Anda di halaman 1dari 80

PENGARUH FAKTOR GENETIK DAN INTELEGENSI

TERHADAP KEBERHASILAN BELAJAR ANAK

Oleh:
Lukman Arsyad

Abstrak
Semakin erat kesamaan genetik antar manusia semakin tinggi korelasi intelegensi mereka dan tentunya
sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya dalam belajar. Sedangkan lingkungan yang sama atau hampir
sama, akan melahirkan intelegensi yang sama atau hampir sama. Situasi terhadap lingkungan khusus telah
dilakukan, termasuk faktor-faktor dalam keluarga (buku-buku yang ada di rumah dan sikap orang tua
terhadap sekolah), masalah gizi, variasi dalam stimulans, pengalaman lampau, dan dorongan dari orang tua.
Ditinjau dari waktunya, pengaruh lingkungan amat besar atas perkembangan inteligensi dalam masa awal
(waktu) usia anak-anak.
Kata kunci : Belajar, Anak Didik, Genetik

A. Pendahuluan
Proses belajar seseorang dapat melalui
beragam cara, semua tergantung kepada sifat yang
diturunkan oleh orang tua kepada anaknya dan
lingkungan pun berperan penting dalam hal ini.
namun dalam materi ini, hanya menjelaskan tentang
ketergantungan proses belajar dalam pengaruh
genetik.
Sejak lama para psikolog mengklaim bahwa
kecerdasan sebagai suatu sifat yang diturunkan
secara genetik oleh orang tua kita seperti
kebanyakan sifat lain. Namun, studi terbaru
mengungkapkan fakta mengejutkan. Studi yang
dipimpin oleh Christopher Chabris dari Union College
mengungkapkan bahwa kebanyakan gen spesifik
yang selama ini dianggap memiliki keterkaitan
dengan kecerdasan mungkin tidak berpengaruh
terhadap IQ (intelligence quotient) seseorang.
Masalah faktor genetik dan inteligensi dalam
dunia pendidikan merupakan salah satu masalah
pokok; karenanya tidak mengherankan kalau kedua
masalah tersebut banyak di kupas orang, baik
secara khusus maupun secara sambil lalu dalam
pertautan dengan pengupasan yang lain. Tentang
pengaruh genetik dan inteligensi itu dalam proses
pendidikan ada yang menganggap demikian
pentingnya sehingga dipandang menentukan dalam
hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal
belajar; sedang pada sisi lain ada juga yang
menganggap bahwa genetik dan inteligensi tidak
lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada
umumnya orang berpendapat, bahwa keduanya
merupakan salah satu faktor penting yang ikut
menentukan berhasil atau gagalnya belajar
seseorang; terlebih-lebih pada waktu anak masih
sangat muda, untuk faktor inteligensi sangat besar
pengaruhnya. Oleh karena itu, pertanyaan yang
mencari
faktor mana yang paling dominan

200

tampaknya tidak terlalu berarti. Pertanyaan ini sama


dengan mempertanyakan sisi bujur sangkar yang
mana yang paling besar sumbangannya terhadap
luas bujur sangkar? Sesungguhnya kedua faktor itu
amat diperlukan dalam perkembangan manusia
termasuk keberhasilan dalam belajar.
B. Hakikat Keberhasilan Belajar
Beberapa ahli mengemukakan pengertian
belajar dalam memberikan gambaran tentang
keberhasilan belajar seseorang. Menurut Hamalik
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif
mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar
dalam halini harus dilakukan dengan sengaja,
direncanakan sebelumnya dengan struktur tertentu.
Maksudnya agar proses belajar dan hasil-hasil yang
dicapai dapat dikontrol secara cermat.1 Dalam
psikologi pendidikan, belajar diartikan sebagai suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan
2
lingkungannya.
Dari pendapat di atas, pada dasarnya belajar
merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang.
Hampir semua kehidupan manusia diwarnai dengan
kegiatan belajar. Belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen
yang lingkungannya.
1

Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran


Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h.154
2

Surya, Mohamad. Psikologi Pembelajaran


dan Pengajaran. (Bandung: Bani Quraisy, 2004),
h.48

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

Seseorang yang telah melakukan suatu


pekerjaan
tentunya
mengaharapkan
untuk
memperoleh suatu hasil dari kegiatanya. Hasil
belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri seseorang, yang dapat diamati dan
diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap
dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat
diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan
yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya,
misalnya: dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang
3
sopan menjadi sopan dan sebagainya.
Dari penjelasan diatas maka dapat
disimpulkan
suatu
perubahan
tingkah
laku
dikategorikan sebagai hasil belajar, jadi hasil belajar
itu harus membawa perubahan dan perubahan itu
terdapat dalam keadaan sadar dan disengaja, dan
bentuk dari hasil belajar itu dapat berupa
pengetahuan, keterampilan ataupun nilai-nilai hidup.
Keberhasilan belajar semakin terasa penting
dalam pembelajaran, karena memiliki beberapa
fungsi utama, yaitu: (1) keberhasilan belajar sebagai
indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
telah dikuasai peserta didik; (2) keberhasilan belajar
sebagai prestasi menjadi lambang pemuasan hasrat
ingin tahu; (3) prestasi belajar sebagai bahan
informasi dalam inovasi pendidikan; (4) prestasi
belajar sebagai indikator intern dan ekstern dalam
arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator
tingkat produktivitas institusi pendidikan; (5) prestasi
belajar dapat dijadikan indikator daya serap peserta
4
didik.
Jika dilihat dari beberapa fungsi keberhasilan
belajar di atas, maka betapa pentingnya pendidik
dan orang tua mengetahui dan memahami
keberhasilan belajar peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok, sebab fungsi
keberhasilan belajar tidak hanya sebagai indikator
kualitas institusi pendidikan.
Di samping itu,
keberhasilan belajar juga bermanfaat sebagai umpan
balik bagi pendidik dalam melaksanakan proses
pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah
perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau
bimbingan terhadap peserta didik.
C.

Genetik
dan
Pengaruhnya
Keberhasilan Belajar

Terhadap

Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifatsifat keturunan (hereditas) serta segala seluk
beluknya secara ilmiah. Genetika berasal dari
Bahasa Latin genos yang berarti suku bangsa atau
asal usul. Dengan demikian genetika berarti ilmu
yang mempelajari bagaimana sifat keturunan
(hereditas) yang diwariskan kepada anak cucu, serta
variasi yang mungkin timbul di dalamnya. Menurut
sumber lainnya, genetika berasal dari Bahasa
3

Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran


Berdasarkan Pendekatan Sistem. op.cit.,h.155
4
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran
(Prinsip, Teknik, Prosedur). (Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2009), h.12

Yunani genno yang berarti melahirkan. Dengan


demikian genetika adalah ilmu yang mempelajari
berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat
dan variasi sifat pada organisme maupun
suborganisme (seperti virus dan prion).5
Sejak- awal tahun 1980-an semakin
diakuinya pengaruh genetik terhadap perbedaan
individu dalam belajar. Berdasarkan data yang
diperoleh dari penelitian perilaku genetik yang
mendukung,
pentingnya
pengaruh
genetik
menunjukkan
tentang
pentingnya
pengaruh
lingkungan.
Perilaku yang kompleks yang menarik minat
para
ahli
psikologi
(misalnya
temperamen,
kecerdasan dan kepribadian) mendapat pengaruh
yang sama kuatnya baik dari faktor-faktor lingkungan
maupunketurunan (genetik).
Aspek apa sajakah yang mempengaruhi
faktor genetik? Menurut Santrok (1992), banyak
aspek yang dipengaruhi faktor genetik. Para ahli
genetik menaruh minat yang sangat besar untuk
mengetahui dengan pasti tentang variasi karakteristik
yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik.
Kecerdasan dan temperamen merupakan aspekaspek-yang paling banyak ditelaah yang dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh keturunan.6
1. Kecerdasan
Arthur Jensen (1969) mengemukakan
pendapatnya bahwal kecerdasan itu diwariskan
(diturunkan). Ia juga mengemukakan bahwa
lingkungan dan budaya hanya mempunyai
peranan minimal dalam kecerdasan.
2. Temperamen
Temperamen
adalah
gaya-perilaku
karakteristik individu dalam merespons. Ahli-ahli
perkembangan
sangat
tertarik
mengenai
temperamen bayi. Sebagian bayi sangat aktif
menggerak-gerakkan tangan, kaki dan mulutnya
dengan keras, sebagian lagi lebih tenang,
sebagian anak menjelajahi lingkungannya dengan
giat pada waktu yang lama dan sebagian lagi
tidak demikian.
3. Interaksi keturunan dan lingkungan dalam
perkembangan
Keturunan dnn lingkungan berjalan
bersama atau bekerja sama dan menghasilkan
individu dengan kecerdasan, temperamen tinggi
dan berat badan, minat yang khas.
Kaum hereditarian yang amat mengagumi
faktor nature berpendapat bahwa seluruh sifatsifat psikologis manusia itu secara turun temurun
dipindahkan langsung melalui gena-gena yang
dibawa dari satu generasi ke generasi lainnya.
Perilaku manusia, termasuk kemampuan, bakat, dan
prestasi belajarnya ditentukan sebagian besar,
5

http://episentrum.com/search/pengertianfaktor-genetik-dan-lingkungan.html
6

http://idonkelor.blogspot.com/2009/02/pengertiangenetika.html

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

201

bahkan seluruhnya oleh gena-gena ini. Lingkungan


amat kecil peranannya. Bila ayah seorang anak itu
adalah seorang pencuri domba, maka anak itu
diragukan lagi akan menjadi pencuri domba pula.
Bila IQ seorang ibu 90, maka IQ anaknya akan
berada disekitar 90 pula. Diramalkan dengan IQ
yang hanya 90 itu, anak ini tidak akan mungkin dapat
belajar dalam jurusan-jurusanyang sulit, seperti
kedokteran.
Di kalangan kaum herediterian agak umum
adanya pendapat, bahwa berdasarkan pengukuran
terhadap intelegensi, sebesar 80% variansi
intelegensi itu ditentukan oleh gena-gena, hanya
sekitar 20% karena pengaruh lingkungan. Genagena adalah obyek studinya llmu Genetika. Ilmu ini
dikembangkan berdasarkan pada studi herediter
yang menjelaskan bahwa secara biologis proses
pemindahan sifat-sifat dasar atau karakteristik orang
tua pada turunannya. llmu genetika menggunakan
gena sebagai unit fundamental dalam analisisnya.
Gena adalah molekul pembentuk kehidupan, suatu
partikel yang amat terkecil yang membawa
karakteristik-karakteristik turunan. Didalam gena
terdapat gen, yaitu unsur sel plasma yang
mengendalikan
penerusan
ciri-ciri
keturunan.
Diperkirakan jumlah keseluruhan gena dalam diri
setiap manusia atau. dalam setiap human genome,
adalah sekitar lima sampai sepuluh juta buah. Setiap
gena terdiri dari sejumlah besar molekul organis, dan
terdapat di dalam kromosom. Kromosom yang
bentuknya agak memanjang itu berada dalam sel
tubuh manusia dengan cara berpasang-pasangan,
rata-rata dua puluh tiga pasang dalam setiap sel.
Sel-sel asal, yaitu sel sperma dari ayah dan sel telur
dari ibu, hanya membawa dua puluh tiga kromosom
individual. Pada saat awal terbentukaya konsepsi
manusia, setiap orang tua memberikan sumbangan
genetik (sifat-sifat dasar) pada gena-gena tersebut.
Henry Goddard (1912), meneliti bagaimana
besarnya pengaruh bibit unggul dan bibit jelek
secara turun temurun dalam keluarga yang
disebutnya keluarga Kallikak. Data dikumpulkan
sedikit demi sedikit dari buku-buku, koran, interview,
dan lain-lain yang merupakan sumber tentang
keturunan anak cucu Martin Kallikak (nama
samaran). Martin Kallikak, adalah salah seorang
serdaduperang revolusi Amerika. Melalui studi
penelusuran terhadap 496 keturunan. Martin Kallikak
dari perkawinan dengan seorang wanita terhormat
dan dilihat sebagai bibit unggul (dari kelompok
Quakeress, perkumpulan orang Kristen yang anti
perang) ditemukan jalur keturunan Kalikkak yang
umumnya menjadi orang baik-baik dan terhormat,
seperti menjadi dokter, ahli hukum (pengacara),
pimpinan perusahaan besar, dan lain sebagainya.
Terdapat hanya dua orang dari hampir 500 orang
keturunan Kallikak yang inteligensinya di bawah ratarata. Goddard juga melakukan studi penelusuran
terhadap 480 orang anak cucu keturunan Martin
Kallikkak dari hasil kencan gelapnya (istri tidak sah)
dengan scorang wanita lemah ingatan (cacat mental)
yang bekerja pada sebuah bar penjual minuman

202

keras. Ini adalah "bibit jelek atau inferior genetik dari


keturunan Martin Kallikak. Dari penelusuran ini
ditemukan bahwa hampir seluruh jalur keturunan
bibit jelek ini melahirkan bentuk manusia-manusia
yang rendah kualitasnya dengan intelgensi dibawah
rata-rata, seperti peminum alkohol, pelaku prostitusi,
pembunuh, dan lain sebagainya. Hanya, 46 orang
diantaranya yang memiliki inteligensi agak mendekati
normal.
Lain lagi pandangan dari para pakar yang
menganut paham dominasi lingkungan, atau disebut
environmentalists. .Paham ini menentang paham
herediterian,
termasuk
penemuan
Goddard.
Pandangan enviromnentalis didasarkan pada paham
yang dikemukakan oleh filosof Inggris John Locke
(1691), bahwa pada awalnya. jiwa dan kebidupan
mental itu bersih dan kosong, pengalamanlah yang
membentuk dan mengukirnya. Bayi adalah segumpal
tanah yang bersih seperti lilin yang dapat dicetak,
dibentuk dan diukir oleh seniman utamanya, yaitu
lingkungan.
John B.Watson, salah seorang tokoh
penganut paham lingkungan, dan tokoh pemula dari
aliran perilaku atau
behaviorist
di Amerika,
berkeyakinan, bahwa manusia itu dibentuk, bukan
dilahirkan. Seorang bayi dapat dibentuk menjadi apa
saja seperti menjadi petani, polisi, dokter, atau
menjadi pencuri, penembak, peminum melalui teknikteknik mengkondisikan anak dengan berbagai
rangsangan atau stimulasi. Teori ini dujinya dengan
percobaan terhadap Albert, seorang bayi berumur
sembilan bulan.Rasa takut pada diri Albert dibentuk
dengan berkali-kali mendekatkan seekor tikus putih
(stimulans) di dekat kepala Albert. Pertama tikus
putih diletakkan dekat kepala Albert, Albert tidak
memperhatikan reaksi takut. Tetapi setelah beberapa
kali kehadiran tikus putih disertai dengan bunyi suara
palu (stimulans berkondisi), Albert menunjukkan rasa
takut. Kemudian bila hanya diberi suara palu saja
yaitu stimulans tanpa kondisi, reaksi takut tetap
diperlihatkan oleh Albert. Watson menyimpulkan,
Albert telah belajar dengan jalan menghubungkan
(mengasosiasikan) tikus dengan bunyi yang gaduh,
atau mengasosiasikan antara stimulans yang
berkondisi dengan stimulans yang takberkondisi.
Oleh karena itu Watson dengan rasa bangga
melontarkan ucapan bombastisnya: "Beri aku bayi
selanjutnya terserah dapat dibentuk mau menjadi
apa saja!.
D.

Intelegensi
dan Pengaruhnya Terhadap
Keberhasilan Belajar

Inteligensi merupakan masalah yang banyak


dibahas orang sejak lama. alaupun ada pergeseran
pandangan dalam masalah ini, tetapi pada umumnya
orang erpendapat bahwa inteligensi merupakan
salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
belajar seseorang.
Inteligensi juga sering disebut dengan
kecerdasan. Istilah inteligensi berasal dari kata latin
intelligere yang berarti menghubungkan atau

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

menyatukan satu sama lain. Definisi inteligensi


sendiri
cukup beragam. Salah satu definisi
dinyatakan oleh David Wechster (1986). Definisinya
mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas
untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi
untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di
lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi
adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berfikir
secara
rasional
dan
menghadapi
lingkungannya secara efektif.7
William Stern mengemukakan batasan
sebagai berikut: intelegensi ialah kesanggupan untuk
menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan
menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan
tujuannya. William Stern berpendapat bahwa
intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar
dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu
berpengaruh kepada intelegensi seseorang.8
Intelegensi menurut Ngalim Purwanto adalah
factor total, berbagai macam daya jiwa erat
bersangkutan didalam (ingatan , fantasi, perasaan,
perhatian,
minat
dan
sebagainya
turut
mempengaruhi seseorang). Intelegensi merupakan
salah satu aspek yang penting dan sangat
menentukan berhasil tidaknya seoarng siswa dalam
belajar, manakala siswa memiliki intelegensi normal
tetapi prestasi belajarnya sangat rendah sekali, hal
ini bisa disebabkan oleh hal-hal lain, seperti sering
sakit, tidak belajar dirumah, dan sebagainya. Kalau
seorang siswa memiliki tingkat intelegensi dibawah
normal, maka sulilt baginya untuk bersaing didalam
pencapaian prestasi tinggi dengan siswa yang
mempunyai intelegensi normal atau diatas normal.
Siswa yang demikian keadaannya hendaknya diberi
pertolongan khusus serta pendidikan khusus, seperti
kursus dan lain sebagainya. Intelegensi seorang
siswa dapat diketahui dari tingkah laku atau
pebuatannya yang tampak. Bagi suatu perbuatan
intelegensi bukan hanya kemampuan yang dibawa
sejak lahir saja yang penting, faktor-faktor lingkungan
dan pendidikan pun memegang peranan penting.9
Menurut konsepsi inteligensi ini adalah
persatuan (kumpulan yang di persatukan) daripada
daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu pengukuran
mengenai inteligensi juga dapat di tempuh dengan
cara mengukur daya-daya jiw khusus itu, misalnya
daya mengamati, daya mereproduksi, daya berfikir
10
dan sebagainya.

Irwanto dkk, Psikologi Umum (Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama, 1994) h. 166
8

Ibid.,h.167

Intelegensis adalah kecakapan yang terdiri


dari tiga jenis kecakapan, yaitu kecakapan untuk
menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi
yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/
menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara
efektir, mengetahui relasi dan mempelajarinya
dengan cepat.12 Jadi intelegensi adalah kesanggupan seseorang untuk beradaptasi dalam berbagai
situasi dan dapat diabstraksikan pada suatu kualitas
yang sama.
Dari batasan yang dikemukakan di atas,
dapat kita ketahui bahwa: 1) Intelegensi itu ialah
faktor total berbagai macam daya jiwa erat
bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi,
penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga
mempengaruhi intelegensi seseorang); 2) Kita hanya
dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau
perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya dapat
kita ketahui dengan cara tidak langsung melalui
kelakuan intelegensinya; 3) Bagi suatu perbuatan
intelegensi bukan hanya kemapuan yang dibawa
sejak lahir saja, yang penting faktor-faktor lingkungan
dan pendidikan pun memegang peranan; 4) Bahwa
manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat
menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat
memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk
mewujudkan dan mencapai tujuan itu.
Dalam teori-teori tentang inteligensi, banyak
para ahli yang menyatakan adanya faktor-faktor
tertentu dalam inteligensi. Namun mengenai faktorfaktor apa yang terdapat dalam inteligensi, sampai
saat ini belum ada kesepakatan di antara para ahli
itu sendiri.
Menurut Spearman, inteligensi mengandung
2 faktor: 1) General ability (faktor G) merupakan
faktor yang mendasari semua tingkah laku orang.
Jadi dalam setiap tingkah laku terdapat faktor g yang
sama. 2) Special ability (faktor S) merupakan faktor
yang berfungsi pada tingkah laku khusus. Jadi dalam
tingkah laku yang berbeda akan terdapat faktor s
yang berbeda, namun faktor g-nya sama.
11

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan


(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h. 53
10

Sementara itu GD Stoddard (dalam Crow &


Crow, 1984) menyatakan bahwa inteligensi adalah
kemampuan yang mengendalikan aktifitas-aktifitas
dengan ciri-ciri sukar, kompleks, abstrak, tepat,
bertujuan, bernilai sosial dan menampakkan adanya
keaslian, serta kemampuan untuk mempertahankan
kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang
memerlukan energi dan berlawanan dengan
kekuatan-kekuatan emosional. Sedangkan Terman
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan
11
berpikir abstrak.

Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan;


(Jakarta: Raja Grafindo, 2004), h.125

H.M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan,


(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 117
12

Slameto. Belajar dan Faktor -faktor yang


mempengaruhinya. (Jakarta: Bina Aksara, 2003),
h.54

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

203

Teori yang cukup banyak dianut adalah


bahwa intelegensi terdiri dari suatu faktor G (General
faktor) dengan berbagai faktor-faktor S (Specifik
Faktor). Faktor G bukanlah sekedar penjumlahan
dari faktor-faktor S. Masing-masing merupakan suatu
kesatuan yang memiliki kualitas sendiri. Stern yang
menyebutkan
bahwa inteligensi adalah daya
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan
menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya.
Teori faktor yang lain dikemukakan oleh
Sternberg, yang mengembangkan triarchic theory of
intelligence (Elliott, dkk, 1999). Menurut Sternberg
terdapat 3 elemen dalam inteligensi:
1)

Componential. Merupakan kemampuan untuk


berpikir abstrak, memproses informasi, serta
menentukan apa yang perlu dilakukan
2) Experiental. Merupakan kemampuan belajar
dari pengalaman, sehingga dapat digunakan
untuk melaksanakan tugas-tugas familiar secara
efisien.
3) Contextual. Merupakan kemampuan individu
untuk beradaptasi dengan lingkungan dalam
memecahkan masalah pada situasi khusus.
Sering disebut sebagai inteligensi praktis.
Sementara
itu
Howard
Gardner
memunculkan teori multiple intelligences (Elliott,
1999). Gardner menyatakan bahwa kemampuan
kognitif manusia digambarkan sebagai sekumpulan
kemampuan, bakat atau keterampilan mental yang
disebut sebagai inteligensi. Setiap manusia memiliki
tiap kemampuan tersebut, hanya berbeda tingkat
serta kombinasinya. Menurut Gardner terdapat 7
macam kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik,
kecerdasan musikal, kecerdasan logika-matematika,
kecerdasan pandang ruang, kecerdasan gerakan
badan, kecerdasan interpersonal serta kecerdasan
intrapersonal.
Walaupun
ada
perbedaan
konsepsi
mengenai inteligensi, namun pada umumnya para
ahli sepakat bahwa masing-masing individu memiliki
inteligensi yang berbeda-beda. Karena itu antara
individu yang satu dengan yang lain juga tidak sama
kemampuannya dalam memecahkan persoalan yang
dihadapi. Untuk mengetahui perbedaan inteligensi
tersebut diperlukan sebuah tes inteligensi. Orang
yang pertama kali menciptakan tes inteligensi adalah
Binet, yaitu pada tahun 1905, yang kemudian
mendapatkan revisi baik dari Binet sendiri maupun
dari ahli lain. Walaupun tes inteligensi sangat
berguna, khususnya dalam bidang pendidikan,
namun hendaknya penggunaan tes inteligensi
beserta hasilnya dilakukan dengan hati-hati. Karena
tes inteligensi bukan hal yang serba menentukan,
maka sebaiknya jangan dipakai sebagai satusatunya pedoman, melainkan dipergunakan dalam
kombinasi dengan instrumen pendidikan yang lain.

