Anda di halaman 1dari 2

Mengapa Saya Memilih Fasilitator?

Ketika seorang pelajar lulus dari SMA/SMK dan sederajat, ada begitu banyak pilihan di
dalam hidupnya. Ia bisa memilih untuk melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan, langsung
mencari pekerjaan, melaksanakan bimbingan belajar, menganggur, atau bahkan menikah. Namun
ketika masih di bangku sekolah, kita lebih dianjurkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, baik oleh guru maupun orangtua. Mengapa demikian? Karena persaingan
untuk mencari pekerjaan kini lebih berat. Bahkan tidak sedikit yang sudah sarjana masih
menanggur. Alasan lainnya adalah kebutuhan hidup zaman sekarang sudah lebih tinggi.
Dimaksudkan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi kita bisa lebih
berkompeten, sehingga bisa sebanding dengan penghasilan yang didapat guna memenuhi
kebutuhan hidup.
Ada begitu banyak jurusan di bangku perkuliahan yang bisa kita pilih. Mungkin memilih
jurusan adalah sesuatu yang sangat berat dan membingungkan, karena ada banyak pertimbangan.
Restu dari orang tua, minat dan bakat, serta kesukaan seseorang terhadap bidang tersebut adalah
pertimbangan yang harus berbanding lurus. Maksudnya adalah jurusan tersebut memang kita
sukai, kita memiliki bakat dan orang tua pun setuju, tidak berat sebelah.
Saya sendiri memilih kuliah di Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UNIMED. Bidang ini saya pilih karena setelah lulus SMK, saya sering
melihat dan mendengar teman-teman saya mengeluh mengenai pembelajaran Matematika yang
akhirnya memotivasi saya untuk mendeklarasikan bahwasanya Matematika itu mudah. Sebelum
bekerja di tempat sekarang saya pernah dididik oleh Pak Budiman Sirait beberapa minggu
lamanya. Salut buat Pak Budiman Sirait yang cara mengajarnya luar biasa menarik dan
interaktif.
Menjadi seorang Guru adalah pekerjaan yang sangat Mulia. Dimana saya dituntut untuk
mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Memanusiakan Manusia adalah tujuan pendidikan
yang selalu saya pegang teguh. Seorang Guru bukanlah seorang pengajar tapi seorang
pendidikan yang harus mendidik anak didiknya bukan hanya mencapai ilmu pengetahuan tapi
menjadikan anak didiknya menjadi seorang yang takut akan Tuhan.
Bagi sebagian orang, profesi saya sebagai Guru disekolah tentunya lebih tepat bagi
kalangan yang mendalami ilmu pendidikan. Dan sekarang saya memilih untuk menjadi calon
seorang fasilitator bukan melanjutkan menjadi seorang guru.
Setiap pilihan dan keputusan yang saya ambil pasti ada resikonya. Apakah saya akan
menjalankannya dengan serius atau tidak? Pastinya saya harus bertanggungjawab terhadap apa
yang telah saya pilih. Saya telah memilih untuk menjadi calon seorang fasilitator, artinya saya
akan sungguh-sungguh dan memantapkan langkah saya dalam melaksanakan pekerjaan ini.
Untuk memantapkannya, perlu motivasi agar semangat tersebut tidak luntur. Apa saja motivasi
saya menjadi calon seorang fasilitator?

Guru dan Fasilitator adalah dua hal yang dapat dikatakan sama. Guru adalah fasilitator
bagi anak didiknya. Fasilitator itu sendiri adalah mereka yang ditugasi untuk melakukan fasilitasi
dalam proses pembelajaran. Sebutan fasilitator itu sendiri biasanya digunakan dalam proses
pembelajaran orang dewasa. Disinilah letak ketertarikan saya untuk menjadi seorang fasilitator.
Dimana saya dituntut untuk menjadi media bagi orang orang yang mungkin memiliki
pengalaman lebih dibidang pekerjaannya tapi tidak memiliki motivasi terhadap pekerjaannya.
Seperti yang saya sebutkan diatas Guru dan Fasilitator adalah dua hal yang dapat
dikatakan sama dimana keduanya menjadi media bagi peserta didiknya. Hal yang membuat
berbeda adalah peserta didik yang sedang dihadapi. Saya sadar menjadi media bagi seorang anak
tidak sama dengan menjadi media bagi orang dewasa. Ketika menghadapi seorang dewasa saya
dituntut memiliki wawasan yang lebih luas yang memotivasi saya untuk lebih banyak lagi belajar
hal-hal baru yang mungkin selama ini belum saya dapatkan.
Setiap orang atau kelompok pasti memiliki perbedaan cara pandang terhadap suatu
permasalahan. Ini yang menjadi ketertarikan bagi saya untuk menjadi fasilitator. Ketika saya
dihadapkan dengan para peserta yang memiliki suatu masalah dan ingin mencari solusi dari
masalah tersebut.
Sama halnya dengan bidang yang saya tekuni beberapa tahun belakangan ini. Didalam
matematika banyak hal yang menjadi permasalahan bagi para siswa. Siswa yang memiliki
kemampuan kognitif yang baik sejatinya mereka lebih cepat memahami masalah yang muncul
dan dapat menyelesaikannya dengan baik. Tapi bagaimana dengan siswa yang memiliki
kemampuan kognitif yang rendah? Apakah mereka tidak akan mampu menyelesaikan masalah
yang muncul didalam matematika? Jawabannya mereka tentu saja bisa menyelesaikan masalah
dalam matematika. Solusinya dengan cara merubah metode pembelajaran tanpa memaksakan
metode yang saya gunakan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai