratio pemboran sumur panas bumi lebih tinggi dari
pada pemboran minyak. Success ratio dari pemboran sumur panas bumi umumnya 50-70%. Ini berarti
dari empat sumur eksplorasi yang dibor ada 2-3 sumur yang menghasilkan. Asumsi yang sering
digunakan oleh penulis adalah tingkat keberhasilan untuk pemboran sumur eksplorasi adalah 60% dan
untuk sumur pengembangan adalah 80%.
Apabila pencarian energi panas bumi merupakan energi panas bumi untuk pembangkit listrik, seperti
halnya di Indonesia, target pemboran adalah zona permeable bertemperatur tinggi. Peralatan
pemboran sumur panas bumi pada prinsipnya sama dengan teknik permboran sumur minyak (Gambar
1), hanya pada pemboran sumur panas bumi peralatan ditambah dengan cooling tower untuk
mendinginkan fluida pemboran sebelum disirkulasi kembali
Lima komponen utama dari peralatan adalah (1) fasilitas pengangkatan (hoisting system) (2) sistim
sirkulasi circulating system, (3) sistim untuk memutar (rotating system), (4) Sistim untuk mencegah
terjadinya semburan liar (BOP -Blow Out Prevention system dan (5) Sistim untuk menyediakan daya
(Power system).

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Hoisting system. Fungsi dari hoisting system adalah untuk menyediakan fasilitas pengangkatan dan
penurunan pipa pemboran (drillstring) dan pipa selubung (casing) dan perlengkapan bawah
permukaan lainnya dari dan ke luar sumur.

Gambar 1 Peralatan Pemboran Sumur Panas Bumi (Gatlin, 1960)


Pada waktu pemboran bit (pahat bor) dipasang diujung serangkaian pipa (drill string), dimana pipa
teratas disebut kelly, disambung pipa lain yang disebut drill pipe (pipa bor), tool joint (pipa pendek
yang menyambungkan pipa bor dengan pipa bor lain) dan pipa lain yang disebut drill collar (Gambar
2). Drill pipe panjangnya umunya 30 ft. Drill collar: sama seperti drill pipe, tetapi lebih berat dan
lebih tebal. Drill collar digunakan untuk menahan beban tekan pada bit dan membuat drillpipe tetap
dalam keadaan tension. Bit atau pahat bor ada beberapa jenis, namun yang umum digunakan adalah
tri-cone roller bit. Untuk pengambilan core (contoh batuan) digunakan jenis yang lain.

Gambar 2 Drill String Rangkaian Pipa Pemboran (kiri) dan Pahat Bor yang Dipasang di Ujung
Pipa (Buatan Hughes Christensen)

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Komponen utama dari hoisting system adalah derrick (menara bor) & substructure (tempat berdirinya
menara bor), block & tackle dan drawwork. Derrick substructure menyediakan ruang vertikal untuk
mencabut dan memasang pipa dari dan kedalam sumur (tripping-out/tripping-in).

Gambar 3 Hoisting System (Gambar pertama dari Gatlin, 1960, gambar lain dari internet)
Drawwork merupakan rumah gulungan drilling line yaitu kabel untuk mengangkat dan menurunkan
katrol (travelling block) dan beban-bebanmya) serta merupakan pusat pengontrolan darimana driller
menjalankan pemboran, karena terdiri dari alat-lat seperti rem penahan, peralatan untuk
menghidupkan dan mematikan mesin dll. Block & tackle terdiri dari crown block, travelling block,
drilling line (Gambar 3). Crown block merupakan katrol yang diam yang disambung dengan
travelling block (katrol yang dapat naik turun) melalui drilling line.
Circulating system. Selama pemboran berlangsung, lumpur pemboran disirkulasikan melalui drill
pipe dan diteruskan ke pahat bor. Melalui lubang pada pahat bor (nozzles) lumpur pemboran akan
keluar ke anulus dan mengangkat serpih batuan (cutting) ke permukaan dan membawanya ke screen
shaker (saringan). Lumpur ditampung di sebuah kolam (mud pit) dan selanjutnya bila panas dialirkan
ke cooling tower untuk didinginkan dan disirkulasikan kembali kedalam sumur melalui drillpipe.
Dengan demikian fungsi dari circulating system adalah untuk mengangkat cutting (serpih batuan) dari
dasar sumur ke permukaan. Terdiri dari: stand pipe (pipa tegak untuk mengalirkan lumpur ke selang
karet dan swivel), pompa lumpur, kolam lumpur, peralatan pencampur lumpur dan peralatan untuk
menghilangkan kontaminan.

Gambar 4 Circulating dan Rotating System

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Rotating system. Fungsi rotating system adalah untuk mentransmisikan tenaga putaran dari meja putar
(rotary table) ke drilling string melalui kelly. Fungsi lain dari rotary table adalah menahan berat pipa
pada saat penyambungan dan penarikan pipa. Rotating system terdiri dari swivel, kelly, rotary drive,
rotary table, drillpipe, drill collar dan bit.
Blow Out Preventer (BOP) system. Blow out preventer dipasang untuk menahan tekanan dari lubang
bor. Pada waktu pemboran alat ini disediakan karena peramalan tekanan formasi secara akurat tidak
dimungkinkan. Jika formasi mempunyai tekanan yang besar dan tekanan kolom lumpur tak dapat
mengimbanginya. Fluida formasi akan keluar dan masuk kedalam sumur dan bila mengandung gas
dapat menyebabkan terjadinya gas kick dan bila tidak dapat ditangani dapat menyebabkan terjadinya
semburan liar (blow out). Fungsi utama BOP adalah menutup anulus (antara drill pipe dan casing).
Power system. Fungsi dari power system adalah menyediakan daya yang diperlukan untuk operasional
rig. Untuk workover rig: 150 hp, 225 hp, sedangkan fracturing, drilling rig: 550 hp, 1000 hp, 3000 hp.
Teknik pemboran yang dilakukan dalam pemboran sumur panas bumi prinsipnya sama dengan
pemboran sumur minyak. Jenis pemboran adalah rotary drilling, yaitu dengan prinsip putar & gores.
Dengan rotary drilling lubang dibor dengan memutar drilling string yang dibawahnya terpasang bit.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya selama pemboran berlangsung, lumpur pemboran disirkulasikan
melalui drill pipe dan diteruskan ke pahat bor. Melalui lubang pada pahat bor (nozzles) lumpur
pemboran akan keluar ke anulus dan mengangkat serpih batuan (cutting) ke permukaan dan
membawanya ke screen shaker (saringan). Lumpur ditampung di sebuah kolam (mud pit) dan
selanjutnya bila panas dialirkan ke cooling tower untuk didinginkan dan disirkulasikan kembali
kedalam sumur melalui drillpipe. Lumpur berfungsi juga untuk menahan tekanan formasi serta
sebagai pendingin dan pelumas.
Pada waktu pemboran sumur panas bumi ditembusnya zona bertemperatur tinggi yang disertai atau
diikuti dengan terjadinya lost of circulation (hilangnya sebagian atau seluruh lumpur masuk kedalam
formasi) sangat diharapkan, karena merupakan suatu indikasi telah ditembusnya rekahan-rekahan
yang diharapkan merupakan zona produksi. Apabila terjadi loss of circulation biasanya lumpur
pemboran langsung diganti dengan air. Indikasi lain adanya fluida formasi yang masuk kedalam
sumur.adalah dari meningkatnya kandungan Klorida di dalam lumpur secara tiba-tiba (Gambar 5).

Gambar 5 Contoh Peningkatan Kandungan Klorida didalam Fluida Pemboran (Data dari Laporan
Pemboran Sumur di Lapangan Panas Bumi PT Pertamina Geothermal Energy)
Setelah lubang dibor hingga kedalaman tertentu, selanjutnya dipasang casing (pipa selubung) untuk
menahan runtuhnya formasi. Casing kemudian disemen. Sumur menggunakan serangkaian pipa
selubung atau casing, umumnya berukuran 20, 13 3/8, 9 5/8 dan liner 7 (sumur standard), namun

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

beberapa tahun terakhir ini banyak sumur yang dibor dengan diameter lebih besar besar (big hole),
dimana casing yang digunakan berukuran adalah 30, 20, 13 3/8 dan liner 9 5/8(Gambar 6) atau
liner 13-3/8.

Gambar 6 Konfigurasi Rangkaian Pipa Selubung (Casing) Sumur Standard dan Bighole
Pengalaman di beberapa lapangan menunjukkan bahwa biaya pemboran sumur berdiameter besar
kira-kira 25% lebih mahal dari sumur standard, tetapi produksinya bisa 50% lebih besar. Hal tersebut
tentunya tergantung dari besarnya permeabilitas batuan. Sebagai contoh, di lapangan Awibengkok-Gn
Salak, produksi sumur standard hanya sekitar 35 ton/jam (10 kg/det), sementara sumur bigholes
produksinya bisa mencapai sekitar 85 ton/jam (24 kg/det). {Sumber: Booklet Lapangan Panas Bumi
Awibengkok Gn Salak yang dipublikasikan Unocal Geothermal Indonesia pada tahun 1990an).
Di lapangan panas dominasi uap Kamojang sumur-sumur umumnya berukuran standard (Tabel 1)
menembus kedalaman dari beberapa ratus meter hingga 2200 meter. Di lapangan panas bumi
dominasi uap Darajat yang lokasinya berdekatan dengan lapangan Kamojang, cukup banyak sumur
kategori bigholes (Tabel 2), menembus kedalaman 5279 ft (1609 m) hingga 9485 ft (2891 m) dibawah
permukaan.
Tabel 1 Data Pemboran Sumur di Lapangan Panas Bumi Kamojang Pada Perioda 1974-2002
(Suryadarma, Tafif et al, 2005)
Perioda
19741975
(eksplorasi)
1976 1979
1979 1986.
1986 sekarang
2002

Jumlah sumur

Kedalaman

Jenis sumur

Ukuran Liner
(inchi)

5 sumur

536 753 m

slim hole

10 sumur
25 sumur
28 sumur
2 sumur

935 to 1800 m
1150 m to 2200 m.
1003 2200 m

standard
standard
standard
bigholes

7
7
7
9 5/8

Selain sumur standard dan bigholes, ada juga sumur berdiameter kecil yang sering disebut dengan
slim holes, yaitu lubang berukuran 7-7/8 dan casingnya 5-1/2.. Sumur slim holes umumnya
digunakan hanya pada saat eksplorasi dan dilakukan hingga kedalaman kurang dari 1000 meter.

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Tabel 2 Data Pemboran Beberapa Sumur di Lapangan Panas Bumi Darajat Pada Perioda 1996-1998
[Berryl, 1998)

*)

Well
Number

Total Depth
(feet)*)

Casing Shoe
Depth (feet)

Liner Used

Drilling
Time (days)

DRJ-13

6092

3020

9-5/8 & 7

56

DRJ-14

5279

3440

9-5/8 & 7

48

DRJ-15

8250

3680

9-5/8

48

DRJ-17

8164

3690

9-5/8 & 7

43

DRJ-18

8000

3678

9-5/8 & 7

50

DRJ-19

9485

6041

54

DRJ-20

8876

3565

9-5/8 & 7

85

DRJ-21

7839

3359

9-5/8

48

DRJ-22
DRJ-23

6110
6799

3658
3020

9-5/8
9-5/8 & 7

42.5
37.5

DRJ-24

8741

3422

9-5/8 & 7

62

Comments
Significant Top Drive
Downtime
Downtime due to Sump
Repair
Fish left below 8164 ft
One sidetrack above
13-3/8 casing shoe
9-5/8 / 13-3/8
Production Casing
Two side tracks above
13-3/8 casing shoe.
Downtime time due to
lack of water

Sidetrack junk at 6658 ft.


Fish left below 8681 ft

1 feet = 0.3048 m

Pipa selubung (casing) sumur panas bumi umumnya disemen hingga ke permukaan, karena adanya
rongga-rongga dapat menyebabkan kerusakan casing pada waktu terjadi pemuaian selubung yang
diakibatkan karena tingginya temperatur. Sumur panas bumi tidak menggunakan tubing. Bagian
sumur di muka zona produksi bisa dibiarkan terbuka (open hole) bila formasinya tidak mudah runtuh,
tetapi umumnya diselesaikan dengan memasang liner.
Kegiatan engineers dan geologists pada waktu pemboran secara garis besar diperlihatkan pada
Gambar 7.

Gambar 7 Kegiatan Engineers dan Geologists Pada Waktu Pemboran

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Lapangan panas bumi umumnya jauh dari kota dan di Indonesia umumnya terletak di daerah dimana
sarana infrastruktur belum tersedia sehingga perlu dilakukan persiapan sebelum pemboran dilakukan.
Sebelum pemboran dilakukan perlu dilakukan survei geografi dan survei lainnya untuk mendapatkan
informasi mengenai status lahan, distribusi kemiringan lereng, prasarana jalan, fasilitas listrik, air,
komunikasi yang tersedia, jumlah dan kepadatan penduduk (Gambar 8),

Gambar 8 Survey untuk Persiapan Pemboran


Status lahan perlu diketahui dengan jelas sebelum kegiatan pemboran dilaksanakan. Salah satu
kendala dalam pengembangan panas bumi adalah karena sejumlah area panas bumi dengan potensi
cadangan yang cukup besar tumpang tinding dengan hutan konservasi, hutan lindung dan kawasan
hutan suaka alam.

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya,
yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

Kegiatan pengusahaan panas bumi tidak dapat dilaksanakan di hutan konservasi dan kawasan hutan
suaka alam, tetapi masih dapat dilakukan di hutan lindung dengan persayaratan-persyaratan tertentu,
antara lain ada kewajiban penggantian lahan, sinkronisasi kegiatan antara Departemen Kehutanan,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral serta Pengembang WKP Panas Bumi.
Issue lingkungan dari kegiatan usaha panas bumi antara lain adalah (1) daerah kawasan hutan akan
berkurang, (2) adanya gangguan terhadap lingkungan sekitar, (3) karakteristik fisik/kualitas air
dilingkungan sekitarnya berubah dan (4) konsentrasi H2S di udara sekitar meningkat .
Untuk menghemat pemakaian lahan dan efisiensi waktu untuk pemindahan rig, dalam satu lokasi
sumur (well pad) umumnya di bor lebih dari satu sumur (Gambar 9). Umumnya satu sumur tegak, 3-4
sumur lainnya merupakan sumur berarah (directional well). Lokasi well pad tentunya tidak di lereng.
Pengerasan tanah harus dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi. Di setiap wellpad harus terdapat
kolam untuk menampung fluida pemboran atau pun fluida panas bumi, saat pengujian sumur
dilakukan. Pemboran sumur berdiameter besar (bigholes), yang produksinya bisa 2-3 kali sumur
standard dapat mengurangi jumlah sumur yang dibor sehingga dapat mengurangi biaya dan juga
mengurangi pemakaian lahan.

Gambar 9 Contoh Well Pad di Lapangan Panas Bumi


Pada waktu eksplorasi jalan masuk ke lokasi cukup memadai bila dapat dilalui oleh beberapa orang
atau untuk dilalui mobil, namun untuk pemboran jalan harus dibangun untuk membawa peralatan
berat, seperti rig, pipa pemboran, tangki pengaduk semen dll. (Gambar 10). Secara topografi,
lapangan umumnya terletak di daerah pegunungan yang mudah tererosi. Hal ini merupakan tantangan
karena umumnya area panas bumi Indonesia terletak di daerah pegunungan.

Gambar 10 Contoh Persiapan Jalan Masuk Lokasi Lapangan Panas Bumi. Jalan masuk lokasi harus
disiapkan agar dapat membawa peralatan berat. (Photo dari Unocal Geothermal Indonesia/sekarang
Chevron Geothermal Indonesia)
Perlu disadari bahwa kegiatan pemboran akan meningkatkan kegiatan lalu lintas menuju lokasi
pemboran, antara lain pengangkutan/pemindahan menara bor (rig) , pipa dan penunjang lainnya. Rig
dipindahkan dengan menggunakan sejumlah trailers yang ditarik oleh sebuah truk). Pengangkutan rig

10

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

membutuhkan waktu 2-4 hari, tergantung jumlah trailers dan jarak. Sekitar 130 ton casing (pipa
selubung), 140 ton semen , 25 ton lumpur pemboran dan 30 ton minyak diesel dan minyak pelumas
harus diangkut ke lokasi sumur. Dibutuhkan waktu 2-3 hari untuk memindahkan rig setelah pemboran
selesai dilaksanakan. Pengangkutan perangkat berat menyebabkan peningkatan debu, kebisingan dan
menyebabkan kemacetan. Perlu dipahami bahwa gangguan bersifat sementara
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah untuk pemboran dibutuhkan air cukup banyak.
Dengan demikian perlu dicari sumber air. Sebagian atau seluruh dari air ini ada kemungkinan hilang
ke formasi (terjadi loss of circulation).
2 PENGUJIAN SUMUR PANAS BUMI
Pengukuran dan pengujian sumur dapat dilakukan baik pada waktu pemboran maupun setelah
pemboran selesai, yaitu setelah pemboran mancapai kedalaman yang diinginkan atau setelah sumur
diproduksikan. Pengukuran yang dilakukan pada waktu pemboran pada umumnya pengukuran
tekanan dan temperatur. Selain itu juga biasanya temperatur lumpur yang masuk dan keluar selalu
diukur. Demikian pula komposisinya. Peningkatan temperatur lumpur merupakan suatu indikasi
bahwa lumpur kontak dengan zona bertemperatur lebih tinggi. Peningkatan kandungan Chlorida
merupakan suatu indikasi adanya rekahan.
Setelah pemboran selesai pengujian sumur yang umum dilakukan adalah uji hilang air (water loss
test), uji permebilitas total (gross permeability test), uji panas (heating measurements), uji produksi
(discharge/output test), uji transien tekanan (transient test), uji aliran (flow test) dan uji tracer (tracer
test).
2.1 Uji Komplesi (Completion Test)
Uji komplesi atau completion test adalah pengujian sumur yang dilakukan untuk mengetahui
kedalaman zona produksi dan kedalaman pusat-pusat rekahan (feed zone) serta produktivitasnya. Uji
komplesi dilakukan setelah pemboran mencapai target (sesuai dengan kedalaman yang diinginkan)
dan liner dipasang didalam sumur, namun test ini juga dapat dilakukan sebelum liner diturunkan atau
pada saat pemboran dihentikan untuk sementara waktu. Cara yang disebutkan terakhir ini akan
memperlambat kegiatan pemboran tetapi cara tersebut merupakan cara yang tepat dan termudah untuk
mendapatkan gambaran mengenai keadaan reservoir.
Uji komplesi dilakukan dengan menginjeksi air dingin dengan laju tetap dan mengukur besarnya
tekanan dan temperatur didalam sumur guna mengetahui profil (landaian) tekanan dan temperatur
pada waktu dilakukan injeksi. Uji komplesi umumnya dilakukan beberapa kali dengan laju
pemompaan yang berbeda-beda. Dengan menganalisa landaian tekanan dan temperatur, lokasi dari
zona produksi, pusat-pusat rekahan dan produktivitasnya dapat ditentukan.
Ada dua jenis pengujian yang dilakukan pada waktu uji komplesi, yaitu :
1. Uji hilang air atau water loss test. Uji hilang air dilakukan untuk mengetahui tempat-tempat
dimana terjadi hilang air atau tempat-tempat dimana fluida formasi masuk kedalam sumur, karena
hal tersebut merupakan indikasi adanya pusat-pusat rekahan. Hal ini dapat ditentukan dari
landaian tekanan, temperatur dan aliran pada waktu air dipompakan dengan laju konstant.
2. Uji permeabilitas total atau gross permeability test. Uji permeabilitas total dilakukan untuk
mengetahui transien tekanan setelah laju aliran diubah-ubah. Dengan menganalisa data tersebut
besarnya permeabilitas total dapat ditentukan.
2.2 Uji Panas (Heating Up Test)
Setelah uji komplesi selesai, penginjeksian air dihentikan dengan mematikan pompa. Sumur relative
dingin setelah uji kmoplesi. Uji produksi tidak dilakukan pada sumur dingin, karena aliran fluida
panas melalui casing yang dingin menyebabkan perubahan temperatur yang terlalu mendadak