204

E. Pembahasan
1. Pengaruh Genetik
Belajar Anak

Terhadap

Keberhasilan

Chabris bersama rekannya David Laibson,


seorang ekonom Harvard, memimpin tim peneliti
internasional yang menganalisis lusinan gen dengan
menggunakan set data besar yang mencakup alat
tes kecerdasan dan data genetik. Penelitian tersebut
menunjukkan, dalam hampir setiap kasus, peneliti
menemukan
bahwa
kecerdasan
tidak
bisa
dihubungkan dengan gen spesifik yang diujikan.
Kemudian, para ilmuwan ini memublikasikan hasil
penelitiannya secara online dalam Psychological
Science.
Dalam
semua
pengujian
hanya
menemukan satu gen yang muncul yang berkaitan
dengan kecerdasan dan itu efeknya sangat kecil. Hal
ini bukan berarti kecerdasan tidak memiliki
komponen genetik. Akan tetapi, jauh lebih sulit
menemukan gen tertentu atau varian genetik tertentu
yang memengaruhi perbedaan kecerdasan.
Chabris menambahkan, karena keterbatasan
teknologi, studi terdahulu membatasi para peneliti
menganalisis gen spesifik lebih dari beberapa lokasi
genom manusia untuk menemukan gen yang
memengaruhi kecerdasan. Ia menekankan penelitian
sebelumnya bukan berarti salah, para peneliti pada
saat itu telah menggunakan teknologi dan informasi
yang telah tersedia. "Penelitian tambahan diperlukan
untuk menentukan gen yang berperan memengaruhi
kecerdasan manusia.
Dalam hubungan ini ada tiga teori yang
terkenal yang membahas masalah pengaruh genetik
dalam
perkembangan
manusia,
termasuk
keberhasilannya dalam belajar.
a. Aliran Nativisme
Aliran atau teori nativisme dengan tokoh
utamanya adalah Schopenhauer dan tokoh lainnya
yang termasuk aliran ini adalah Plato, Descartes,
Lombroso. Menurut pendapat ini yang paling ekstrem
menyatakan bahwa perkembangan manusia itu
sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor pembawaan
atau faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
Para ahli yang berpendirian nativis biasanya
mempertahankan kebenaran konsepsi ini dengan
menunjukan berbagai kesamaan atau kemiripan
antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya
kalau orang tuanya pemusik kemungkinan nanti
anaknya menjadi pemusik., kalau orang tuanya
pelukis kemungkinan anaknya nanti akan jadi
pelukis, demikian juga kalau orang tuanya ahli
matematika, maka kemungkinan anaknya jadi ahli
matematika. Jadi kondisi keahlian dan kemampuan
orang tuanya juga diwarisi anaknya. Dengan
demikian faktor lingkungan atau pendidikan menurut
aliran ini tidak bisa berbuat apa-apa dalam
mempengaruhi perrkembangan seseorang.
Dalam ilmu pendidikan aliran ini dikenal
sebagai aliran Pedagogik Pesimisme yaitu
pendidikan tidak dapat mempengaruhi perkembangan anak ke arah kedewasaan yang dikehendaki

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

oleh pendidikan.
Bagi kaum nativis mereka
mengangap yang menentukan perkembangan
seorang anak itu hanyalah faktor pembawaan,
mereka tidak memperhatikan rangsangan atau
pengaruh yang datang dari luar. Padahal kita tahu
bahwa tidak semua sesuatu ditentukan oleh warisan
atau pembawaan orang tuanya, misalnya orang
tuanya adalah sesorang tentara ternyata karena
pengaruh teman-temannya, anaknya menjadi
seorang seorang guru. Hal semacam ini mungkin
saja terjadi, karena lingkungan pergaulan anak itu
tidak hanya di rumah atau dibawah pengawasan
orang tuanya saja, tetapi juga di sekolah, masyakat,
organisasi dan lain-lain.
b. Aliran Empirisme
Paham empirisme ini tokoh utamanya adalah
John Locke. Teori ini secara ekstrem menekankan
kepada pengaruh lingkungan. Menurut teori ini
lingkunganlah yang menjadi penentu perkembangan
seseorang. Baik buruknya perkembangan pribadi
seseorang sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan
atau pendidikan.
Jadi teori ini menganggap faktor pembawaan
tidak berperan sama sekali terhadap perkembangan
manusia. Menurut pendapat kaum empiris,
lingkunganlah yang maha kuasa dalam menentukan
perkembangan pribadi seseorang. Oleh karena itu,
dalam ilmu pendidikan aliran ini disebut dengan
aliran pendidikan Pedagogik Optimisme artinya
pendidikan maha kuasa untuk membentuk atau
mengembangkan pribadi seseorang.
Permasalahanya adalah apakah pendidikan
atau lingkungan dapat dengan sepenuhnya
mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang.
Sebagai contoh di dalam sebuah sekolah yang
sama, di kelas yang sama, dan guru yang sama, kita
menemukan tingkat pemahaman anak terhadap
pelajaran itu berbeda-beda. Ada anak yang cepat
paham,
ada
anak
yang
lambat
dalam
pemahamannya, bahkan ada juga anak yang sulit
sekali dalam memahami pelajaran. Hal ini
menunjukan bahwa faktor lingkungan bukan satusatunya yang mempengaruhi dalam perkembangan
anak.
c. Aliran Konvergensi
Aliran
ini
yang
menjembatani
atau
menengahi kedua teori/paham sebelumnya bersifat
ekstrem yaitu teori nativisme dan teori empirisme.
Sesuai dengan namanya konvergensi yang artinya
perpaduan, maka teori ini tidak memihak bahkan
memadukan pengaruh kedua unsur pembawaan
dan
lingkungan
tersebut
dalam
proses
perkembangan.
Pada teori ini baik unsur pembawaan
maupun unsur linkungan keduanya merupakan
sama-sama faktor yang dominan pengaruhnya bagi
perkembangan seseorang. Misalnya seseorang yang
berbakat musik tidak akan berkembang menjadi
seorang ahli musik apabila tidak ditunjang oleh
lingkungan atau pendidikan yang memadai.

Teori yang ketiga inilah yang sampai


sekarang masih teruji dan dipertahankan kebenaran
pendapatnya. Teori menggambarkan bagaimana
hubungan yang berimbang antara faktor warisan
orang tua dengan lingkungan dalam mempengaruhi
perkembagan seseorang. Ada suatu keselarasan
antara bakat dan pendidikan. Sehebat apapun bakat
seseorang tanpa adanya latihan tidak akan
berkembang, begitupun sebaliknya.
Dari uraian-uraian diatas maka dapat diambil
pokok- pokok sebagai berikut: genetik merupakan
pewarisan sifat-sifat atau ciri-ciri dari orang tua
kepada
anaknya,
menurut
teori
nativis
perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh
faktor gen saja, pendapat ini kemudian dibantah oleh
teori empiris, menurut mereka lingkunganlah yang
membentuk perkembangan seseorang. Kemudian
muncullah teori konvergensi yang menggabungkan
kedua teori tersebut, teori ini menyebutkan bahwa
faktor lingkungan dan faktor keturunan sama-sama
berpengaruh dalam perkembangan seseorang.
Pembawaan merupakan istialah lain dari heriditas
yang dapat diartikan sebagai pewarisan sifat-sifat
fisik maupun psikologis melalui sarana genetik.
Pembawaan merupakan seluruh kemungkinankemungkinan atau potensi-potensi yang ada pada
individu yang selama masa perkembangannya
benar-benar dapat diwujudkan, misalnya melalui
proses pembelajaran. Sedanghkan lingkungan
merupakan hal-hal diluar diri seseorang yang dapat
memberikan pengaruh terhadap perkembangan
orang tersebut, baik berupa benda, orang lain,
keadaan dan peristiwa di sekitar yang langsung
maupun tidak langsung dan secara sengaja maupun
tidak sengaja. Jadi, pembawaan dan lingkungan
bisa saling melengkapi, misalkan pembawaannya
kurang baik, dengan dorongan lingkungan maka
seseorang akan dapat berkembang secara
maksimal.
2. Pengaruh Intelegensi (Intelligence) Terhadap
Keberhasilan Belajar
Keberhasilan belajar adalah hasil penilaian
pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar
siswa. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh
banyak
faktor
salah
satunya
intelegensi
(Intelligence).
Pada umumnya orang berpendapat bahwa
intelegensi merupakan bekal potensial yang akan
memudahkan dalam belajar. Pada gilirannya akan
memberikan hasil yang optimal. Hal ini didukung oleh
fakta bahwa lembaga-lembaga pendidikan lebih
bersedia menerima calon siswa yang menampakkan
indikasi kemampuan intelektual tinggi daripada yang
tidak. Fakta lain adalah didirikannya lembagalembaga pendidikan khusus bagi mereka yang
memiliki hambatan atau kelemahan intelektual.
Belajar, dalam pengertian yang paling umum,
adalah setiap perubahan perilaku akibat pengalaman
yang diperoleh, atau sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya. Karena manusia bersifat
dinamis dan terbuka terhadap berbagai perubahan

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

205

yang terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitarnya


maka proses belajar akan selalu terjadi tanpa henti.
Keberhasilan belajar dinyatakan dalam
berbagai indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi
studi, angka kelulusan, prediksi keberhasilan dan
semacamnya. Para ahli mengatakan bahwa
keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor
yang bersumber dari dalam diri (internal) maupun
dari luar (eksternal) individu. Faktor internal meliputi
keadaan fisik secara umum. Sedangkan psikologi
meliputi variable kognitif termasuk di dalamnya
adalah kemampuan khusus (bakat) dan kemampuan
umum (intelegensi). Variabel non kognitif adalah
minat, motivasi, dan variabel-variabel kepribadian.
Faktor eskternal meliputi aspek fisik dan sosial.
Kondisi tempat belajar, sarana dan perlengkapan
belajar, materi pelajaran dan kondisi lingkungan
belajar merupakan aspek fisik. Sedangkan dukungan
sosial dan pengaruh budaya termasuk aspek sosial.
Selain konsep tersebut di atas Daniel
Goleman (1999) mengemukakan konsep kecerdasan
yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi
seseorang yaitu kecerdasan emosi (Emotional
Intelligence). Menurut Goleman, kecerdasan emosi
merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita
sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan emosi mencakup kemampuan
kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi
dengan
kecerdasan
akademik
(academic
intelligence), yaitu kemampuan kognitif murni yang
diukur dengan IQ. Banyak orang cerdas, dalam arti
terpelajar dan memiliki prestasi akademik tetapi
kecerdasan emosinya rendah, kerap bekerja sebagi
bawahan orang ber-IQ lebih rendah namun unggul
dalam kecerdasan emosi.
Keberhasilan
belajar
ditentukan
oleh
interaksi berbagai faktor. Peranan faktor penentu itu
tidak selalu sama dan tetap. Besarnya kontribusi
salah satu faktor akan ditentukan oleh kehadiran
faktor lain dan sangat bersifat situasional, yaitu tidak
dapat
diprediksikan
dengan
cermat
akibat
keterlibatan faktor lain yang sangat variatif.
Inteligensia sebagi unsur kognitif dianggap
memegang peranan yang cukup penting. Bahkan
kadang-kadang timbul anggapan yang menempatkan
inteligensia pada peranan yang melebihi proporsi
yang sebenarnya. Sebagian orang bahkan
menganggap bahwa hasil tes IQ yang tinggi
merupakan kunci kesuksesan dalam belajar.
Akibatnya bila terjadi kasus kegagalan belajar pada
anak yang memiliki IQ tinggi menimbulkan reaksi
berlebihan berupa kehilangan kepercayaan pada
institusi yang menggagalkan anak tersebut, atau
kehilangan kepercayaan pada pihak yang telah
memberikan diagnosa IQ-nya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
intelegensi hanya merupakan salah satu faktor yang
ikut menentukan keberhasilan dalam belajar.
Interaksi antar berbagai faktor (internal dan

206

eksternal) yang menjadi determinan atau penentu


bagaimana hasil akhir proses belajar yang dialami
individu. Peranan masing-masing faktor penentu
tidak selalu sama dan tetap. Meskipun banyak orang
berpendapat untuk meraih prestasi yang tinggi dalam
belajar, seseorang harus memiliki intelegensi yang
juga tinggi. Hal ini karena inteligensi merupakan
bekal potensial yang akan memudahkan dalam
belajar (Bachtiar, 2009).
Kenyataannya, dalam proses pembelajaran
di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat
meraih prestasi belajar yang setara dengan
kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang
mempunyai kemampuan inteligensi tinggi, tetapi
memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah.
Namun, ada siswa yang walaupun kemampuan
inteligensinya rendah, dapat meraih prestasi belajar
yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi
bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menentukan keberhasilan seseorang, karena ada
faktor lain yang mempengaruhi. Kecerdasan
intelektual
hanya
menyumbang
20%
bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan
faktor kekuatan-kekuatan lain diantaranya adalah
kecerdasan emosional atau
Emotional Quotient
(EQ), yakni kemampuan memotivasi diri sendiri,
mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati,
mengatur suasana hati (mood), berempati serta
kemampuan bekerja sama (Bachtiar, 2009).
Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh
antara intelegensi dengan prestasi belajar telah
banyak dilakukan. Penelitian Utami Munandar
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara
intelegensi dengan prestasi belajar sebesar r = 0,72
di SD dan r = 0,58 di SMP. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa besarnya hubungan
antara keberhasilan belajar dan intelegensi.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang
ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia
Quotient) memegang peranan penting untuk
suksesnya
anak
dalam
belajar.
Menurut
penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai
dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap
sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic)
yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di
samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ tinggi ditandai dengan ingatan yang kuat
(Asadi Muhammad, 2010:51). IQ yang tinggi
memudahkan seorang murid belajar dan memahami
berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang
merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang
murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik
(demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan
emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak
adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada
hubungan langsung antara kemampuan bahasa si
anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan
IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya
akan cepat dan banyak. Rumus kecerdasan umum,
atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

Usia
Anak

Mental

Usia
Sesungguhnya
Contoh :

x 100 = IQ

Misalnya anak pada usia 3 tahun telah


mempunyai kecerdasan anak-anak yang
rata-rata baru bisa berbicara seperti itu
pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut
dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak
adalah 4/3 x 100 = 133.
Interpretasi atau penafsiran dari IQ
adalah sebagai berikut :
TINGKAT
KECERDASAN

IQ

Genius

Di atas 140

Sangat Super

120 140

Super

110 120

Normal

90 -110

Bodoh

80 90

Perbatasan

70 80

Moron / Dungu

50 70

Imbecile

25-50

Idiot

0 25

Pengaruh intelegensi terhadap keberhasilan


belajar adalah masalah dimensionalitas intelegensi
dalam prestasi pada pendidikan di sekolah. Dengan
demikian hasil penelitian tentang pengaruh
intelegensi dengan keberhasilan belajar atau prestasi
belajar telah banyak dilakukan. Pada umumnya hasil
yang diperoleh signifikan. Hal ini menunjukkan ada
korelasi yang cukup tinggi antara intelegensi dengan
keberhasilan belajar, semakin tinggi intelegensi
siswa semakin tinggi pula prestasi yang diperoleh.

3. Keberhasilan
Intelegensi

Belajar

antara

Genetik

dan

Perbedaan-perbedaan intelegensi anak,


adalah fungsi dan perbedaan-perbedaan dalam
faktor hereditas dan lingkungan (genetik). Banyak
penelitian dilakukan para ahli dalam hal ini terutama
terhadap pasangan kembar (kembar siam, kembar
sempurna) dengan menggunakan statistik korelasi.
Korelasi (hubungan) antara IQ anak cenderung
mengikuti kesamaan-kesamaan dalarn faktor genetik
dan lingkungan. Angka koefisien korelasi cenderung
menurun, bila kesamaan dalam faktor genetik dan
lingkungan semakin berkurang. Untuk anak kembar

yang tinggal dalam lingkungan yang sama angka


koefisien (simbol r) cukup tinggi, yaitu r = 0,87.
Studi terhadap orang tua angkat memberikan
banyak informasi tentang pengaruh relatif hereditas
dan
lingkungan
terhadap
inteligensi
anak.
Bagaimana status intelegensi anak-anak angkat
yang diadopsi sejak bayi, apakah dipengaruhi oleh
orang tua angkat (lingkungan), atau oleh orang tua
asli (hereditas) ? Bila lingkungan yang menyebabkan
perbedaan-perbedaan yang besar, maka seharusnya
terdapat korelasi antara IQ anak dan IQ orang tua
angkat. Sebaliknya, bila faktor hereditas yang
menyebabkan perbedaan-perbedaan, seharusnya
terdapat korelasi yang cukup tinggi antara IQ anak
dan IQ orang tua asli.
Kesimpulan yang ditemukan antara lain
korelasi anak dengan pendidikan ibu angkat dan
pendidikan
ayah
angkat,
kedua-duanya
menunjukkan angka nol. Artinya, tidak terdapat
hubungan sama sekali, pendidikan orang tua angkat
tidak mempengaruhi inteligensi anak angkat mereka.
Tetapi korelasi antara IQ anak dengan IQ dan
pendidikan orang tua masih cukup tinggi, terletak
antara 0,32 dan 0,44. Sekalipun ada penelitian
terdahulu,
terhadap
312
anak
angkat,
menyimpulkan, nilai korelasi hanya 0.13 antara IQ
anak angkat dengan IQ ibu masih mereka. Ternyata
gambaran yang betul-betul sempurna memang sukar
ditemukan.
Studi terhadap anak kembar yang hidupnya
dalam keluarga terpisah danlingkungan yang
berbeda-beda, dilakukan dengan mengkorelasikan
antara IQyang berbeda-beda dengan lingkungan
yang berbeda-beda. Laporan studi Newman dkk
(1937), dan Burt (1966), menunjukkan terdapat
korelasi yang tinggi sekali (sekitar 0,74 dan 0,90)
antara
perbedaan pendidikan (kultural) dalam
lingkungan dengan perbedaan dalam prestasi di
sekolah. Dari berbagai data dan penelitian dapat
ditarik satu kesimpulan umum bahwa perbedaanperbedaan hereditas dan lingkungan menyebabkan
terjadi perbedaan-perbedaan dalam inteligensi atau
IQ anak. Reaksi terhadap kesimpulan ini cukup
besar, masing-masing dari kelompok hereditarians
dan
kelompok
lingkungan.
Masing-masing
mengklaim peranan dominannya.
Hereditarians menganggap IQ itu faktor yang
hampir tidak berubah dan telah ditentukan genagena yang berkaitan sejak lahir. Sebaliknya, kaum
environmentalists,
menekankan
sifat
dapat
berubahnya IQ, inteligensi dapat ditingkatkan oleh
lingkungan,
karena
itu
untuk
memperolch
perkembangan inteligensi yang tinggi perlu ada
perbaikan dalam lingkungan, terutama dalam sistem
pendidikan.
Ketajaman perbedaan antara nature dan
nurture
ini amat terasa di dalam psikologi
pendidikan. Pengaruh yang amat besar dari sini
terhadap pendidikan dan pengajaran datang dari dua
kelompok pakar, yaitu
dari kelompok pakar
pengukuran atau tes terutama tes inteligensi (IQ) dan
tes prestasi belajar, yang pada umunmya adalah

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

207

pengikut aliran hereditarian atau nature. Di lain


pihak kelompok pencetus dari berbagai teori belajar
atau theories of learning pada umumnya adalah
penganut aliran perilaku (behavionistik) yang
cenderung
berpandangan
environmetalism
(nurture).
F. Penutup
Pendidik sangat perlu mengenal dan
mengetahui isu konflik antara genetik dan intelegensi
ini terhadap keberhasilan belajar. Mengapa ? Tujuan
dan peranan pendidik adalah mendidik peserta didik
sebagai
mana adanya.
Pengetahuan tentang
kontroversi genetik dan intelegensi ini terhadap
keberhasilan belajar ini diperlukan untuk membuka
dan memperluas wawasan sebagai seorang pendidik
yang profesional. Dengan pengetahuan ini,
pekerjaan pembelajaran dapat dilakukannya lebih
fleksibel.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak


Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran (Prinsip,
Teknik,
Prosedur).
Jakarta:
Remaja
Rosdakarya
Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:
Bumi Aksara
H.M. Alisuf Sabri. 1996. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Irwanto

dkk. 1994. Psikologi Umum.


Gramedia Pustaka Utama

Jakarta:

Ngalim,

Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan.


Bandung: Remaja Rosda Karya

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor -faktor yang


mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara
Suryabrata Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo
Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan
Pengajaran. Bandung: Bani Quraisy

208

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

TRADISI PEMIKIRAN ILMIAH RENAISSANCE


AUFKLARUNG, SERTA ZAMAN MODERN
Oleh:
Mujahid Damopolii
Abstrak
Renaissance (Masa yang juga disebut masa keraguan,dirinya dan jiwanya saja diragukan. Yang tidak di
ragukan hanya dirinya yang ragu itu, keraguan yang dimaksud disini adalah keraguan metafisik) dan
mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Renaissance lebih merupakan gerakan kebudayaan
daripada aliran filsafat. Aufklarung masa ini disebut dengan masa pencerahan yang menurut Immanuel Kant,di
zaman ini manusia terlepas dari keadaan tidak balik yang disebabkan oleh kesalahan manusia itu sendir yang
tidak memanfaatkan akalnya. Voltaire menyebut zaman pencerahan sebagai zaman akal dimana manusia
merasa bebas,zaman perwalian pemikiran manusia dianggap sudah berakhir,mereka merdeka dari segala
kuasa dari luar dirinya. Para tokoh era Aufklarung ini juga merancang program-program khusus diantaranya
adalah berjuang menentang dogma gereja dan takhayul populer. Senjatanya adalah fakta-fakta ilmu dan
metode-metode rasional. Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak
rasionalisme dan sifat sepihar empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan
realitas pada diri subjeknya, lepas dari pengalaman. Adapun empirisme mengira telah memperoleh
pengetahuan dari pengalaman saja. Kritisisme Kant adalah suatu usaha besar untuk mendamaikan
rasionalisme dengan empirisme. Sementara Zaman modern adalah sebuah proses penyempurnaan secara
kumulatif kualitas subjektivitas dengan segala kemampuan objektif akal budinya dalam mencapai satu
tingkatan sosial yang disebut dengan kemajuan. Keterputusan dari nilai-nilai mitos, spirit ketuhanan, telah
memungkinkan manusia modern untuk mengukir sejarahnya sendiri di dunia suatu proses self determination.
Kata kunci : Renaissance; manusia modern

A. Pendahuluan
Sebagaimana
lazimnya
suatu
dialog
intelektual, di satu sisi terdapat bagian yang
dilestarikan dan sisi lain ada bagian dikritisi atau
diserang bahkan mungkin ada bagian yang ditolak.
Di dunia Islampun muncul pelestari warisan Yunani,
Persia dan Romawi, namun juga banyak yang
melakukan kritik terhadapnya. Disinilah tampak
dinamika intelektual. Konsep Ide Plato terus
dipelajari dan dikembangkan,begitu juga konsep Akal
dan Logika Aristoteles serta konsep Emanasi
Plotinus. Semunya tetap dijadikan pijakan. Ini
membuktikan bahwa ketiga filsuf tersebut yang nota
bene merupakan para pionir memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam membentuk pola pikir para
filusuf generasi berikutnya tidak terkecuali Immauel
Kant, Filsuf kelahiran Jerman yang abad ke-18.
Menurut Kant,Filsafat adalah ilmu (Pengetahuan)
yang menjadi pangkal dari semua pengetahuan yang
di dalamnya tercakup masalah epistemologi yang
menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
Tampak adanya perbedaan yang menyolok
antara abad ke-17 dan abad ke-18. Pada abad ke17 membatasi diri pada usaha memberikan tafsiran
baru terhadap kenyataan bendawi dan rohani, yaitu
kenyataan yang mengenai manusia, dunia dan Allah,
dan tokoh-tokoh filsafat di era ini adalah juga tokohtokoh gereja sehingga mereka tidak lepas dari isu-isu
ketuhanan,Yesus dan sebagainya. Akan tetapi abad
ke-18 menganggap dirinya mendapat tugas untuk
meneliti secara kritik (sesuai dengan kaidah-kaidah
yang diberikan akal)segala yang ada,baik di dalam
negara maupun di dalam masyarakat. John Locke

yang mendominasi filsafat pada abad ke-18, seperti


sahabatnya, Newton yang mendominasi ilmu pada
periode yang sama.Awal abad ke-18 adalah masa
yang gemilang. Eropa sembuh dari kekalutan
selamah dua abad sebelumnya.
Ini tentu sangat berbeda kondisinya dengan
tradisi keilmuan dalam Islam pada abad yang sama.
Dahulu filsafat mewujudkan suatu pemikiran yang
hanya menjadi hal istimewa beberapa ahli saja,tetapi
sekarang orang berpendapat,bahwa seluruh umat
manusia berhak turut menikmati hasil-hasil pemikiran
filsafat dan juga menjadi tugas filsafat.
Zaman Renaissance merupakan satu
sempadan antara zaman kegelapan dan pencerahan
di Eropah. Renaissance berasal dari kata Re
(kembali) dan Naitre (lahir). Jadi, arti renaissance
sebenarnya adalah lahirnya kembali orang Eropa
untuk mempelajari ilmu pengetahuan Yunani dan
Romawi Kuno yang ilmiah/rasional. Sebelum
Renaissance, bangsa Eropa mengalami jaman
kegelapan/The Dark Age. Dalam jaman itu gereja
berkuasa mutlak, ajaran gereja menjadi sesuatu
yang tidak boleh dibantah. Dalam perkembangannya
mulai muncul gerakan yang mencoba melepaskan
dari ikatan itu yang disebut gerakan Renaissance.
Dalam jaman itu pula, pemikiran-pemikiran ilmiah
tenggelam oleh dogma-dogma Gereja.
Zaman Renaissance adalah zaman yang
didukung oleh cita-cita untuk melahirkan kembali
manusia yang bebas, yang telah dibelenggu oleh
zaman abad tengah yang dikuasai oleh Gereja atau
agama. Manusia bebas ala Renaissance adalah
manusia yang tidak mau lagi terikat oleh orotitas

