Anda di halaman 1dari 3

Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

SOP

No. Dokumen : : 445/365/SOP/PKM-BD/V/2016


No.Revisi
:
Tanggal Terbit : 23/05/2016
Halaman
:1/2

UPT Puskesmas
Baradatu
1. Pengertian

2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi
5. Langkahlangkah

I Wayan Budi
NIP 19700409199101001
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang dapat dicegah dan diobati, ditandai adanya hambatan aliran udara
yang persisten, progresif dan berhubungan dengan peningkatan
respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya.
a. Menegakkan diagnosis
b. Menentukan Penatalaksanaan
c. Mencegah komplikasi dan menentukan kriteria rujukan
SK
Kepala
Puskesmas
No.
445/056/SK/PKM-BD/V/2016
tentang Kebijakan Pelayanan Klinis pada UPT Puskesmas Baradatu
Keputusan Menteri Kesehatan No. 514 Tahun 2015 tentang Panduan
Praktik Klinis dan Ketrampilan Klinis bagi Dokter di Fasyankes
Primer
a. Dokter menanyakan keluhan pada pasien, apakah mengalami:
sesak napas, disertai mengi, batuk kering atau dengan dahak yang
produktif dan rasa berat di dada.
b. Dokter menanyakan faktor keturunan, apakah pasien merokok atau
terpapar asap rokok, debu kerja (organik dan inorganik),
mengalami polusi udara dalam rumah dari pemanas atau biomassa
rumah tangga dengan ventilasi yang buruk maupun polusi udara
bebas.
c. Dokter menanyakan apakah pernah mengalami masalah
pernafasan sebelumnya, stress oksidatif, status sosial-ekonomi,
status dan penyakit yang diderita sebelumnya.
d. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dengan mengamati adakah 8
tanda sebagai berikut :
1) Sianosis sentral pada membran mukosa
2) Tanda hiperinflasi paru seperti: iga yang tampak horizontal,
barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding) dan abdomen yang menonjol keluar
3) Hemidiafragma mendatar
4) Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan
pola napas lebih dangkal
5) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu),
laju ekspirasi lebih lambat memungkinkan pengosongan paru
yang lebih efisien
6) Penggunaan otot bantu napas adalah indikasi gangguan
pernapasan
7) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan
8) edema tungkai
e. Dokter melakukan palpasi dan perkusi, akan sulit menemukan
irama jantung di apeks karena hiperinflasi paru, sehingga
menyebabkan hati letak rendah dan mudah dipalpasi
f. Dokter melakukan auskultasi untuk menilai adakah penurunan
suara napas (walau tidak spesifik untuk PPOK), mengi (yang
hanya terdengar setelah ekspirasi paksa juga tidak spesifik), ronki
basah kasar saat inspirasi, dan bunyi jantung terdengar lebih keras

g.

h.

i.

j.

k.
a.

6. Hal-hal
yang perlu
diperhatika
n

b.

7. Unit
terkait
8. Dokumen

di area xiphoideus.
Dokter melakukan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
di Puskesmas dengan sarana terbatas berupa uji jalan 6 menit yang
dimodifikasi, mengevaluasi apakah timbul keluhan lelah atau
bertambah sesak.
Jika dokter menganggap perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan,
dokter menuliskan rujukan untuk pemeriksaan seperti: Spirometri,
Peak flow meter (arus puncak respirasi), Pulse oxymetry, Analisis
gas darah, Foto toraks, Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit,
trombosit) ke fasilitas kesehatan rujukan.
Jika dokter menganggap hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang, cukup bermakna dalam menegakkan diagnosis klinis
PPOK stabil, dokter menuliskan resep obat yang bertujuan
mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan keadaan
stabil seperti :
1) Bronkodilator oral, kombinasi golongan 2 agonis
(salbutamol) dengan golongan xantin (aminofilin dan teofilin).
Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat
badan dan beratnya penyakit. Dosis pemeliharaan, aminofilin /
teofilin 100-150 mg kombinasi dengan Salbutamol 1 mg.
2) Ekspektoran dengan obat batuk hitam (OBH).
3) Mukolitik (ambroxol) jika sputum mukoid.
Jika terjadi eksaserbasi akut (PPOK berat), dokter merujuk ke
Instalasi Gawat Darurat, dan melakukan tindakan :
1) Memberikan Oksigen
2) Memberikan bronkodilator kerja pendek dalam sediaan
inhalasi (jikaada), jika tidak diberikan secara injeksi subkutan,
intravena atau perdrip, dan dikombinasikan dengan
antikolinergik misalnya: Adrenalin 0, 3 mg subkutan,
digunakan dengan hati-hati dengan Aminofilin bolus 5
mg/kgBB (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit) utk
menghindari efek samping.dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8
mg/kgBB/jam.
3) Memberikan Kortikosteroid dalam dosis 30 mg/hari diberikan
maksimal selama 2 minggu. Pemberian selama 2 minggu tidak
perlu tapering off.
4) Memberikan Antibiotik yang tersedia di Puskesmas
5) Memberikan diuretik jika telah terjadi kor pulmonale, (dengan
perlu berhati-hati dalam pemberian cairan)
Dokter merujuk ke spesialis paru atau ke rumah sakit jika kondisi
eksaserbasi tak tertangani.
Dokter rmemberikan pendidikan untuk mencegah penyakit
bertambah berat dengan cara menggunakan obat-obatan yang
tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas serta
mencegah eksaserbasi dengan cara: mengurangi pajanan faktor
risiko, berhenti merokok, menyeimbangkan nutrisi antara protein
lemak dan karbohidrat( dapat diberikan dalam porsi kecil tetapi
sering), rehabilitasi, latihan bernapas dengan pursed lip breathing ,
latihan mengeluarkan dahak, latihan otot pernapasan dan
ekstremitas, terapi oksigen jangka panjang
Dokter membuat rujukan untuk memastikan diagnosis dan
menentukan derajat PPOK, jika PPOK eksaserbasi tak tertangani,
jika memerlukan penatalaksanaan jangka panjang

Rawat Jalan, UGD, KIA, Ruang obat


Rekam Medik

Terkait

Anda mungkin juga menyukai