11

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

sehingga dapat merusak casing. Setelah uji komplesi biasanya sumur ditutup selama beberapa waktu
agar menjadi panas sebelum sumur tersebut diuji kemampuan produksinya. Tekanan dan temperatur
didalam sumur diukur pada interval-interval waktu tertentu. Pengukuran biasanya dilakukan pada hari
ke 1, 2, 4, 7, 14, 28, dan 42 tetapi bila diperlukan landaian temperatur yang lebih rinci maka uji panas
dapat diteruskan. Lama waktu pemanasan bervariasi, mulai dari hanya beberapa jam hingga beberapa
bulan. Untuk mendapatkan informasi yang baik, uji panas sebaiknya dilakukan paling sedikitnya satu
bulan. Dengan ditutupnya sumur maka sumur menjadi panas dan temperatur meningkat sedangkan
gradien tekanan didalam sumur berkurang.
Ada beberapa cara bagaimana panas dapat mendapai sumur, antara lain adalah (1) panas merambat
dengan cara konduksi melalui formasi sekitarnya, (2) luida mengalir langsung kedalam sumur pada
suatu kedalaman dan keluar pada kedalaman lain (interzonal flow) dan (3) panas merambat dengan
cara konveksi didalam lubang sumur. Perubahan temperatur didalam sumur relative lebih cepat
apabila batuan disekitarnya mempunyai permeabilitas tinggi karena di batuan yang mempunyai
permeabilitas tinggi perpindahan panas secara konveksi relative besar dibandingkan dengan yang
terjadi dibatuan yang mempunyai permeabilitas kecil. Perubahan temperatur didalam sumur relative
lambat apabila batuan disekitarnya permeabilitas kecil, sehingga kadang-kadang diperlukan waktu
beberapa bulan untuk menjadi panas.
Gambar 11a (Grant et al, 1982) memperlihatkan landaian temperatur di sumur NG17 (Ngawha-New
Zealand), dimana perubahan temperatur relatif kecil. Ini merupakan indikasi pemanasan terutama
terjadi secara konduksi dan ini dapat diartikan bahwa permeabilitas batuan kecil. Dugaan ini ditunjang
oleh hasil uji komplesi yang menunjukkan bahwa didekat kedalaman 700 m permeabilitas batuan
sangat kecil (injektivitas 2 kg/Mpa.s).
Interzonal flow, yaitu pergerakan air dari satu level ke level lain melalui lubang sumur dicirikan oleh
pemanasan yang merata di dan lebih cepat di suatu bagian sumur dibandingkan dengan dibagian lain.
Sebagai contohnya adalah hasi uji panas sumur OK5 (Okoy Field, di Phillipina) yang diperlihatkan
pada 11b. Landaian temperatur memberikan indikasi adanya interzonal flow antara kedalaman 1100
m dan 1550 m. Ini berarti permeabilitas di kedua kedalaman tersebut cukup besar.
Setelah uji panas selesai, fluida sumur biasanya disemburkan ke permukaan (bleeding) melalui pipa
kecil dengan laju aliran sangat kecil, yaitu sekitar 1 kg/detik. Tujuannya adalah untuk memanasi
casing sebelum dilakukan uji produksi.

Gambar 11 Landaian temperatur waktu uji panas di sumur NG7 Landaian temperatur waktu uji
panas di sumur OK-5 (Grant et al, 1982)
2.3 Uji Produksi
Uji produksi (biasa disebut discharge atau output test) dilakukan untuk mengetahui jenis fluida
reservoir dan fluida produksi, kemampuan produksi sumur, yaitu besarnya laju produksi dan enthalpy
fluida pada berbagai tekanan kepala sumur dan karakteristik fluida dan kandungan gas. Data tersebut

12

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

diatas sangat diperlukan untuk menentukan pada tekanan kepala sumur beberapa sumur sebaiknya
dioperasikan. Hasil uji produksi adalah kurva produksi (output curve), yaitu kurva yang
menggambarkan kemampuan produksi sumur dalam bentuk gambar, yaitu berupa hubungan antara
laju alir masa total, laju alir masa uap, enthalpy dan fraksi uap atau dryness (Gambar 12)

Gambar 12 Contoh Output Curve


Ada beberapa metoda uji produksi yang umum dipakai, yaitu : (1) pengukuran dengan weir box, (2)
metoda kalorimeter, (3) metoda lip pressure dan (3) pengukuran dengan orifice plate.
2.3.1 Metoda Pengukuran dengan Weir Box
Sumur-sumur yang berproduksi dari reservoir panas bumi bertemperatur rendah dan di kepala sumur
mempunyai temperatur lebih rendah dari temperatur titik didih air hanya memproduksikan air saja.
Bila pada tekanan atmosfir air tidak mendidih maka laju aliran masa (laju produksi) ditentukan
dengan cara mengukur laju aliran yang melewati sharp-edged weir (ISO 143/I). Weir box ditempatkan
untuk mengukur laju alir masa air yang yang keluar dari atmosferic silencer. Ada tiga jenis weirbox
yang sering dipakai yaitu rectangular, suppressed dan triangular (Gambar 13, 14 dan 15).

Gambar 13 Triangular Weirbox

Gambar 14 Rectangular Weirbox

13

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Gambar 15 Suppressed Weirbox


Sebagai contoh, rumus pendekatan yang bisa digunakan untuk menentukan besarnya laju alir masa air
yang bersuhu 980C yang terukur oleh massing-masing tipe weirbox, sebagai berikut ini:

Untuk rectangular weir besarnya laju alir masa air dihitung dengan menggunakan persamaan
Watm = 6000 x b x h1.5 ; dimana: h, p, b, B dalam meter dan Warm dalam t/h.

Untuk suppressed weirs, besarnya laju alir masa air dihitung dengan menggunakan persamaan
Watm = 6290 x b x h1.5, dimana h, p, b, B dalam meter dan Watam dalam t/h

Untuk 900 V Notches besarnya laju alir masa air dihitung dengan menggunakan persamaan
Watm = 4720 x h2.5 , dimana h, p, b, B dalam meter dan Watm dalam t/h

2.3.2 Metoda Kalori Meter


Sesuai dengan namanya, alat utama yang digunakan dalam pengujian ini adalah kalorimeter (lihat
Gambar16). Metoda kalorimeter umumnya digunakan untuk mengukur laju aliran dari sumur-sumur
yang diperkirakan mempunyai laju aliran kecil (lihat Gambar 17). Bila sumur mempunyai laju alir
masa besar, Grant et al. (1982) menyarankan digunakan metoda separator, dimana campuran uap dan
air setelah dipisahkan di dalam separator diukur laju alir masanya menggunakan orifice plate (cara
pengukuran akan dijelaskan pada sub bab lain).
Kalorimeter yang digunakan di New Zealand mempunyai kapasitas tidak lebih dari 1.5 m3 sehingga
dapat dengan mudah dipindah-pindahkan dengan menggunakan trailer dan mempunyai kapasitas test
maksimum sekitar 30 ton/jam, tergantung dari enthalpy fluida (Gambar 16).

Gambar 16 Metoda Kalorimeter (Gambar oleh Dudi Duardi, 1997 dan photo dari Booklet Informasi
Lapangan Panas Bumi New Zealand )

14

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Gambar 17 Perkiraan ukuran kalorimeter dan separator yang dibutuhkan untuk uji produksi (Grant
et al. 1982)
Didalam metoda kalorimeter pengukuran dilakukan dengan mengalirkan fluida dari sumur kesebuah
kalorimeter, yang berisi air dingin yang diketahui volume dan temperaturnya, untuk suatu waktu
tertentu. Setelah beberapa waktu, sumur ditutup dan kemudian volume fluida didalam tangki diukur,
begitu juga temperaturnya. Dari pertambahan volume dan temperatur kemudian dihitung besarnya
laju aliran massa dan enthalpy fluida. Untuk mendapatkan data yang baik, pengujian sebaiknya
dilakukan paling sedikit tiga kali. Pengujian biasanya dilakukan pada beberapa tekanan kepala sumur
untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan produksi sumur pada berbagai tekanan kepala
sumur.
2.3.3 Metoda Lip Pressure (Lip Pressure Method)
(a) Metoda Lip Pressure Sembur Tegak (Vertical Discharge)
Metoda Lip Pressure Method dikembangkan oleh Russel James (Grant et al. 1982). Uji tegak
(Gambar 18) relatif sederhana. Sumur dibuka penuh dan fluida disemburkan selama beberapa jam
tergantung dari peraturan setempat, karena fluida dari sumur akan menyembur dengan kecepatan
sangat tinggi. Uji ini biasanya dilakukan setelah uji komplesi dan uji panas. Uji tegak berguna untuk
memperoleh perkiraan awal mengenai potensi sumur dan menentukan peralatan yang dibutuhkan
dalam menguji kemampuan sumur pada waktu yang lebih lama.

Gambar 18 Metoda Lip Pressure - Vertical Discharge (Photo oleh Nenny Saptadji, 1997 dan Gambar
oleh Dudi Duardi, 1997)
Pada waktu uji tegak sumur dibuka penuh, dengan demikian laju alir masa yang menyembur ke
permukaan merupakan laju alir maksimum. Dalam metoda ini besaran yang diukur adalah tekanan
kepala sumur, tekanan lip dan iameter pipa sembur (Lip pipe). Output sumur dihitung dengan rumus

15

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

James yang menghubungkan antara laju alir masa, flowing enthalpy, luas area pipa dan tekanan lip.
Pada saat uji tegak dilakukan, cutting atau serpih pemboran yang masuk kedalam zona produktif atau
terkumpul di dasar sumur akan ikut terlempar ke permukaan.
(b) Metoda lip Pressur - Sembur Datar (Horizontal Discharge)
Dalam metoda ini fluida dari sumur disemburkan mendatar ke silencer (atmospheric separator) seperti
terlihat pada Gambar 19. Tekanan diukur pada bagian paling ujung pipa. Laju aliran air dari separator
diukur dengan menggunakan weir box. Dengan menggunakan data yang diperoleh, besarnya flowing
enthalpy dan laju aliran masa dapat dihitung dengan menggunakan rumus Russel James yang akan
dijelaskan di bawah ini.

Gambar 19 Metoda Lip Pressure - Horizontal Discharge (Gambar oleh Dudi Duardi, 1997)
2.3.4 Metoda Pengukuran Laju Alir dengan Orifice Meter
Besarnya laju alir masa dapat diukur dengan menggunakan orifice plate yang ditempatkan
disambungan dua pipa (Gambar 20). Pengukuran dengan menggunakan orifice plate sangat umum
digunakan. Dengan metoda ini pengukuran differential pressure, tekanan upstream dan temperatur
pada berbagai tekanan kepala sumur dilakukan untuk menghitung besarnya laju alir masa dan
enthalpy uap pada berbagai tekanan kepala sumur.

Gambar 20 Metoda Horizontal Discharge (Gambar bagian atas dari PT Pertamina Geothermal
Energy dan Gambar Bagian Bawah oleh Dudi Duardi, 1997)

16

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Lapangan panas bumi dua fasa, laju alir masa uap dan laju alir masa air masing-masing dapat diukur
dengan menggunakan orifice plate, yaitu setelah uap dan airnya dipisahkan dalam separator (Gambar
21), sehingga banyak yang menamakan metoda pengukuran dengan cara ini sebagai metoda separator.
Bila air diukur dengan menggunakan orifice meter, maka harus dijaga agar tidak terjadi flashing
(penguapan) yang berlebihan waktu air melewati orifice. Hal ini dapat dihindarkan dengan
mendinginkan air atau menempatkan orifice pada ketinggian tertentu sehingga tekanan air antara
separator dan orifice cukup besar untuk mencegah terjadinya flashing penguapan dalam orifice.

Gambar 21 Pengujian Sumur dengan Metoda Separator dan Laju Alir Diukur dengan Orifice Plate
(Grant et al. 1982)
2.3.5 Pengukuran Laju Alir Uap dengan Orifice Meter dan Air dengan Weir
Bila air dialirkan ke silencer dan laju alirnya diukur dengan menggunakan weir (lihat Gambar 22),
penentuan laju alir masa dan enthalpy fluida dari sumur tidak sama dengan apabila keduanya diukur
dengan menggunakan orifice.

Gambar 22 Laju alir Uap dengan Orifice dan Laju alir Air dialirkan ke Silencer dan diukur dengan
Weir (Gambar oleh Dudi Duardi, 1997)

17

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

2.4 Uji Transien Tekanan


Uji transien tekanan dilakukan untuk mengetahui karakteristik reservoir disekitar sumur dan informasi
lainnya, antara lain:
1. Mengetahui besarnya transmisivitas batuan reservoir (kh) agar dapat diperkirakan seberapa
cepat fluida mengalir dalam reservoir.
2. Mengetahui apakah produktivitas sumur yang rendah disebabkan karena rendahnya
permeabilitas batuan atau karena adanya pengurangan permeabilitasn batuan karena
terjadinya penyumbatan akibat masuknya lumpur/fluida pemboran.
3. Mengetahui besarnya tekanan reservoir
4. Mengetahui batas reservoir
5. Mengetahui apakah sistem merupakan sistem terbuka atau tertutup.
6. Menentukan radius pengurasan, agar dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan
spasi sumur.
Prinsip dari test ini adalah dengan memberikan gangguan keseimbangan tekanan terhadap sumur yang
diuji, biasanya dengan mengubah produksi sumur. Perubahan tekanan (pressure transient) akan
disebarkan ke seluruh reservoir. Selama pengujian sumur berlangsung, respons reservoir, yaitu
tekanan diukur dan perubahannya diplot terhadap waktu.
Uji transien tekanan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu single well tests dan multiwell tests.
Dalam single well test pengujian dilakukan dengan menggunakan satu sumur. Ada beberapa jenis
single well test, yaitu (a) Drawdown tests, (b) Buildup tests, (c) Injectivity tests dan (d) Falloff tests.
Dalam multiple well test, pengujian dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu sumur. Ada dua
jenis multiple test yang umum dilakukan, yaitu a) Interference Tests dan b) Pulse Tests.
Drawdown Tests
Pressure drawdown testing adalah suatu pengujian yang dilaksanakan dengan jalan membuka sumur
dan mempertahankan laju produksi tetap selama pengujian berlangsung. Sebagai syarat awal, sebelum
pembukaan sumur tersebut, tekanan hendaknya seragam di seluruh reservoir, yaitu dengan menutup
sumur sementara waktu agar dicapai keseragaman tekanan di reservoirnya. Waktu yang ideal untuk
melakukan drawdown test adalah sumur baru (saat pertama suatu sumur berproduksi) dan sumursumur lama yang telah ditutup sekian lama (Gambar 23).
Dalam pelaksanaannya, laju alir masa diukur di permukaan sedangkan tekanan diukur di dalam sumur.
Bila dilihat dari respon tekanannya, sebelum sumur dibuka, tekanan awal konstant dan uniform di
dalam reservoir. Pada waktu diproduksikan terjadi penurunan tekanan. Pada prakteknya kondisi yang
dikehendaki sulit tercapai karena sangat sulit mengatur sumur untuk berproduksi dengan laju alir yang
konstan dan Kondisi sumur sebelum test dilakukan mungkin tidak statik atau stabil khususnya jika
sumur baru selesai dibor atau telah diproduksikan sebelumnya.
Pressure Build-Up (PBU) Test
Pressure Build-Up test adalah test yang paling sering dilakukan. Pengujian dilakukan dengan
memproduksikan sumur selama selang waktu tertentu dengan laju aliran tetap kemudian menutup
sumur tersebut. Penutupan sumur akan menyebabkan naiknya tekanan terhadap waktu. Kelemahan
dari metoda ini adalah sulit mengkondisikan produksi konstan sebelum sumur ditutup dan produksi
terhenti karena sumur ditutup.

18

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Gambar 23 Contoh Respons Tekanan Saat Uji Transien Tekanan Dilakukan (Source: Fernando
Samaniego)
Injection Test. Injection test konsepnya sama dengan drawdown test, hanya dalam hal ini fluida tidak
diproduksikan (dikeluarkan) dari sumur, tapi fluida di injeksikan (dimasukkan) kedalam sumur.
Dengan dimulainya injeksi tekanan akan meningkat (Gambar 24)
Fall off Test. Fall off test mengukur perubahan tekanan di dekat sumur injeksi. Konsepnya serupa
dengan build-up test (Gambar 20).

Gambar 24 Contoh Respons Tekanan Dari Injection Test dan Fall off Test
Interference Test
Interference Test memerlukan sekurang-kurangnya satu sumur yang aktip (diproduksikan atau
diinjeksikan) dan dan sekurang-kurangnya satu sumur pengamatan tekanan (sumur pengamat).
Semakin banyak sumur observasi akan semakin banyak informasi yang akan didapatkan untuk analisa
karakteristik resevoir. Sebagai ilustrasi pada Gambar 25 diperlihatkan skematik dari dua buah sumur
yang sedang digunakan dalam suatu interference test. Sumur aktif terletak pada jarak r dari sumur
pengamatan.