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

209

yang manalun (tradisi, sistem gereja, dan lain


sebagainya), kecuali otoritas yang ada pada masingmasing diri pribadi.
Wibisono dalam Rusli (ed), (1992: 104)
mengemukakan manusia bebas ala Renaissance itu
kemudian didewasakan oleh zaman Aufklarung,
yang ternyata telah melahirkan sikap mental menusia
yang percaya akan kemampuan diri sendiri atas
dasar rasionalitas, dan sangat optimis untuk dapat
menguasai masa depannya, sehingga manusia
(Barat) menjadi kreatif dan inovatif. Ada daya dorong
yang mempengaruhi perkembangan ilmu dan
teknologi yaitu pandangan untuk menguasai alam.
Tiada hari tanpa hasil kreasi dan inovasi. Semenjak
itulah dunia Barat telah melakukan tinggal landas
mengarungi angkasa ilmu pengetahuan yang tiada
bertepi untuk menaklukkan dan menguasai alam
demi
kepentingan
kesejahteraan
hidupnya.
Hasilnya adalah teknologi supra-modern yang
mereka miliki sebagaimana kita lihat sekarang ini.
Menurut Koentjaraningrat (1994:2) unsurunsur kebudayaan yang ada
di dunia
ini adalah: sistem religi dan upacara keagamaan,
sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata
pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan
peralatan. Dari ketujuh unsur itu yang akan menjadi
telaahan adalah sistem pengetahuan khususnya ilmu
pengetahuan dan sistem teknologi. Ilmu dan
teknologi sebagai kerangka kebudayaan dapat
dilihat, pertama sebagai kekuatan produksi, kedua
sebagai ideologi yang didalam termasuk politik,
ketiga sebagai kerangka kebudayaan modern, dan
keempat mencari relevansi bagi pembangunan
Indonesia.
Para filsuf zaman modern menegaskan
bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi
dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek
mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran
rasionalisme
beranggapan
bahwa
sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal
dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya,
meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu,
baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua
pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene
Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de
la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada
metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua
pengetahuan,
yaitu
dengan
menyangsikan
segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran
tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini,
maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi
landasan bagi seluruh pengetahuan. Tetapi dalam
rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya
ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu saya
ragu-ragu. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan,
bahwa aku ragu-ragu. Jika aku menyangsikan
sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan
adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung

210

menyatakan adanya aku. Itulah cogito ergo sum,


aku berpikir (menyadari) maka aku ada. Itulah
kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.
Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti
itu dengan jelas, dan terpilah-pilah, clearly and
distinctly, clara et distincta. Artinya, yang jelas dan
terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai
benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam
menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau
substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir,
yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas
perluasan (res extensa, extention) atau materi, dan
(3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya
sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas
itu). Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak
mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi
bagian yang lebih kecil. Materi adalah keluasan,
mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak
memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari
Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa
tergantung pada apapun juga. Descartes adalah
seorang dualis, menerapkan pembagian tegas
antara realitas pikiran dan realitas yang meluas.
Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya
memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan
sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran
sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin
otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah
mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya
ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman
sekarang adalah komputer yang tampak seperti
memiliki kecerdasan buatan).
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis,
yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua
pengetahuan ada dalam pikiran. Aliran empririsme
nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776),
yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat
lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang
batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh
karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk
pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi
dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi,
sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang
beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari
kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil
penginderaan langsung, sedang gagasan adalah
ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami
kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar
pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada
substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang
memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas
kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu
mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang
lainnya? Bagi Hume, aku tidak lain hanyalah a
bundle or collection of perceptions (kesadaran
tertentu).
Kausalitas. Jika gejala tertentu diikuti oleh
gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari
menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita


urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada
kita urutan sebab-akibat. Yang disebut kepastian
hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak
boleh dimengerti lebih dari probable (berpeluang).
Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan
bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat
pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam
gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam.
Jika kita bicara tentang hukum alam atau sebabakibat, sebenarnya kita membicarakan apa yang
kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja,
yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita
saja.
Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh.
Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia
berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada
faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita
memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi
tertentu dalam manusia yang ikut menentukan
konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju
dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara
pasti seperti apa dunia itu sendiri (das Ding an
sich), namun hanya dunia itu seperti tampak
bagiku, atau bagi semua orang. Namun, menurut
Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan
kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang
pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan
waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan
waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari
dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua
adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia
mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum
kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk
pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas
seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis,
dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa
kini. Oleh karena itu dalam tulisan ini perlu dibahas
tradisi pemikiran ilmiah yang terkait dengan
Renaissance, Afklarung, serta Zaman Modern.
B. Tradisi Pemikiran Ilmiah Renaissance
Renaissance
berarti
lahir
kembali.
Pengertian rilnya adalah manusia mulai memiliki
kesadaran-kesadaran baru yang mengedepankan
nilai dan keluhuran manusia. Suasana dan budaya
berpikirnya memang melukiskan kembali kepada
semangat awali, yaitu semangat filsafat Yunani kuno
yang mengedepankan penghargaan terhadap kodrat
manusia itu sendiri.
Zaman ini lebih merupakan gerakan
kebudayaan daripada aliran filsafat. Keluhuran dan
kehebatan manusia tampak dalam ungkapanungkapan seni hasil karya manusia. Politik tidak lagi
dipikirkan dalam kaitannya dengan iman dan agama,
tetapi dengan politik itu sendiri, sebab politik
mempunyai etika dan moralnya sendiri. Etika politik
adalah etika kekuasaan, artinya tunduk pada
pertimbangan-pertimbangan
kestabilan
dan

keselamatan negara, bangsa, pemerintahan dan


kekuasaan.
Bila abad pertengahan memegang teguh
konsep ilmu pengetahuan sebagai rangkaian
argumentasi, jaman renaissance merombaknya
dengan paham baru, yaitu bahwa ilmu pengetahuan
itu adalah soal eksperimentasi. Pembuktian
kebenaran bukan lagi pembuktian argumentatif,
melainkan eksperimental matematis -kalkulatif.
Tokoh- tokohnya antara lai: Galileo Galilei, Hobbes,
Newton, Bacon.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
jaman renaissance adalah zaman pendobrakan
manusia untuk setia dan konstan dengan jati dirinya.
Jaman ini sekaligus menggulirkan semangat baru
yang menghebohkan, terutama dalam hubungannya
dengan karya seni, ilmu pengetahuan, sastra dan
aneka kreativitas manusia yang lain. Di sini filsafat
memegang fungsinya yang baru yaitu meletakkan
dasar-dasar bangunan pengembangan aneka ilmu
alam/ pasti yang merintis hadirnya tekhnologitekhnologi seperti yang kita nikmati sekarang ini.
Dengan demikian latar belakang laihirnya
Renaissance adalah sebagai usaha pembaharuan
kebudayaan Romawi dan Yunani yang pada masa
abad tengah/masa kegelapan sempat dilupakan,
yaitu tipe manusia yang otonom dan mandiri. Disini
Renaissance lahir sebagai pembaharu untuk
membentuk manusia yang mandiri, utuh, otonom,
dan bertanggungjawab. Pola pikir abad tengah
(terbelenggu ajaran gereja; disalahgunakan ) diganti
dengan pola pikir rasional baik SDA maupun
SDMnya sehingga manusia bisa berkembang.
Dampak perkembangan renaissance adalah: (1)
berkembangnya ilmu pengetahuan (IPTEK); (2)
Orang mulai berpikir kritis. Menjadi maju, baik SDM
maupun kebudayaannya; (3) Reformasi Gereja.
C. Tradisi Pemikiran Ilmiah Aufklarung
Filsafat abad ke-18 di Jerman disebut Zaman
Aufklarung atau zaman pencerahan yang di Inggris
dikenal dengan Enlightenment, yaitu suatu zaman
baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba
menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme
dengan empirisme. Zaman ini muncul dimana
manusia lahir dalam keadaan belum dewasa dalam
pemikiran filsafatnya. Namun setelah Immanuel Kant
mengadakan penyelidikan dan kritik terhadap peran
pengetahuan akal barula manusia terasa bebas dari
otoritas yang datang dari luar manusia demi
kemajuan peradaban manusia.
Pemberian nama ini juga dikarenakan pada
zaman itu manusia mencari cahaya baru dalam
rasionya. Immanuel Kant mendefenisikan zaman itu
dengan
mengatakan,
Dengan
Aufklarung
dimaksudkan bahwa manusia keluar dari keadaan
tidak balig yang dengannya ia sendiri bersalah. Apa
sebabnya manusia itu sendiri yang bersalah? Karena
manusia itu sendiri tidak menggunakan kemungkinan
yang ada padanya,yaitu rasio. Sebagai latar
belakangnya,manusia melihat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan (ilmu pasti,biologi,filsafat dan sejarah)

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

211

telah mencapai hasil yang menggembirakan . Disisi


lain jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu
diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang
sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.
Isaac Newton ( 1642-1727) memberikan
dasar-dasar berpikir dengan induksi,yaitu pemikiran
yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan
mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya
umum. Untuk itu dibutuhkan analisis. Dengan
demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru
dalam proses emansipasi manusia Barat yang sudah
dimulai sejak Renaissance dan Reformasi.
Para tokoh era Aufklarung ini juga
merancang program-program khusus diantaranya
adalah berjuang menentang dogma gereja dan
takhayul populer. Senjatanya adalah fakta-fakta ilmu
dan metode-metode rasional. Berikut ini akan
diuraikan masa pencerahan di 3 (Tiga) Negara Eropa
yaitu sebagai berikut.
a. Pencerahan di Jerman
Pada umumnya Pencerahan di Jerman
tidak begitu bermusuhan sikapnya terhadap
agama Kristen seperti yang terjadi di Perancis.
Memang orang juga berusaha menyerang dasardasar iman kepercayaan yang berdasarkan
wahyu, serta menggantinya dengan agama yang
berdasarkan perasaan yang bersifat pantheistic,
akan tetapi semuanya itu berjalan tanpa perang
terbuka. Yang menjadi pusat perhatian di Jerman
adalah etika. Orang bercita-cita untuk mengubah
ajaran kesusilaan yang berdasarkan wahyu
menjadi suatu kesusilaan yang berdasarkan
kebaikan
umum,
yang
dengan
jelas
menampakkan perhatian kepada perasaan. Sejak
semula pemikiran filsafat dipengaruhi oleh
gerakan rohani di Inggris dan di Perancis. Hal itu
mengakibatkan bahwa filsafat Jerman tidak berdiri
sendiri.
Para perintisnya di antaranya adalah
Samuel
Pufendorff
(1632-1694),
Christian
Thomasius (1655-1728). Akan tetapi pemimpin
yang sebenarnya di bidang filsafat adalah
Christian Wolff (1679-1754). la mengusahakan
agar filsafat menjadi suatu ilmu pengetahuan
yang pasti dan berguna, dengan mengusahakan
adanya pengertian-pengertian yang jelas dengan
bukti-bukti yang kuat. Penting sekali baginya
adalah susunan sistim filsafat yang bersifat
didaktis, gagasan-gagasan yang jelas dan
penguraian yang tegas. Dialah yang menciptakan
pengistilahan-pengistilahan filsafat dalam bahasa
Jerman dan menjadikan bahasa itu menjadi
serasi
bagi
pemikiran
ilmiah.
Karena
pekerjaannya itu filsafat menarik perhatian umum.
Pada dasarnya filsafatnya adalah suatu
usaha mensistimatisir pemikiran Leibniz dan
menerapkan pemikiran itu pada segala bidang
ilmu pengetahuan. Dalam bagian-bagian yang
kecil
memang
terdapat
penyimpanganpenyimpangan dari Leibniz. Hingga munculnya
Kant yang filsafatnya merajai universitasuniversitas di Jerman. Orang yang seolah-olah

212

dengan tiba-tiba menyempurnakan Pencerahan


adalah Immanuel Kant (1724-1804). Yang
merupakan Filsuf yang pengaruhnya terhadap
filsafat pada dua ratus tahun terakhir ini,baik di
Barat maupun di Timur, hampir secara universal
diakui sebagai filsuf terbesar sejak masa
Aristoteles.
Ada yang berpendapat bahwa filsafat
pada dua ratus tahun terakhir ini bagaikan catatan
kaki terhadap tulisan-tulisannya. Ada juga yang
berpendapat sistem filsafatnya bagi dunia modern
ini laksana Aristoteles bagi dunia skolastik: Kant
lahir di Konigserg, Prusia Timur,Jerman.Pikiranpikiran dan tulisan-tulisannya membawa revolusi
yang jauh jangkauannya dalam filsafat modern.ia
hidup dizaman Scepticism Sebagian besar
hidupnya telah ia pergunakan untuk mempelajari
logical process of thought (proses penalaran
logis), the external world (dunia eksternal) dan
reality of things (realitas segala yang wujud ).
Kehidupannya dalam dunia filsuf dibagi
dalam dua periode: zaman pra-kritis dan zaman
kritis. Pada zaman pra-kritis ia menganut
pendirian rasionalis yang dilancarkan oleh Wolff
dkk. Tetapi karena terpengaruh oleh David Hume
(
1711-1776),
berangsur-angsur
Kant
meninggalkan
rasionalisme.
Ia
sendiri
mengatakan
bahwa
Hume
itulah
yang
membangunkannya dari tidur dogmatisnya. Pada
zaman kriitsnya , Kant merubah wajah filsafatnya
secara radikal. Dengan munculnya Kant
dimulailah zaman baru, sebab filsafatnya
mengantarkan suatu gagasan baru yang memberi
arah kepada segala pemikiran filsafat la sendiri
memang merasa, bahwa ia meneruskan
Pencerahan.
Karyanya yang terkenal dengan menampakkan
kritisismenya adalah Critique of Pure Reason ?.
(kritik atas rasio murni) yang membicarakan
tentang reason dan knowing process yang
ditulisnya selama lima belas tahun. Bukunya yang
kedua adalah Critique of Practical Reason atau
kritik atas rasio praktis yang menjelaskan filsafat
moralnya dan bukunya yang ketiga adalah
Critique of judgment atau kritik atas daya
pertimbangan.
Kant yang juga dikenal sebagai raksasa
pemikir Barat mengatakan bahwa, Filsafat
merupakan ilmu pokok dari segala pengetahuan
yang meliputi empat persolan yaitu: Apa yang
dapat kita ketahui ?, Apa yang boleh kita
lakukan?,Sampai dimanakah pengharapan kita?
Dan Apakah manusia itu?.
b. Pencerahan di Inggris
Di
Inggris
filsafat
Pencerahan
dikemukakan oleh ahli-ahli pikir yang bermacammacam keyakinannya. Kebanyakan ahli pikir yang
seorang lepas daripada yang lain, kecuali
tentunya beberapa aliran pokok. Salah satu gejala
Pencerahan di Inggris ialah yang disebut Deisme,
suatu aliran dalam filsafat Inggris pada abad ke18, yang menggabungkan diri dengan gagasan

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Eduard Herbert yang dapat disebut pemberi alas


ajaran agama alamiah.
Menurut Herbert, akal mempunyai
otonomi mutlak di bidang agama. Juga agama
Kristen ditaklukkan kepada akal. Atas dasar
pendapat ini ia menentang segala kepercayaan
yang berdasarkan wahyu. Terhadap segala
skeptisisme di bidang agama ia bermaksud
sekuat
mungkin
meneguhkan
kebenarankebenaran dasar alamiah dari agama. Dasar
pengetahuan di bidang agama adalah beberapa
pengertian umum yang pasti bagi semua orang
dan secara langsung tampak jelas karena naluri
alamiah, yang mendahului segala pengalaman
dalam pemikiran akal.
Ukuran kebenaran dan kepastiannya
adalah persetujuan umum segala manusia,
karena kesamaan akalnya. Isi pengetahuan itu
mengenai soal agama dan kesusilaan. Inilah
asas-asas pertama yang harus dijabarkan oleh
akal manusia sehingga tersusunlah agama
alamiah, yang berisi: a) bahwa ada tokoh yang
tertinggi; b) bahwa manusia harus berbakti
kepada tokoh yang tertinggi itu; c) bahwa bagian
pokok kebaktian ini adalah kebajikan dan
kesalehan; d) bahwa manusia karena tabiatnya
benci terhadap dosa dan yakin bahwa tiap
pelanggaran kesusilaan harus disesali; e) bahwa
kebaikan dan keadilan Allah memberikan pahala
dan hukuman kepada manusia di dalam hidup ini
dan di akhirat.
Menurut Herbert, di dalam segala agama
yang positif terdapat kebenaran-kebenaran pokok
dari agama alamiah. Pada akhir abad ke-17 dan
awal abad ke-18 pandangan Herbert ini
dikembangkan lebih lanjut, baik yang mengenai
unsur-unsurnya yang negatif maupun unsurunsurnya yang positif.
c. Pencerahan di Perancis
Pada abad ke-18 filsafat di Perancis
menimba gagasannya dari Inggris. Para pelopor
filsafat di Perancis sendiri (Descartes, dll) telah
dilupakan dan tidak dihargai lagi. Sekarang yang
menjadi guru mereka adalah Locke dan Newton.
Perbedaan antara filsafat Perancis dan
Inggris pada masa tersebut adalah: Di Inggris
para filsuf kurang berusaha untuk menjadikan
hasil pemikiran mereka dikenal oleh umum, akan
tetapi di Perancis keyakinan baru ini sejak semula
diberikan dalam bentuk populer. Akibatnya filsafat
di Perancis dapat ditangkap oleh golongan yang
lebih luas, yang tidak begitu terpelajar seperti
para filsuf. Hal ini menjadikan keyakinan baru itu
memasuki pandaangan umum. Demikianlah di
Perancis filsafat lebih eras dihubungkan dengan
hidup politik, sosial dan kebudayaan pada waktu
itu. Karena sifatnya yang populer itu maka filsafat
di Perancis pada waktu itu tidak begitu
mendalam. Agama Kristen diserang secara keras
sekali dengan memakai senjata yang diberikan
oleh Deisme. Sama halnya dengan di Inggris

demikian juga di Perancis terdapat bermacammacam aliran: ada golongan Ensiklopedi, yang
menyusun ilmu pengetahuan dalam bentuk
Ensiklopedi, dan ada golongan materialis, yang
meneruskan
asas
mekanisme
menjadi
materialisme semata-mata.
Diantara tokoh yang menjadi sentral
pembicaraan disini adalah Voltaire (1694-1778),
Pada tahun 1726 ia mengungsi ke Inggris. Di situ
ia berkenalan dengan teori-teori Locke dan
Newton. Apa yang telah diterimanya dari kedua
tokoh ini ialah: a) sampai di mana jangkauan akal
manusia, dan b) di mana letak batas-batas akal
manusia. Berdasarkan kedua hal itu ia membicarakan soal-soal agama alamiah dan etika.
Maksud tujuannya tidak lain ialah mengusahakan
agar hidup kemasyarakatan zamannya itu sesuai
dengan tuntutan akal. Mengenai jiwa dikatakan,
bahwa kita tidak mempunyai gagasan tentang
jiwa (pengaruh Locke).Yang kita amati hanyalah
gejala-gejala psikis. Pengetahuan kita tidak
sampai kepada adanya suatu substansi jiwa yang
berdiri sendiri.
Oleh karena agama dipandang sebagai
terbatas kepada beberapa perintah kesusilaan,
maka ia menentang segala dogma, dan
menentang agama. Di Perancis pada era
pencerahan ini juga ada Jean Jacques Rousseau
(1712-1778), yang telah memberikan penutupan
yang sistematis bagi cita-cita pencerahan di
Perancis. Sebenarnya ia menentang Pencerahan,
yang menurut dia, menyebarkan kesenian dan
ilmu pengetahuan yang umum, tanpa disertai
penilaian yang baik, dengan terlalu percaya
kepada pembaharuan umat manusia melalui
pengetahuan
dan
keadaban.
Sebenarnya
Rousseau adalah seorang filsuf yang bukan
menekankan kepada akal, melainkan kepada
perasaan dan subjektivitas. Akan tetapi di dalam
menghambakan diri kepada perasaan itu akalnya
yang tajam dipergunakan.
Terkait kebudayaan menurut Rousseau,
kebudayaan bertentangan dengan alam, sebab
kebudayaan merusak manusia. (Yang dimaksud
ialah kebudayaan yang berlebih-lebihan tanpa
terkendalikan dan yang serba semu, seperti yang
tampak di Perancis pada abad ke-18 itu.
Mengenai agama Rousseau berpendapat, bahwa
agama adalah urusan pribadi.
Harun Hadiwijono berkesimpulan bahwa
Pencerahan di Perancis memberikan senjata
rohani kepada revolusi Perancis. Aliran-aliran
yang muncul dimasa pencerahan adalah sebagai
berikut.
1. Kritisisme
Aliran ini dimulai di Inggris, kemudian
Prancis dan selanjutnya menyebar keseluruh
Eropa,terutama di Jerman. Di Jerman
pertentangan
antara
rasionalisme
dan
empirisme terus berlanjut. Masing-masing
berebut
otonomi.
Kemudian
timbul
masalah,siapah sebenarnya dikatakan sumber

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

213

pengetahuan? Apakah pengetahuan yang


benar itu lewat rasio atau empiris? Kant
mencoba menyelesaikan persoalan diatas.
Aliran Filsafat yang dkenal dengan
kritisisme adalah filsafat yang di introdusir oleh
Immanuel
Kant.
Filsafat
ini
memulai
pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas
kemampuan
rasio
sebagai
sumber
pengetahuan manusia. Pertentangan antara
rasionalisme dan empirisme dicoba untuk
diselesaikan oleh Kant dengan kritisismenya.
Adapun ciri-ciri kritisisme diantaranya adalah
sebagai berikut: (a) Menganggap bahwa objek
pengenalan itu berpusat pada subjek dan
bukan
pada
objek.
(b)
Menegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk
mengetahui realitas atau hakikat sesuatu;
rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya
atau fenomenya saja.
Tujuan filsafat kritis, Kant bermaksud
memugar sifat objektivitas dunia ilmu
pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana,
orang harus menghindarkan diri dari sifat
sepihak rasionalisme dan sifat sepihak
empirisme. Rasionalisme mengira telah
menemukan kunci bagi pembukaan realitas
pada diri subjeknya,lepas dari pengalaman.
Adapun empirisme mengira telah memperoleh
pengetahuan dari pengalaman saja. Ternyata
empirisme,sekalipun dimulai dengan ajaran
yang murni tentang pengalaman,tetap melalui
idealisme subjektif bermuara pada suatu
skeptisme yang radikal. Dalam hal ini Kant
bermaksud mengadakan penelitian yang kritis
terhadap rasio murni. Menurutnya, Syarat
dasar bagi segala ilmu pengetahuan adalah
:bersifat umum dan mutlak dan yang kedua
adalah
memberi
pengetahuan
baru.
Sedangkan menurut Hume, ada jurang yang
lebar antara kebenaran-kebenaran rasio murni
dengan realitas dalam dirinya sendiri.
Salah satu tujuan filsaft Kant yang
disebut
sebagai
filsafat
kritis,dengan
metodenya yang dikenal dengan sebutan
metode transendental, dimana pengetahuan
mencerminkan struktur kategoris pikiran,ialah
memberikan sebuah alternatif pembenaran
filosofis terhadap hasil-hasil Newton. Sistem
konsep-konsep yang dipakai dalam geometri
Euklidean dan fisika Newtonian secara unik
relevan bagi pengalaman aktual manusia.
2. Deisme
Deisme adalah suatu aliran yang
mengakui adanya yang menciptakan alam
semesta ini. Akan tetapi setelah dunia
diciptakan, Allah menyerahkan dunia kepada
nasibnya sendiri. Sebab Ia telah memasukkan
hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Maksud
aliran ini adalah menaklukkan wahyu Ilahi
beserta dengan kesaksian-kesaksiannya, yaitu
buku-buku Alkitab, kepada kritik akal serta
menjabarkan agama dari pengetahuan yang

214

alamiah, bebas dari segala ajaran Gereja.


Yang dipandang sebagai satu-satunya sumber
dan patokan kebenaran adalah akal.
Tokoh-tokoh yang mewakili aliran ini di
antaranya adalah John Toland (1670-1722),
yang menulis Christianity not mysterious
(1696), dan Matteh Tindal (1656-1733), yang
menulis Christianity as Old as Creation (1730).
Di bidang filsafat orang yang meneruskan
karya Locke di bidang metafisika adalah
George Berkeley (w1753), yang mempunyai
pangkal pikiran sama dengan Locke. Namun
kesimpulan-kesimpulannya berbeda dengan
kesimpulan-kesimpulan Locke, yaitu lebih
tajam, bahkan sering bertentangan dengan
Locke. Oleh karena itu Berkeley bermuara ke
dalam aliran idealisme, yang ia sendiri
menyebutnya
imaterialisme,
sebab
ia
menyangkal adanya suatu dunia yang ada di
luar kesadaran manusia.22 Keyakinannya
yang asasi adalah : a) segala realitas di luar
manusia tergantung kepada kesadaran; b)
tiada perbedaan antara dunia rohani dan dunia
bendawi; c) tiada perbedaan antara gagasan
pengalaman
batiniah
dan
gagasan
pengalaman lahiriah, sebab pengamatan
adalah identik dengan gagasan yang diamati;
d) tiada sesuatu yang berada kecuali roh, yang
dalam realitasnya yang konkrit adalah pribadipribadi atau tokoh-tokoh yang berpikir.
Pangkal pikiran Berkeley terdapat pada
pandangannya di bidang teori pengenalan.
Menurut dia segala pengetahuan bersandar
pada pengamatan. Pengamatan adalah identik
dengan gagasan yang diamati.
Orang yang mengembangkan filsafat
empirisme Locke dan Berkeley secara
konsekuen adalah David Hume (1711-1776).
Dalam soal teori pengenalan ia mengajarkan,
bahwa manusia tidak membawa pengetahuan
bawaan ke dalam hidupnya. Sumber
pengetahuan
adalah
pengamatan.
Pengamatan memberikan dua hal, yaitu:
kesan-kesan (impression) dan pengertianpengertian atau idea-idea (ideas).
Menurut Harun Hadiwijono pemikiran
Hume ini bersifat analitis, kritis dan skeptic. la
berpangkal kepada keyakinan, bahwa hanya
kesan-kesanlah yang pasti, jelas dan tidak
dapat diragukan. Dari situ ia sampai kepada
keyakinan, bahwa aku yang merupakan
substansi rohani termasuk alam khayalan.
Dunia hanya terdiri dari kesan-kesan yang
terpisah-pisah, yang tidak dapat disusun
secara obyektif sistematis, karena tiada
hubungan sebab-akibat di antara kesan-kesan
itu.
Demikianlah
tampak
ada
garis
yang
berkesinambungan atau kontinyu, yang dimulai dari
Locke, diteruskan oleh Berkeley dan sampai kepada
Hume. Pemikiran ketiga orang ini terlebih-lebih
diarahkan kepada ajaran tentang pengenalan.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

D. Tradisi Pemikiran Ilmiah Zaman Modern


Kata modern menurut Hans Robert Jauss
(1964) dalam sebuah artikel berjudul Asthetische
Normenund geschichtliche Reflecxion, seperti
dikutip Habermas yang menyebutkan bahwa istilah
modern berasal dari bahasa Latin modernus
yang digunakan pertama kali pada akhir abad ke-5,
dan digunakan sebagai batas sejarah, yaitu antara
era Roma yang menyembah berhala (Pagan era)
dengan era Kristen yang menyembah Tuhan. Namun
sayangnya penjelasan secara etimologi ini tidak
menampakkan pengertian yang sesungguhnya dari
modernisme itu sendiri.
Istilah
modern
itu
sendiri
menurut
Featherstone, menegaskan arti yang bersifat
epochal. Modernisme secara umum dipandang ada
bersamaan dengan munculnya Renaissance dan
didefinisikan dalam hubungannya dengan zaman
kuno (Antiquity), sebagaimana yang tampak dalam
perdebatan antara Ancients (Kuno) dengan Moderns
(modern).
Munculnya
Renaissance
merupakan
bantingan terhadap perspektif kebudayaan di Barat
yang sama kerasnya dengan bantingan gambaran
sistem
planet
tradisional
oleh
Copernicus.
Renaissance menemukan serta menghargai kembali
kebudayaan pra-kristiani Yunani dan Romawi, tetapi
tidak dengan kembali ke alam kosmosentris mereka.
Bagi Renaissance, alam Yunani dan Romawi
membuka pandangan mereka tentang manusia.
Manusia ditempatkan ke dalam pusat. Lahirlah
humanisme dengan uomo universale, manusia
universal, sebagai cita-citanya. Statika paham
realitas sebagai tatapan alam semesta theosentris
yang
selaras
diganti
dengan
dinamika
perkembangan di mana manusia sebagai subjek
mengangkat kepalanya berhadapan dengan ciptaan
lain. Manusia telah kehilangan kepolosannya
sebagai salah satu warga alam raya. Ia tidak lagi
memahami diri sebagai musafir yang untuk beberapa
saat menjelajah dunia, sampai ia dipanggil kembali
oleh Yang Menempatkannya di situ, melainkan
sebagai homo faber, manusia yang melanjutkan dan
meneruskan penciptaan dunia. Manusia yang
melihat dunia sebagai tantangan dan tugasnya, yang
semakin yakin bahwa ia harus memberikan bentuk
dan capnya kepada dunia. Manusia bukan lagi salah
satu substansi dalam dunia, melainkan sebagai
subjek berhadapan dengan dunia.
Ada kesepakatan dalam semua lingkungan
pemikiran, bahwa modernisme merupakan satu
kekuatan terbesar dalam sejarah. Satu kekuatan
pemacu perkembangan peradaban umat manusia
yang
hampir
tidak
ada
presedennya
di masa lampau. Bumi yang hari ini dihuni adalah
sebuah planet yang terus bergejolak dengan
berbagai
perubahan
radikal,
menghadirkan
ketidakpastian
dalam
sebuah
krisis
besar
peradaban. Krisis yang konon bahkan jauh lebih
hebat daripada yang pernah terjadi pada Abad V
sebelum Masehi yang sempat menghasilkan para

rasul di Timur Tengah dan para filsuf di Yunani.


Krisis ini akhirnya justru memunculkan semangat
pencerahan
pertama
untuk
melakukan
demitologisasi. Modernisme telah membawa bagian
terbesar umat manusia ke dalam sebuah realitas
dunia yang tak terjangkau bahkan oleh mimpi-mimpi
paling liar manusia primitif.
Radikal dan pesatnya perkembangan
peradaban seperti itu, tak pelak lagi merupakan
prestasi
manusia
yang
berjejak
panjang.
Confusianisme, Budhisme, Ibrahimisme atau tafakurtafakur etik para filsuf Yunani sampai sekarang tetap
dianggap
sebagai
tonggak-tonggak
pertama
kegairahan umat manusia dalam memahami
dunianya secara lebih rasional. Jika sebelumnya
alam dianggap sebagai kekuasaan sejati di atas
manusia, maka agama telah memperkenalkan
konsepsi tentang Tuhan sebagai pemilik kekuasaan
absolut atas segala hal. Sementara alam adalah
ruang bagi manusia untuk mewujudkan eksistensi
keinsanannya. Subordinasi alam di bawah manusia
boleh jadi bermula dari sini.
Pendobrakan filosofis semacam itu pada
gilirannya mengakarkan bentuk relasi subjek
(rasio)-wacana-dunia. Manusia memahami dunia di
luar dirinya melalui wacana pengetahuan. Pada
Socrates atau para filsuf yang lain, wacana
pengetahuannya berupa kuriositas filosofis yang
pertama-tama mencoba menggoyahkan fondasi
keyakinan
terhadap
mitos-mitos
tradisional.
Sementara pada Ibrahim atau para rasul lainnya,
wacana tersebut berupa seperangkat postulat
transendental sebagai sebuah metode (rasional
kritis) untuk mendobrak dogma-dogma kepercayaan
pada benda-benda sebagai representasi Yang
absolut. Puncak keragu-raguan tersebut, boleh jadi
terjadi pada kesangsian yang dilontarkan Ren
Descartes. Pada yang terakhir ini, seperti halnya
pada diri Francis Bacon, keraguan diformulasikan
menjadi sebentuk usaha investivigasi metodologis
dalam
memeriksa
realitas
dunia.
Wacana
pengetahuan telah berkembang menjadi ilmu
pengetahuan tentang alam (ilmu alam).
Melalui proses modernisasi, berlangsung
suatu peristiwa mutasi historis jagat raya.
Kekhalifahan manusia, dalam arti sang penakluk vis
a vis dengan alam semesta, semakin dikukuhkan.
Pembenuman subjek manusia modern sebagai
penakluk semesta ini secara implisit telah
menggeser supremasi keyakinan teologis atas
kemahakuasaan
Tuhan
dalam
relasi-relasi
kehidupan. Sebab jika Tuhan sudah terwakilkan,
maka secara logis Ia boleh tidak ada dalam
penyelenggaraan kehidupan dunia. Artinya manusia
menjadi lebih bebas dalam merealisasikan
kehidupannya tanpa campur tangan kekuatan lain di
luar dirinya sendiri. Gaibnya Tuhan justru berarti
kesempatan tak terbatas bagi manusia untuk
menghidupi dunia. Manusia modern menjadi subjek
yang
otonom
karena
terputusnya
rantai
ketergantungan sekaligus ancaman keganasan
alam raya. Secara sederhana inilah yang menandai

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

215

mulai datangnya zaman Pencerahan (Aufklarung).


Satu masa dalam sejarah ketika manusia hendak
mengukuhkan klaim dirinya sebagai species yang
telah menjadi dewasa dan merdeka, karena telah
lepas dari buaian berbagai mitos tentang rahasia
dunia, yang membuatnya tidak pernah dewasa. Atau
paling tidak, menjadi sadar akan keharusannya untuk
memerdekakan diri. Telah datang satu zaman
Pencerahan akal budi yang paling gilang gemilang
menyinari sejarah peradaban umat manusia.
Sebagai ahli waris zaman Renaissance,
filsafat zaman modern itu bercorak, antroposentris.
Manusia menjadi pusat perhatian. Dalam zaman
Yunani dan Abad Pertengahan filsafat selalu
mencari substansi, prinsip induk yang ada di
bawah seluruh kenyataan. Para filsuf Yunani
menemukan unsur-unsur kosmologis sebagai prinsip
induk (arch). Bagi pemikir abad Pertengahan,
Tuhan sendiri adalah prinsip ini. Namun dalam
zaman modern, peranan substansi diambil alih oleh
manusia
sebagai
subjek.
Yang
terletak
di bawah seluruh kenyataan kita, yang memikul
kenyataan, itu bukan suatu prinsip di luar kita
melainkan kita sendiri.
Pencerahan dalam wacana filsafat modern,
sebenarnya adalah sebuah proses penyempurnaan
secara kumulatif kualitas subjektivitas dengan segala
kemampuan objektif akal budinya dalam mencapai
satu tingkatan sosial yang disebut dengan
kemajuan. Keterputusan dari nilai-nilai mitos, spirit
ketuhanan, telah memungkinkan manusia modern
untuk mengukir sejarahnya sendiri di dunia suatu
proses self determinatioan.

DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi,Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Drajat,Amroeni & Suhrawardi. 2005. Kritik Filsafat
Peripatetik. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara
Gazalba,Sidi. 1992. Sistematika Filsafat. Jakarta:
Bulan Bintang
Kartenagara, Mulyadhi. 2005. Panorama Filsafat
Ilmu. Cet II; Bandung:Mizan Pustaka
Koentjaranigrat. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Palmouist, Stephen. 2003. The Tree of Philosophy.
Diterjemahkan oleh Muhammad Shodiq.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Praja.Juhaya. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.
Cet II; Jakarta:Prenada Media
Ravertz,
R. Jerome.
2004. Filsafat Ilmu.
Diterjemahkan Saut Pasaribu Cet I
Yogykarta:Pustaka Pelajar
Suriasumantri R & Jujun S.1999. Ilmu dalam
Perspektif. Cet XIV. Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat. Jakarta. Bumi Aksara

E. Penutup
Sebagai
kontribusi
pemikiran
dari
pembahasan tulisan ini, melahirkan saran-saran
sebagai berikut.
1. Langkah-langkah untuk menentukan masa depan
peradaban manusia bukan sebagai suatu
jawaban terhadap kemungkinan perspektif dari
perkembangan kebutuhan manusia, namun juga
mempertimbangkan kelestarian habitat kehidupan
secara keseluruhan. Untuk itu kontemplasi
keilmuan memerlukan pandangan-pandangan
yang bersifat spiritual yang akan mampu
menerobos
kecongkakan
manusia
dan
partikularisasi pikiran itu sendiri.
2. Berbagai pandangan tentang ilmu dan teknologi
memang sepakat untuk menyatakan bahwa,
keduanya merupakan piranti kehidupan manusia
yang sangat proaktif. Namun untuk itu harus
diciptakan
keseimbangan-keseimbangan,
terutama dengan hadirnya kesadaran manusia
tentang kepribadian, moral ataupun etika yang
melihat permasalahan sosial secara holistik.

216

Wibisono, Koento. Dampak Teknologi Terhadap


Kebudayaan dalam Karim, Rusli, M. & Ridjal
Fauzi (Ed.). 1992. Dinamika Ekonomi dan
Iptek dalam Pembangunan. Yogyakarta:
Tiara Wacana

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

PENYAJIAN DATA PENELITIAN DAN REVIEW MELALUI


TEKNIK OBSERVASI
Oleh:
Herson Anwar

Abstrak
Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, bahkan mungkin kita sering melakukannya, baik
secara sadar maupun tidak sadar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, guru sering melihat,
mengamati, dan melakukan interpretasi. Dalam kehidupan sehari-hari pun kita sering mengamati orang lain.
Pentingnya observasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran mengharuskan guru untuk memahami lebih jauh
tentang judgement, bertindak secara reflektif, dan menggunakan komentar orang lain sebagai informasi untuk
membuat judgement yang lebih reliabel. Hal yang harus dipahami oleh guru adalah bahwa tidak semua yang
dilihat disebut observasi. Observasi yang dilakukan oleh guru di kelas tidak cukup hanya dengan duduk dan
melihat melainkan harus dilakukan secara sengaja, hati-hati, sistematis, sesuai dengan aspek-aspek tertentu,
dan berdasarakan tujuan yang jelas. Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemampuan guru
dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai dengan hal-hal
yang kompleks. Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif,
dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan
untuk mencapai tujuan tertentu. Alat yang digunakan dalam melakukan observasi disebut pedoman observasi.
Observasi tidak hanya digunakan dalam kegiatan evaluasi, tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama
penelitian kualitatif (qualitative research). Tujuan utama observasi dalam penelitian adalah untuk
mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa perisiwa maupun tindakan,
baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan. Oleh karena itu, observasi tidak bisa
lepas dari kegiatan peneltian dan memegang peranan penting dalam menyajikan dan review data.

A.

Pendahuluan
Laporan penelitian bagian hasil penelitian
terdapat bahasan mengenai deskripsi data, analisis
data dan pembahasan. Deskripsi data adalah
kegiatan menyajikan data dari data yang
dikumpulkan. Data yang dikumpulkan dalama proses
pengumpulan
data
merupakan
data
yang
berserakan, tidak beraturan dan sulit dibaca. Agar
tersusun dalam bentuk yang teratur dan mudah
dibaca maka dilakukan penyajian data atau
penyusunan data.
Penyajian data adalah usaha membantu
pembaca dalam memahami data secara cepat dan
mudah.
Ferguson
&
Takane
(1989:16)
mengemukakan penyajian data mempunyai dua
tujuan yaitu: Pertama, penyajian data memudahkan
membaca dan memahami data. Data mentah yang
tidak beraturan sulit dibaca dan dipahami. Dengan
menyajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka
penampilan dan gambaran data lebih mudah dibaca
dan dipahami. Kedua, penyajian data memudahkan
analisis data. Data mentah yang belum tersusun
dengan baik memerlukan waktu yang lama dan sulit
untuk dianalisis. Dengan menyusunnya dalam
bentuk yang lebih teratur maka data lebih mudah
dianalisis.
Salah satu teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian adalah observasi.
Observasi atau pengamatan merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis
dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan
terhadap gejala-gejala yag diselidiki. Sebagai salah
satu teknik dalam asesmen non tes, pengamatan

memiliki nilai: (a) memberikan informasi yang tidak


mungkin didapatkan melalui teknik lain; (b) memberi
tambahan informasi yang sudah didapat melalui
teknik lain; (c) dapat menjaring tingkah laku nyata
bila sebelumnya tidak dikatahui; (d) pengamatan
bersifat selektif; dan (e) pengamatan mendorong
perkembangan subjek pengamatan. Selain itu,
pengamatan harus dilakukan pada beberapa waktu.
Walaupun tidak ada ketepatan waktu khusus pada
pelaksanaan pengamatan, akan tetapi semakin lama
dan semakin sering dilakukan, akan memantapkan
reliabilitas hasil pengamatan. Selain itu, teknik ini
perlu dilakukan pada situasi berbeda dan situasi
natural karena tingkah laku yang alami/apa adanya
akan tampil pada situasi alami. Pengamatan pada
situasi yang berbeda, akan membantu kita
mengetahui bahwa beberapa tingkah laku akan
terhambat atau terkondisi oleh situasi atau
lingkungan tertentu.
Dengan demikian data yang dikumpulkan
melalui kegiatan pengumpulan data dengan
observasi, harus dideskripsikan atau disajikan dan
direview, agar menjadi lebih teratur, mudah dibaca,
dipahami dan dianalisis.
B. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian disebut
dengan display data. Penyajian data ini dilakukan
setelah data direduksi. Menurut Sugiyono (2010:341)
dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie card,
pictogram, dan sejenisnya. Melalui penyajian data
tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

217

dalam pola hubungan, sehingga akan semakin


mudah dipahami.
Purwanto (2008:264) mengartikan penyajian
data adalah kegiatan menyusun data mentah yang
berserakan menjadi lebih teratur sehingga mudah
dibaca, dipahami dan dianalisis. Cara penyajian data
itu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu membuat
tabel atau daftar dan grafik atau diagram.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) dalam
Sugiyono (2010:341) menyatakan bahwa: the most
frequent form of displauys data for qualitative
research data in the past has been narrative tex.
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.
Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut. Looking at displays
help us to understand what is happening and to do
some thing-further analisys or caution on that
understanding. (Miles and Huberman, 1984).
Selanjutnya disarankan, dalam melakukan penyajian
data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat
berupa, grafik, matrik, network (jejaring kerja) dan
chart. Untuk mengecek apakah peneliti telah
memahami apa yang didisplaykan, maka perlu
dijawab pertanyaan Apakah anda tahu, apa isi yang
didisplaykan?.
Menurut
Sugiyono
(2010:341)
dalam
prakteknya tidak semudah menyajikan data yang
diperoleh, karena fenomena sosial bersifat kompleks,
dan dinamis, sehingga apa yang ditemukan pada
saat memasuki lapangan dan setelah berlangsung
agak lama di lapangan akan mengalami
perkembangan data. Untuk itu peneliti harus selalu
menguji apa yang telah ditemukan pada saat
memasuki lapangan yang masih bersifat hipotetik itu
berkembang atau tidak. Bila setelah lama memasuki
lapangana ternyata hipotesis yang dirumuskan selalu
didukung oleh data pada saat dikumpulkan di
dlapangan, maka hipotesis tersebut terbukti, dan
akan berkembang menjadi teori yang grounded teori
yang ditemukan secara induktif, berdasarkan datadata yang ditemukan di lapangan, dan selanjutnya
diuji melalui pengumpulan data yang terus-menerus.
Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh
data selama penelitian, maka pola tersebut sudah
menjadi pola yang baku dan tidak berubah. Pola
tersebut selanjutnya yang didisplaykan pada laporan
akhir penelitian.
Mencermati beberapa pendapat di atas,
dapat dikatakan bahwa penyajian data sangat
penting dalam observasi, karena dengan penyajian
data ini akan membantu pembaca memahami data
secara cepat dan mudah. Dengan menyusunnya
dalam bentuk yang lebih teratur, maka data lebih
mudah dianalisis atau direview.