19

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Gambar 25 Sumur Aktip dan Sumur Observasi Dalam Suatu Interference Test
Test dilakukan dengan memberikan suatu "gangguan keseimbangan tekanan" terhadap sumur yang
diuji. Impuls perubahan tekanan (pressure transient) akan disebarkan keseluruh reservoir Tekanan di
lubang bor selama pengujian sumur berlangsung dan diplot perubahan nya waktu (Gambar 26).
Interference test merupakan salah satu jenis uji transien tekanan yang biasanya dilakukan untuk
mengetahui saling hubungan atau komunikasi antar sumur sehingga dapat diperkirakan/dipastikan (1)
penyebaran batas reservoir yang telah diperkirakan sebelumnya, (2) sistim reservoir, apakah terbuka
atau tertutup dan (3) harga "interwell properties" seperti transmisivity dan storativity, serta besaran
lainnya seperti Initial Reservoir Pressure.

Gambar 26 Contoh Respons Tekanan di Sumur Monitor


Keunggulan dari interference test dibandingkan dengan beberapa metoda yang sering digunakan
untuk menentukan besarnya permeabilitas batuan reservoir (Pressure Build-up Testing, Pressure
Draw Down Testing), adalah interference test dapat memberikan gambaran mengenai besamya
permeabilitas diantara sumur-sumur yang diuji sedangkan Build-up dan Draw Down hanya
memberikan gambaran mengenai permeabilitas reservoir dalam radius beberapa meter sekitar sumur.
3

FASILITAS PRODUKSI

3.1 Kepala Sumur dan Valves


Seperti halnya sumur-sumur minyak dan gas, di sumur panasbumi juga dipasang beberapa valve
untuk mengatur aliran fluida. Valve-valve tersebut ada yang dipasang diatas atau didalam sebuah
lubang yang dibeton (concrete cellar). Umumnya di sebuah kepala sumur ada empat buah valve, yaitu
master valve atau shut off valve, service valve, by pass valve dan bleed valve, yang masing-masing

20

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

diperlihatkan pada Gambar 27. Rangkaian valve pada gambar tersebut serupa dengan yang digunakan
di lapangan Kamojang yang sumur-sumurnya menghasilkan uap kering.

Gambar 27 Contoh Rangkaian Valves di Kepala Sumur Uap Kering (Photo Rangkaian Valve di
Kepala Sumur Kamojang oleh Nenny Saptadji)
Valve A adalah valve utama, atau lebih dikenal sebagai Master Valve atau Shut off Valve, yaitu valve
yang digunakan untuk menutup sumur atau mengisolasi sumur untuk keperluan perawatan. Valve B
adalah service valve, yaitu valve yang digunakan untuk mengatur aliran fluida yang akan
dimanfaatkaan. Valve C adalah by pass valve, yaitu valve yang digunakan untuk mengatur aliran
fluida ke silencer atau tempat penampungan air (pembuangan). Valve D adalah untuk memungkinkan
peralatan atau reamer diturunkan secara vertikal.
Disamping jenis-jenis valve tersebut diatas, sumur panasbumi biasanya dilengkapi dengan bleed valve
(Gambar 28, yaitu valve yang digunakan untuk menyemburkan fluida ke udara dengan laju alir sangat
kecil (bleeding), pada saat fluida sumur tidak diproduksikan. Fluida perlu dikeluarkan dengan laju alir
sangat kecil agar sumur tetap panas dan gas tidak terjebak didalam sumur. Dengan membuang sedikit
fluida terjadinya thermal shock atau perubahan panas secara tiba-tiba yang disebabkan karena
pemanasan dan pendinginan dapat dihindarkan.

Gambar 28 Contoh Bleeding Valve di Lapangan Kamojang (Photo oleh Nenny Saptadji)

Gambar 29 Contoh Rangkaian Valves di Lapangan Panas Bumi Dominasi Air Wairakei

21

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Disamping jenis-jenis valve tersebut diatas, ada beberapa jenis valve lainnya antara lain ball float
valve yang ditempatkan di pipa transmisi uap. Ball float valve merupakan valve pengaman dari
kemungkinan terbawanya air kedalam pipa alir uap. Bila ada air yang terbawa, bola akan naik dan
menghentikan aliran. Kenaikan tekanan akan menyebabkan bursting disc pecah dan mengalihkan
aliran ke silencer.
3.2 Separator
Apabila fluida sumur berupa campuran uap-air (fluida dua fasa), maka uap dan air dipisahkan dalam
separator. Pada waktu dulu, separator yang sering digunakan adalah yang berbentuk lengkungan U
seperti diperlihatkan pada Gambar 30. Campuran uap-air bila dialirkan melalui pipa dengan tekukan
180oC diharapkan akan mendapatkan gaya sentrifugal yang sangat tinggi yang melempar fluida
kearah dinding sehingga akan terpisah menjadi fasa uap dan fasa cair. Air akan terlempar ke dinding
sedangkan uap akan mengisi bagian tengah pipa. Pemisahan dengan cara ini kurang baik, karena
kandungan air didalam uap yang keluar dari separator masih tinggi dimana dryness hanya sekitar 5060%.

Gambar 30 Skema Separator (Source: Lecture Notes Geothermal Instute Univ of Auckland) dan
Contoh Separatordi Lapangan Panas Bumi Wayang Windu (Photo oleh Nenny Saptadji)
Berbagai jenis separator telah dibuat, tetapi yang paling sering digunakan saat ini adalah Webre
cyclone separator, karena paling murah dan efisien. Inlet spiral memberikan efisiensi pemisahan yang
lebih tinggi. Dengan separator jenis ini uap yang keluar dari separator bisa mempunyai dryness yang
sangat tinggi, lebih dari 99%. Efisiensi dari separator ini berkurang apabila kecepatan fluida masuk
kedalam separator lebih dari 50 m/detik.
Di beberapa lapangan, misalnya di lapangan Awibengkok-Gn. Salak, jarak antara separator dengan
kepala sumur sangat pendek sekali, sekitar 100-200 meter. Di lapangan Wairakei, separator jaraknya
hanya beberapa meter dari kepala sumur. Dalam hal tersebut diatas, sebuah separator hanya
memisahkan fasa uap dan air dari satu sumur. Separator bisa saja didisain untuk memisahkan fasa
uap dan air dari sejumlah sumur, seperti halnya di lapangan Ohaaki (NZ). Dalam hal ini diupayakan
agar separator terletak di tengah-tengah, agar ke semua sumur tidak terlalu besar perbedaannya.
Dalam hal ini, pipa alir dua-fasa cukup panjang. Dalam hal ini, jarak antara sumur dengan separator
cukup jauh, di lapangan Ohaaki (NZ) misalnya panjang pipa dua fasa bervariasi dari 50 s/d 800 meter.
3.3 Silencer
Apabila fluida dari sumur akan disemburkan untuk dibuang, fluida dari sumur akan menimbulkan
kebisingan yang luar biasa hingga dapat memekakan telinga dan bahkan tanpa perlindungan yang baik
dapat menyebabkan rusaknya pendengaran. Untuk mengurangi kebisingan dan pada waktu yang sama
juga mengontrol aliran fluida yang akan dibuang, fluida biasanya dialirkan melalui silencer atau
peredam suara. Bagian atas dari silencer dibiarkan terbuka sehingga silencer sering disebut
atmospheric separator. Disain silencer sederhana seperti diperlihatkan pada Gambar 31, yang dirakit
di New Zealand dan digunakan di lapangan Wairakei (dominasi air) sering di gunakan di lapangan

22

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

panasbumi lain. Silencer berupa silinder yang diberi pelapis untuk mengedap suara yang bagian
atasnya terbuka.

Gambar 31 Skema Silencer yang Digunakan di Lapangan Wairakei (Geothermal Institute University
of Auckland, 1990an)
Apabila fluida dari sumur berupa uap kering, silencer yang digunakan biasanya berupa lubang yang
diisi dengan batuan yang mempunyai ukuran dan bentuk beraneka ragam. Sebagai illustrasi pada
Gambar 32 diperlihatkan silencer jenis ini yang digunakan di lapangan panasbumi Kamojang.

Gambar 32 Contoh Silencer di Lapangan Panasbumi Dominasi Uap Kamojang (Gambar pertama
dari PT Pertamina Geothermal Energy dan Photo oleh Nenny Saptadji)
3.4 Pipa Alir
Pipa alir di lapangan panasbumi terdiri dari pipa alir uap, pipa alir air dan pipa alir uap-air apabila
fluida dari sumur terdiri dari dua fasa. Di lapangan panasbumi dominasi air, pipa alir dua fasa
(campuran uap-air) dimulai dari sumur hingga ke separator, sedangkan pipa alir uap membentang dari
separator hingga ke turbin dan pipa alir air dari membentang dari separator hingga ke sumur injeksi.
Disamping itu juga terdapat pipa alir kondesat untuk mengalirkan kondensat dari PLTP hingga ke
sumur injeksi.
Ukuran pipa alir dua fasa tergantung pada banyak faktor, antara lain pada besarnya laju alir masa,
kehilangan tekanan yang diizinkan, kecepatan yang diizinkan. Di lapangan Ohaaki diameter pipa alir
dua fasa bervariasi dari 250 mm hingga 500 mm, sedangkan panjangnya bervariasi dari 50 m sampai
dengan 800m. Pipa alir uap di lapangan panas bumi umumnya relatif lebih panjang dari pipa alir dua
fasa. Contoh: di lapangan Wairakei, panjang pipa ada yang sampai 5 km. Disamping itu, diameter
pipa alir uap umumnya lebih besar dari pipa alir dua fasa (diameter pipa 400-1200 mm).
Di lapangan panas bumi Wayang Windu, pada waktu pembangkit hanya terdiri dari satu unit
berkapasitas 110 MW, pipa alir uap panjang seluruhnya adalah 12 km, diameter 36 & 42 dan
diinsulasi dengan calcium silica & aluminum clad. Pipa alir air panjangnya bervariasi 8-16 km,
diameternya 18, 24 & 30. Pipa alir air juga diinsulasi dengan calcium silica & aluminum clad. Pipa
alir kondesat panjangnya 8km dan diameternya 16.

23

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Pipa alir di lapangan panasbumi dominasi uap lebih sederhana, terdiri dari pipa alir uap yang
membentang mulai dari sumur hingga ke turbin dan apabila di lapangan tersebut dilakukan injeksi
maka akan terdapat pipa alir atau pipa alir kondensat. Sebagai contoh i lapangan Kamojang uap dari
sumur produksi dialirkan melalui 4 jalur pipa utama, yaitu PL-401, PL-402, PL-403, PL-404
berdiameter 28-40.
3.5 Insulator
Untuk menghindarkan kehilangan panas yang berlebihan, pipa alir uap harus selalu diinsulasi.
Material yang digunakan sebagai bahan insulasi sangat beragam baik bentuk, ukuran, ketebalan dan
jenis materialnya. Bentuknya bisa berupa lembaran, block, cement, loose fill foil dll. Ketebalan dan
konduktivitasnya juga beragam, tergantung jenis material. Material yang banyak tersedia antara lain
adalah (1) Mineral fibrous atau cellular (Alumina, asbestos, glass, perlite, rock, silica dll), (2) Organik
fibrous atau cellular (Cane, cotton, wood, cork), (3) Cellular organik plastics (elastomer, polystyrene
dll.), (4) Cements (insulating and/or finishing), dan (5) Heat-reflecting metals (aluminium, nickel,
stainless steel).
Material yang digunakan untuk menginsulasi pipa perlu dilindungi lagi dengan material lain diluarnya
(cladding) untuk melindungi insulator dari masuknya air, kerusakan secara mekanis, degradasi
ultraviolet dll. Cladding dapat berupa cat, asphaltic, resinous atau polymeric) atau material lain seperti
seperto plastic, metal dll. Metal claddings harus lebih tahan, tidak memerlukan banyak perawatan dan
dapat mengurangi panas yang hilang.
Pemilihan jenis material untuk insulasi dan cladding tergantung dari banyak faktor. Untuk sistim
temperatur sedang sampai tinggi biasanya digunakan cellular atau fibrous materials. Di lapangan
Ohaaki pipa diinsulasi dengan fibreglass atau calcium silicate dengan ketebalan 65 mm dan luarnya
diselubungi lagi dengan aluminium atau fibreglass reinforced plastic (FRP) untuk fitting dan valves.
Di lapangan Tiwi (Phillipine) pipa mulanya diinsulasi dengan calcium silicate dan kemudian
dilindungi dengan aluminium cladding tapi kemudian diganti dengan FRP, karena aluminium dicuri
dan dijual, tapi FRP pun sering dicuri karena merupakan material yang baik untuk atap rumah.
Calcium Silicate kemudian juga diganti dengan Perlite-Permacrete yang tidak mudah dibongkar.
3.6 Condensate Traps (Condensate Pots)
Meskipun pipa telah diselubungi dengan insulator, tetapi kondensasi biasanya masih tetap terjadi di
dalam pipa alir uap. Kehilangan panas harus diupayakan seminimal mungkin agar kondensat yang
masuk ke turbin masih dalam batas yang dizinkan sehingga turbin tidak cepat rusak. Untuk itu pipa
alir uap umumnya dilengkapi dengan sejumlah condensate traps (Gambar 33), untuk membuang
kondensat yang terbentuk disepanjang pipa. Condensate traps biasanya dipasang di pipa alir uap
dengan interval tertentu, seperti halnya di lapangan Kamojang.

Gambar 33 Contoh Condensate Traps di Lapangan Panas Bumi Kamojang (Photo dari Booklet PT
Pertamina Geothermal Energy)

24

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Di lapangan Awibengkok Gunung Salak, tidak dipasang condensate traps. Kondensat yang terbentuk
di pipa alir uap sebagai akibat kehilangan panas, baru dibuang di dekat area PLTP, yaitu didalam
scrubber (Gambar 34).

Gambar 34 Contoh Fasilitas Produksi di Lapangan Panas Bumi Awibengkok Gunung Salak (Photo
dari booklet PT Unocal Geothermal Indonesia Tahun 1990an)
4 TEKNOLOGI KONVERSI
Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New
Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor non-listrik (direct use) telah
berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk
pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk di Indonesia, yaitu sejak tahun 1983. Disamping itu fluida
panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non-listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan
ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan
tanah, pengeringan kayu dan kertas.
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama dengan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan air yang dipanaskan
dalam sebuah boiler (Gambar 35), sedangkan pada PLTP uap berasal dari bawah permukaan bumi,
yaitu dari reservoir panas bumi yang diproduksikan melalui sejumlah sumur yang dibor hingga
kedalaman 2-3 km di bawah permukaan bumi.

Gambar 35 Perbandingan antara Skema Sklus Konversi pada PLTU dan PLTP (siklus uap kering)

25

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Siklus konversi panasbumi telah dibahas oleh banyak ahli panas bumi, diantaranya Edward &
Chillingar et al. (1982), Sanyal (2005) dan DiPippo (2205, 2008), serta telah dirangkum oleh penulis
dalam buku Teknik Panas Bumi (2001). Pada dasarnya apabila sumur memproduksikan uap saja
(uap kering), maka uap panas dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan
mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan
energi listrik (Gambar 36a). Siklus pembangkitan listrik ini disebut siklus uap langsung (direct steam
cycle) dan telah diterapkan di lapangan Larderello (Italy) sejak 100 tahun yang lalu, lapangan the
Geyser (Amerika) sejak tahun 1970an dan dibeberapa lapangan lainnya, termasuk di Indonesia, yaitu
di lapangan Kamojang (Jawa Barat) sejak tahun 1983 (26 tahun yang lalu) dan di lapangan Darajat
(Jawa Barat) sejak tahun 1994.
Sistem konversi untuk fluida uap langsung merupakan sistem konversi yang paling sederhana dan
paling murah. Uap dari turbin dialirkan ke kondensor untuk dikondensasikan (condensing turbine).
Dari kondensor, kondensat kemudian dialirkan ke menara pendingin atau cooling tower dan
selanjutnya diinjeksikan kembali ke bawah permukaan. Sebagian dari air kondensat ini dialirkan ke
kondensor.
Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan
fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini dimungkinkan
dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa cairnya.
Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin (Gambar 32).
Oleh karena uap yang digunakan adalah hasil pemisahan maka, sistem konversi energi ini dinamakan
siklus uap hasil pemisahan atau separated steam cycle. Siklus pembangkitan listrik ini telah
digunakan di lapangan Wairakei (New Zealand) sejak 50 tahun yang lalu dan dibeberapa lapangan
lain termasuk di Indonesia, yaitu antara lain di lapangan Awibengkok Gunung Salak (Jawa Barat)
sejak tahun 1994, Wayang Windu (Jawa Barat) sejak tahun 2000, Lahendong (Sulawesi Utara), Dieng
(Jawa Tengah) dan Sibayak (Sumatera Utara).

(a) Siklus Uap Langsung

(b) Siklus Uap Hasil Pemisahan

Gambar 36 Skema Sistem Pembangkit Listrik Panas Bumi (a) Siklus Uap Langsung dan (b) Siklus
Uap Hasil Pemisahan
Apabila sumberdaya panasbumi mempunyai temperatur sedang, fluida panas bumi masih dapat
dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan pembangkit listrik siklus binari (binary
plant). Dalam siklus pembangkit ini (Gambar 37), fluida sekunder (isobutane, isopentane or ammonia)
dipanasi oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau heat exchanger. Fluida sekunder
menguap pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik didih air pada tekanan yang sama. Fluida
sekunder mengalir ke turbin dan setelah dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali
oleh fluida panas bumi. Siklus ini merupakan tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil
masanya, tetapi hanya panasnya saja yang diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi
diinjeksikan kembali kedalam reservoir. Siklus binari telah digunakan dibeberapa negara, antara lain
26

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

di Parantuka, Kamchatka Peninsula (USSR) dan Otake (Jepang). Di lapangan Lahendong juga
terdapat sebuah pembangkit listrik panasbumi siklus binari berkapasitas 2,5 MW, namun sejak akhir
tahun 1980an karena masalah teknis, unit pembangkit tersebut tidak dapat dioperasikan.