218

C. Observasi dan Review Data


Teknik observasi ini mula-mula dipergunakan
dalam etnografi. Menurut Suratno (2010:5) etnografi
adalah studi tentang suatu kultur. Tujuan utama
etnografi ini adalah memahami suatu cara hidup dari
pandangan orang-orang yang terlibat didalamnya.
Spradley (1980) mengemukakan tiga aspek
pengalaman manusia, apa yang dikerjakan (cultural
behavior) apa yang diketahui (cultural knowledge)
dan benda-benda apa yang dibuat dan dipergunakan
(cultural artifacts), ketiga aspek ini yang dipelajari,
apabila seorang peneliti ingin memahami suatu
kultur.
Lincoln dan Guba (1985) dalam Suratno
(2010:5), mengklasifikasikan observasi menurut 3
(tiga) cara sebagai berikut: Pertama, pengamat
dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau non
partisipan. Kedua, observasi dapat dilakukan secara
terus terang (overt) atau penyamaran (convert).
Walaupun secara etis dianjurkan untuk terus terang,
kecuali untuk keadaan tertentu yang memerlukan
penyamaran. Ketiga, menyangkut latar peneliti.
Observasi dapat dilakukan pada latar alami atau
dirancang (analog dengan wawancara tak struktur
dan wawancara terstruktur). Untuk observasi yang
dirancang bertentangan dengan prinsif pendekatan
kualitatif, yaitu fenomena diambil maknanya dari
konteks sebanyak dari karateristik individu yang
berada dalam konteks tersebut. Oleh karena itu
teknik observasi yang kedua ini tidak dilakukan
dalam penelitian kualitatif.
Menurut Sugiyono (2010:203) observasi
sebagai teknik pengumpulan data mempunyai cirri
yang spesipik bila dibandingkan dengan teknik yang
lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau
wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi
dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada
orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Sutrisno
(Sugioyono,
2003:203)
mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua
diantara yang terpentingh adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi
digunakan bila, penelitian berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam
dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Setiap observasi memiliki gaya yang
berbeda-beda. Salah satu perbedaan adalah derajat
keterlibatan peneliti, baik dengan orang maupun
dalam kegiatan-kegiatan yang diamati. Menurut
Spradley (1980) terdapat 3 derajat keterlibatan yaitu
tanpa keterlibatan (no involvement) keterlibatan
rendah (low) dan keterlibatan tinggi (high). Variasi ini
tercermin dalam 5 tingkat partisipasi, yaitu non
partisipasi
(nonparticipation),
partisipasi
pasif
(passive participation), partisipasi moderat (moderate
participation), partisipasi aktif (active participation)
dan partisipasi lengkap (complete participation).
Dari segi proses pengumpulan data,
observasi dapat dibedakan menjadi participant

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

observation (observasi partisipan) dan non


participant observation. (Sugioyono, 2003:204).
Untuk lebih jelasnya mengenai pembedaan
observasi tersebut, diuraikan sebagai berikut:
1. Observasi Partisipan (participant observation)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian. Sambil melakukan pengamatan,
peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh
sumber edata, dan ikut merasakan suka dukanya.
Dengan observasi partisipan ini,maka data yang
diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap
perilaku yang Nampak.
Contohnya: Dalam pengumpulan data
penelitian tindakan kelas peneliti menggunakan
teknik observasi partisipatif yaitu pengamat ikut
serta dalam proses pembelajaran bersama
dengan mitra kolaborasi dan guru pamong.
Contoh
lainnya:
dalam
penelitian
suatu
perusahaan, peneliti dapat berperan sebagai
karyawan, peneliti dapat mengamati bagaimana
perilaku karyawan dalam bekerja, bagaimana
semangat kerjanya, bagaimana hubungan satu
karyawan dengan karyawan yang lain, hubungan
karyawan dengan supervisor dan pimpinan,
keluhan dalam melaksanakan pekerjaan dan lainlain. Pada observasi partisipan menurut Suratno
(2010:6), peneliti mengamati aktivitas manusia,
karakteristik fisik situasi sosial, dan bagaimana
perasaan waktu menjasdi bagian dari situasi
tersebut. Selama penelitian dilapangan jenis
observasinya tidak tetap. Menurut Spradley
(1980), peneliti mulai dari observasi deskripsi
(descrivtif observations) secara luas, yaitu
berusaha melukiskan secara umum situasi sosial
dan apa yang terjadi di sana. Kemudian, setelah
perekamanan dan analisis data pertama, peneliti
menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai
melakukan
observasi
terfokus
(focused
observations). Dan akhirnya setelah dilakukan
lebih banyak lagi analisis dan observasi yang
berualang-ulang di lapangan, peneliti dapat
menyempitkan
lagi
penelitiannya
dengan
melakukan
observasi
selektif
(selective
observations). Sekalipun demikian peneliti masih
terus melakukan observasi deskriftif sampai akhir
pengumpulan data.
2. Observasi
Nonpartisipan
(nonparticipant
observation)
Dalam
observasi
nonpartisipan
penelitia tidak terlibat langsung denga orangorang yang diamati. Peneliti hanya sebagai
pengamat independen. Pengumpulan data
dengan observasi ini tidak akan mendapatkan
data yang mendalam, dan tidak sampai pada
tingkat makna atau nilai di balik perilaku yang
tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
Contohnya: Dalam suatu tempat pengumpulan
suara
(TPS),
peneliti
dapat
mengamati

bagaimana
perilaku
masyarakat
dalam
menggunakan hak pilihnya.
Suratno (2010:8) mengemukakan hal-hal
yang harus diperhatikan dalam observasi adalah
sebagai berikut: (1) Pengamat tidak mungkin dapat
mengamati segala-galanya di lapangan. (2) Dalam
melakukan catatan lapangan, kata sifat interpretative
seperti menyenangkan, cantik dan menarik
harus dihindari dan kata sifat diskriptif seperti warna,
pengukuran dan kesengajaan. Pada waktu mencatat
hasil observasi agar tidak mencampur adukan hasil
pengumpulan data dengan interprestasi. (3)
Kehadiran peneliti selama pengamatan hendaknya
tidak mengganggu komunitas subyek, sehingga
mereka tidak terpengaruh perilakunya.
Mencermati beberapa pendapat di atas,
tentang observasi ini dapat dikatakan bahwa
observasi yaitu pemilihan, pengubahan, pencatatan,
dan pengkodean serangkaian prilaku dan suasana
yang berkenaan dengan organisme sesuai dengan
tujuan-tujuan empiris.
Sementara pada tahap review data peneliti
melakukan uji kekerabatan setiap makna yang
muncul dari data. Disamping menyandar pada
klarifikasi data, peneliti juga memfokuskan pada
abstraksi data yang tertuang dalam bagan. Setiap
bagan yang menunjang bagan, klarifikasi kembali,
baik dengan informan di lapangan maupun melalui
diskusi dengan sejawat. apabila hasil klarifikasi
memperkuat
kesimpulan
atas
data
maka
pengumpulan untuk komponen tersebut siap
dihentikan (Suratno, 2010:8).
D. Bentuk Data Yang Disajikan
Purwanto (2008:262) mengemukakan bahwa
data yang disajikan dapat berbentuk skor,
persentase atau indeks. Bentuk data sangat
tergantung pada bentuk mana yang memberikan
manfaat maksimal kepada pembaca dalam
memahami data.
1. Skor
Data berbentuk skor merupakan data asli
hasil pengukuran. Data ini langsung diambil
berdasarkan hasil pengukuran variabel tertentu
atas responden. Pengukuran dilakukan dengan
mengubah respons yang diberikan oleh
responden atas instrument menggunakan aturan
skoring.
2. Persentase
Data dapat disajikan dalam bentuk
persentase. Skor diubah menjadi persentase
dengan cara memabagi suatu skor dengan
totalnya dan mengalikan 100. Misalnya: siswa
yang tidak lulus ujian adalah 15 orang dari 50
orang peserta ujian. Data siswa yang tidak lulus
adalah (15/50) x 100=30%.
Data dalam bentuk persentase umumnya
dipilih bila ingin diketahui posisi data diantara total
keseluruhannya. Misalnya siswa sebanyak 15
orang yang tidak lulus sangat banyak jika yang
mengikuti ujian 20 orang, sebab angka

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

219

ketidaklulusan adalah (15/20) x 100=75%. Oleh


karena maksimal kelulusan adalah 100%, dan
diketahui yang tidak lulus sebesar 75%, maka
siswa yang lulus hanya sebesar 25%.
3. Indeks
Data yang disajikan juga dapat diubah ke
dalam bentuk angka indeks. Seperti juga
penyajian data menggunakan persentase,
pengubahan ke dalam angka indeks juga
dimaksudkan untuk mengetahui nilai suatu skor
diantara keseluruhan data. Bedanya, persentase
disajikan dalam bentuk persen, sedang angka
indeks disajikan dalam bentuk bilangan decimal.
Misalnya: terdapat sebanyak 15 orang siswa tidk
lulus dalam sebuah tes yang diikuti oleh 20 orang,
maka angka ketidaklulusan adalah 15/20 = 0,75.
Angka indeks maksimal yaitu keadaan dimana
semua siswa lulus adalah 100, dan sebanayak
0,75 yang tidak lulus, angka indeks siswa yang
lulus 0,25.
Sementara untuk bentuk data yang disajikan
dalam penelitian kualitatif juga dapat berbentuk teks
naratif. Dalam melakukan penyajian data, selain
dapat berupa, grafik, matrik, network (jejaring kerja)
dan chart, juga dapat berupa teks yang naratif. Hal
ini dapat dilihat dalam format observasi. Format disini
adalah bentuk wajah catatan lapangan. Bermacammacam format rakaman hasil observasi telah
dikembangkan. Antara lain format dari Moleong
pada halaman berikut:
FORMAT MOLEONG

Kelas V
Tampak

SD

Jl.

CL (Catatan
Lapangan) No. 5

Siring,
Selatan

Bandung

Pengamatan Tgl
22/04/2002

Guru : Ibu Ina

Jam 10.10 11.45


Disusun jam 20.15

(judul) kelas yang aktif

Tanggapan Pengamat :

FORMAT OBSERVASI
TEMA OBSERVASI:
Lokasi Obyek

Tgl/Jam :

Jenis Obyek

Pengamat :

Catatan

Koding

Data / Hasil Pengamatan

E.

Penyajian Data Observasi dan Review


Jika data observasi telah terkumpul, tahap
berikutnya
adalah
mengorganisasikan
dan
mengelompokkan fakta dari data tersebut guna
tujuan penelitian. Tahap ini lebih banyak
berhubungan dengan pengolahan dan penataan
data. Proses pengolahan dan penataan data tersebut
dapat dilakukan dengan cara manual yang paling
sederhana sampai cara yang mengggunakan
peralatan elektronis yang mutakhir.
Cara penyajian data dapat dilakukan dengan
cara menyajikan dalam bentuk tabel dan menyajikan
dalam bentuk grafik atau diagram. Penyajian data ke
dalam bentuk tabel maupun grafik yang sesuai
biasanya
dilakukan
setelah
data
selesat
disusun/ditata. Penyajian demikian bersamaan
dengan pengukuran nilai-nilai deskriptif merupakan
proses penyederhanaan data atau informasi ke
dalam bentuk yang berguna untuk analisis.
1. Penyajian Data Tabel
Penyajian data menggunakan atabel adalah
penyusunan data untuk memudahkan membaca dan
mengalisis data. Data mentah berserakan ditata dan
diatur dalam sebuah tabel.
Berdasarkan cara penyajiannya, tabel dapat
dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.
a. Tabel baris dan kolom
Tabel ini sebagaimana namanya,
memuat keterangan mengenai baris dan kolom.
Sebagai contoh dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1
Keadaan Perabot Ruangan Kegiatan Bermain Bebas
TK Abadi Kota Gorontalo 2014/2015
Keterangan
Jenis
Peralatan/Perab
Tidak
Kond
Ada
ot Yang Dimiliki
Ada
isi
Rak
tempat
9
mainan
Tikar/Karpet
9
Lemari tempat
Baik
9

220

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

mainan
Sapu
9
Baik
Baik
Meja
untuk
menempatkan
9
mainan
Baik
Alat
kelengkapan
9
setiap sentra
Baik
Papan/meja
9
lukis
9
Orgen/Piano
Televisi
9
Baik
Tempat sampah
9
Baik
Sumber Data: TK Abadi Kota Gorontalo, 2014
Berdasarkan data pada tabel 1 tentang
keadaan perabot ruangan kegiatan bermain
bebas di TK Abadi Kota Gorontalo, menunjukkan
adanya kesediaan beberapa jenis perabot yang
dibutuhkan misalnya dalam hal: tikar/karpet,
lemari tempat mainan, meja untuk menempatkan
mainan, alat kelengkapan setiap sentra,
papan/meja lukis, televisi, serta sapu dan tempat
sampah tersedia dalam kondisi yang baik.
Sedangkan perabotan yang tidak ada seperti: rak
tempat mainan dan orgen/piano.
b. Tabel distribusi frekuensi
Tabel ini adalaha tabel yang menyusun
distribusi datanya dalam bentuk frekuensi. Tabel
ini dibagi menjadi dua yaitu tabel distribusi
frekuensi tunggal dan bergolong. Tabel distribusi
frekuensi tunggal adalah tabel yang digunakan
untuk menyusun distribusi data dalam frekuensi
dengan distribusi
yang bersifat tunggal.
Contohnya sebagai berikut.
Tabel 2
Data Daya Serap Siswa
Frekuensi
Nilai
(Siswa)
65
6
71
4
76
6
81
2
86
2
Jumlah
20
Sementara
untuk
tabel
distribusi
frekuensi bergolong adalah tabel yang digunakan
untuk menyajikanm data dalam frekuensi dengan
distribusi data bergolong. Berikut ini contohnya
hasil pengamatan kegiatan guru dalam mengajar
dengan menggunakan metode demonstrasi
sebagai berikut.
Tabel 3
Hasil Pengamatan Terhadap Kegiatan Guru
Kategori Juml Persen
Rentang
tase
ah
No.
Penilaia
Nilai
(%)
n
90
Sangat
1.
100
Baik
2.
75 89
Baik
6
40

3.

60 74

4.

40 59

5.

0 39

Jumlah

Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak
Baik
Total

7
2
15

47
13
100

2. Penyajian Data Grafik


Selain disajikan dalam bentuk tabel, data
juga akan lebih informatif jika disajikan dalam bentuk
gambar/grafik. Penyajian data dalam bentuk grafik
umumnya
lebih
menarik
perhatian
dan
mengesankan. Penyajian data secara grafis
mempunyai
berbagai
fungsi.
Sebagaimana
dikemukakan Purwanto (2008:273) bahwa penyajian
data dalam bentuk grafik adalah menggambarkan
data secara visual dalam sebuah gambar. Penyajian
data dalam bentuk ini lebih mudah dibaca daripada
deretan data mentah.
Grafik atau diagram seringkali digunakan
dalam iklan dengan maksud agar konsumen
memperoleh kesan yang mendalam terhadap ciri-ciri
produk yang diiklankan. Kegiatan produksi lebih
mudah dilihat dan dipelajari secara visual bila
dinyatakan dalam angka-angka dan digambarkan
secara grafis. Peta pengawasan kualitas merupakan
alat yang penting dalam melakukan pengawasan
produk maupun pengawasan proses produksi. Grafik
penjualan suatu perusahaan memberi gambaran
yang
sederhana
dan
menarik
mengenai
perkembangan hasil penjualan yang telah dicapai
oleh perusahaan yang bersangkutan. Pada
hakekatnya grafik dan tabel seyogyanya digunakan
secara bersama-sama. Penyajian data dalam grafik
lebih mudah dan menarik dibanding penyajian
dengan tabel. Selain itu, grafik dapat melukiskan
suatu peristiwa secara lebih mengesankan dan tidak
membosankan. Namun demikian, penyajian secara
grafis hanyalah bersifat aprosimatif. Angka-angka
yang pasti dan rinci tentang suatu peristiwa dimuat
dalam tabel. Oleh karena itu, analisis dan interpretasi
data umumnya dilakukan terhadap data yang
terdapat dalam tabel statistik.
Penggambaran data dalam sebuah grafik
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
jenis grafik tergantung sifat datanya. Bila data yang
hendak disajikan merupakan data nominal, maka
penyajian data menggunakan grafik berupa batang,
lambing, garis atau lingkaran. Sedang bila data
bersifat kontinum maka penyajian data biasanya
menggunakan histogram, polygon dan kurva.
a. Grafik batang
Grafik batang adalah grafik yang
menggambarkan data menggunakan batang.
Batang menunjukkan data dan ketinggiannya
menggambarkan
frekuensinya.
Contohnya
sebagai berikut.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

221

PENGHASILAN ORANG TUA (2005)

140
120
100

3
3%

80
60

Tidak Tuntas

40
20

Tuntas

2
33%

1
2
1
64%

0
Observasi
Awal

b.

c.

d.

222

Siklus II

Grafik lambang
Grafik lambing adalah penyajian data
dengan menggambarkan data menggunakan
lambing dari data yang dijelaskan. Misalnya
data penduduk digambarkan dengan gambar
manusia, data hasil panen digambarkan dengan
ikatan
padi
dan
sebagainya.
Dalam
menggambarkan lambing, grafik lambing
menyertakan keterangan harga untuk tiap satu
gambar, misalnya satu gambar mobil sama
dengan 100 unit.
Grafik garis
Grafik garis sering disebut juga peta
garis (line chart) atau kurva (curve), merupakan
bentuk penyajian yang paling banyak dipakai
dalam berbagai laporan perusahaan maupun
penelitian ilmiah. Data dapat diklasifikasikan
atas ciri-ciri kronologis, geografis, kuantitatif
maupun kualitatif. Salah satu bentuk data yang
dapat diklasifikasi secara kronologis adalah data
deret berkala (time series). Sebagian besar
distribusi data dapat diklasifikasi secara
kuantitatif dalam bentuk distribusi frekuensi.
Hasil kedua cara klasifikasi tersebut dapat
digambarkan secara visual dalam bentuk kurva.
Sedangkan
data
yang
diklasifikasikann
berdasarkan geografis maupun kualitatif, jarang
digambarkan dalam bentuk kurva. Data
demikian dapat digambarkan dengan peta balok
(bar chart) atau bentuk peta lainnya.
Grafik lingkaran
Grafik lingkaran ini menarik, namun
memiliki sisi kelemahan dalam hal tujuan untuk
perbandingan
antara
sektor-sektor
yang
terdapat
dalam
lingkarannya.
Penyajian
berbagai data yang besarnya berbeda (ekstrim)
dalam diagram yang sama, merupakan suatu
prosedur yang meragukan. Mengingat lingkaran
terdiri dari 360 derajat, maka 3,6 derajat berarti
menggambarkan persentase sebesar 1%.
Contohnya sebagai berikut.

Berbeda dengan data nominal, data


kontinum tidak dapat dipisahkan lepas satu sama
lain secara ekslusif . data kontinum bersambungan
dalam sebuah skala yang bersifat kontinum. Data
kontinum ini disajika dalam bentuk histogram,
polygon, dan kurva.
a.

Histogram
Histogram adalah penyajian data
kontinum dengan menggambarkannya dengan
batang histogram. Contohnya sebagai berikut.

25
20
15
Tuntas

10

Belum tuntas

5
0
Observasi
Awal

Siklus II

Poligon
Poligon
adalah
grafik
untuk
menggambarkan data dengan menghubungkan
titik-titik tengah batang histogram.
b.

Kurva

Kurva
juga
digambarkan
denganmenghubungkan titik-titik tengah batang
histogram. Bedanya polygon berbentuk garis
patah-patah, sedang pada kurva garis-garis itu
dihaluskan.
Berdasarkan
uraian
diatas,
dapat
disimpulkan bahwa data yang dikumpulkan melalui
kegiatan pengumpulan data harus disajikan dengan
baik sehingga memudahkan didalam membaca dan
memahami data yang disajikan, baik dengan
menggunakan tabel atau grafik. Penyajian data
menggunakan tabel atau grafik dapat dilakukan

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

dengan berbagai macam cara yaitu dapat berbentuk


tabel baris kolom atau tabel distribusi frekuensi.
Penyajian data menggunakan grafik juga dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Pada data nominal,
penyajian data dapat menggunakan grafik batang,
lambing, garis atau lingkaran. Pada data kontinum
penyajian data menggunakan histogram, polygon
atau kurva.
F.

Contoh Penyajian Data Observasi


Review

dan

Contoh data yang disajikan penulis dalam


makalah ini adalah penyajian data observasi dalam
penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul:
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Fikih Melalui Metode Demonstrasi Di Kelas
IX Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo.
Subjek penelitiannya adalah siswa Kelas
IXA Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
yang berjumlah 26 orang, yang terdiri dari 14 orang
laki-laki dan 12 orang perempuan.
Dari hasil observasi awal ditemukan bahwa
hampir keseluruhan siswa Kelas IXA Madrasah
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo mengalami
kesulitan belajar pada pelajaran Fikih, yang
merupakan materi/bahan ajar, sehingga pada
akhirnya hal tersebut akan sangat mempengaruhi
hasil belajar yang diperolehnya.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata
pelajaran Fiqih di kelas IXA Madrasah Tsanawiyah
Negeri Kota Gorontalo adalah 85%, sebagai ukuran
ketuntasan individual. Dengan demikian suatu pokok
bahasan atau sub pokok bahasan dianggap tuntas
secara individual, jika siswa tersebut menmperoleh
nilai 80. Sedangkan kelas dapat dikatakan tuntas
belajarnya pada pokok bahasan atau sub pokok
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Keterangan:
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik

Aspek Yang Diobservasi


Membuka pertemuan pembelajaran
Membangkitkan minat, perhatian, dan
partisipasi siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Apersepsi
Penjelasan materi
Penguasaan materi
Penggunaan media
Penguasaan metode mengajar
Mengaktifkan siswa
Bimbingan terhadap siswa
Pemberian umpan balik
Pengaturan waktu
Evaluasi siswa
Menyimpulkan materi
Menutup kegiatan pembelajaran
Jumlah
Rata-Rata
: SB
:B
: CB

bahasan jika mencapai 85% siswa yang telah


tuntas belajarnya.
Sebagaimana yang peneliti amati banyak
siswa Kelas IX di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota
Gorontalo yang kesulitan dalam mempraktekkan
konsep yang telah diterima terutama pada materi
Mengurusi Jenajah, bagaimana cara yang tepat
dan benar dalam melakukan praktek dalam
memandikan jenazah, mengafani jenazah dan
menyalatkan jenazah. Hal ini disebabkan oleh
karena kurangnya contoh, model atau media untuk
didemonstrasikan baik oleh guru atau siswa,
sehingga berdampak pada kurangnya penguasaan
siswa pada konsep yang diberikan oleh guru, sebab
salah satu dari prinsip belajar yaitu siswa mampu
menerapkan apa yang telah dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari sudah tidak terpenuhi. Adanya
kesulitan dalam mempelajari materi Fikih tersebut
berakibat pada hasil belajar yang dicapai siswa
rendah atau belum mencapai ketuntasan belajar.
Berikut ini akan dipaparkan data hasil
observasi dari kegiatan pengamatan guru dan siswa
dalam kegiatan pembelajaran siklus I dan siklus II
pada Mata Pelajaran Fikih melalui metode
demonstrasi di Kelas IX Madrasah Tsanawiyah
Negeri Kota Gorontalo.
Hasil Pengamatan Kegiatan Guru
Siklus 1
Sekolah
Negeri Kota Gorontalo
Kelas /Semester
Mata Pelajaran : Fikih
Pokok Bahasan
Waktu

: Madrasah Tsanawiyah
: IXA/2
: Mengurusi Jenajah
: 2 x 40 menit

Klasifikasi Nilai
SB
-

B
9

CB
-

KB
-

TB
-

9
9
2
13%

9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
6
7
40%
47%
Kurang Baik
: KB
Tidak Baik
: TB

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

223

Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa


Siklus 1
Sekolah
: Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
Kelas /Semester
: IXA/2
Mata Pelajaran : Fikih
Pokok Bahasan
: Mengurusi Jenajah
Waktu
: 2 x 40 menit
Aspek Yang Diamati
No
Nama Siswa
Menyolatkan Menyolatkan Menyolatkan
jenazah
jenazah
jenazah
1
Abd. M Tandjung
87
87
90
2
Amal Mahdang
83
81
85
3
Moh.Afandi
60
57
57
4
Moh.Arif
83
82
84
5
Moh. Amal
60
60
60
6
Moh.Rinaldi
60
60
65
7
Muh.Andi Sukri
64
60
68
8
Muh. Triyanto
83
83
83
9
Ramdan Moo
95
95
95
10
Ridwan
72
74
76
11
Rofil
82
82
80
12
Sulman
82
81
81
13
Zulkarnain
90
90
90
14
Ikhsan
38
39
38
15
Ayu Milanda
60
61
62
16
Despin
80
80
81
17
Fatimatuzzahra
91
88
95
18
Hariyati
82
81
81
19
Indriyani .K
80
80
80
20
Magfirah
83
83
83
21
Maryam
70
70
70
22
Miftahuljannah
80
80
80
23
Lasmin
60
63
62
24
Nurhatimah
80
80
80
25
Verawati
57
59
60
26
Windriyani
82
81
81

RataRata
88
83
58
83
60
62
64
83
95
74
81
81
90
81
61
80
92
81
80
83
70
80
62
80
58
81

Hasil Pengamatan Kegiatan Guru


Siklus II
Sekolah
: Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
Kelas /Semester
: IXA/2
Mata Pelajaran : Fikih
Pokok Bahasan
: Mengurusi Jenajah
Waktu
: 2 x 40 menit
No
1
2
3
4
5
6
7

224

Klasifikasi Nilai

Aspek Yang Diobservasi


Membuka pertemuan pembelajaran
Membangkitkan minat, perhatian, dan
partisipasi siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Apersepsi
Penjelasan materi
Penguasaan materi
Penggunaan media

SB

B
9

CB
-

KB
-

TB
-

9
9
9
9
9

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

8
9
10
11
12
13
14
15

Penguasaan metode mengajar


Mengaktifkan siswa
Bimbingan terhadap siswa
Pemberian umpan balik
Pengaturan waktu
Evaluasi siswa
Menyimpulkan materi
Menutup kegiatan pembelajaran
Jumlah
Rata-Rata

9
9
9
9
9
9
9
14
93%

9
1
7%

Keterangan:
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik

: SB
:B
: CB
: KB
: TB
Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa
Siklus II

Sekolah
: Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
Kelas /Semester
: IXA/2
Mata Pelajaran : Fikih
Pokok Bahasan
: Mengurusi Jenajah
Waktu
: 2 x 40 menit

No

Nama Siswa

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Abd. M Tandjung
Amal Mahdang
Moh.Afandi
Moh.Arif
Moh. Amal
Moh.Rinaldi
Muh.Andi Sukri
Muh. Triyanto
Ramdan Moo
Ridwan
Rofil
Sulman
Zulkarnain
Ikhsan
Ayu Milanda
Despin
Fatimatuzzahra
Hariyati
Indriyani .K
Magfirah
Maryam
Miftahuljannah
Lasmin
Nurhatimah
Verawati
Windriyani

Aspek Yang Diamati


Memandikan
Mengafani
Menyolatkan
Jenazah
jenazah
jenazah
95
93
95
85
85
96
77
77
80
90
90
90
80
80
80
85
80
94
75
80
85
80
80
95
100
100
100
86
86
88
90
90
90
80
85
95
95
98
100
85
83
85
76
75
77
85
85
95
100
100
100
82
81
81
90
90
90
92
92
93
85
84
90
90
90
95
80
80
80
80
89
90
86
86
88
80
80
80

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

RataRata
94
89
78
90
80
85
80
85
100
87
90
86
98
84
76
88
100
89
90
92
85
92
80
85
87
80

225

Cara penyajian data hasil observasi dari


kegiatan pengamatan guru dan siswa dalam
kegiatan pembelajaran siklus I dan siklus II di atas,
dapat disajikan sebagai berikut.
Data pemantauan dan evaluasi terkait
dengan kegiatan pembelajaran pada siklus I ini dapat
dilihat pada aspek hasil penelitian berikut.
1) Hasil Pengamatan Kegiatan Guru
Kegiatan
guru
diamati
dengan
menggunakan
lembar
pengamatan
yang
berpedoman pada format penilaian yang tersedia
meliputi 15 (lima belas) aspek penilaian,
sebagaimana terlampir. Berdasarkan penilaian
pengamat diperoleh data sebagaimana nampak
pada tabel berikut ini.
Tabel 1: Hasil Pengamatan Siklus I Terhadap
Kegiatan Guru
Rentang
Nilai

Kategori
Penilaian

2.