Gambar 37. Skema Sistem Pembangkit Listrik Panas Bumi dengan Siklus Binari (Source: Geo-Heat
Center, Alyssa Kagel, 2008)
Disamping sistem pembangkit listrik tersebut diatas, masih ada beberapa sistem pembangkit listrik
dari fluida panas bumi lainnya yang telah diterapkan di lapangan, diantaranya siklus uap hasil
penguapan (single flash steam), siklus uap hasil pemisahan dan penguapan (double flash steam),
siklus uap hasil pemisahan dan penguapan dengan dua turbin terpisah (Flashing Multi Flash Steam)
dan siklus kombinasi (combined cycle). Pemilihan jenis siklus pembangkit tergantung dari banyak
faktor, antara lain jenis fluida, tekanan dan temperatur fluida di kepala sumur serta keekonomian.
Sistem pembangkit listrik siklus uap hasil penguapan atau single flash steam (Gambar 38) digunakan
bilamana fluida dikepala sumur dalam kondisi air jenuh (saturated liquid). Fluida dialirkan ke sebuah
flasher agar menguap. Banyaknya uap yang dihasilkan tergantung dari tekanan flasher. Fraksi uap
yang dihasilkan kemudian dialirkan ke turbin. Sistem pembangkit jenis ini digunakan dibeberapa
lapangan, antara lain di Unit 1 Mindanao (Philipina) sejak tahun 1997, di Cerro Prieto (Mexico) sejak
tahun 2000, di Nesjavellir Iceland sejak tahun 2001.

Gambar 38 Skema Sistem Pembangkit Listrik Panas Bumi Siklus Uap Hasil Penguapan

27

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Pada sistem pembangkit listrik siklus uap hasil pemisahan dan penguapan atau double flash steam
cycle (Gambar 39) uap yang digunakan adalah uap dari hasil pemisahan fluida dalam separator dan
uap dari flasher yang merupakan hasil penguapan air yang keluar dari separator. Uap dari separator
dialirkan ke turbin pertama (HP-turbine) dan dan uap dari flasher dialirkan ke turbin lain yang
mempunyai tekanan lebih rendah (LP-turbine). Siklus pembangkit ini telah digunakan dibeberapa
negara, antara lain di lapangan Hatchobaru (Jepang), dan Krafla (Iceland).

Gambar 39 Skema Sistem Pembangkit Listrik Untuk Sistem Double Flash Steam (Source: Geo-Heat
Center, Alyssa Kagel, 2008)
Untuk meningkatkan efisiensi pemanfaat energi panas bumi sebuah lapangan di New Zealand
menerapkan siklus pemisahan tiga tingkat atau triple flash cycle (Hiroshi Murakami, 2009)
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 40.

Gambar 40 Contoh Skema Sistem Pembangkit Listrik Siklus Pemisahan Tiga Tingkat (Triple Flash
Cycle) di New Zealand (Hiroshi Murakami, 2009)
Untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi panas bumi di beberapa industri mulai digunakan
sistim pembangkit listrik dengan siklus kombinasi (combined cycle), yaitu kombinasi dari separated
cycle (siklus uap hasil penguapan) dengan siklus binari. Fluida panas bumi dari sumur dipisahkan
fasa-fasanya dalam separator. Uap dari separator dialirkan ke PLTP (turbin ke 1), dan setelah itu
sebelum fluida diinjeksikan kembali ke dalam reservoir, fluida digunakan untuk memanaskan fluida
organik yang mempunyai titik didih rendah. Uap dari fluida organik tersebut kemudian digunakan

28

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

untuk menggerakan turbin (turbin ke 2). Contoh skema siklus kombinasi dari Ormat Technology Inc
diperlihatkan pada Gambar 41.

Gambar 41 Contoh Skema Sistem Pembangkit Listrik Dengan Siklus Kombinasi Source: Ormat
Technologies, Inc.

Gambar 42 Skema Sistem Pembangkit Listrik Dengan Siklus Kombinasi di Lapangan Rotokawa -New
Zealand (Booklet Lapangan Rotokawa Tahun 1990an).

29

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Siklus kombinasi telah digunakan di beberapa negara, antara lain di New Zealand, yaitu di lapangan
Mokai dan Rotokawa (Gambar 42)
Pembangkit listrik panas bumi umumnya merupakan pembangkit listrik terpusat atau central plant,
yaitu pembangkit listrik dimana uap yang digunakan berasal dari sejumlah sumur produksi. Di
lapangan panas bumi Kamojang (Jawa Barat), misalnya, untuk mensuplai uap ke PLTP Unit 1, 2 dan
3 dengan kapasitas 140 MW, uap diproduksikan dari 26 sumur dan untuk mensuplai PLTP Unit 4
dengan kapasitas 60 MW, uap diproduksikan dari 8 sumur produksi.
Kapasitas unit pembangkit terbesar saat ini adalah unit pembangkit di lapangan panas bumiWayang
Windu, dimana unit 1 mempunyai kapasitas 110 MW dan unit 2 mempunyai kapasitas 117 MW. Fuji
Electric sedang membangun unit pembangkit dengan kapasitas lebih besar, yaitu 139 MW untuk
dipasang di sebuah lapangan panas bumi di New Zealand.
Disamping central plant, ada pembangkit listrik kepala sumur yang dikenal dengan nama "Well
Head Generating Units. Sesuai namanya, unit ini ditempatkan di dekat kepala sumur (well head),
untuk membangkitkan listrik langsung dari sumur tersebut. Kapasitas pembangkit kepala sumur
umumnya kecil, sekitar 1 MW.
Hingga saat ini di Indonesia, selain untuk kolam renang, fluida panasbumi dapat dikatakan belum
dimanfaatkan untuk sektor non-listrik. Beberapa upaya sedang dilakukan, antara lain oleh BPPT, PT
Pertamina Geothermal Energy dan ASGAR (Masyarakat Garut). Beberapa tahun yang lalu BPPT
bekerja sama dengan PT Pertamina Geothermal Energy telah melaksanakan proyek percontohan awal
(pilot project) di lapangan Kamojang untuk mengakaji pemanfaatan fluida panas bumi untuk
sterilisasi media tanam jamur. PT Pertamina Geothermal Energy bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah Sulawesi Utara dan Yayasan Masarang dalam kerangka program pengembangan komunitas
(community development) membuat proyek percontohan awal di lapangan Lahendong untuk
mengakaji pemanfaatan fluida panas bumi untuk pengeringan kelapa dan gula merah. ASGAR saat ini
dalam proses merealisasikan proyek percontohan awal untuk untuk mengkaji pemanfaatan fluida
panas bumi untuk destilasi akar wangi.
5

PENGKAJIAN KARAKTERISASI DAN POTENSI SUMBERDAYA PANAS BUMI


(GEOTHERMAL RESOURCE ASSESMENT)
Karakterisasi reservoir dan potensi dari suatu reservoir panas bumi perlu dievaluasi pada setiap tahap
kegiatan, yaitu mulai dari tahap survey pendahuluan, ekplorasi, penilaian kelayakan hingga ke tahap
eksploitasi dan saat pemanfaatannya. Evaluasi data dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
sistim di bawah permukaan, antara lain kedalaman, jenis, tekanan dan temperatur, ketebalan dan luas
reservoir, sifat batuan dan sifat fluida yang terkandung di dalamnya, serta untuk mendapatkan
gambaran mengenai sistim dibawah permukaan atau model konseptual, serta untuk memperkirakan
besarnya sumberdaya, cadangan, potensi listrik dan kemampuan reservoir untuk berproduksi dan
memasok uap yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik selama minimal 25 tahun.
5.1 Garis Besar Kegiatan
Secara garis besar kegiatan pengkajian karakterisasi dan potensi sumberdaya panas bumi (geothermal
resource assesment) meliputi:
1. Menganalisa secara terintegrasi data geologi, geofisika, geokimia dan data yang diperoleh dari
pengukuran dan pengujian sumur untuk memperkirakan jenis reservoir, tekanan dan temperatur
reservoir, kedalaman zona produktif, serta menggambarkan model konseptual sistim panas bumi
di daerah yang sedang dikaji berikut distribusi temperatur di bawah permukaan, membuat peta
kesamaan temperatur, memperkirakan daerah boiling zone, memperkirakan luas areanya.
2. Memperkirakan/menghitung besarnya cadangan, minimal dengan menggunakan metoda heat
stored, serta menerapkan simulasi Monte Carlo dalam perhitungan cadangan untuk

30

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

memperhitungkan ketidakpastian atau keanekaragaman dari sifat batuan, tekanan dan temperatur
dan asumsi yang digunakan. Bila dimungkinkan dihitung besarnya cadangan dengan
menggunakan metoda lain, antara lain metoda P/Z, metoda kesetimbangan panas dan masa,
mengetahui asumsi yang digunakannya dan kelemahannya.
3. Menganalisa kemampuan produksi masing-masing sumur dan memprediksi perubahan produksi
yang akan terjadi sebagai akibat penurunan tekanan reservoir yang mungkin terjadi di masa yang
akan datang.
4. Memprediksi kinerja reservoir dengan decline curve analysis dan simulasi reservoir untuk
memprediksi kinerja reservoir dengan berbagai skenario produksi-injeksi.
5.2 Penentuan Karakterisasi Reservoir
Salah satu parameter reservoir yang ingin diketahui adalah jenis reservoir. Ada beberapa data yang
sering digunakan sebagai sebagai dasar perkiraan awal tentang jenis reservoir, antara lain adalah dari
sifat air dan kandungan kimia air permukaan. Mata air panas yang bersifat netral (pH~7) biasanya
merupakan manifestasi permukaan dari suatu sistim panasbumi dominasi air. Mata air panas yang
bersifat netral, yang merupakan manifestasi permukaan dari sistim dominasi air, umumnya kandungan
Chloridanya (Cl) relatif tinggi dan jenuh dengan silika (SiO2). Disamping itu air tersebut umumnya
jemih dan berwarna kebiruan. Apabila laju aliran air panas tidak terlalu besar umumnya di sekitar
mata air panas tersebut terbentuk teras-teras silika yang berwarna keperakan (silica sinter terraces atau
sinter platforms). Sebaliknya, mata air panas yang bersifat asam biasanya merupakan manifestasi
permukaan dari suatu sistim panasbumi yang didominasi uap. Mata air panas yang bersifat asam
umumnya tidak terlalu jernih (keruh), kadang berlumpur dan kehijau-hijauan. Air tersebut
diperkirakan berasal dari air tanah yang menjadi panas karena pemanasan oleh uap panas. Sifat asam
ini disebabkan karena tejadinya oksidasi H2 didalam uap panas. Sebagai contoh, data geokimia air
pada Tabel 3 dari beberapa mata air panas di Orakei Korako, New Zealand [Bignall, 1994]
umumnya mempunyai pH air netral dan kandungan Silika relatif tinggi. Dari data tersebut
diperkirakan sistim panas bumi di area tersebut adalah sistim dominasi air.
Temperatur di bawah permukaan dapat diperkirakan dari data kimia air dengan geothermometer,
antara lain Silika (Si) Geothermometer, Sodium-Potasium (Na-K) geothermometer, SodiumPotasium-Calcium (Na-K-Ca) geothermometer. Sebagai contoh pada Tabel 3 diperlihatkan contoh
hasil perkiraan temperatur dengan Silika geothermometer (Bignall, 1994). Hasil perhitungan
mengindikasikan adanya zona temperatur tinggi (T > 225oC).
Apabila telah dilakukan pemboran sumur, jenis reservoir/sistim panasbumi dapat diperkirakan dari
landaian tekanan dan temperatur hasil pengukuran di dalam sumur. Dari data tekanan dan dengan
menggunakan Tabel Uap, selanjutnya ditentukan temperatur saturasi atau temperatur titik didih.
Temperatur saturasi kemudian diplot terhadap kedalaman. Kurva biasa disebut sebagai Kurva BPD,
dimana BPD adalah singkatan dari Boiling Point with Depth. Penentuan jenis reservoir selanjutnya
ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1. Apabila landaian temperatur dari pengukuran di sumur terletak di sebelah kiri kurva BPD,
maka fluida hanya terdiri dari satu fasa saja, yaitu air.
2. Apabila landaian temperatur dari pengukuran sumur terletak disebelah kanan dari kurva BPD,
maka fluida hanya terdiri satu fasa saja, yaitu uap.
3. Apabila landaian temperatur berimpit dengan kurva BPD maka fluida terdiri dari dua fasa,
yaitu uap dan air.
Sebagai contoh pada Gambar 43 diperlihatkan landaian temperatur dan kurva BPD di empat sumur
eksplorasi yang dibor di suatu area panas bumi. Semua landaian temperatur terletak disebelah kiri
kurva BPD, mengindikasikan fluida dibawah permukan hanya terdiri dari satu fasa saja, yaitu air.

31

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Tabel 3 Contoh Hasil Perkiraan Temperature dengan Geothermometer [Bignall, 1994]


970

661

95

95

98

120

203

Tanggal Pengukuran

24-6-1980

Thn 1960

24-6-1980

Thn 1960

24-6-1980

24-6-1980

20-6-1980

T (oC)

52

50

95

99

83

98

97

Laju alir air (ltr/dtk)

15

variabel

0.5-1.0

3.2

0.02

PH (18oC)

7.4

7.2

8.6

8.7

7.4

8.8

9.6

Li+

0.5

0.8

3.8

5.2

3.6

2.7

Na+

113

155

334

390

300

324

265

43

43

44

49

32

Rb

0.02

0.45

0.45

0.48

0.35

Cs+

< 0.01

0.56

0.55

0.58

0.51

Mg2+

0.47

1.1

< 0.02

1.1

0.13

< 0.02

0.02

Ca2+

3.4

5.7

1.8

1.1

2.0

1.6

1.6

SiO2

112

110

354

210

333

392

232

<2

0.6

3.4

<2

NH3

0.11

0.1

0.1

0.15

0.10

< 0.1

0.15

F-

2.2

1.2

10.1

9.8

10.1

8.7

Cl

41

50

314

312

304

322

265

SO42-

20

79

132

111

100

102

HCO3-

189

378

253

336

188

224

138

Geotemperatures
T (SiO2)

144

143

222

185

222

230

190

T (KMg)

75

82

218

138

178

224

204

T (NaKCa)

118

142

234

233

239

246

226

T (NaK)

90

115

222

205

238

241

215

Gambar 43 Perbandingan Temperatur di Sumur-sumur Eksplorasi dengan Kurva Titik Didih atau
Boiling Point With Depth (BPD).

32

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Pada saat pemboran, ahli geologi umumnya memperkirakan temperatur dari mineral-mineral tertentu.
Ada sejumlah mineral yang merupakan indikator dari temperatur tinggi dibawah permukaan, antara
lain epidote, actinolite dan biotite. Epidote mengindikasikan temperatur sekitar 220oC, actinolite
sekitar 300oC dan biotite sekitar 325 oC (Hoagland and Elders, 1978).
Apabila telah dilakukan pemboran sumur, temperatur dan tekanan dibawah permukaan dapat
diketahui dari landaian temperatur dan tekanan hasil pengukuran di lapangan. Sebagai contoh
landaian temperatur dan tekanan di empat sumur eksplorasi pada Gambar 38 mengindikasikan
adanya zona temperatur tinggi (>225oC).
Kedalaman rekahan atau feed zone atau feed point dapat diperkirakan pada waktu pemboran dan dari
data hasil pengujian sumur, yaitu uji hilang air water loss test dan uji aliran (flow test). Pada waktu
pemboran, adanya rekahan dapat diindikasikan oleh dua hal, yaitu terjadinya hilang sirkulasi lumpur
(lost of circulation), dimana lumpur atau fluida pemboran masuk kedalam formasi, atau oleh adanya
peningkatan kandungan Klorida di dalam lumpur. Kepastian adanya rekahan diperoleh dari uji hilang
air atau water loss test . Sebagai contoh pada Gambar 44 diperlihatkan landaian temperatur di sebuah
sumur di East Mesa dan sumur BRI14, Broadlands (New Zealand) pada waktu injeksi air dilakukan.
Perubahan gradien temperatur secara tiba-tiba pada kedalaman 2250 m di sumur East Mesa
merupakan indikasi terjadinya hilang air pada kedalaman tersebut dan dan perubahan gradien
temperatur secara tiba-tiba pada kedalaman 900 m di sumur BRI14 merupakan indikasi terjadinya
hilang air pada kedalaman tersebut.

Gambar 44 (a) Landaian Temperatur di sumur East Mesa (b) Landaian temperatur di sumur BRI14,
Broadlands Waktu Injeksi Air Dilakukan [Grant et al, 1982]
5.3 Penentuan Potensi Panas Bumi
Karakterisasi dan potensi listrik dari suatu reservoir panas bumi harus dievaluasi pada setiap tahapan
kegiatan. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan, tentunya semakin banyak data diperoleh, tingkat
kepastian dari hasil analisis data menjadi semakin baik sehingga resiko menjadi berkurang. Secara
garis besar data lapangan yang diperoleh terdiri data geologi, geokimia, geofisika dan data sumur,
apabila telah dilakukan pemboran sumur, meliputi data pemboran serta data hasil pengukuran dan
pengujian sumur. Evaluasi data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan perlu dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai sistim di bawah permukaan, antara lain kedalaman, jenis,
tekanan dan temperatur, ketebalan dan luas reservoir, sifat batuan dan sifat fluida yang terkandung di
dalamnya, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai sistim dibawah permukaan atau model
konseptual, serta untuk memperkirtakan besarnya sumberdaya, cadangan, potensi listrik dan
kemampuan reservoir untuk berproduksi dan memasok uap yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik
selama minimal 25 tahun.