90
100
75 89

3.

60 74

4.

40 59

5.

0 39

Sangat
Baik
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak Baik

No.
1.

Jumlah

Total

Jum
lah
6
7
2
15

Persent
ase
(%)
40
47
13
100

Sumber Data: Olahan Data Primer dari Kegiatan


Guru Siklus 1, 2014
Berdasarkan hasil pengamatan pada
tabel di atas yang dilakukan terhadap kegiatan
guru dalam menggunakan metode demonstrasi
dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
hasil belajar
Fikih pada materi Memahami
Muamalat di Luar Jual Beli, diperoleh hasil
pengamatannya
bahwa
semua
aspek
pembelajaran tersebut di atas dilaksanakan oleh
guru dengan cukup baik. Hal ini dapat dijelaskan
dari 15 (lima belas) aspek kegiatan guru yang
diamati terdapat 7 aspek (47%) yang mendapat
penilaian dengan kategori cukup baik, 6 aspek
(40%) berada pada kategori baik. Meskipun
masih ada 2 aspek (13%) berada pada kategori
kurang baik dalam hal: pemberian umpan balik
dan pengaturan waktu yang kurang efektif sesuai
dengan alokasi waktu yang ada. Sehingga
diharapkan pada tindakan siklus berikutnya kedua
aspek ini dapat diperbaiki oleh guru dan
meningkat ke arah yang lebih baik.
Berdasarkan hasil observasi selama
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus I
diperoleh informasi, bahwa 1) guru kurang
maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran, 2) guru
kurang maksimal dalam pengelolaan waktu
sehinga tidak semua siswa dapat melakukan
demonstrasi, 3) ruang untuk pelaksanan

226

demonstrasi terlalu sempit karena dilakukan


dalam kelas; serta 4) Sebagian media yang
digunakan sebagai alat demonstrasi belum
menyentuh pada dunia nyata, masih berupa audio
visual.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
pada siklus I ini masih terdapat kekurangan,
sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan
pada siklus berikutnya. Hal-hal yang akan
dilakukan pada siklus selanjutnya meliputi:
(1) guru perlu lebih terampil dalam memotivasi
siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat
langsung dalam setiap kegiatan yang akan
dilakukan; (2) guru perlu mengelola waktu dan
mendistribusikannya secara tepat sehingga
semua siswa dapat melakukan demonstrasi
secara baik; (3) untuk lebih efektifnya tujuan
demonstrasi maka guru perlu melaksanakan
demonstrasi di ruang terbuka dan luas di mana
pandangan dapat terarah dengan bebas pada
objek; dan (4) Media yang digunakan perlu
menggunakan sesuatu yang lebih nyata/konkrit
agar siswa bisa lebih bersemangat dalam
melakukan demonstrasi sehingga hasilnya akan
lebih maksimal.
2) Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa
Data hasil pengamatan kegiatan siswa
terkait dengan hasil belajar Fikih pada materi
Mengurus Jenazah yang diperoleh 26 orang
siswa Kelas IXA di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Kota Gorontalo, diperoleh dengan menggunakan
lembar pengamatan kegiatan siswa berdasarkan
3 (tiga) aspek yang diamati dapat dilihat pada
lampiran. Berdasarkan hasil analisis data,
diperoleh hasil belajar nilai rata-rata siswa pada
siklus 1 ini mengalami peningkatan yang cukup
berarti dibanding dari kegiatan pengamatan awal
sebelum dilakukan tindakan.
Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan
siklus
I
dengan
menggunakan
lembar
pengamatan kegiatan siswa terkait dengan hasil
belajar yang dicapai siswa Kelas IX\ Madrasah
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo pada masingmasing aspek yang diamati diperoleh hasil belajar
sebagai berikut.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Tabel 2: Distribusi Tes Hasil Belajar Siklus I Pada Mata Pelajaran Fikih
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
No

Nama Siswa

Skor

Keterangan
No
T
TT
9
14

Nama Siswa

Skor

Siswa Kelas IX Madrasah

Keterangan
T
TT
9
-

Abd. M
88
Ikhsan
81
Tandjung
9
9
2 Amal Mahdang 83
15 Ayu Milanda
61
9
9
3 Moh.Afandi
58
16 Despin
80
9
9
4 Moh.Arif
83
17 Fatimatuzzahra 92
9
9
5 Moh. Amal
60
18 Hariyati
81
9
9
6 Moh.Rinaldi
62
19 Indriyani .K
80
9
9
7 Muh.Andi Sukri 64
20 Magfirah
83
9
9
8 Muh. Triyanto
83
21 Maryam
70
9
9
9 Ramdan Moo
95
22 Miftahuljannah
80
9
9
10 Ridwan
74
23 Lasmin
62
9
9
11 Rofil
81
24 Nurhatimah
80
9
9
12 Sulman
81
25 Verawati
58
9
9
13 Zulkarnain
90
26 Windriyani
81
Jumlah
1004 8
5
Jumlah
1160 9
4
Jumlah skor
: 2164
Jumlah skor maksimal ideal
: 2600
Rata-rata skor tercapai
: 83,23
Sumber Data: Olahan Data Primer dari Kegiatan Siswa Siklus 1, 2014
Keterangan:
metode demonstrasi diperoleh nilai rata-rata
T
: Tuntas
hasil belajar siswa adalah 83,23 dan
TT
: Tidak Tuntas
ketuntasan belajar mencapai 65,38% atau ada
Jumlah siswa yang tuntas
: 17 orang
17 siswa dari 26 siswa sudah tuntas belajar.
Jumlah siswa yang belum tuntas : 9 orang
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada
Klasikal
: Belum tuntas
siklus I secara klasikal siswa belum tuntas
Berdasarkan data pada tabel 2
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai
tersebut, diperoleh data bahwa dari 26 siswa
80 hanya sebesar 65,38% lebih kecil dari
Kelas IXA Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
Gorontalo sudah terdapat 17 orang siswa yang
sebesar 85%. Sebagaimana digambarkan
tuntas dalam belajar Fikih, namun masih
dalam histogram berikut ini.
terdapat 9 orang siswa yang belum mencapai
Grafik 1:
Hasil Tes Belajar Siklus 1 Pada
ketuntasan belajar. Hal ini dapat dilihat dari
Mata Pelajaran Fikih Siswa Kelas
nilai rata-rata tes formatif yang diperoleh
IX Madrasah Tsanawiyah Negeri
meningkat dari 26,92% menjadi 83,23%
Kota Gorontalo
setelah didakan tindakan siklus 1. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam tabel rekapitulasi
20
hasil tes belajar siswa berikut ini.
Tabel 3: Rekapitulasi Hasil Tes Belajar Siklus
15
1 Pada Mata Pelajaran Fikih
10
Siswa
Kelas
IXA
Madrasah
Tuntas
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
5
Belum tuntas
1

No

Uraian

0
Observasi
Awal

Hasil
Siklus 1

Nilai rata-rata tes


83,23
formatif
Jumlah siswa yang
17
2
tuntas belajar
Persentase
3
65,38
ketuntasan belajar
Sumber Data: Olahan Data Primer
Kegiatan Siswa Siklus 1, 2014
1

Keterangan:
Observasi awal
dari

Dari tabel 3 di atas dapat dijelaskan


bahwa pembelajaran dengan menerapkan

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

7 siswa yang sudah


tuntas belajar, 19 orang
siswa yang belum tuntas
belajar
(ketuntasan
belajar 26,92%)

227

Siklus 1 : 17 siswa yang sudah tuntas belajar,


9 orang siswa yang belum
tuntas belajar (ketuntasan
belajar 65,38%)
Mencermati hasil belajar yang dicapai
siswa Kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri
Kota Gorontalo pada mata pelajaran Fikih melalui
pelaksanaan tindakan siklus 1 mencapai 65,38%,
apabila
dibandingkan
dengan
indikator
keberhasilan dalam penelitian > 85%, sebagai
hasil dari penerapan metode demonstrasi, belum
mencapai target tersebut, maka penelitian
tindakan ini dilanjutkan pada kegiatan siklus II.
Selanjutnya berikut ini akan dipaparkan
hasil pengamatan kegiatan guru dan hasil
pengamatan kegiatan siswa IX Madrasah
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo pada mata
pelajaran Fikih melalui pelaksanaan tindakan
siklus II sebagai berikut.
1) Hasil pengamatan kegiatan guru
Pengamatan kegiatan guru dalam
proses pembelajaran pada siklus II, sama
halnya dengan aspek yang diamati pada siklus
I. Siklus II juga mengamati 15 (lima belas)
aspek sebagaimana terlampir. Aspek tersebut
juga diamati dengan menggunakan lembar
pengamatan yang disusun untuk memantau
perkembangan dari proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Berdasarkan penilaian
oleh kolaborator, maka data tentang hasil
pengamatan kegiatan guru pada siklus II dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4: Hasil Pengamatan Siklus II Terhadap
Kegiatan Guru
Rentang
Nilai

Kategori
Penilaian

2.

90
100
75 89

3.

60 74

4.

40 59

5.

0 - 39

Sangat
Baik
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak
Baik

No.
1.

Jumlah

No

1
2
3
4
5
6
7
8

228

Juml
ah

Persenta
se
(%)

93

14
1

Total

100

15

Nama Siswa

Skor

Abd. M
Tandjung
Amal Mahdang
Moh.Afandi
Moh.Arif
Moh. Amal
Moh.Rinaldi
Muh.Andi Sukri
Muh. Triyanto

Keterangan

No

Sumber Data: Olahan Data Primer dari Kegiatan


Guru Siklus II, 2014

Berdasarkan
hasil
pengamatan
kegiatan guru pada siklus II diketahui bahwa
semua aspek dilaksanakan oleh guru dengan
baik. Hal ini dapat dilihat dari 15 (lima belas)
aspek yang dinilai terdapat 14 aspek (80%)
yang mendapat penilaian dengan kategori
baik, 1 aspek (13%) yang mendapat penilaian
cukup baik.
Berdasarkan data observasi yang
telah diperoleh pada siklus II disebutkan
bahwa (1) selama proses belajar mengajar
guru telah melaksanakan semua pembelajaran
dengan baik sesuai dengan RPP. Meskipun
ada beberapa aspek yang belum sempurna,
tetapi persentase pelaksanaannya untuk
masing-masing aspek cukup besar; (2)
berdasarkan data hasil pengamatan diketahui
bahwa siswa aktif dan semangat selama
proses belajar berlangsung; (3) kekurangan
pada siklus sebelumnya sudah mengalami
perbaikan
dan
peningkatan
sehingga
hasilnhya menjadi lebih baik, serta (4) hasil
belajar siswa pada siklus II sudah tuntas baik
individual atau klasikal.
Pada siklus II guru telah menerapkan
metode demonstrasi dalam pembelajaran
dengan baik, dan dilihat dari aktivitas siswa
serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses
belajar mengajar sudah berjalan dengan baik,
maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak,
tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan
selanjutnya
adalah
menyempurnakan
kekurangan yang ada dan mempertahankan
apa yang telah dicapai sehingga tujuan
pembelajaran
dapat
terwujud
dengan
maksimal
2) Hasil pengamatan kegiatan siswa
Berdasarkan hasil analisis data sesuai
dengan aspek yang diamati diperoleh hasil
belajar rata-rata siswa setelah diadakan
tindakan siklus II mengalami peningkatan
sebagaimana dalam tabel berikut ini.
Tabel 5: Distribusi Tes Hasil Belajar Siklus II
Pada
Mata
Pelajaran
Fikih
Siswa
Kelas
IX
Madrasah
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
Keterangan
Nama Siswa
Skor
T
TT

TT

94

14

Ikhsan

84

89
78
90
80
85
80
85

9
9
9
9
9
9

9
-

15
16
17
18
19
20
21

Ayu Milanda
76
Despin
88
Fatimatuzzahra 100
Hariyati
89
Indriyani .K
90
Magfirah
92
Maryam
85

9
9
9
9
9
9

9
-

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

9
9
Ramdan Moo
100
22 Miftahuljannah
92
9
9
Ridwan
87
23 Lasmin
80
9
9
Rofil
90
24 Nurhatimah
85
9
9
Sulman
86
25 Verawati
87
9
9
Zulkarnain
98
26 Windriyani
80
Jumlah
1142 12
1
Jumlah
1312 12
1
Jumlah skor
: 2454
Jumlah skor maksimal ideal
: 2600
Rata-rata skor tercapai
: 94,38
(termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II
Sumber Data: Olahan Data Primer dari
ini mengalami peningkatan signifikan lebih
Kegiatan Siswa Siklus II, 2014
baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil
Keterangan:
belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh
adanya peningkatan kemampuan guru dalam
T
:
menerapkan metode demonstrasi sehingga
Tuntas
siswa menjadi termotivasi, antusias, aktif dan
TT
:
partisipatif dengan metode pembelajaran
Tidak Tuntas
seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam
Jumlah siswa yang tuntas
: 24 orang
memahami materi yang telah diberikan.
Jumlah siswa yang belum tuntas : 2 orang
Sebagaimana digambarkan dalam gambar
Klasikal
:
berikut ini.
Tuntas
Berdasarkan data pada tabel 5
Grafik 2: Hasil Tes Belajar Siklus II Pada Mata
tersebut, diperoleh data bahwa dari 26 siswa
Pelajaran Fikih Siswa Kelas IX
Kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota
Madrasah Tsanawiyah Negeri
Gorontalo sudah terdapat 24 orang siswa yang
Kota Gorontalo
tuntas dalam belajar Fikih, sementara siswa
yang belum tuntas belajarnya tinggal 2 orang
siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
tes formatif yang diperoleh meningkat dari
25
83,23% menjadi 94,38% setelah didakan
20
tindakan siklus 1. Untuk lebih jelasnya dapat
15
dilihat dalam tabel rekapitulasi hasil tese
Tuntas
10
belajar siswa berikut ini.
Belum tuntas
5
Tabel 6: Rekapitulasi Hasil Tes Belajar
0
Siklus II Pada Mata Pelajaran Fikih
Observasi
Siklus II
Siswa
Kelas
IXA
Madrasah
Awal
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
No
Uraian
Hasil Siklus 1
Keterangan:
9
10
11
12
13

Nilai ratarata tes


formatif

Jumlah
siswa yang
tuntas
belajar

24

Persentase
ketuntasan
belajar

92,31

Observasi awal

94,38

7 siswa yang sudah


tuntas belajar, 19 orang
siswa yang belum tuntas
belajar
(ketuntasan
belajar 26,92%)

Siklus I : 17 siswa yang sudah tuntas belajar,


9 orang siswa yang belum
tuntas belajar (ketuntasan
belajar 65,38%)

dari

Siklus II : 24 siswa yang sudah tuntas belajar,


2 orang siswa yang belum
tuntas belajar (ketuntasan
belajar 92,31%)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh


nilai rata-rata tes formatif sebesar 94,38 dan
dari 26 siswa telah tuntas sebanyak 24 siswa
dan 2 siswa belum mencapai ketuntasan
belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 92,31%

Mencermati hasil belajar yang dicapai


siswa Kelas IX MTs
AlKhaairat
Gorontalo pada mata pelajaran Fikih melalui
pelaksanaan tindakan siklus II mencapai
ketuntasan belajar 92,31%, apabila dibandingkan
dengan indikator keberhasilan dalam penelitian >

Sumber Data: Olahan Data Primer


Kegiatan Siswa Siklus II, 2014

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

229

85%, sebagai hasil dari penerapan metode


demonstrasi, sudah melampaui target ketuntasan
belajar yang ditetapkan, maka penelitian tindakan
ini tidak dilanjutkan pada kegiatan siklus III.
G. Penutup
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan
pengumpulan data observasi harus disajikan dengan
baik sehingga memudahkan didalam membaca dan
memahami data yang disajikan, baik dengan
menggunakan tabel atau grafik. Penyajian data
sangat penting dalam observasi, karena dengan
penyajian data ini akan membantu pembaca
memahami data secara cepat dan mudah. Dengan
menyusunnya dalam bentuk yang lebih teratur, maka
data lebih mudah dianalisis atau direview untuk
ditarik kesimpulan.
Adapun beberapa saran yang dapat
dikemukakan sehubungan dengan pembahasan
yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut.
1. Dalam melakukan catatan lapangan melalui
observasi, kata sifat interpretative seperti
menyenangkan, cantik dan menarik. Pada
waktu mencatat hasil observasi agar tidak
mencampur adukan hasil pengumpulan data
dengan interprestasi, sehingga memudahkan di
dalam penyajian data.
2. Dalam menyajikan data observasi ke dalam
bentuk tabel atau grafik, hendaknya penampilan
dan gambaran data lebih mudah dibaca dan
dipahami. Dengan menyusunnya dalam bentuk
yang teratur maka dapat lebih mudah dianalisis
untuk ditarik kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA
Ferquson, G.A & Takane, Y. 1989. Statistical
Analysis in Psychology and Education. New
York: McGRaw Hill Book Company
Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif
(Untuk
Psikologi
dan
Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Suratno. 2010. Metode Penelitian Kualitatif.
Banjarmasin: Program Pasca Sarjana Institut
Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin

230

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

ANALISIS KUALITAS BUTIR SOAL PILIHAN GANDA MENURUT TEORI TES KLASIK
DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ITEMAN
Oleh:
Lian G. Otaya
Email: lian.otaya@yahoo.com

Abstrak
Analisis butir soal menjadi langkah yang penting karena untuk menentukan kualitas soal sehingga
soal tersebut dapat digunakan atau tidak. Soal pilihan ganda yang baik secara kuantitatif perlu
diperhatikan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda soal, dan efektivitas pengecoh
berdasarkan teori klasik. Meskipun penggunaan teori tes klasik relatif mudah dalam menganalisis
butir, namun teori ini memiliki beberapa kelemahan mendasar. Kemampuan kelompok peserta
didik yang mengikuti tes sangat mempengaruhi nilai statistik. sehingga nilai statistiknya akan
berbeda jika tes diberikan kepada kelompok yang lain. Selain itu, perkiraan kemampuan peserta
tergantung pada butir soal. Jika indeks kesukaran rendah maka estimasi kemampuan seseorang
akan tinggi dan sebaliknya. Perkiraan kesalahan pengukuran tidak mencakup perorangan tetapi
kelompok secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan respon setiap peserta tes terhadap soal tidak
bisa dijelaskan oleh teori tes klasik. Iteman merupakan salah satu program komputer yang dapat
digunakan untuk menganalisis butir soal secara klasik yang berguna menentukan kualitas butir
soal berdasarkan data empiris hasil ujicoba. Hasil analisis butir soal mencakup informasi mengenai
tingkat kesukaran soal, daya pembeda soal, dan statistik penyebaran jawaban. Selain
menghasilkan statistik butir soal, program ini juga menghasilkan statistik tes yang meliputi
kehandalan/reliabilitas tes, kesalahan pengukuran (standard error), dan distribusi skor. Program ini
juga memberikan output skor untuk setiap peserta tes.
.
A. Pendahuluan
keunggulan soal pilihan ganda yang dapat diskor
Penilaian dalam pembelajaran adalah
dengan mudah, cepat, obyektif, dan dapat
segala kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan
mencakup bahan atau materi yang luas dalam
secara
disengaja
dan
sistematis
dalam
suatu tes, dapat mengukur berbagai jenjang
mengumpulkan informasi yang akan digunakan
kognitif mulai dari ingatan sampai dengan evaluasi.
sebagai dasar dalam mengambil keputusan
Lebih mudah dianalisis baik dari segi tingkat
tentang pengetahuan, sikap, dan keterampilan
kesukaran, daya beda, validitas, dan reliabilitasnya.
peserta
didik
untuk
berbagai
macam
Selain itu, reliabilitas tes pilihan ganda relatif lebih
kepentingan/tujuan pembelajaran. Soal-soal bentuk
tinggi dibandingkan dengan soal uraian.
objektif banyak digunakan dalam menilai hasil
Beberapa
butir
pernyataan
yang
belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya
merupakan bagian pokok dalam pedoman umum
bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan
penulisan butir soal pilihan ganda adalah sebagai
mudahnya menilai jawaban yang diberikan.
berikut: (1) butir soal harus sesuai dengan
Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, hanya
indikator; (2) pokok soal dan pilihan jawaban harus
ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Jika
di rumuskan secara jelas, singkat, padat, dan
peserta didik tidak menjawab seperti itu dinyatakan
tegas, sehingga perumusan tersebut hanya
salah, tidak ada bobot atau skala terhadap jawaban
mencakup pernyataan yang diperlukan saja; (3)
suatu butir soal, seperti halnya pada tes esai.1
pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah
jawaban yang benar; (4) pokok soal dan pilihan
Salah satu bentuk tes obyektif yang paling
jawaban tidak mengandung pernyataan yang
sering digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes
bersifat negatif ganda; (5) pilihan jawaban yang
pilihan ganda sangat cocok digunakan jika peserta
merupakan kunci jawaban harus menunjukan
tes sangat banyak dan hasil tes yang harus segera
kebenaran mutlak dan terbaik; (6) pilihan jawaban
diumumkan seperti tes ujian akhir nasional,
harus homogen dan logis secara materi dan
ulangan umum, ulangan kenaikan kelas, tes
bahasa; (7) panjang rumusan pilihan jawaban
penerimaan mahsiswa baru, dan sebagainya.
harus relatif sama; (8) pilihan jawaban sebaiknya
Penggunaan yang luas ini tidak terlepas dari
jangan memakai bunyi semua pilihan jawaban di
1
atas salah atau semua pilihan jawaban di atas
Suwandi, Sarwiji, Model-Model Assesmen
benar; (9) pilihan jawaban berbentuk angka harus
dalam Pembelajaran, (Surakarta: Yuma Pustaka,
2011), h.57.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

231

disusun berdasarkan urutan kecil ke besar atau


2
sebaliknya.
Setiap bentuk soal pilihan ganda,
jawabannya
harus
dipilih
dari
beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
Penggunaan tes pilihan ganda, pada umumnya
dijumpai pada ujian yang berskala besar/massal
karena sifatnya yang obyektif dan mudah
penskorannya. Bentuk soal ini juga dianggap
pilihan yang tepat untuk ujian akhir dimana bahan
pelajaran yang hendak diujikan biasanya cukup
banyak. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan
ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan
jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas satu
kunci jawaban dan yang lainnya pengecoh
(distraktor). Pokok soal (stem) dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan tidak lengkap.
Thorndike secara rinci menjelaskan pengertian
pilihan ganda seperti berikut ini: the multiple-choice
item consists of two parts:the stem, which presents
the problem, and the list of possible answer or
options. In the standard form of the item, one of the
options is the correct or best answer and the others
are foils or distractor. The stem of the item may be
presented either as a question or as an incomplete
statement (Artinya, item pilihan ganda terdiri dari
dua bagian: batang, yang menyajikan masalah,
dan daftar kemungkinan jawaban atau opsi. Dalam
bentuk standar item, salah satu pilihan adalah
jawaban yang benar atau terbaik dan yang lainnya
salah (distraktor). Batang item dapat disajikan baik
sebagai pertanyaan atau pernyataan tidak
lengkap).3
Dalam kenyataannya, mengkontruksi tes
yang berbentuk pilihan ganda tidaklah mudah.
Pengkontruksian item soal pilihan ganda kadangkadang menghadapi kesulitan dalam menentukan
option pengecoh, sehingga alternatif jawaban
cenderung heterogen. Kecenderungan option yang
heterogen ini dapat membuat item kurang berarti
atau lemah karena item tersebut tidak bisa
membedakan
antara
peserta
tes
yang
berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan
rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
terhadap kualitas soal tersebut, sebelum diberikan
kepada peserta tes.
ITEMAN merupakan program komputer
yang digunakan untuk menganalisis butir soal
secara klasik. Program ini termasuk satu paket

program dalam MicroCAT n yang dikembangkan


oleh Assessment Systems Corporation mulai tahun
1982 dan mengalami revisi pada tahun 1984, 1986,
1988, dan 1993; mulai dari versi 2.00 sampai
2

Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses


Belajar Mengajar. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), h.44.
3
Thorndike, R.M. Measurement and
th
Evaluation in Psychology and Education (7 ed).
(New Jersey: Pearson Education. Inc, 2005),
h.448.