33

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya potensi panas bumi.
Yaitu (1) Metoda Aliran Panas (Heat Flux Method), (2) Metoda Perbandingan (Areal Method), (3),
Metoda Kandungan Panas (Heat Stored Method) , (4) Metoda P/Z, (5) Metoda kesimbangan massa
dan panas , (6) Metode decline curve dan (7) Metoda simulasi reservoir
Metoda perbandingan dan metoda kandungan panas merupakan metoda yang paling sering digunakan.
Kedua metoda ini juga digunakan untuk perhitungan potensi sumberdaya dan cadangan panas bumi
Indonesia. Evaluasi potensi panas bumi dengan metoda lainnya, yaitu P/Z, metoda keseimbangan
massa dan panas, serta metoda decline curve dan metoda simulasi reservoir biasanya dilakukan untuk
mendapatkan kepastian yang lebih baik tentang ketersediaan energi panas bumi.
5.3.1 Metoda Aliran Panas (heat Flux Method).
Metoda Aliran Panas (heat Flux Method) umumnya digunakan untuk memperoleh perkiraan awal
mengenai potensi sumberdaya. Perkiraan potensi dilakukan dengan menghitung laju alir panas dari
manifestasi panas bumi permukaan, yaitu dengan menghitung aliran panas secara konduksi dan aliran
panas secara konveksi. Data yang digunakan adalah data gradien temperatur , data temperatur air di
kolam air panas, mata air panas serta kecepatan alir air, luas area dimana terdapat tanah yang hangat
(warm ground) atau ada steaming ground. Dari hasil pengukuran temperatur tanah dapat diperkirakan
besarnya aliran panas yang tejadi secara konduksi. Dari hasil pengukuran kecepatan alir air dapat
ditentukan besarnya laju aliran massa. Dari harga laju aliran massa dan temperatur air dapat dihitung
besarnya aliran panas ke permukaan yang terjadi secara konveksi. Laju aliran panas total ke
permukaan atau biasa dinyatakan sebagai panas yang hilang ke permukaan (heat losses to the surface)
merupakan jumlah dari aliran panas kepermukaan yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Tabel 4
Perkiraan Panas yang Hilang Melalui Manisfestasi Panasbumi Permukaan
di Lapangan Kamojang [Hochstein]
Jenis Manifestasi
Semua fumarole
Kawah Pangasahan
Sumur nomor 3
Semua mata air panas/hangat
Mata air Cipangasahan
Mata air panas yang terletak 2.5 km di sebelah selatan
Kawah Kamojang
Penguapan dari telaga dan kolam-kolam air panas/hangat
Telaga Kawah Manuk
Tanah Beruap
Lain-lain
TOTAL

Laju Alir Panas


(MW)
20.6
4.2
8.2
17.2
10.5
0.2
44.0
22.1
2.9
25.2
97.4

Atas dasar prinsip kesetimbangan massa dan panas (mass and heat balance), diperkirakan panas yang
hilang ke permukaan sebanding dengan panas yang masuk kedalam sistim (heat influx). Atas dasar
pemikiran tersebut, besarnya panas yang hilang ke permukaan sering dipakai sebagai perkiraan awal
dalam menentukan besarnya sumberdaya. Sebagai contoh pada Tabel 4 diperlihatkan hasil
perhitungan panas yang hilang kepermukaan karena adanya manifestasi panas bumi di permukaan.
Besarnya panas yang hilang ke permukaan sebesar 97.4 MW dapat diartikan sebagai besarnya
minimum energi yang masuk kedalam reservoir secara terus menerus.
Perkiraan mengenai besarnya panas yang hilang ke permukaan tidak hanya berguna untuk membuat
perkiraan awal mengenai besarnya sumberdaya, tetapi juga akan diperlukan untuk pemodelan

34

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

(simulasi) reservoir, yaitu untuk memperkirakan kelakuan reservoir bila diproduksikan selama kurun
waktu tertentu, biasanya 25-30 tahun. Untuk memperoleh model yang mencerminkan keadaan
sebenarnya (representatif), adanya massa dan panas yang hilang ke permukaan, yang terjadi secara
terus menerus, perlu diperhitungkan dalam model.
5.3.2 Metoda Perbandingan.
Pada tahap penyelidikan pendahuluan, data mengenai reservoir masih sangat terbatas. Meskipun
demikian seringkali para ahli geothermal diharapkan dapat "berspekulasi" mengenai besarnya
sumberdaya panasbumi di daerah yang diselidiki. Besarnya sumberdaya pada tahap ini umumnya
diperkirakan berdasarkan potensi lapangan lain yang memiliki kemiripan kondisi geologi. Metoda
yang digunakan sering disebut sebagai metoda perbandingan. Prinsip dasar metode perbandingan
adalah menyetarakan besar potensi energi suatu daerah panas bumi baru (belum diketahui potensinya)
dengan lapangan lain yang telah diketahui potensinya dan memiliki kemiripan kondisi geologi.
Hel = A x Qel
dimana :
Hel = Besarnya sumber daya (MWe).
A = Luas daerah prospek panas bumi (km2).
Qel = Daya listrik per km2 = Rapat Daya.
Tabel 5
Rapat Daya Listrik Beberapa Lapangan Panas Bumi [Adopsi dari Bodvarsson dan Whiterspoon, 1989]
Kapasitas Terpasang
(MWe)

LuasArea
(km2)

Daya Listrik/km2
(MW/km2)

Bulalo (Phillipina)
Tiwi (Phillipina)
Tongonan (Phillipina)

330
330
112.5

20
12
40

16.5
27.5
2.8

Palinpinon (Phillipina)
Ahuchapan (El Savador)
Ohaaki (New Zealand)
Wairakei (New Zealand)

112.5
125
116.2
195

47
6.4
12
25

2.4
19.5
9.7
7.7

Lapangan

Tabel 6 Kriteria yang Digunakan Untuk Penentuan Rapat Daya Listrik Dalam SNI 03-5012-1999
(Sumber: Dokumen Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi Di Indonesia SNI 03-5012-1999)
Parameter
Rapat Daya (MW/km2)

Temp. Tinggi
(>225oC)
15

Temp. Sedang
(125 - 225oC)
10

Temp. Rendah
(<125oC)
5

Pada Tabel 6 diperlihatkan besarnya Rapat Daya Listrik dari beberapa lapangan panas bumi yang
telah dikembangkan. Dalam SNI 03-5012-1999 mengenai Standarisasi Klasifikasi Cadangan Panas
Bumi di Indonesia, besarnya sumberdaya spekulatif diperkirakan dengan metoda ini, dimana rapat
daya listrik ditetapkan tergantung dari temperatur reservoir sedangkan luas prospek pada tahapan ini
diperkirakan dari penyebaran manifestasi permukaan dan pelamparan struktur geologinya secara
global.
5.3.3 Metoda Kandungan Panas (Heat Stored) atau Metoda Volumetrik
Metoda ini merupakan metoda yang umum digunakan untuk perhitungan sumberdaya panasbumi,
cadangan. Metoda ini juga sering disebut sebagai metoda volumetrik. Perhitungan dilakukan

35

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

berdasarkan kandungan energi panas didalam batuan dan didalam fluida [OSullivan & McKibbin,
1989] sebagai berikut:

Apabila Ti adalah temperatur awal reservoir dan Tf adalah adalah temperatur akhir, yaitu bila fluida
panas bumi tidak ekonomis lagi untuk dimanfaatkan, maka maksimum panas yang tersimpan dalam
batuan dan fluida yang dapat dimanfaatkan adalah:
Qth = Qei - Qef
Apabila RF adalah faktor perolehan maka, energi panas bumi yang dapat dimanfaatkan pada
kenyataannya (=besarnya cadangan bila dinyatakan dalam kJ):
Qde = Rf Qth
Besarnya cadangan, yaitu energi panas yang dapat dimanfaatkan untuk kurun waktu t tahun (biasanya
25-30 tahun) ditentukan dengan persamaan berikut:
Q thermal =

Q de
t x 365 x 24 x 3600

Besarnya potensi listrik, yaitu energi listrik yang dapat dibangkitkan untuk kurun waktu t tahun (MWe)
dengan cara sebagai berikut:
Qel = x Qthermal
Pada tahun 1999 Pemerintah melakukan Standarisasi Klasifikasi Cadangan Panas Bumi di Indonesia
dan disahkan melalui SNI 03-5012-1999 [15]. Dalam SNI 03-5012-1999, sumberdaya (resources) dan
cadangan (reserve) Indonesia diklasifikasikan dengan kriteria sebagai berikut:

Sumber daya spekulatif adalah kelas sumber daya yang estimasi potensi energinya didasarkan
pada studi literatur serta penyelidikan pendahuluan.

Sumber daya hipotetis adalah kelas sumber daya yang estimasi potensi energinya didasarkan
pada hasil penyelidikan pendahuluan lanjutan.

Cadangan terduga (possible Reserve) adalah cadangan yang estimasi potensi energinya
didasarkan pada hasil penyelidikan rinci.

Cadangan mungkin (probable reserve) adalah kelas cadangan yang estimasi potensi energinya
didasarkan pada hasil penyelidikan rinci dan telah diidentifikasi dengan bor eksplorasi
(wildcat) serta hasil prastudi kelayakan.

Cadangan terbukti (proven reserve) adalah kelas cadangan yang estimasi potensi energinya
didasarkan pada hasil penyelidikan rinci, diuji dengan sumur eksplorasi, delineasi dan
pengembangan serta dilakukan studi kelayakan.

Sumberdaya spekulatif mempunyai tingkat kepastian yang paling rendah karena ditentukan pada saat
data masih sangat sedikit. Semakin banyak data, semakin tinggi tingkat kepastian sehingga semakin
kecil resiko. Cadangan terbukti mempunyai tingkat kepastian yang paling tinggi karena ditentukan
pada saat data sudah cukup banyak termasuk data sumur (Gambar 45). Menurut ketentuan SNI 03-

36

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

5012-1999, perhitungan besarnya sumber daya hipotetis, cadangan terduga, mungkin dan terbukti
dilakukan dengan metoda volumetrik. Ketentuan tentang data dan kriteria diperlihatkan pada Tabel 7.
Proven Reserve
(Cadangan Terbukti)
Reserves
(Identified Resources)

Data Semakin
Banyak

Tingkat Kepastian
Meningkat
(Resiko Berkurang)

Data sedikit

Tingkat Kepastian
Meningkat
(Resiko Berkurang)

Probable Reserve
(Cadangan Mungkin)
Possible Reserve
(Cadangan Terduga)

Resources
(Unidentified Resources)

Hypothetical Resources
(Sumberdaya Hipotetis)
Speculative Resources
(Sumberdaya Spekulatif)

Gambar 45 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Panas Bumi


Tabel 7 Matriks Klasifikasi dan Estimasi Potensi Energi Panas Bumi.( SNI 03-5012-1999)
Klasifikasi
SUMBERDAYA
Spekulatif

Hipotetis

CADANGAN
Terduga

Mungkin

Terbukti

Data Dasar dan Kriteria

Rumusan
Estimasi Potensi
Energi (MWe)

Dicirikan oleh manifestasi panas bumi aktif. Luas reservoir dihitung


dari penyebaran manifestasi dan batasan geologi, sedangkan
temperatur dihitung dengan geotermometer. Daya per satuan luas
ditentukan dengan sumsi.
Diindikasikan oleh manifestasi panas bumi aktif, data dasar adalah
hasil survei regional geologi, geokimia dan geofisika. Luas daerah
prospek ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan
geologi/geokimia/geofisika sedangkan temperatur diperkirakan
berdasarkan data geotermometer (air, gas dan isotop

Metoda
Perbandingan

Luas dan ketebalan reservoir serta parameter fisik batuan dan fluida
diestimasi berdasarkan data ilmu kebumian detil terpada yang
digambarkan dalam model tentatip.
Dibuktikan oleh satu sumur eksplorasi yang berhasil menyemburkan
uap/air panas. Luas dan ketebalan reservoar didapat dari data sumur
dan hasil penyelidikan ilmu kebumian detil terpadu. Parameter batuan
dan fluida serta temperatur reservoir diperoleh dari data pengukuran
langsung dalam sumur dan/atau data analisis laboratorium.
Dibuktikan oleh lebih dari satu sumur eksplorasi yang berhasil
menyemburkan uap/air panas. Luas dan ketebalan reservoar didasarkan
pada data sumur dan hasil penyelidikan ilmu kebumian detil terpadu.
Parameter batuan dan fluida serta temperatur reservoir diperoleh dari
data pengukuran langsung dalam sumur dan atau data analisis
laboratorium serta simulasi reservoar.

Metoda
Volumetrik

Metoda
volumetrik:
ketebalan
reservoir
diasumsikan 2 km

Metoda
Volumetrik

Simulasi
reservoar yang
digabung dengan
metoda
volumetrik.

Disamping ketentuan tersebut, dalam SNI 03-5012-1999 juga diberikan pedoman untuk penentuan
asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan, masing-masing untuk sumber daya hipotetis,
cadangan terduga, mungkin dan terbukti.
Cadangan pada dasarnya harus memenuhi sedikitnya tiga kriteria, yaitu ditemukan (discovered), dapat
diproduksikan (recoverable) dan ekonomis diproduksikan dengan teknologi yang ada saat ini atau
komersial (commercial). Umumnya Lembaga Keuangan tidak akan memberikan pinjaman dana untuk
pengembangan lapangan sebelum hasil pemboran membuktikan di daerah tersebut terdapat sumber

37

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

energi panas bumi yang mempunyai potensi yang cukup menarik dari segi ekonomi. Dilihat dari
besarnya cadangan panas bumi Indonesia, yang terbesar adalah cadangan terduga dimana
ketidakpastiannya masih tinggi karena perkiraan cadangan baru dilakukan berdasarkan hasil kajian
penyelidikan geologi, geofisika, geokimia di permukaan. Keberadaan sumber energi panas bumi
masih harus dibuktikan melalui pemboran. Karena ketidakpastian masih tinggi, maka resiko berkaitan
dengan sumber daya masih tinggi (resource risk), karena ada kemungkinan tidak ditemukannya
sumber energi panas bumi atau besar cadangannya lebih kecil dari yang diperkirakan sebelumnya atau
tidak komersial.
Beberapa ahli panas bumi antara lain Clothworthy, A.W, Ussher, G.N.A, Lawless, J.V. dan Randle,
J.B (2006) menyatakan pentingnya dibuat standarisasi klasifikasi panas bumi dan metoda perkiraan
besarnya potensi panas bumi karena beberapa pertimbangan berikut. Di beberapa negara. Seperti
Australia dan Canada, pencarian dana untuk proyek-proyek geothermal dilakukan melalui pasar
modal. Badan Pengatur Pasar Modal perlu melindungi investasi publik dari pernyataan-pernyataan
yang tidak tepat (misleading statements) yang dikeluarkan perusahaan, antara lain mengenai besarnya
cadangan. Oleh sebab itu sangatlah perlu ditetapkan metodologi untuk menilai besarnya cadangan dan
mendefinisikan tingkat ketidakpastian dari penilaian tersebut, sehingga (1) pemberi pinjaman dan
investor dapat melakukan evaluasi pada saat mereka melakukan investasi dalam proyek panas bumi
dan dapat membandingkan resiko-resiko dari beberapa proyek dan (2) proyek mempunyai metoda
yang secara efektif dapat meningkatkan nilai tambah. ssue pertama bagi para lenders adalah
bagaimana mengevaluasi potensi sumberdaya (resource potential) dan resiko.. Untuk mengevaluasi
hal tersebut, lenders biasanya melakukan due dilligence, namun investor kecil umumnya tidak
mungkin melakukan hal tersebut. Oleh karenanya sangat penting bagi industri untuk mempunyai
metodologi yang dijelaskan secara transparan, dipahami dan disepakati bersama oleh pasar.
Mempertimbangkan hal tersebut, mereka berpendapat bahwa perlu didefinisikan dengan jelas antara
sumberdaya (resources) dan cadangan (reserves). Dalam membuat klasifikasi, setiap kategori harus
berarti bagi investor, khususnya yang terkait dengan potensi, yaitu apakah potensinya sudah diketahui
dengan pasti, apakah energi tersebut dapat diproduksikan dengan teknologi yang ada saat ini atau
perlu teknologi yang lebih tinggi dari yang ada saat ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan
pertimbangan lain yang tidak dibahas disini, Clothworthy dkk (2006) mengusulkan klasifikasi dalam
tiga kelas, yaitu proven-probable-inferred atau terbukti-mungkin-terduga (Gambar 46).

Gambar 46 Klasifikasi Potensi Panas Bumi dari Clothworthy dkk [Clothworthy, 2006]
Konsep yang digunakan mereka pada prinsipnya serupa dengan yang digunakan dalam perminyakan,
hanya kalau dalam perminyakan perhitungan berdasarkan pada volume minyak ditempat pada
keadaan awal (Initial Oil in Place) disini berdasarkan kandungan panas (Total Heat Initially in Place).
Panas yang terkandung didalam reservoir pada keadaan awal tersebut tidak semuanya komersial,
artinya dapat diproduksikan atau dimanfaatkan secara ekonomis dengan teknologi yang ada. Dengan
pemahaman ini, maka cadangan (reserve) adalah panas yang dapat dimanfaatkan secara ekonomis
dengan teknologi yang ada. Dalam SNI 03-5012-1999 mengenai Standarisasi Klasifikasi Cadangan

38

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Panas Bumi di Indonesia, metoda perhitungan untuk cadangan terbukti, mungkin dan terduga juga
berdasarkan kandungan panas.
5.4 Prediksi Kemampuan Produksi Reservoir
Lembaga Keuangan juga umumnya tidak tertarik untuk membiayai proyek apabila tidak ada hasil
kajian/hasil studi yang menunjukkan tersedianya uap untuk menunjang kebutuhan pembangkit listrik
untuk jangka waktu yang panjang, yaitu minimal untuk 25-30 tahun, serta bukti bahwa fluida panas
bumi setelah energinya digunakan untuk membangkitkan listrik tidak menimbulkan permasalahan,
baik permasalahan teknis (operasional) maupun permasalahan lingkungan.
Peramalan kinerja reservoir perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan reservoir untuk
memproduksikan fluida panasbumi selama 20-30 tahun dengan berbagai skenario produksi dan injeksi.
Cara yang paling tepat untuk meramalkan kinerja reservoir adalah cara simulasi reservoir dengan
menggunakan simulator komputer (software). Dengan menggunakan simulator dapat dibuat model
reservoir (model komputer) yang akan menirukan kinerja reservoir sebenarnya (baik pada keadaan
awal maupun pada waktu diproduksikan), dan juga dapat digunakan untuk meramalkan kinerja
reservoir dimasa yang akan datang. Kinerja reservoir disini meliputi perubahan tekanan, temperatur,
kandungan air dan uap di dalam sumur dan reservoir terhadap waktu, dan pengaruhnya terhadap laju
aliran massa dan uap ke permukaan. Secara garis besar pemodelan atau simulasi reservoir dilakukan
untuk:
1. Menirukan keadaan reservoir sebelum reservoir tersebut diproduksikan.
2. Menirukan kinerja sumur dan reservoir pada saat diproduksikan dan meramalkan kinerjanya
apabila lapangan dikembangkan dengan memanfaatkan sumur-sumur yang ada.
3. Meramalkan kinerja sumur dan reservoir apabila lapangan dikembangkan dengan berbagai
skenario produksi dan injeksi.
Model dibuat dengan menggunakan distributed parameter approach yang intinya adalah sistim yang
akan dimodelkan dibagi menjadi sejumlah blok atau grid yang satu sama lain saling berhubungan.
Dengan membagi sistim yang akan dimodelkan menjadi terdiri dari sejumlah blok maka
keanekaragaman permeabilitas, porositas, kandungan air dan kandungan uap di dalam reservoir serta
sifat fluidanya, baik secara lateral maupun secara vertikal, turut diperhitungkan. Dengan
menggunakan simulator dihitung besarnya tekanan, temperatur, saturasi air dan saturasi uap di tiap
blok serta laju alir masa dan laju alir uap dari blok yang satu ke blok yang lainnya untuk berbagai
waktu. Dengan demikian hasil perhitungan dapat memberikan perubahan tekanan dan temperatur
terhadap kedalaman, baik di sumur maupun di tempat-tempat lainnya serta perubahan tekanan,
temperatur, laju alir masa dan entalpy fluida terhadap waktu.
Hasil pemodelan biasanya digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam
menetapkan strategi pengembangan lapangan. Dari model reservoir yang dibuat dapat diperoleh
gambaran mengenai kondisi di bawah permukaan yang meliputi distribusi sebaran permeabilitas dan
porositas batuan, tekanan dan temperatur di dalam reservoir, saturasi air dan saturasi uap, serta sifatsifat fisik-termodinamik lainnya. Gambaran tentang kondisi di bawah permukaan merupakan suatu
informasi yang sangat dibutuhkan dalam menetapkan lokasi sumur yang akan di bor dimasa yang
akan datang.
6