232

dengan versi 3.50. Alamatnya adalah Assessment


Systems Corporation, 2233 University Avenue,
Suite 400, St Paul, Minesota 55114, United States
of America. Program ini dapat digunakan untuk: (1)
menganalisis data file (format ASCII) jawaban butir
soal yang dihasilkan melalui manual entry data
atau dari mesin scanner; (2) menskor dan
menganalisis data soal pilihan ganda dan skala
Likert untuk 30.000 siswa dan 250 butir soal; (3)
menganalisis sebuah tes yang terdiri dari 10 skala
(subtes) dan memberikan informasi tentang
validitas setiap butir (daya pembeda, tingkat
kesukaran, proporsi jawaban pada setiap option),
reliabilitas (KR-20/Alpha), standar error of
measurement, mean, variance, standar deviasi,
skew, kurtosis untuk jumlah skor pada jawaban
benar, skor minimum dan maksimum, skor median,
dan frekuensi distribusi skor,
B. Analisis Kualitas Butir Soal Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda terdiri atas sebuah
masalah dan daftar saran pemecahannya. Masalah
yang dinyatakan sebagai pertanyaan langsung
atau pernyataan tidak lengkap disebut stem soal.
Daftar saran pemecahan termasuk kata-kata,
nomor, simbol, atau frasa disebut alternative (juga
disebut pilihan atau option). Peserta didik
disarankan untuk membaca stem dan daftar pilihan
dan memilih satu pilihan yang tepat atau yang
terbaik. Pilihan yang tepat pada setiap soal disebut
jawaban, dan pilihan tersisa disebut pengecoh
(juga disebut pemikat atau gagal). Pilihan-pilihan
yang tidak tepat fungsinya dalam soal untuk
mengecoh peserta didik yang ragu-ragu mengenai
jawaban yang tepat. Soal pilihan ganda dikatakan
berkualitas bila memenuhi syarat validitas dan
reliabilitas. Keberhasilan penilaian bergantung
pada
tingkat
keberhasilan
pengembangan
instrumen
dalam
memenuhi
syarat
agar
menghasilkan instrumen soal yang berkualitas
tinggi.
Analisis kualitas soal pilihan ganda
merupakan kegiatan penting dalam upaya
memperoleh instrumen penilaian yang berkategori
baik. Melalui analisis ini dapat diidentifikasi dan
diketahui butir-butir soal manakah yang termasuk
dalam kategori baik, kurang baik, dan jelek.
Analisis kualitas soal pilihan ganda memungkinkan
untuk memperoleh informasi mengenai baik
tidaknya suatu butir soal, sekaligus memperoleh
petunjuk untuk melakukan perbaikan soal yang
ditulis. Menurut Nitko kegiatan menganalisis
kualitas instrumen penilaian merupakan suatu
kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan
mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini
merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan
penggunaan informasi dari jawaban peserta didik
untuk membuat keputusan tentang setiap

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

penilaian.4 Sementara menurut Aiken tujuan


menganalisis butir soal adalah untuk mengkaji dan
menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal
yang bermutu sebelum soal digunakan. Di samping
itu, tujuan analisis ini juga untuk membantu
meningkatkan kualitas soal melalui revisi atau
membuang soal yang tidak efektif, serta untuk
mengetahui informasi diagnostik pada peserta didik
apakah mereka sudah ataupun belum memahami
materi yang telah diajarkan.5
Linn & Gronlund menambahkan tentang
pelaksanaan kegiatan analisis butir soal yang
biasanya didesain untuk menjawab pertanyaanpertanyaan berikut: (1) apakah fungsi soal sudah
tepat?; (2) apakah soal ini memiliki tingkat
kesukaran yang tepat?; (3) apakah soal bebas dari
hal-hal yang tidak relevan?; (4) apakah pilihan
jawabannya efektif?. Kegunaan analisis butir soal
bukan hanya terbatas untuk peningkatkan butir
soal, tetapi
ada beberapa hal, yaitu
bahwa data analisis butir soal bermanfaat sebagai
dasar untuk: (1) diskusi kelas efisien tentang
hasil tes; (2) untuk kerja remedial, (3) untuk
peningkatan secara umum pembelajaran di kelas;
dan (4) untuk peningkatan keterampilan pada
konstruksi tes.6
Berbagai uraian di atas menunjukkan
bahwa analisis kualitas butir soal adalah: (1) untuk
menentukan soal-soal yang cacat atau tidak
berfungsi penggunaannya; (2) untuk meningkatkan
butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu
tingkat kesukaran, daya pembeda, dan pengecoh
soal, serta meningkatkan pembelajaran melalui
ambiguitas soal dan keterampilan tertentu yang
menyebabkan peserta didik sulit. Di samping itu,
butir soal yang telah dianalisis dapat memberikan
informasi kepada peserta didik dan guru. Untuk
mendapatkan informasi tentang karakteristik setiap
butir soal perlu dilakukan analisis soal, baik analisis
kualitatif maupun analisis kuantitatif. Hasil analisis
soal dapat digunakan untuk menguji apakah suatu
soal akan berfungsi (analisis kualitatif) atau telah
berfungsi (analisis kuantitatif) dengan baik. Jadi,
ada dua cara yang dapat digunakan dalam
penelahaan butir soal yaitu penelahaan secara
7
kualitatif dan kuantitatif.

Nitko, Anthony J. Educational Assessment


of Students, Second Edition. (Ohio: Merrill an
imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs, 1996),
h.308.
5
Aiken, Lewis R. Psychological Testing and
Assessment, (Eight Edition), (Boston: Allyn and
Bacon,1994), h.63.
6
Gronlund, N.E. Constructing Achievement
Test. (3rd ed). (New York: Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, 1982), h.315-318.
7
Zulaiha,
Rahmah.
Bagaimana
Menganalisis Soal dengan Program Iteman.
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Badan

Penelaahan
soal
secara
kuantitatif
maksudnya adalah penelaahan butir soal
didasarkan pada data empirik dari butir soal yang
bersangkutan. Ada dua pendekatan dalam analisis
secara kuantitatif, yaitu teori secara klasik dan
teori modern. Teori tes klasik adalah analisis butir
soal yang menggunakan model pengukuran yang
sangat sederhana, yakni skor yang tampak terdiri
dari skor sebenarnya dan skor kesalahan.
Sedangkan teori modern mempunyai orientasi
pada item yang karakteristiknya tidak tergantung
pada kelompok tertentu. Teori ini membebaskan
ketergantungan antara item tes dan peserta tes
(konsep invariansi parameter), respon peserta tes
pada satu item tes tidak mempengaruhi item tes
lainnya (konsep independensi lokal), dan item tes
hanya mengukur satu dimensi ukur (konsep
unidimensi).
Salah satu teori pengukuran yang tertua
didunia pengukuran adalah classical true-score
theory. Teori ini dalam bahasa Indonesia sering
disebut dengan teori tes klasik. Teori tes klasik
merupakan sebuah teori yang mudah dalam
penerapannya serta model yang sederhana serta
sangat
berguna
dalam
mendeskripsikan
bagaimana kesalahan dalam pengukuran dapat
mempengaruhi skor amatan.
Pada teori tes klasik, ciri klasik ditunjukkan
bahwa kelompok butir pada uji tes atau kuesioner
tidak dapat dipisahkan dari kelompok peserta yang
menempuh uji tes atau yang mengisi kuesioner
(Naga, 1992: 4). Sebagai akibatnya, jika kelompok
butir atau kuesioner yang sama ditempuh atau diisi
oleh kelompok yang berbeda, maka ciri atau
karakteristik kelompok butir itu pada umumnya
berubah. Dengan kata lain, taraf kesukaran dan
daya beda kelompok butir itu berubah semata-mata
karena mereka ditanggapi oleh peserta yang
berbeda. Untuk butir yang sama, kelompok peserta
8
berbeda menunjukkan ciri butir yang berbeda.
Demikian pula, jika kelompok peserta yang
sama menempuh kelompok butir tes atau mengisi
kelompok butir kuesioner berbeda, maka ciri
kelompok peserta pun pada umumnya berubah.
Dengan kata lain, kemampuan atau sikap peserta
berubah semata-mata karena mereka menempuh
atau mengisi butir yang berbeda. Untuk peserta
yang sama, kelompok butir berbeda menunjukkan
ciri peserta yang berbeda. Dengan demikian, pada
teori tes klasik, uji tes atau kuesioner sangat
bergantung pada butir dan peserta. Sebagai
konsekuensinya antara lain adalah kemampuan
peserta seolah-olah tinggi jika diberikan tes yang
tingkat kesukarannya rendah. Demikian juga
sebaliknya, tingkat kesukaran butir tes kelihatannya
Penelitian dan Pengembangan Pusat Penilaian
Pendidikan, 2008), h.1
8
Naga, Dali. S. Pengantar Teori Sekor
pada
Pengukuran
Pendidikan.
(Jakarta:
Gunadarma, 1992), h.4.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

233

tinggi jika diberikan kepada kelompok peserta yang


9
mempunyai kemampuan rendah.
Hal
ini
sejalan
dengan
pendapat
Hambleton, Swaminathan, & Rogers (1991) yang
menyatakan bahwa kelemahan pada teori tes
klasik adalah adanya sifat group dependent dan
item dependent. Group dependent artinya hasil
pengukuran
tergantung
pada
kemampuan
kelompok peserta yang mengerjakan tes. Jika tes
diujikan kepada kelompok peserta dengan
kemampuan tinggi, tingkat kesulitan butir soal akan
rendah. Sebaliknya jika tes diujikan kepada
kelompok peserta dengan kemampuan rendah,
tingkat kesulitan butir soal akan tinggi. Item
dependent artinya hasil pengukuran tergantung
pada tes mana diujikan. Jika tes yang diujikan
mempunyai tingkat kesulitan tinggi, estimasi
kemampuan peserta tes akan rendah. Sebaliknya,
jika tes yang diujikan mempunyai tingkat kesulitan
rendah, estimasi kemampuan peserta tes akan
tinggi. Inti teori tes klasik adalah asumsi-asumsi
yang dirumuskan secara sistematis serta dalam
jangka waktu yang lama. Dari asumsi-asumsi
tersebut kemudian dijabarkan dalam beberapa
kesimpulan. Ada tujuh macam asumsi yang ada
dalam teori tes klasik ini. Allen & Yen (1979)
menguraikan asumsi-asumsi teori klasik sebagai
berikut:
1. Asumsi pertama teori tes klasik adalah bahwa
terdapat hubungan antara skor tampak
(observed score) yang dilambangkan dengan
huruf X, skor murni (true score) yang
dilambangkan dengan T dan skor kasalahan
(error) yang dilambangkan dengan E. Yang
dimaksud kesalahan pada pengukuran dalam
teori klasik adalah penyimpangan tampak dari
skor harapan teoritik yang terjadi secara
random. Hubungan itu adalah bahwa besarnya
skor tampak ditentukan oleh skor murni dan
kesalahan pengukuran. Secara matematis
dapat dilambangkan dengan X = T + E
2. Asumsi kedua adalah bahwa skor murni (T)
merupakan nilai ekspektasi atau harapan ((x) =
T). Dengan demikian skor murni adalah nilai
rata-rata skor perolehan teoretis sekiranya
dilakukan pengukuran berulang-ulang (sampai
tak terhingga) terhadap seseorang dengan
menggunakan alat ukur.
3. Asumsi ketiga teori tes klasik menyatakan
bahwa tidak terdapat korelasi antara skor murni
dan skor pengukuran pada suatu tes yang
dilaksanakan (ET = 0). Implikasi dari asumsi
adalah bahwa skor murni yang tinggi tidak akan
mempunyai error yang selalu positif ataupun
selalu negatif.
4. Asumsi keempat menyatakan bahwa korelasi
antara kesalahan pada pengukuran pertama
dan kesalahan pada pengukuran kedua adalah
nol
(E1E2 = 0). Artinya bahwa skor-skor
9

Ibid.,h.5.

234

kesalahan pada dua tes untuk mengukur hal


yang sama tidak memiliki korelasi (hubungan).
Dengan demikian besarnya kesalahan pada
suatu tes tidak bergantung kesalahan pada tes
lain.
5. Asumsi kelima menyatakan bahwa jika terdapat
dua tes untuk mengukur atribut yang sama
maka skor kesalahan pada tes pertama tidak
berkorelasi dengan skor murni pada tes kedua
(E1T2 = 0). Namun, asumsi ini akan gugur jika
salah satu tes tersebut ternyata mengukur
aspek yang berpengaruh terhadap teradinya
kesalahan pada pengukuran yang lain.
6. Asumsi keenam teori tes klasik adalah
menyajikan tentang pengertian tes yang paralel.
Dua perangkat tes dapat dikatakan sebagai testes yang paralel jika skor-skor populasi yang
menempuh kedua tes tersebut mendapat skor
murni yang sama (T = T') dan varian skor-skor
2
2
kesalahannya sama
( E = E). Dalam
prakteknya, asumsi keenam teori ini sulit
terpenuhi.
7. Asumsi terakhir dari teori tes klasik menyatakan
tentang definisi tes yang setara (essentially equivalent). Jika dua perangkat tes mempunyai
skor-skor perolehan X1 dan X2 yang memenuhi
asumsi 1 sampai 5 dan apabila untuk setiap
populasi subyek T1 = T2 + C12, dimana C12
adalah sebuah bilangan konstanta, maka kedua
tes itu disebut tes yang paralel.
Asumsi-asumsi teori klasik sebagaimana
disebutkan
di
atas
memungkinkan
untuk
dikembangkan dalam rangka pengembangan
berbagai formula yang berguna dalam melakukan
pengukuran psikologis. Daya beda, indeks
kesukaran, efektifitas distraktor (pengecoh),
reliabilitas dan validitas adalah formula penting
yang disarikan dari teori tes klasik.
1. Validitas
Validitas dapat berkenaan dengan
ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang
dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang
seharusnya dinilai (Sudjana 2001).
a. Validitas logis, terdiri atas: 1). Validitas isi,
sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi
apabila mengukur tujuan khusus tertentu
yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan (Arikunto 2007). Sedangkan
validitas isi menurut Ary D. et al (2007)
menunjuk pada sejauh mana instrumen
tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki.
2). Validitas konstruksi, sebuah tes dikatakan
memiliki validitas konstruksi jika butir soal
yang membangun tes tersebut mengukur
setiap
aspek
berpikir
seperti
yang
dirumuskan dalam indikator (Arikunto 2007).
b. Validitas empiris, terdiri atas:
1). Tingkat kesukaran, adalah pengukuran
seberapa besar derajat kesukaran suatu
soal. Jika suatu soal memiliki tingkat
kesukaran seimbang (proporsional), maka
dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Sebaiknya dalam penyusunan tes tidak


terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.
Angka yang menunjukkan mengenai
tingkat
kesukaran
dikenal
dengan
Difficulty Index yang diberi lambang P
(Proportion). Besarnya tingkat kesukaran
antara 0,00 sampai dengan 1,0. Menurut
Arikunto
(2007)
klasifikasi
indeks
kesukaran adalah sebagai berikut:
Soal dengan P antara 0,00 sampai 0,10
adalah soal sangat sukar
Soal dengan P antara 0,11 sampai 0,30
adalah soal sukar
Soal dengan P antara 0,31 sampai 0,70
adalah soal sedang
Soal dengan P antara 0,71 sampai 0,90
adalah soal mudah
Soal dengan P > 0,90 adalah soal sangat
mudah
2). Daya pembeda
Daya pembeda adalah pengukuran
sejauhmana suatu butir soal mampu
membedakan peserta didik yang sudah
menguasai kompetensi dengan peserta
didik yang belum/kurang menguasai
kompetensi berdasarkan kriteria tertentu.
Semakin tinggi koefisien daya pembeda
suatu butir soal, semakin mampu butir
soal tersebut membedakan antara peserta
didik yang menguasai kompetensi dengan
peserta didik yang kurang menguasai
kompetensi.
Seluruh
peserta
tes
dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok
atas (upper) dan kelompok bawah (lower).
Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda adalah disebut Discriminating
Power yang diberi lambang D. Besarnya
daya pembeda berkisar antara 0,00
sampai 1,00.
Menurut Arikunto (2007) klasifikasi daya
pembeda soal adalah sebagai berikut:
D = 0,00 0,20 daya pembeda soal
adalah jelek
D = 0,21 0,40 daya pembeda soal
adalah cukup
D = 0,41 0,70 daya pembeda soal
adalah baik
D = 0,71 1,00 daya pembeda soal
adalah baik sekali
D = Negatif daya pembeda soal adalah
sangat jelek
3. Analisis pengecoh
Pada soal pilihan ganda terdapat alternatif
jawaban/option
yang
merupakan
pengecoh (distraktor). Butir soal yang
baik, pengecohnya akan dipilih secara
merata oleh peserta didik yang menjawan
salah. Sebaliknya butir soal yang kurang
baik, pengecohnya akan dipilih secara
tidak merata. Pengecoh dianggap baik

apabila jumlah peserta didik yang memilih


pengecoh itu sama atau mendekati jumlah
ideal. Menurut Surapranata (2005) suatu
pengecoh dapat dikatakan berfungsi baik
jika paling sedikit dipilih oleh 5% peserta
tes.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan
suatu alat evaluasi (Sudjana 2001). Sedangkan
Singarimbun dan Soffian E (2008) menyatakan
bahwa reliabilitas merupakan indeks yang
menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur
dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Suatu
tes dikatakan memiliki ketetapan jika dapat
dipercaya,
konsisten/stabil
dan
produktif
kapanpun tes tersebut digunakan.
Terdapat tiga cara untuk mengetahui reliabilitas
suatu tes yaitu:
a. Dengan metode dua tes, dua tes yang
paralel dan setaraf diberikan kepada
sekelompok
siswa,
kemudian
kedua
hasilnya dicari korelasinya.
b. Dengan metode satu tes, sebuah tes
diberikan dua kali kepada sekelompok
siswa yang sama tapi dalam waktu yang
berbeda. Kemudian kedua hasilnya dicari
korelasinya.
c. Metode split-half, suatu tes dibagi menjadi
dua
bagian
yang
sama
tingkat
kesukarannya, sama isi dan bentuknya.
Kemudian dilihat skor masing-masing
bagian paruhan tes tersebut dan dicari
korelasinya. (Purwanto 2004)
Nilai dari reliabilitas diberi lambang r
yang
dapat
dicari
besarnya
dengan
menggunakan rumus KR 20 atau SpearmanBrown. Menurut Arikunto (2007) harga r yang
diperoleh dikonsultasikan dengan r Tabel
product moment dengan taraf signifikan 5%.
Jika harga r hitung > r Tabel , maka soal
tersebut reliabel. Klasifikasi reliabilitas soal
adalah sebagai berikut:
0,800 < r 1,000 : sangat tinggi
0,600 < r 0,800 : tinggi
0,400 < r 0,600 : cukup
0,200 < r 0,400 : rendah
0,000 < r 0,200 : sangat rendah
C. Analisis Kualitas Soal Pilihan Ganda dengan
Menggunakan Program ITEMAN
ITEMAN merupakan perangkat/program
untuk menganalisis butir soal dan tes. Program ini
didasarkan pada teori tes klasik. Menurut Rudyatmi
dan Anni (2010) analisis soal secara klasik adalah
proses penelaahan butir soal melalui informasi dari
jawaban peserta didik guna meningkatkan mutu
butir
soal
yang
bersangkutan
dengan
menggunakan teori klasik. Melalui data empiris
butir soal yang ditampilkan dapat menjelaskan
kualitas soal tersebut. Menurut Abidin (2008)

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

235

terdapat kelemahan utama dari program ini yaitu


sangat dipengaruhi oleh kemampuan responden.
Artinya jika soal diujikan pada anak berkemampuan
tinggi dengan anak berkemampuan rendah maka
akan terjadi perbedaan hasil analisis. Untuk
mengantisipasi hal tersebut maka biasanya analisis
soal dengan menggunakan ITEMAN dilakukan
secara sampling. Semakin besar sampling dan
semakin baik teknik samplingnya maka semakin
baik kualitas hasil analisis.
Azwar yang diacu dalam Kustriyono (2004)
menyatakan
bahwa
pada
analisis
butir
menggunakan teori tes klasik tipe objektif, kualitas
butir dilihat dari paling tidak dua parameter yaitu
tingkat kesukaran dan daya pembeda. Selain itu
juga menguji efektifitas distraktor-distraktor pada
setiap butir untuk menentukan apakah distraktor
tersebut berfungsi atau belum. Program ini
termasuk satu paket dalam MicroCat yang
dikembangkan
oleh
Assessment
System
Corporation mulai tahun 1982 dan mengalami
revisi pada tahun 1984, 1986, 1988, dan 1993:
mulai dari versi 2.00 sampai dengan versi 3.50.
Menurut Rudyatmi dan Anni (2010) adapun fungsi
dari program ITEMAN adalah:
1. Untuk menganalisis data file (format ASCII)
jawaban butir soal yang dihasilkan manual
melalui manual entry data atau dari mesin
scanner
2. Menskor dan menganalisis data soal pilihan
ganda untuk 30.000 siswa dan 250 butir soal
3. Menganalisis sebuah tes yang terdiri dari 10
skala (subtes) dan memberikan informasi
tentang validitas setiap butir (daya pembeda,
tingkat kesukaran, proporsi jawaban pada
setiap option), reliabilitas (KR-20/Alpha),
standar error measurement, mean, variance,
standar deviasi, skew, kurtosis untuk jumlah
skor pada jawaban benar, skor minimum dan
maksimum, skor median dan frekuensi
distribusi skor.
Menurut Abidin (2008) program ITEMAN
juga memberikan hasil skor untuk setiap peserta
tes yang menunjukkan jumlah benar dari seluruh
jawaban.
Sebelum
menggunakan
program
ITEMAN perlu diketahui bahwa terdapat 5 baris
utama yang harus dientrykan. Data yang akan
dianalisis diketik melalui notepad atau Microsoft
Office Word dengan jenis font Courier New. File
data yang akan dientrykan ke program ITEMAN
terdiri atas 5 baris yaitu:
a. Baris pertama adalah baris pengontrol yang
mendeskripsikan data
b. Baris kedua adalah daftar kunci jawaban setiap
butir soal
c. Baris ketiga adalah daftar jumlah option untuk
setiap butir soal
d. Baris keempat adalah daftar butir soal yang
akan dianalisis (jika butir yang akan dianalisis
diberi tanda Y, jika tidak diikutkan dalam
analisis diberi tanda N)