PENGEMBANGAN LAPANGAN PANAS BUMI

6.1 Penilaian Kelayakan Pengembangan Panas Bumi


Pengusahaan panas bumi membutuhkan investasi yang besar (ratusan juta US$), teknologi tinggi,
serta penanganan oleh sumber daya manusia dengan kualitas tertentu. Sebagai contoh pada tahun
2005, untuk pengembangan hulu dan hilir (upstream and downstream) proyek panas bumi di Lumut
Balai, yaitu untuk membangun pembangkit listrik 2 X 55MW, PT PLN and PERTAMINA mencari

39

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

dana sebesar US$ 424 juta (from the Ministry of Foreign Affairs of Japan, December 1, 2005).
Contoh lain adalah untuk pengembangan proyek Sarulla dan pembangunan pembangkit listrik
berkapasitas 340 MW, Konsorsium Medco-Ormat-Itochu memperkirakan biaya total proyek akan
mencapai sekitar $ 600 juta (Source: Ormat Technology Inc.).
Penilaian kelayakan jelas perlu dilakukan untuk setiap kegiatan mengingat pengeluaran dana
dilakukan pada saat sekarang, sedangkan manfaatnya baru akan diterima di masa-masa yang akan
datang. Masa mendatang mengandung resiko ketidakpastian. Semakin besar jarak waktu pelaksanaan
investasi dan waktu pengembalian investasi, semakin besar resiko yang dihadapi. Berbagai perubahan
mungkin terjadi, seperti: inflasi, perubahan nilai tukar valuta asing, persaingan global, perubahan
kebijakan pemerintah. Sementara itu ada beberapa alternatif lain untuk pemanfaatan dana, seperti
investasi di pasar modal, valuta asing, deposito atau membeli aktiva riil. Alternatif penggunaan dana
harus dievaluasi dengan cermat dan teliti. Analisa kelayakan perlu dilakukan, dengan tujuan
memandu pemilik dana (calon investor) untuk mengoptimalkan penggunaan dana miliknya dan
memperkecil resiko kegagalan investasi/Memperbesar peluang keberhasilan investasi. Analisa
kelayakan teknis dan keekonomian perlu dilakukan untuk berbagai alternatif, sehingga alternatif yang
dipilih memberikan manfaat yang maksimal.
Penilaian kelayakan sedikitnya meliputi penilaian kelayakan dari aspek teknik, aspek pasar, financial
dan sosial ekonomi. Dari aspek teknis, kriteria yang sering digunakan untuk menetapkan kelayakan
teknis dari suatu sumber daya panas bumi yang akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik antara
lain adalah:
1. Sumberdaya mempunyai kandungan panas atau cadangan yang besar sehingga mampu
memproduksikan uap untuk jangka waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 25-30 tahun. Lebih
disukai apabila fluida reservoir mempunyai temperatur tinggi, yaitu diatas 225oC.
2. Reservoirnya tidak terlalu dalam, biasanya tidak lebih dari 3 km.
3. Sumberdaya panasbumi terdapat di daerah yang relatif tidak sulit dicapai.
4. Sumberdaya panasbumi memproduksikan fluida yang mempunyai pH hampir netral agar laju
korosinya relatif rendah, sehingga fasilitas produksi tidak cepat terkorosi. Selain itu
hendaknya kecenderungan fluida membentuk scale relatif rendah.
5. Sumberdaya panasbumi terletak di daerah dengan kemungkinan terjadinya erupsi
hidrothermal relatif rendah. Diproduksikannya fluida panasbumi dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya erupsi hidrotermal.
6. Dari aspek pasar dan pemasaran, hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah kebutuhan
konsumen dan ketersediaan jaringan distribusi. Dari aspek finansial, perlu dilakukan
pengkajian terhadap dana yang diperlukan, sumber dana, proyeksi arus kas, indikator
ekonomi serta perlu juga dipertimbangkan pengaruh perubahan ekonomi makro. Dari aspek
sosial ekonomi, perlu dipertimbangkan pengaruh proyek terhadap penerimaan negara,
kontribusi proyek terhadap penerimaan pajak, jasa-jasa umum yang dapat dinikmati
manfaatnya oleh masyarakat dan kontribusi proyek terhadap kesempatan kerja, alih teknologi
dan pemberdayaan usaha kecil.
Secara garis besar kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelayakan teknis dan ekonomis dari
pengembangan lapangan panasbumi adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian sistim panasbumi (geothermal resource assesment). Pengkajian sistem panasbumi
merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan dalam menilai kelayakan pengembangan
suatu lapangan. Tujuan utama dari pengkajian data adalah untuk memperkirakan, jenis reservoir
beserta kedalaman, ketebalan dan luasnya, serta perkiraan tentang tekanan dan temperatur, jenis

40

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

dan sifat batuan, jenis fluida reservoir. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian
dibuat model konseptual dari sistim panasbumi yang sedang dikaji. Gambaran mengenai sistim
panasbumi di suatu daerah biasanya dibuat dengan memperlihatkan sedikitnya lima komponen,
yaitu sumber panas, reservoir dan temperaturnya, sumber air, serta manifestasi panasbumi
permukaan yang terdapat di daerah tersebut. Komponen-komponen lain yang sering diperlihatkan
dalam model adalah penyebaran batuan, jenis dan arah aliran air di bawah permukaan. Model
sistim panasbumi atau biasa disebut conceptual model dibuat berdasarkan hasil evaluasi data
geologi, hidrologi, geofisika, geokimia dan data sumur.
2. Menghitung besarnya sumberdaya, cadangan dan potensi listrik dengan beberapa metoda yang
ada dan menerapkan simulasi Monte Carlo dalam perhitungan cadangan untuk memperhitungkan
ketidakpastian atau keanekaragaman dari sifat batuan, tekanan dan temperatur dan asumsi yang
digunakan.
3. Mengkaji apakah suatu sumberdaya panasbumi dimaksud tepat untuk dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik. Apabila energi tsb dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik maka
langkah selanjutnya adalah menentukan rencana pengembangan PLTP. Rencana pengembangan
meliputi menentukan kapasitas PLTP yang akan dibangun, jumlah turbin serta kapasitas masingmasing turbin, teknologi konversi serta menentukan alternatif pengembangan lapangan.
4. Menentukan rencana pengembangan lapangan (steam field development) meliputi penentuan
jumlah sumur produksi, injeksi dan sumur cadangan (make up well). Probabilitas keberhasilan
pemboran pengembangan dapat diperkirakan berdasarkan data jumlah sumur yang berhasil dan
jumlah sumur yang gagal di prospek yang telah dilakukan pemboran eksplorasi sumur dalam
(probabilitas keberhasilan pemboran eksplorasi).
5. Melakukan simulasi reservoir untuk memperkirakan kinerja reservoir dan kemampuan reservoir
untuk berproduksi selama minimal 25-30 tahun. Simulasi atau pemodelan reservoir merupakan
kegiatan yang penting dilakukan dalam penilaian kelayakan pengembangan suatu lapangan karena
hasil pemodelan biasanya digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan
dalam menetapkan strategi pengembangan lapangan. Dari model reservoir yang dibuat dapat
diperoleh gambaran mengenai kondisi di bawah permukaan yang meliputi distribusi sebaran
permeabilitas, tekanan, temperatur, konduktivitas. Hasil simulasi juga dapat memberikan
perkiraan tentang energi panas yang terkandung di dalamnya sebelum reservoir diproduksikan.
Pemodelan tahap lanjutan dilakukan untuk meniru kinerja reservoir untuk berbagai skenario
pengembangan lapangan. Umumnya Lembaga Keuangan tidak tertarik untuk membiayai proyek
apabila tidak ada hasil kajian/hasil studi yang menunjukkan tersedianya uap untuk menunjang
kebutuhan pembangkit listrik untuk jangka waktu yang panjang, yaitu minimal untuk 25-30 tahun,
serta bukti bahwa fluida panas bumi setelah energinya digunakan untuk membangkitkan listrik
tidak menimbulkan permasalahan, baik permasalahan teknis (operasional) maupun permasalahan
lingkungan
6. Menentukan biaya pengusahaan panasbumi, meliputi biaya sumur eksplorasi, biaya sumur
pengembangan, biaya fasilitas produksi, biaya PLTP, biaya operasi dan perawatan.
7. Menentukan jadwal pelaksanan pekerjaan, mulai dari kegiatan eksplorasi hingga pembangkitan
listrik.
8. Menentukan penyebaran investasi untuk semua kegiatan, mulai dari eksplorasi hingga
pembangkitan listrik.
9. Menentukan parameter-parameter ekonomi seperti cash flow, Rate of Return (ROR), Net Present
Value (NPV), Pay Out Time (POT) dll

41

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

10. Untuk masing-masing kasus (alternatif) dibuat analisa yang sama dan kemudian diperbandingkan
satu sama lain.
UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi mendefinisikan Studi Kelayakan sebagai tahapan
kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek
yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan usaha pertambangan Panas Bumi, termasuk
penyelidikan atau studi jumlah cadangan yang dapat dieksploitasi. Adapun lama waktu yang
diberikan untuk melaksanakan studi kelayakan adalah 2 (dua) tahun. Menurut ketentuan PP No.
57/2007 Pasal 15, Badan Usaha wajib melakukan Studi Kelayakan sesuai dengan kaidah teknik
pertambangan yang baik dan benar serta standar Studi Kelayakan Panas Bumi Studi Kelayakan
tersebut meliputi:
a) Penentuan cadangan layak tambang di seluruh Wilayah Kerja;
b) Penerapan teknologi yang tepat untuk Eksploitasi dan penangkapan uap dari sumur produksi;
c) Lokasi sumur produksi;
d) Rancangan sumur produksi dan injeksi;
e) Rancangan pemipaan sumur produksi;
f) Perencanaan kapasitas produksi jangka pendek dan jangka panjang;
g) Sistim pembangkit tenaga listrik dan/atau sistim pemanfaatan langsung;
h) Upaya konservasi dan kesinambungan sumber daya Panas Bumi;
i)

Rencana keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan lingkungan dan teknis pertambangan
Panas Bumi; dan

j)

Rencana pasca tambang sementara.

Menurut ketentuan peraturan perundangan, pemegang IUP dapat melakukan kegiatan eksploitasi
setelah menyelesaikan Studi Kelayakan serta telah mendapat keputusan kelayakan lingkungan
berdasarkan hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan atau persetujuan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup.
6.2 Perencanaan Pengembangan Lapangan
Perencanaan pengembangan, meliputi perencanaan lapangan (steam field development) dan
perencanaan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi). Perencanaan dimulai dengan penentuan
kapasitas PLTP yang akan dibangun. Besarnya kapasitas PLTP tergantung dari besarnya cadangan
(potensi listrik dari cadangan) dan besarnya demand atau permintaan listrik, namun maksimum yang
disarankan adalah 80% dari potensi cadangan. Pembangunan PLTP umumnya dilakukan secara
bertahap. Di beberapa lapangan, misalnya lapangan Kamojang, sebelum dibangun PLTP skala besar
terlebih dahulu dilakukan pilot project. Pembangkit listrik Mono Blok dengan kapasitas 0.25 MW
dibangun di Kamojang dan dioperasikan pada tanggal 27 November 1978. Setelah tingkat
kepercayaan lebih tinggi, baru dibangun PLTP Unit-1 yang mempunyai kapasitas 30 MWe. Unit-1
mulai dioperasikan pada tanggal 7 Februari 1983. Kapasitas PLTP kemudian ditingkatkan dengan
menambah 2 unit pembangkit, yaitu Unit II dan III, masing-masing mempunyai kapasitas sebesar 55
MW. Kedua unit tersebut dioperasikan berturut-turut pada tanggal 29 Juli 1987 dan 13 September
1987, sehingga jumlah daya terpasang PLTP Kamojang menjadi 140,25 MW. Sejak pertengahan
tahun 1988 pengoperasian Mono Blok 0,25 MW dihentikan. Hingga saat ini jumlah daya terpasang
PLTP Kamojang masih tetap sebesar 140 MW.

42

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Contoh lain adalah lapangan Awibengkok. PLTP yang pada saat ini mempunyai daya terpasang 375
MWe dibangun secara bertahap. Unit 1 dan 2, masing-masing mempunyai kapasitas 55 MWe
dioperasikan pada tahun 1994. Setelah tingkat kepercayaan lebih tinggi, kapasitas PLTP ditingkatkan
dengan menambah 4 unit, masing-masing kapasitasmya 55 MWe. Beberapa tahun yang lalu dilakukan
modifikasi pemabngkit yang ada sehingga kapasitasnya sekarang 375 MW. Lapangan Awibengkok
pada saat ini merupakan lapangan penghasil listrik panas bumi terbesar di Indonesia. Demikian pula
halnya dengan lapangan panas bumi Darajat, Wayang Windu dan lapangan Lahendong (Tabel 8)
semuanya di kembangkan secara bertahap

Tabel 8. Lapangan Panas Bumi yang Telah Dimanfaatkan


untuk Pembangkit Listrik, Status Mei 2009
No.

Lapangan

WKP

Kamojang (Jabar)

PGE1)

Darajat (Jabar)

PGE

Gn Salak (Jabar)

PGE

Wayang Windu
(Jabar)

PGE

Lahendong (Sulut)

PGE

Sibayak (Sumut)

PGE

Dieng (Jateng)

PGE

Pengembang
Jumlah Unit
Pembangkit
Hulu
Hilir (PLTP)
2)
3)
PGE
PLN /IP
3
PGE
1
PLN /IP
JOC PGE Chevron
3
Geothermal
CGI
Indonesia (CGI) Ltd
PLN /IP
JOC PG121E
6
Chevron Geothermal
CGS
Salak (CGS) Ltd
JOC PGE Magma
Nusantara Ltd
MNL
2
(MNL)
PGE
PLN /IP
3
Dizamatran
1
PGE
PGE
1
PT Geo DiPa
PLN /IP
1
Kapasitas PLTP Total

Kapasitas
(MW)
140
60
255

375

227
60
10
2
60
1189 MW

1)

PGE: PT Pertamina Geothermal Energi


PLN: PT Perusahaan Listrik Negara
3)
IP: PT Indonesia Power
2)

Kapasitas unit pembangkit yang digunakan di Indonesia termasuk kategori unit pembangkit
berkapasitas besar, khususnya yang terdapat di lapangan Wayang Windu (unit-1 110 MW dan unit-2
117 MW), dimana hingga saar ini unit-2 merupakan unit pembangkit terbesar di dunia. Menurut
Hiroshi Murakami (2009) perusahaannya sedang membangun unit pembangkit dengan kapasitas lebih
besar, yaitu 139 MW untuk digunakan di salah satu lapangan di New Zealand. Disamping unit
berkapasitas besar, di beberapa lapangan panas bumi ada juga yang menggunakan unit pembangkit
kaspasitasnya kecil, antara lain yang kapasitasnya 2 MWe, 5 MWe, 10 MWe, 15 MWe dan 20 MWe.
Selain jenis plant, perlu juga ditentukan besarnya tekanan masuk turbin, turbin inlet pressure, lama
waktu diperkirakan mampu beroperasi atau life time dan rencana commisioning atau waktu
pengoperasian PLTP.
Perencanaan lapangan uap atau pengembangan hulu meliputi penentuan jumlah sumur produksi,
injeksi dan sumur cadangan (make up well). Jumlah sumur produksi diperkirakan berdasarkan dari
potensi sumur-sumur eksplorasi. Apabila yang ada belum mencukupi untuk mensuplai kebutuhan
PLTP yang akan dibangun maka perlu dilakukan pemboran sejumlah sumur. Jumlah sumur produksi
yang perlu dibor di daerah tersebut sangat tergantung dari kapasitas PLTP, produksi setiap sumur,
tingkat keberhasilan sumur, pengembangan dan kelebihan cadangan uap di kepala sumur (steam
excess allowance).

43

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Contoh diberikan pada Tabel 9, yaitu perkiraan jumlah sumur produksi yang dibutuhkan untuk
memasok uap ke PLTP dengan kapasitas 30 MW, 55 MW, 110 MW, 200 MW, 220 MW dan 330
MW, bila diasumsikan potensi sumur 5 MW/sumur, success ratio (tingkat keberhasilan) sumur
pengembangan 80%.
Tabel 9 Contoh Perkiraan Jumlah Sumur untuk Mensuplai Uap ke PLTP

Gambar 47 Contoh Cara Memperkirakan Jumlah Sumur Make-up untuk Menjaga PasokanUap ke
PLTP (asumsi decline rate sumur produksi 3%/tahun)
Kapasitas PLTP = 110 MWe
Steam Allowance = 10 %
Decline Rate Sumur Produksi = 3 %
90

Kapasitas PLTP 110 MW

80

Kapasitas PLTP = 220 MW

Jumlah Sumur Produksi


& Makeup

70

60

50

40

30

20

10

0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

Potensi Sumur (MWe)

Gambar 48 Contoh Perkiraan Jumlah Sumur Produksi dan Sumur makeup untuk Mensuplai Uap ke
PLTP untuk Berbagai Potensi Sumur (asumsi decline rate sumur produksi 3%/tahun)

44

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Beberapa sumur produksi tambahan (make-up well) dibutuhkan untuk mempertahankan total produksi
uap lapangan selama masa produksi yang jumlahnya sangat tergantung dari penurunan produksi ratarata setiap sumur. Pada Tabel 9 dan Gambar 47 diperlihatkan cara penentuan jumlah sumur make-up.
Gambar 48 diperlihatkan perkiraan jumlah sumur seluruhnya (sumur produksi dan sumur make-up)
untuk beberapa asumsi potensi sumur.
Hal penting lain dalam perencanaan proyek adalah penjadwal proyek. Untuk memperkirakan lama
waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu kegiatan, dapat dilihat pengalaman dari lapangan
lain. Peter Barnett (2006) menyatakan dalam suatu seminar di Bali bahwa untuk pengembangan
lapangan lapangan panas bumi umumnya dibutuhkan waktu 60 bulan (5 tahun) terhitung dari pertama
kali dilakukan eksplorasi, yaitu 24 bulan untuk eksplorasi hingga pemboran eksplorasi dan 30-36
bulan untuk mengembangkan proyek, dari mulai komitmen studi kelayakan(Tabel 10).
Tabel 10 Contoh Penjadwalan Proyek Panas Bumi Peter Barnett (2006)

Gambar 49 Contoh Penjadwalan Proyek dan Besarnya Investasi (Peter Barnett, 2006)
6.3 Biaya Pengembangan Lapangan Uap (Steam Field) dan Biaya Pembangkit Listrik
Biaya pengembangan lapangan uap (steam field) terdiri atas, biaya survey eksplorasi, pemboran
sumur (sumur eskplorasi, pengembangan, injeksi, make up), niaya lahan, jalan, persiapan lahan dan
lain-lain, biaya fasilitas produksi, biaya sarana pendukung serta biaya operasi dan perawatan
Biaya Survey Eksplorasi. Biaya survey eksplorasi terdiri atas biaya survei pendahuluan dan biaya
survey rinci (fase pra-kelayakan). Biaya survei pendahuluan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
survei geoscientifik awal yang terdiri dari survei geologi dan geokimia pada daerah-daerah panas
bumi yang paling potensial atau di sekitar manifestasi panas permukaan. Berdasarkan hasil survei ini
dapat ditentukan apakah pada daerah prospek yang diteliti ter sebut cukup layak untuk dilakukan
survei lebih lanjut atau tidak. Biaya survey rinci (G & G survey) adalah biaya yang dikeluarkan untuk
survei geologi, geokimia dan geofisika dan pemboran dangkal yang dilakukan untuk untuk mencari
gambaran daerah prospek panas bumi yang mencakup luas daerah potensial, kedalaman reservoir,
perkiraan karakteristik fluida dan potensi cadangan panas buminya serta untuk mencari lokasi dan

45

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

target pemboran eksplorasinya. Komponen biaya survey eksplorasi secara lebih rinci adalah sebagai
berikut: Biaya lain yang merupakan komponen biaya survey eksplorasi adalah biaya untuk core hole,
study mengenai resource, lingkungan dan reservoir.
Biaya Pemboran Sumur. Biaya pemboran sumur terdiri atas biaya untuk sewa rig, ongkos
pengangkutan alat pemboran ke lokasi serta pemasangannya, biaya casing, bit, lumpur, semen bahan
kimia, fasilitas kepala sumur, pengangkutan casing dari pabrik ke tempat penyediaan dan biaya
analisa core. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemboran antara lain adalah jenis sumur (tegak
atau miring), lokasi sumur, kedalaman sumur, teknologi pemboran yang digunakan, diamter pipa
selubung, Sumur eksplorasi pada umumnya lebih mahal dari sumur pengembangan yang disebabkan
karena pemboran sumur eksplorasi memerlukan data yang paling lengkap dan seteliti mungkin
dikarenakan ketidak pastian yang tinggi, kebutuhan untuk meneliti kondisi reservoir semaksimal
mungkin dengan pemboran sedalam mungkin, dan dalam pemboran sumur eksplorasi, pengukuran,
logging dan coring dilakukan lebih sering dibandingkan dengan pemboran pengembangan, serta halhal lain yang sering menyebabkan keterlambatan penyelesaian pemboran menyangkut hilang sirkulasi
pada kedalaman dangkal, terjepitnya rangkaian pemboran karena runtuhnya formasi.
Biaya Lahan, Persiapan Lahan dan Jalan. Yang termasuk kedalam kelompok biaya ini adalah
biaya pembelian dan pembebasan lahan, penyiapan jalan masuk ke lokasi (road), dan perataan lahan
(excavation).
Biaya Fasilitas Produksi. Fasilitas produksi yang diperlukan untuk mengoperasikan lapangan uap
panas bumi terdiri dari separator, pemipaan, silencer, scrubber, valve, instrumentasi dan gauge.
Separator hanya diperlukan untuk lapangan dengan sistim dominasi air. Pemakaian separator dapat
dilakukan dengan dua cara; cara pertama yaitu dengan menempatkan separator pada setiap sumur atau
dengan cara kedua yaitu dengan pemusatan separator yang letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi
pembangkit listriknya. Cara pertama mempunyai keuntungan berupa pengurangan resiko dalam
mentransportasikan fluida dua fasa terutama pada topografi kasar serta mengurangi biaya penggunaan
lahan dan pipa air. Biaya yang diperlukan sangat bervariasi, dengan komponen terbesar tergantung
kepada panjang, jenis dan diameter pipa serta jumlah separator yang diperlukan. Hal tersebut
dipengaruhi oleh besarnya kapasitas pembangkit.
Biaya Operasi dan Pemeliharaan. Biaya operasi dan pemeliharaan pada proyek panas bumi dibagi
menjadi dua bagian, yaitu biaya operasi dan pemeliharaan lapangan uap dan pembangkit listrik. Biaya
operasi dan pemeliharaan lapangan uap mencakup biaya untuk monitoring, pemeliharaan, operasi
lapangan, gaji management dan pekerja, transportasi dan lain-lain. Biaya ini dikeluarkan untuk
mempertahankan efektifitas dan efisiensi management dan operasi lapangan.
Biaya Sarana Penunjang. Biaya lain yang termasuk dalam biaya pengembangan lapangan uap
adalah biaya untuk pembangunan fasilitas penunjang terdiri dari biaya pembangunan perkantoran,
laboratorium, perumahan management dan karyawan, fasilitas umum, gudang, kafetaria, sarana
ibadah, fasilitas peamadam kebakaran, fasilitas air bersih, bengkel, fasilitas kesehatan dan lain-lain.
Besarnya biaya fasilitas penunjang sangat tergantung dari besar kecilnya kapasitas listrik proyek yang
dibangun atau secara langsung terkait dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkannya.
Dari semua biaya tersebut, biaya terbesar adalah biaya sumur. Tipikal biaya pemboran sumur panas
bumi pada tahun 1990 untuk sumur eksplorasi adalah sekitar US$ 3-4 juta/sumur, sedangkan untuk
sumur pengembangan sekitar US$: 2-2.5 juta/sumur. Sebagai perbandingan dalam media elektronik
diinfokan bahwa pada tahun 1993 Unocal menginvestasikan US$ 45 juta untuk eksplorasi dan
pengembangan dan pemboran 13 sumur di lapangan panas bumi Sarulla. Beberapa tahun terakhir ini
diperkirakan biaya pemboran meningkat dua kali lipat, karena dengan meningkatnya harga minyak
permintaan akan menara bor (rig) juga meningkat. Pada saat ini (tahun 2009-2010) diperkirakan biaya
sumur adalah sekitar US$ 5-6 juta/sumur. Pada Gambar 50 diperlihatkan perkiraan biaya sumur untuk
mensuplai uap ke pembangkit listrik dengan kapasitas 30 MW, 55 MW, 60 MW, 110 MW, 220 MW,
dan 330 MW.

46

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Well Costs (Million US$)

600
500
400
300
200
100
0
30

55

60

110

200

220

330

Capacity of Power Plant (MW)


10 MW/Well

5 MW/Well

Gambar 50 Perkiraan Biaya Sumur (Jumlah sumur seperti pada Gambar 44


Perkiraan biaya fasilitas produksi. Tahun 90an, Dobble T.P (Kingston Morrison, Yogyakarta 1995)
memperkirakan biaya fasilitas produksi untuk wet steam field adalah US$ 0.18 0.25 juta/MW dan
untuk dry steam field adalah US$ 0.07 0.11 juta/MW. Pada tahun 2006 telah meningkat. Peter
Barnet (Sinclair Knight Merz, Bali 2006) memperkirakan untuk wet steam field meningkat menjadi
US$ 0.35 0.4 juta/MW sedangkan un tuk dry steam field : US$ 0.20 0.25 juta/MW. Dengan
mengunakan asumsi harga dari Peter Barnet (Sinclair Knight Merz, Bali 2006) perkiraan biaya
fasilitas produksi permukaan untuk berbagai kapasitas PLTP diperlihatkan pada Gambar 51.
ESTIMATION OF SURFACE FACILITY COST
140
120

Miilion US$

100
80
60
40
20
0
30

55

60

110

200

220

330

Capacity (MW)

Dry Steam

Wet Steam

Gambar 51 Perkiraan Biaya Fasilitas Produksi


6.4 Biaya Pembangkit Listrik
Biaya power plant terdiri dari biaya penyiapan jalan masuk ke lokasi PLTP (road), pembebasan dan
perataan lahan (land cost and axcavation), perencanaan rinci (detailed engineering), fasilitas
pembangkit listrik (plant facilities), perakitan dan pemasangan peralatan PLTP (construction and
installation) dan pekerjaan pembangunan gedung PLTP, perkantoran, laboratorium, fasilitas umum
dan lain-lain (civil work).

47

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Biaya operasi dan pemeliharaan untuk pembangkit listrik pada dasarnya adalah biaya untuk
mempertahankan pembangkit listrik berjalan dengan efisiensi tetap maksimal. Pada umumnya, sekali
dalam setahun turbin panas bumi harus mengalami overhaul agar berjalan optimum.
Biaya untuk pembangunan fasilitas penunjang terdiri dari biaya pembangunan gedung PLTP,
perkantoran, perumahan management dan karyawan, fasilitas umum, gudang, kafetaria, sarana ibadah,
fasilitas peamadam kebakaran, fasilitas air bersih, bengkel, fasilitas kesehatan dan lain-lain. Besarnya
biaya fasilitas penunjang sangat tergantung dari besar kecilnya kapasitas listrik proyek yang dibangun
atau secara langsung terkait dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkannya.
Pada tahun 1990-an Dobbie T.P (Kingston Morrison, Yogyakarta 1995) memperkirakan biaya
pembangkit listrik US$ 0.9 1.1 juta/MW. Sebagai perbandingan di dalam media elektronik
diinformasikan bahwa PT PLN menginvestasikan US $55.2 juta untuk pembangunan 55 MW power
plant di Darajat yang beropersi mulai November 1994. Estimasi Dobbie (1995) cukup realistis untuk
perioda tahun 1990an. Pada hari ini mungkin biaya sudah meningkat US$ 1.5 1.8 juta/MW.
Berdasarkan asumsi tersebut, dihitung biaya power plant untuk beberapa kapasitas dan hasilnya
diperlihatkan pada Gambar 52.

POWER PLANT COST (Million US$)

Cost (Million US$)

600
500
400
300
200
100
0
30

55

60

110

200

220

330

Power Plant Capacity


US$ 1 Million/MW (1990s)

US$ 1.5 Million/MW (Today)

Gambar 52 Perkiraan Biaya Pembangkit

ESTIMATION OF TOTAL COST


FOR WELLS, PROD FACILITIES AND POWER PLANT
(Excluding Land, Road and Support Facilities)

Total Cost (Million US$)

1400.0
1200.0
1000.0
800.0
600.0
400.0

5 MW/well
10 MW/Well
20 MW/well

200.0
0.0
30

55

60

110
200
Capacity (MW)

220

330

Gambar 53 Perkiraan Biaya Sumur, Fasilitas Produksi dan Pembangkit (Diluar Biaya Tanah, Jalan
dan Sarana Penunjang)

48

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

Berdasarkan perkiraan-perkiraan tersebut diatas, diperkiraakan biaya pengembangan keseluruhan


yaitu untuk sumur, fasilitas produksi dan power plant, diluar tanah, jalan dan fasilitas penunjang,
seperti diperlihatkan pada Gambar 53. Sebagai contoh, untuk pengembangan hulu dan membangun
power plant berkapasitas 110 MW diperkirakan dibutuhkan biaya sekitar US$ 420 juta, apabila
potensi sumur diasumsikan 10 MW/sumur. Sebagai perbandingan, untuk pengembangan hulu dan
hilir (upstream and downstream) proyek panas bumi di Lumut Balai, yaitu untuk membangun
pembangkit listrik 2 X 55MW, PT PLN and PERTAMINA mencari dana sebesar US$ 424juta (from
the Ministry of Foreign Affairs of Japan, December 1, 2005).
7 PENGELOLAAN RESERVOIR (RESERVOIR MANAGEMENT)
Pengelolaan reservoir atau reservoir management perlu dilakukan dengan tujuan dendayagunakan
kapasitas perusahaan (manusia, teknologi, financial) seoptimal mungkin, dengan pengendalian biaya
seefektif mungkin, sehingga laba yang diperoleh dari pengusahaan reservoir maksimal. Maksimalisasi
Laba (Nilai Perusahaan) dapat dilakukan antara lain dengan maksimalisasi pendapatan dan costs
effectiveness. Menurut Satter & Thakur (1994) untuk pengelolaan reservoir dibutuhkan synergy &
multidisciplinary, integrated team efforts (Gambar 54). Agar terjadi sinergi, semua anggota Tim
harus mempunyai access terhadap data yang sama. Untuk itu dibutuhkan adanya data base (Data
storage & retrieval system), integrated reservoir information system serta tools yang tepat. Proses
pengelolaan reservoir (Gambar 55) dimulai dari (1) menetapkan target dan strategi, (2) menusun
rencana, (3) implementasi (pelaksanaan), (4) monitoring dan (5) evaluasi.

Gambar 54 Reservoir Management Team (Satter & Thakur, 1994)


Langkah pertama dalam pengelolaan reservoir adalah menetapkan target dan strategi pengembangan
lapangan, dimulai dari menetapkan kapasitas power plant yang akan dibangun dan strategi
pengembangan pembangkit serta target waktu dioperasikan. Strategi pengembangan power plant akan
diikuti dengan penetapan strategi produksi dan injeksi dan rencana pengembangan. Kapasitas
pembangkit ditentukan oleh beberapa hal, antara lain adalah besarnya cadangan/potensi listrik dari
reservoir dan permintaan listrik. Daya listrik dari suatu pembangkit listrik ditentukan oleh laju alir
masa uap, enthalpy uap masuk turbin serta tekanan kondemsor. Laju alir masa sangat tergantung dari
tekanan alir dari sumur sedangkan enthalpy uap tergantung dari tekanan dan temperatur uap masuk
turbin. Turbin didesain dengan Turbin Inlet Pressure tertentu. Besarnya tekanan masuk turbin dipilih
dengan mempertimbangkan tekanan alir dari sumur dan kelangsungan produksi uap untuk memenuhi
kebutuhan pembangkit listrik selama masa produksi, minimal 25-30 tahun. Seperti halnya dalam
mengelola reservoir minyak, over-exploitation (produksi yang berlebihan) sebaiknya tidak dilakukan
49

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

dalam memproduksikan fluida panas bumi. Oleh karena itu pengembangan lapangan panas bumi
umumnya dilakukan secara bertahap. Sebagai contoh pembangkit listrik panas bumi di lapangan
Kamojang dikembangkan secara bertahap, yaitu diawali dengan membangun unit-1 30 MW
(beroperasi sejak 1983). Setelah diperoleh kepastian mengenai karakterisasi reservoir, kapasitas
pembangkit ditingkatkan dengan membangun unit-2 dan unit-3 masing-masing dengan kapasitas 55
MW (beroperasi sejak tahun 1987) dan unit-4 dengan kapasitas 60 MW (beroperasi sejak akhir tahun
2008), sehingga kapasitas totalnya mencapai 200 MW. Sebagai lapangan panas bumi pertama yang
dikembangkan di Indonesia, pengembangan lapangan panas bumi dilakukan dengan azas kehatihatian. Hal ini terlihat dari besarnya turbin inlet pressure yang relatif rendah, yaitu 6.5 bar abs (unit
1,2 dan 3). Untuk unit-4 PT Pertamina Geothermal Energy memilih besarnya turbin inlet pressure
yang lebih tinggi 11 bar. Dengan turbin inlet pressure 6.5 bar abs, konsumsi uap adalah sekitar 7.2
ton/jam/MW, sedangkan dengan yang lebih tinggi, yaitu turbin inlet pressure 11 bar abs, konsumsi
uap turun menjadi sekitar 6.1 ton/jam/MW. Hal ini menunjukan penghematan pemakaian uap, karena
jumlah uap yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 MW menjadi lebih sedikit.

Gambar 55 Reservoir Management Process (Satter & Thakur, 1994)


Demikian pula halnya dengan lapangan panas bumi dominasi uap Darajat. Pengembangan dilakukan
secara bertahap, dimulai dari unit-1 dengan kapasitas 55 MW. Unit-1 ini Turbine Inlet Pressure nya
10 bar abs, lebih tinggi dibandingkan unit-1, 2 dan 3 PLTP Kamojang. Unit-2 dengan kapasitas
sebesar 81.6 MW memiliki Turbine Inlet Pressure lebih tinggi dari unit-1, yaitu 13 bar abs. Unit-3
dengan kapasitas 110 MW memiliki Turbine Inlet Pressure lebih tinggi dari unit-2, yaitu 20 bar abs
dan tekanan kondensor sedikit lebih rendah, yaitu 0.07 bar abs. Berdasarkan analisis yang dilakukan
penulis, diperkirakan konsumsi uap untuk masing-masing unit adalah sebagai berikut: Unit-1 sebesar
6.5 ton/jam/MWe, Unit-2 sebesar 6.2 ton/jam/MWe dan Unit-3 sebesar 5.4 ton/jam/MWe. Hal ini
menunjukan penghematan pemakaian uap, karena jumlah uap yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1
MW menjadi lebih sedikit. Peningkatan efisiensi pemakaian uap perlu diusahakan untuk menjaga
kelangsungan produksi (sustainability).
Pemilihan strategi produksi antara lain meliputi pemilihan lokasi dan spasi sumur, konfigurasi casing
dan liner didalam sumur (sumur standard atau big holes), tekanan alir sumur (well flowing pressure).
Untuk memperoleh sumur dengan kemampuan produksi yang tinggi, target pemboran diprioritaskan
di daerah yang diperkirakan mempunyai temperatur dan permeabilitas tinggi. Agar produksi sumur
satu tidak menyebabkan penurunan produksi di sumur lain, spasi sumur dijaga agar jaraknya tidak
terlalu berdekatan. Strategi produksi lain yang umum dilaksanakan adalah membor sumur bigholes
didaerah yang diperkirakan mempunyai produktivitas tinggi. Sebagai mana telah dijelaskan
sebelumnya, pengalaman di beberapa lapangan menunjukkan bahwa biaya pemboran sumur
berdiameter besar kira-kira 25% lebih mahal dari sumur standard, tetapi produksinya bisa 50% lebih
besar dan pemakaian lahan untuk sumur produksi menjadi sedikit berkurang karena jumlah sumur
yang harus dibor untuk mensuplai uap ke pembangkit menjadi berkurang jumlahnya.
Selain strategi produksi, perlu dipikirkan juga strategi injeksi. Reinjeksi merupakan bagian dari
pengelolaan reservoir, yaitu mengisi kembali volume pori batuan dengan air untuk mencegah

50

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

penurunan tekanan yang terlalu cepat, menjaga produksi uap dan mencegah terjadinya subsidence.
Selain itu juga untuk mencegah polusi panas (thermal pollution) dan polusi kimia (chemical pollution).
Panas yang terkandung dalam air apabila dibuang ke lingkungan atau ke sungai yang terdapat di
sekitarnya akan merusak lingkungan dan mematikan mahluk hidup di sungai. Demikian pula halnya
dengan air (brine) apabila mengandung boron, arsenic dan atau mercury.
Di Lapangan dominasi air hasil pemisahan dari separator (separated water) dan atau kondensat
diinjeksikan kebawah permukaan. Air hasil pemisahan dari separator mempunyai temperatur
mendekati temperatur titik didih dan jumlah atau volumenya cukup besar, tergantung fraksi uap di
kepala sumur dan separator. Jumlah sumur injeksi di lapangan panas bumi dominasi air lebih banyak
dibandingkan dengan di lapangan panas bumi dominasi uap. Sebagai ilustrasi menurut Usman Slamet
and Dewi G. Moelyono (2000), pada perioda 1991di lapangan panas bumi Awibengkok Gunung
Salak, pada tahap awal pengembangan, yaitu pada perioda 1991-1994, delapan sumur produksi dan
enam sumur injeksi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan uap bagi dua power plant 2 x 55 MW.
Untuk memenuhi kebutuhan 4x55 MW kemudian dibor lagi 30 sumur, terdiri dari 19 sumur produksi
dan 11 sumur injeksi.
Di lapangan dominasi uap, reinjeksi adalah reinjeksi kondensat dari kondensor/cooling tower. Jumlah
air yang diinjeksikan relatif sedikit dibandingkan reiinjeksi air di lapangan dominasi air. Dengan
demikian jumlah sumur injeksi relatif sedikit dibandingkan jumlah sumur reiinjeksi di lapangan
dominasi air. Sebagai contoh, pada saat PLTP Kamojang mempunyai kapasitas 140 MW, jumlah
sumur injeksi hanya 3-5 sumur, sedangkan jumlah sumur produksinya sekitar 28 sumur.
Penginjeksian kembali air ke dalam reservoir dapat menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya
menyebabkan: (1) penurunan temperatur reservoir, terjadinya thermal breakthrough dan (2)
terbentuknya scale (penyumbatan) di dalam sumur injeksi, yang terjadi akibat perbedaan temperatur
fluida injeksi dengan temperatur batuan reservoir juga menambah biaya investasi. Sebagai contoh, di
lapangan panas bumi Awibengkok-Gunung Salak, pada perioda tahun 1990 reinjeksi dari sumur yang
lokasinya relatif tidak jauh dari sumur produksi telah mengakibatkan terjadinya penerobosan air
injeksi ke dalam sumur produksi dalam waktu relatif singkat. Penerobosan air injeksi telah
menyebabkan menurunnya temperatur fluida produksi. Hal ini menyebabkan penurunan enthalpy
fluida masuk turbin, mengakibatkan daya listrik yang dihasilkan pembangkit menurun.
Reinjeksi umumnya dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:

Letak sumur injeksi tersebut terhadap sumur produksi relatif cukup jauh untuk
menghindarkan kemungkinan terjadinya thermal breakthrough

Penempatan sumur injeksi di dekat sumur produksi akan mengakibatkan terjadinya penurunan
temperatur yang drastis pada sumur produksi. Sehingga harus dicari jarak optimal agar kedua
hal tersebut dapat diatasi. Keseimbangan jarak tersebut akan mengakibatkan keseimbangan
pada sistem reservoir.

Sumur injeksi dipilih lokasinya di daerah yang memiliki temperatur lebih rendah. Biasanya di
dekat batas reservoir. Tetapi hal ini mengakibatkan penurunan tekanan di sumur produksi
lebih cepat juga mengakibatkan terbentuknya steam cap di reservoir tersebut sebab fluida
injeksi tersebut berubah menjadi uap sebelum sampai di sumur produksi.

Pilih kondisi temperatur dimana kandungan kimia dalam air tidak memungkinkan terjadinya
scaling silika.

Injeksi dilakukan ke zona lebih dalam dari reservoir.

Setelah menentukan target dan strategi produksi dan injeksi, langkah selanjutnya dalam reservoir
management adalah perencanaan dan implementasi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya

51

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

bahwa perencanaan lapangan uap atau pengembangan hulu meliputi penentuan jumlah sumur, dimana
sumur produksi/injeksi/make-up akan di bor, konfigurasi casing dan liner didalam sumur, apakah
sumur standard atau big holes serta menentukan tekanan alir sumur (well flowing pressure).
Setelah rencana diimplementasikan, maka langkah selanjutnya dari proses reservoir management
adalah pemantauan atau monitoring. Pemantuan kinerja reservoir dilakukan pada prinsipnya
dilakukan untuk menjaga agar sumber energi sustainable. Tujuan dari pemantauan adalah
mengetahui bagaimana keadaan reservoir sekarang dan mengetahui perubahan yang dapat terjadi
akibat diproduksikannya fluida dari reservoir. Pertanyaannya adalah perubahan apa yang dapat terjadi
akibat diproduksikannya fluida dari reservoir, apa dampak dari perubahan tersebut terhadap
lingkungan sekitar, serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak
negatif. Eksploitasi berarti pengambilan masa dan ekstrasi panas dari dalam reservoir. Masa fluida
yang diambil dari reservoir, tidak seluruhnya langsung digantikan oleh masa fluida dari batuan
sekelilingnya (recharge fluid) ataupun dari air injeksi. Pengalaman di lapangan-lapangan panas bumi
telah menunjukan bahwa pengambilan masa fluida dari dalam reservoir akan menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan reservoir. Sebagai ilustrasi di lapangan panas bumi Wairakei (New Zealand),
yaitu lapangan panas bumi dominasi air pertama di dunia yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik,
karena selama 40 tahun tidak dilakukan reinjeksi maka pada perioda 1960 1975, tekanannya turun
hingga 25 bar.
Salah satu dampak dari penurunan tekanan reservoir tentunya adalah penurunan produksi sumur.
Dengan menurunnya tekanan reservoir, maka pada tekanan kepala sumur yang sama laju alir masa
dari sumur akan menurun, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 56.

Gambar 56 Contoh Penurunan Kemampuan Produksi di Sumur Panas Bumi Akibat dari Penurunan
Tekanan Reservoir
Penurunan tekanan reservoir karena produksi dapat menyebabkan terjadinya boiling atau
menyebabkan boiling di zona dua phasa semakin meningkat, baik disekitar sumur produksi atau
diseluruh reservoir. Ada dua kemungkinan yang terjadi di dalam reservoir, yaitu (1) air dan uap di
dalam reservoir tercampur secara uniform (merata) atau (2) air dan uap di dalam reservoir terpisah
karena gravitasi dan membentuk steam cap.
Grant et al. (1982) mengilustrasikan perubahan yang mungkin terjadi di dalam reservoir dominasi air
sejalan dengan diproduksikannya fluida dari reservoir (exploited) pada Gambar 57, dimana
dimperlihatkan penurunan tekanan reservoir akibat eksploitasi akan merubah zona satu fasa menjadi
zona dominasi air (di bagian bawah) dan merubah zona dua fasa dominasi air menjadi dominasi uap
(di bagian atas). Lebih lanjut Grant et al. (1982) menyatakan terjadi atau tidaknya steam cap (tudung
uap) tergantung dari permeabilitas vertikal batuan. Uap yang mempunyai densitas lebih rendah
dibandingkan air akan cenderung bergerak keatas dan membentuk tudung uap.
Terbentuknya steam cap sebagai akibat eksploitasi terjadi di beberapa lapangan, antara lain di
lapangan Wairakei (New Zealand) dan di lapangan Awibengkok-Gunung Salak. Pada saat penulis
melakukan kunjungan ke lapangan Awibengkok, Unocal Geothermal Indonesia menjelaskan bahwa

52

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

mereka merubah strategi injeksi. Agar tidak terjadi penerobosan air injeksi yang terlalu cepat,
diputuskan untuk memindahkan sumur injeksi ke dekat batas luar reservoir (jauh dari sumur produksi)
dan menginjeksikan air ke kedalaman lebih dalam dari reservoir. Perubahan ini menyebabkan
penurunan tekanan reservoir lebih cepat dan mengakibatkan sumur-sumur yang semula merupakan
sumur dominasi air berubah menjadi dominasi uap. Hasil kajian mengindikasikan terbentuknya
tudung uap di suatu area. Dengan terbentuknya tudung uap, strategi produksi kemudian diubah, yaitu
produksi dari tudung uap. Dengan mengubah strategi produksi, diharapkan jumlah sumur produksi
dan injeksi menjadi lebih sedikit; demikian pula halnya dengan jumlah separator. Pengurangan jumlah
sumur produksi dan injeksi akan mengurangi biaya. Disadari bahwa ada dampak negatif dari
perubahan ini, yaitu kandungan non-condensible gas dalam uap meningkat dan mengakibatkan
tekanan kondensor meningkat. Peningkatan tekanan kondensor dapat menyebabkan penurunan daya
listrik. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut dipilih teknologi yang lebih baik untuk gas ekstraktor.

Gambar 57 Perubahan yang Mungkin terjadi di Dalam Reservoir Dominasi Air Sejalan dengan
Diproduksikannya Fluida dari Reservoir (Exploited). [Grant et al., 1982].

Gambar 58 Peta Lapangan Panas Bumi Tongonan di Philipina Memperlihatkan Adanya Air yang
Masuk dari Luar ke Dalam Reservoir (Gonzales et al. (2005)
Penurunan tekanan reservoir juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan temperatur reservoir
karena masuknya air dari luar reservoir sebagaimana dialami di beberapa lapangan panas bumi, antara
lain di lapangan panas bumi Mahanagdong di Philipina sebagaimana dijelaskan oleh Gonzales et al.
(2005) dan diilustrasikan pada Gambar 58.
53

Nenny Saptadji, Geothermal Engineering

Perubahan lain yang mungkin terjadi sebagai akibat penurunan tekanan reservoir adalah berubahnya
karakterisasi manifestasi panas bumi di permukaan. Contohnya adalah di lapangan Rotorua-New
Zealand, dimana eksploitasi yang berlebihan sebelum tahun 1990an telah mematikan sejumlah mata
air panas dan geyser. Di beberapa lapangan lain, penurunan tekanan reservoir akibat eksploitasi
menyebabkan aktivitas panas bumi menjadi lebih aktif.
Perubahan lain yang mungkin terjadi adalah perubahan kandungan kimia air dan uap. Perubahan
kandungan kimia dapat menyebabkan terjadinya scaling yaitu pembentukan endapan, dapat terjadi di
sumur atau di pipa alir permukaan. Terjadinya endapan akan menyebabkan penurunan produksi.
Grant et al. (1982) menyatakan dalam hal terjadi penyumbatan akibat terbentuknya endapan dimana
terlihat laju alir masa menurun hingga mendekati nol. sementara enthalpy tidak berubah.
Menurut Herdianita (2010), dengan memonitor kandungan kimia fluida sumur, banyak informasi
yang dapat diperoleh, antara lain adalah terjadinya reinjection returns atau kembalinya air injeksi
kedalam reservoir (diindikasikan oleh adanya peningkatan kandungan Chlorida), terjadinya
penurunan enthalpy fluida (diindikasikan oleh adanya penurunan konsentrasi Silika), masuknya air
hasil pemansasan uap kedalam reservoir sebagaimana diindikasikan oleh adanya peningkatan ratio
Sulphate/ Chloride, perubahan tingkat pendidihan air (dari perbandingan CO2/H2S), perubahan zona
produksi di dalam sumur, perubahan potensi scaling dan perubahan pH air reservoir.
Pemantauan berkala aktivitas manifestasi panas bumi, kandungan kimia, kinerja reservoir, air tanah,
subsidence dan erupsi hidrothermal, lingkungan, pemantauan sumur produksi dan sumur injeksi,
pemantauan kinerja PLTP perlu dilakukan secara berkala.
Langkah selanjutnya dari proses reservoir management setelah pemantauan atau monitoring.adalah
evaluasi. Data perlu dianalisa untuk menentukan langkah perbaikan dalam rangka meningkatkan
perolehan (revenue) dan mengefektifkan biaya. Untuk meningkatkan revenue, bila dimungkinkan
lapangan perlu terus dikembangkan dengan meningkatkan atau menambah kapasitas pembangkit
(dengan mempertimbangkan potensi cadangan) atau mengoptimalkan pembangkit yang ada, misalnya
dengan memanfaatkan air hasil pemisahan dari separator, untuk menambah daya listrik atau untuk
pemanfaatan langsung.
8

PENUTUP

Metoda dan teknologi yang digunakan dalam pengembangan lapangan panas bumi (pengembangan
hulu) dan pengembangan pembangkit listrik (pengembangan hilir) telah diuraikan secara singkat.,
berikut estimasi besarnya investasi untuk pengembangan panas bumi dan pengelolaan reservoir.
9

REFERENCES

Alyssa Kagel, 2008: The State of Geothermal Technology, Part II: Surface Technology, the Geothermal Energy
Association for the U.S. Department of Energy, 78 pp.
Berry1, B.R., 1998: 1996-1998 Production And Exploration Drilling Program At Darajat Geothermal Field,
West Java, Indonesia, Proceedings 20th NZ Geothermal Workshop 1998,
Bignall, G., 1994: Thermal Evolution and Fluid-Rock Interactions in the Orakei Korako-Te Kopia Geothermal
System, Taupo Volcanic Zone, New Zealand, Ph.D Thesis, University of Auckland, 400 pp.
Bodvarsson G.S. and Whiterspoon P.A., 1989: Geothermal Reservoir Engineering, Geotherm. Sci. & Tech.,
Volume 2(1) pp. 1-68.
Clothworthy, A.W., Ussher, G.N.H et. al., 2006: Towards an Industry Guideline for Geothermal Reserve
Determination, Proceedings 28th New Zealand Geothermal Workshop 2006.

54

Pre-Congress Short Course World Geothermal Congress 2010

DiPippo, R. (2008): Geothermal Power Plants: Principles, Applications, Case Studies and Environmental Impact,
Elsevier, Second Edition, 493 pp.
Edwards, L.M., Chilingar, G.V. et al., Editors., 1982: Handbook of Geothermal Energy, Gulf Publishing
Company, 1982, Chapter 2
Gatlin, C., 1960: Petroleum Engineering, Drilling and Well Completion, Prentice Hal, Inc., Englewood Cliffs,
N.J.,341 pp
Grant., M.A., Donaldson, I.G. and Bixley, P.F., 1982: Geothermal Reservoir Engineering. Academic Press.,
New York, 3669 pp.
Hochstein, M.P., 1990: Classification and assessment of geothermal resources. In: Dickson, M.H. and Fanelli,
M., eds., Small Geothermal Resources: A Guide to Development and Utilization, UNITAR, New York, pp.
3157
Nenny Miryani Saptadji , 2001: Teknik Panas Bumi, Diktat Kuliah Prodi S1 Teknik Perminyakan ITB.
Nenny Miryani Saptadji, 2001: Pengembangan Lapangan Panas Bumi, Diktat Kuliah Prodi S1 Teknik
Perminyakan ITB.
OSullivan M.J & McKibbin R., 1989: Geothermal Reservoir Engineering, a Manual for Geothermal Reservoir
Engineering Course at the Geothermal Institute University of Auckland.
Peter Barnett, 2006: Moving a Geothermal Project from Concept to Commercial Reality, Seminar Nasional
Panas Bumi, Bali 3-4 April 2006.
Rogers G.F.C. dan Mayhew Y.R., 1980: Thermodynamic and Transport Properties of Fluids, Blackwell
Publisher, Fourth Edition, 24 pp.
Romerico C. Gonzalez, Edwin H. Alcober, Farrell L. Siega, Virgilio S. Saw, Dwight A. Maxino, Manuel S.
Ogena, Zosimo F. Sarmiento and Herman V. Guillen, 2005: Field Management Strategies for the 700 MW
Greater Tongonan Geothermal Field, Leyte, Philippines, Proceedings World Geothermal Congress 2005,
Antalya, Turkey, 24-29 April 2005
Satter & Thakur, 1994: Petroleum Reservoir Managment
SNI 03-5012-1999: Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi Di Indonesia.
Suryadarma, Tafif Azimuddin et al., 2005: The Kamojang Geothermal Field: 25 Years Operation, proc World
Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey, 24-29 April 2005.
Usman Slamet and Dewi G. Moelyono, 2000: Maximizing Community Benefits and Minimizing Environmental
Impacts in the Gunung Salak Geothermal Project, Indonesia, Proceedings World Geothermal Congress 2000,
Kyushu - Tohoku, Japan, May 28 - June 10, 2000

55

Anda mungkin juga menyukai