236

e. Baris kelima dan seterusnya adalah data siswa


dan jawaban pilihan siswa. Setiap pilihan
jawaban siswa (untuk soal pilihan ganda) diketik
dengan menggunakan huruf, misal ABCD atau
1234 untuk 4 pilihan jawaban, sedangkan untuk
5 pilihan jawaban yaitu ABCDE atau 12345.
Adapun
langkah-langkah
melakukan
analisis soal dengan ITEMAN adalah sebagai
berikut.
1. Membuat File Data
a. Contoh File data (file data ditulis dengan
notepad atau Microsoft Office Word dengan
jenis font Courier New)
b. Keterangan Pengisian File Data
1) Baris Pertama:
Kolom
1-3 : jumlah butir soal (contoh:
040)
4 : Spasi
5 : jawaban kosong (omit), ditulis 0
6 : Spasi
7 : soal yang belum dikerjakan,
ditulis n
8 : spasi
9-10 : jumlah identitas data siswa
(contoh: 07)
Tambahan keterangan:
Kolom 1-3, Untuk menuliskan jumlah soal:
Kolom 1 ratusan, kolom 2 puluhan, kolom 3
satuan
Kolom 5 : butir soal yang tidak dijawab
Kolom 7 : butir soal yang belum sempat
dikerjakan
Kolom 9-10: panjang karakter untuk identitas
siswa.
2) Baris kedua : kunci jawaban
3) Baris ketiga :jumlah jawaban
4) Baris Keempat : Y butir soal yang dianalisis,
N butir soal yang tidak dianalisis
5) Baris kelima dan seterusnya : berisi jawaban
siswa
2. Menjalankan Program Iteman
a. Double klik file program ITEMAN
b. Tulislah file data: contoh MTS.DAT
(MTS.TXT), kemudian tekan enter
c. Ketik nama file hasil analisis, contoh
HSL.DAT (HSL.TXT), kemudian tekan enter
d. Ketik Y, kemudian tekan enter
e. Ketik file untuk total skor siswa, contoh
SKOR.DAT (SKOR.TXT), kemudian tekan
enter.
f. Analisis selesai
3. Interpretasi hasil Analisis
Hasil analisis dengan ITEMAN dapat dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu statistik butir soal dan
hasil analisis statistik tes/skala.
a. Statistik butir soal adalah untuk tes yang
terdiri dari butir-butir soal yang bersifat
dikotomi misalnya pilihan ganda. Statistik
berikut adalah output dari setiap butir soal
yang dianalisis:
1) Seq.N : adalah nomor urut butir soal
dalam file data

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

2) Scala item : nomor urut butir soal dalam


tes
3) Prop.Correc : proporsi siswa yang
menjawab benar butir tes (indeks tingkat
kesukaran soal secara klasikal). Nilai
ekstrim (mendekati nol atau satu)
menunjukkan bahwa butir soal tersebut
terlalu sukar atau terlalu mudah untuk
peserta tes. Indeks ini disebut juga indeks
tingkat kesukaran soal secara klasikal.
4) Biser : indeks daya pembeda soal dengan
menggunakan koefisien korelasi biserial.
Nilai positif artinya peserta tes yang
menjawab benar butir soal mempunyai
skor relatif tinggi dalam tes tersebut.
Sebaliknya nilai negatif menunjukkan
bahwa peserta tes yang menjawab benar
butir tes memperoleh skor tes yang relatif
lebih rendah dalam tes. Untuk statistik
pilihan jawaban korelasi biserial negatif
sangat tidak dikehendaki untuk kunci
jawaban
(alternatif)
dan
sangat
dikehendaki untuk pilihan jawaban yang
lain (pengecoh).
5) Point biserial : juga indeks daya pembeda
soal dan pilihan jawaban (alternatif)
dengan menggunakan koefisien point
biserial. Penafsirannya sama dengan
statistik biserial. Statistik pilihan jawaban
(alternatif) memberikan informasi yang
sama dengan statistik butir soal.
Perbedaannya adalah bahwa statistik
pilihan jawaban dihitung secara terpisah.
Untuk setiap pilihan jawaban dan
didasarkan
pada
pilihan
tidaknya
alternatif
tersebut,
bukan
pada
jawabannya. Tanda bintang yang muncul
di
sebelah
kanan
hasil
analisis
menunjukkan kunci jawaban.
b. Statistik tes
1) N of Items : jumlah butir soal dalam tes
yang dianalisis.
2) N of Examines: Jumlah peserta tes
3) Mean : Skor atau rerata peserta tes
4) Variance : varian dari distribusi skor
peserta tes yang memberikan gambaran
tentang sebaran skor peserta tes.
5) Std.Deviasi : Deviasi standar dari
distribusi skor tes (akar dari varians)
6) Skew : kemiringan distribusi skor peserta
tes yang memberikan gambaran tentang

bentuk distribusi skor peserta tes.


Kemiringan negatif menunjukkan bahwa
sebagian besar skor berada pada bagian
atas (skor tinggi) dari distribusi skor.
Sebaliknya,
kemiringan
positif
menunjukkan bahwa sebagian besar skor
pada bagian bawah (skor rendah) dari
distribusi
skor.
Kemiringan
nol
menunjukkan bahwa skor berdistribusi
secara simetris di sekitar skor rata-rata.
7) Kurtosis : puncak distribusi skor yang
menggambarkan kelandaian distribusi
skor dibanding dengan distribusi normal.
Nilai positif menunjukkan distribusi yang
lebih lancip (memuncak) dan nilai negatif
menunjukkan distribusi yang lebih landai
(merata). Kurtosis untuk distribusi normal
adalah nol.
8) Minimum : skor terendah peserta tes
9) Maximum : skor tertinggi peserta tes
10) Median : skor tengah dimana 50% berada
pada atau lebih rendah dari skor tersebut.
11) Alpha : koefisien reliabilitas alpha untuk tes
atau skala tersebut yang merupakan
indeks homogenitas tes atau skala.
Koefisien alpha bergerak dari 0,0 sampai
1,0. Koefisien alpha hanya cocok
digunakan untuk tes yang bukan
mengukur kecepatan dan yang hanya
mengukur satu dimensi. Semakin tinggi
koefisien alpha menandakan semakin
reliabel suatu soal.
12) SEM : kesalahan pengukuran standar
untuk setiap tes atau skala. SEM
merupakan estimasi dari deviasi standar
kesalahan pengukuran dalam skor tes.
13) Mean P : rerata tingkat kesukaran semua
butir soal dalam tes secara klasikal
dihitung dengan cara mencari rata-rata
proporsi peserta tes yang menjawab
benar untuk semua butir soal dalam tes.
14) Mean item tot : nilai rata-rata indeks daya
pembeda dari semua soal dalam tes yang
diperoleh dengan menghitung nilai ratarata point biseral dari semua soal dalam
tes
15) Mean biserial : nilai rata-rata indek daya
pembeda
yang
diperoleh
dengan
menghitung nilai rata-rata korelasi biserial
dari semua butir soal.

Untuk lebih jelasnya cara menggunakan program ini, pertama data diketik di DOS atau
Windows. Cara termudah adalah menggunakan program Windows yaitu dengan mengetik
data di tempat Notepad. Caranya adalah klik Start-Programs-Accessories-Notepad.
Contoh pengetikan data untuk soal bentuk pilihan ganda
30 o n 6
[Jumlah soal, kode omit, kode tidak dijawab, jmlh karakterl
43142442113424141324213411334 [Kunci jawaban dapat ditulis dengan angka atau hurufl
444444444444444444444444444444 [Jumlah pilihan]
YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY [Soal yang dianalisis, bila tidak dianalisis
ditulis NJ

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

237

Dita

123123244113424143324213211334 (Jawaban siswa, dapat ditulis Fauria


423142243413424141124213111233 dengan angka atau huruf)
Fara
423142242113424141324213411334
Nafis
143142242433434141324413431334
Raufan
243142242413434141411213211134
Dina
423342224113423141421213044331
Contoh pengetikan data untuk skala Likert.
30 x Y 10
[Jumlah soal, kodc omit, kode tidak dijawab, jmlh karakter]
[Positif/negative pernyataan]
+++++++ ----------- +++++ ---------- +++++-[Jumlah pilihan]
777777777777777777777777777777
[Kode skala]
111111111111111111111111111111
Nurul
Imam

211214123242343423111231243767
312214214242443423224562332565

Ali
Kiki

2242123313324431243254624371YY
22421112X432443323226556664122

Chanan

32421424234244344322653546X343

[Jawaban siswa, dapat ditulis


dengan angka atau huruf)

Contoh lain pengetikan data untuk soal bentuk pilihan ganda


25 0 N 24
ABDCEBCEDAABEDCCBDBAEDCAB Kuncine
5555555555555555555555555 Pilihane
YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY
IWAN SUYAWAN
ABDCEBCEDAABEDCEADBAEEECB
TIKA HATIKAH
ACCEEBCDBAABEECBBDBAEEAAB
YENNY SUKHRAINI
ABDDDBCEDAABCACCBDDBCDCAB
WIJI PURWANTA
ACBCEBCEDDCEEDCCAADAEDBBB
HENNY LISTIANA
ABDCECBDDAABDEACBDBBBECAB
UJANG HERMAWAN
CDDCEBCEDCDCEDCCBBCADDCAE
NIKEN IRIANTI
CDDCEBACDAABEBBCBDBAADAAB
MIMIK RIATIN
ABDDDBCEDAABCACCBDDBCDCAB
NUR WAHYU RISDIANTO
ABDBCDCEDAABBCDCBDBAAACAB
RURI SUSIYANTI
AEDEEBCEDBBDEDCCBDCDBDCAB
RYSA DWI INDAH YATI
ABCDEBCEDAABCACCBDBDEBCAB
ANDRIKO
ACDCEBCECBCBEDCADABAEBBCB
JOKO SLAMET
AAAABBBCCCDDEEAABBCCDDEEA
LUKMAN NURHUDA
ACDBEBCECDBBEDCCBBAAEDCBB
OTAH PIANTO
DBBCEBAECAABDCBCBDBAEAEAB
AKHMAD SYAMSURIZAL
ADDCEBCEDCBCDDCCBDBEEDCAB
DENY TRI SETIAWAN
ABCDABCEDABCBDCCBDEAEDCAB
DEWI SETYOWATI
ACCBEBCDCBABEDBCEDBDCBCAC
ISMAIL SHOLEH
ABDBCDCEDAABBCDCBDBAAACAB
JEMI INTARYO
ACCEEBCDBAABEECBBDBAEEAAB

Langkah kedua data yang telah diketik disimpan, misal disimpan pada file: Tes1.txt.
Selanjutnya untuk menggunakan program Iteman yaitu dengan mengklik icon Iteman.
Kemudian isilah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di layar computer seperti berikut.

Enter the name of the input file: Tesl.txt <enter>


Enter the name of the output file: haltesl.txt
<enter>

Langkah ketiga adalah membaca hasil, yaitu dengan mengklik icon hsltes1. Hasilnya adalah
seperti pada contoh berikut.

238

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

MicroCAT (tm) Testing System


Copyright (c) 1982, 1984, 1986, 1988 by Assessment Systems Corporation
Item and Test Analysis Program -- ITEMAN (tm) Version 3.00
Item analysis for data from file tes1.txt

Seq.
No.
---1

Scale
-Item
----0-1

Item Statistics
----------------------Prop.
Point
Correct Biser. Biser.
------- ------ -----0.850

-0.018

-0.012

CHECK THE KEY


A was specified, C works better

0-2

0-3

0-4

0.450

0.600

0.400

0.534

0.515

0.172

0.425

0.406

0.135

CHECK THE KEY


C was specified, D works better

0-5

0.700

0.215

0.163

CHECK THE KEY


E was specified, D works better

0-6

0.850

-0.089

-0.058

CHECK THE KEY


B was specified, D works better

Page

Alternative Statistics
----------------------------------Prop.
Point
Alt. Endorsing Biser. Biser. Key
----- --------- ------ ------ --A
B
C
D
E
Other

0.850
0.000
0.100
0.050
0.000
0.000

-0.018
-9.000
0.047
-0.040
-9.000
-9.000

-0.012
-9.000
0.028
-0.019
-9.000
-9.000

A
B
C
D
E
Other

0.050
0.450
0.300
0.150
0.050
0.000

-1.000
0.534
-0.262
0.231
0.121
-9.000

-0.856
0.425
-0.199
0.151
0.057
-9.000

A
B
C
D
E
Other

0.050
0.100
0.250
0.600
0.000
0.000

-1.000
-0.142
0.039
0.515
-9.000
-9.000

-0.856
-0.083
0.029
0.406
-9.000
-9.000

A
B
C
D
E
Other

0.050
0.200
0.400
0.200
0.150
0.000

-1.000
-0.059
0.172
0.474
0.018
-9.000

-0.856
-0.041
0.135
0.332
0.012
-9.000

A
B
C
D
E
Other

0.050
0.050
0.100
0.100
0.700
0.000

0.281
-1.000
0.142
0.331
0.215
-9.000

0.133
-0.856
0.083
0.194
0.163
-9.000

A
B
C
D
E
Other

0.000
0.850
0.050
0.100
0.000
0.000

-9.000
-0.089
-0.040
0.142
-9.000
-9.000

-9.000
-0.058
-0.019
0.083
-9.000
-9.000

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

*
?

*
?

?
*

*
?

239

MicroCAT (tm) Testing System


Copyright (c) 1982, 1984, 1986, 1988 by Assessment Systems Corporation
Item and Test Analysis Program -- ITEMAN (tm) Version 3.00
Item analysis for data from file tes1.txt

Seq.
No.
----

Scale
-Item
-----

25

0-25

Item Statistics
----------------------Prop.
Point
Correct Biser. Biser.
------- ------ -----0.850

1.000

0.685

Page

Alternative Statistics
----------------------------------Prop.
Point
Alt. Endorsing Biser. Biser. Key
----- --------- ------ ------ --A
B
C
D
E
Other

0.050
0.850
0.050
0.000
0.050
0.000

-1.000
1.000
-0.523
-9.000
-0.040
-9.000

-0.856
0.685
-0.247
-9.000
-0.019
-9.000

K
eterangan:
Prop. Correct= tingkat kesukaran butir:,
Biser dan Point Biser.= korelasi Biserial dan Korelasi Point Biserial,
Alt.= alternative/pilihan jawaban,
Prop. Endorsing= proporsi Jawaban pada setiap option
MicroCAT (tm) Testing System
Copyright (c) 1982, 1984, 1986, 1988 by Assessment Systems Corporation
Item and Test Analysis Program -- ITEMAN (tm) Version 3.00
Item analysis for data from file tes1.txt

There were 20 examinees in the data file.

Scale Statistics
---------------Scale:

0
------N of Items
25
N of Examinees
20
Mean
16.250
Variance
9.087
Std. Dev.
3.015
Skew
-2.463
Kurtosis
6.976
Minimum
5.000
Maximum
20.000
Median
17.000
Alpha
0.437
SEM
2.261
Mean P
0.650
Mean Item-Tot.
0.266
Mean Biserial
0.352

Hasil scor butir soal pilihan ganda dari ITEMAN versi 3.00

240

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Page

24 1 Scores for examinees from file tes1.txt


IWAN SUYAWAN
20.00
TIKA HATIKAH
16.00
YENNY SUKHRAINI
18.00
WIJI PURWANTA
15.00
HENNY LISTIANA
16.00
UJANG HERMAWAN
16.00
NIKEN IRIANTI
17.00
MIMIK RIATIN
18.00
NUR WAHYU RISDIANTO
17.00
RURI SUSIYANTI
17.00
RYSA DWI INDAH YATI
19.00
ANDRIKO
15.00
JOKO SLAMET
5.00
LUKMAN NURHUDA
17.00
OTAH PIANTO
16.00
AKHMAD SYAMSURIZAL
19.00
DENY TRI SETIAWAN
18.00
DEWI SETYOWATI
13.00
ISMAIL SHOLEH
17.00
JEMI INTARYO
16.00
Hasil korelasi point-biserial (rpbi) dan korelasi biserial (rpbis) berasal dari perhitungan rumus berikut.

r pbi =
Yp
Yt dan St
p
U

Y p Yt
St

=
=
=
=

Y p Yt
p
atau r bis =
(1 p )
St

p(1 p )
U

mean skor pada kriterion siswa yang menjawab benar soal.


mean dan standard deviasi kriterion seluruh siswa.
proporsi siswa yang menjawab benar soal.
ordinat kurva normal.

Korelasi point-biserial (r pbi) tidak sama dengan 0, korelasi biserial (r bis) paling sedikit 25% lebih besar
daripada r pbi untuk perhitungan pada data yang sama. Korelasi point-biserial (r pbi) merupakan korelasi
product moment antara skor dikotomus dan pengukuran kriterion; sedangkan korelasi biserial (r bis)
merupakan korelasi product moment antara variabel latent distribusi normal berdasarkan dikotomi benarsalah dan pengukuran kriterion.
Menurut Millman dan Greene (1989) dalam Educational Measurement, kedua korelasi ini memiliki
kelebihan masing-masing. Kelebihan korelasi point biserial adalah: (1) memberikan refleksi kontribusi soal
secara sesungguhnya terhadap fungsi tes. Maksudnya ini mengukur bagaimana baiknya soal berkorelasi
dengan kriterion (tidak bagaimana baiknya beberapalsecara abstrak); (2) sederhana dan langsung
berhubungan dengan statistik tes; (3) tidak pernah mempunyai value 1,00 karena hanya variabel-variabel
dengan distribusi bentuk yang sama yang dapat berkorelasi secara sempurna, dan variabel kontinyu
(kriterion) dan skor dikotomus tidak mempunyai bentuk yang sama. Kelebihan korelasi biserial adalah: (1)
cenderung lebih stabil dari sampel ke sampel, (2) penilaian lebih akurat tentang bagaimana soal dapat
diharapkan untuk membedakan pada beberapa perbedaan point di skala abilitas, (3) value r bis yang
sederhana lebih langsung berhubungan dengan indikator diskriminasi kurva karakteristik butir (Item
Characteristic Curve atau ICC). Kebanyakan para ahli pendidikan, khususnya di Indonesia, banyak yang
menggunakan korelasi point biserial daripada korelasi biserial.
Kriteria baik tidaknya butir soal menurut Ebel dan Frisbie (1991) dalam Essentials of Educational
Measurement halaman 232 adalah bila korelasi point biserial: >0.40=butir soal sangat baik; 0.30 - 0.39=soal
baik, tetapi perlu perbaikan; 0.20 - 0.29=soal dengan beberapa catatan, biasanya diperlukan perbaikan; <
0. 19=soal jelek, dibuang, atau diperbaiki melalui revisi. Adapun tingkat kesukaran butir soal memiliki
skala 0 - 1. Semakin mendekati 1 soal tergolong mudah dan mendekati 0 soal tergolong sukar.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

241

D. Hasil Analisis
Hasil analisis secara kuantitatif soal pilihan ganda sebanyak 25 soal dengan menggunakan program
ITEMAN versi 3.00 dapat diketahui validitas soal yang meliputi indeks tingkat kesukaran soal, daya pembeda,
dan efektifitas pengecoh serta reliabilitas soal sebagai berikut.
B
K
Distribusi
Tingkat
Daya Pembeda
Kesukaran
U
U
jawaban tiap butir
Pengecoh
(Biser)
(Prop.Correct)
T
N
(dalam %)
(Prop.
I

Endorsing)
Angka

Kategori

Angka

Kategori

1.000

Sgt.Muda
h

-9.000

Sgt.Jelek

0.000

1.000

0.000

0.000

Tidak berfungsi

1.000

Sgt.Muda
h

-9.000

Sgt.Jelek

0.000

0.000

1.000

0.000

Tidak berfungsi

1.000

Sgt.Muda
h

-9.000

Sgt.Jelek

0.000

0.000

1.000

0.000

Tidak berfungsi

D*

0.925

Sgt.Muda
h

0.163

Jelek

0.008

0.008

0.058

0.925

Tidak berfungsi

0.417

Sedang

0.797

Baik Skli

0.325

0.108

0.150

0.417

Berfungsi

0.375

Sedang

0.654

Baik

0.375

0.092

0.200

0.333

Berfungsi

0.308

Sedang

0.863

Baik Skli

0.325

0.125

0.242

0.308

Berfungsi

0.392

Sedang

0.504

Baik

0.300

0.058

0.392

0.250

Berfungsi

0.267

Sukar

0.976

Baik Skli

0.425

0.083

0.267

0.225

Berfungsi

10

0.567

Sedang

0.288

Cukup

0.200

0.117

0.567

0.117

Berfungsi

11

0.500

Sedang

0.263

Cukup

0.283

0.500

0.067

0.150

Berfungsi

12

0.575

Sedang

0.399

Cukup

0.192

0.033

0.575

0.200

Berfungsi

13

0.400

Sedang

0.511

Baik

0.217

0.400

0.208

0.175

Berfungsi

14

0.425

Sedang

0.475

Baik

0.425

0.083

0.350

0.142

Berfungsi

15

0.467

Sedang

0.495

Baik

0.250

0.117

0.467

0.167

Berfungsi

16

0.383

Sedang

0.284

Cukup

0.250

0.175

0.383

0.192

Berfungsi

17

0.592

Sedang

0.158

Jelek

0.208

0.033

0.167

0.592

Berfungsi

18

0.408

Sedang

0.487

Baik

0.225

0.408

0.250

0.117

Berfungsi

19

0.525

Sedang

0.221

Cukup

0.167

0.050

0.258

0.525

Berfungsi

20

A*

0.608

Sedang

-0.019

Sgt.Jelek

0.608

0.008

0.300

0.083

Berfungsi

21

0.533

Sedang

0.465

Baik

0.192

0.533

0.208

0.067

Berfungsi

22

0.533

Sedang

0.297

Cukup

0.158

0.083

0.533

0.225

Berfungsi

23

0.342

Sedang

0.469

Baik

0.175

0.117

0.342

0.367

Berfungsi

24

0.600

Sedang

0.470

Baik

0.058

0.133

0.600

0.208

Berfungsi

242

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

25

D*

0.692

soal sangat sukar


soal sukar
soal sedang
soal mudah
soal sangat mudah

Sedang

=0
=1
= 20
=0
=4

0.094

Jelek

soal baik sekali


soal baik
soal cukup
soal jelek
soal sangat jelek

0.092

0.008

0.208

0.692

=3
=9
=6
=3
=4

pengecoh berfungsi
tidak berfungsi = 4

Berfungsi

= 21

E. Pembahasan
Hasil analisis kuantitatif yang mencakup analisis validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat
kesukaran, efektifivitas pengecoh diperoleh dengan bantuan program computer microCat iteman. Dengan
melihat hasil iteman, akan mengetahui reliabilitas soal dari koefisien alpha dan analisis butir soal berupa indeks
kesulitan, indeks daya beda, dan keefektifan distraktor.
1. Validitas soal
Validitas soal dalam analisis ini yang dimaksud validitas soal meliputi tingkat kesukaran, daya beda,
dan efektifitas pengecoh.
a. Tingkat kesukaran
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif soal pilihan ganda menggunakan ITEMAN pada Tabel 1
diketahui bahwa soal 0% sangat sukar; 2,5% sukar; 80% sedang; 10% mudah dan 7,5% sangat mudah.
Tingkat kesukaran soal tersebut secara keseluruhan termasuk sedang.
Dilihat dari tingkat kesukaran (dengan menggunakan ITEMAN ditunjukkan dengan proporsi
siswa menjawab benar/proportion correct), maka soal Fisika memiliki tingkat kesukaran sedang.
b. Daya beda
Pada tabel di atas diketahui bahwa soal dengan daya beda baik sekali memiliki persentase 15%,
soal dengan daya beda baik sebesar 32,5%, soal dengan daya beda cukup sebesar 20%, soal dengan
daya beda jelek sebesar 22,5%, dan soal dengan daya beda sangat jelek sebesar 10% yang bernilai
positif. Artinya soal tersebut dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan yang
berkemampuan rendah. Soal yang memiliki nilai daya beda negatif sebesar 10% (4 soal yaitu no 1,2,3,
dan 20) tidak dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai biser berturut-turut sebesar -9,000, -9,000, -9,000 dan -0.019
dan point biser berturt-turut sebesar -9,000, -9,000, -9,000 dan -0.015 (tabel 1).
Butir soal yang memiliki nilai negatif menunjukkan peserta tes yang menjawab benar butir soal
tersebut memiliki skor yang relatif rendah atau dengan kata lain peserta tes yang memiliki skor relatif
tinggi tidak mampu menjawab butir soal tersebut. Dapat dikatakan bahwa butir soal tersebut tidak dapat
membedakan siswa yang pandai dan yang tidak pandai. Semakin tinggi nilai daya beda soal (bernilai
positif) maka semakin baik soal tersebut. Meskipun memiliki nilai positif, akan tetapi soal yang sebaiknya
digunakan adalah soal yang memiliki daya beda cukup, baik dan baik sekali. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zaman et al (2010) bahwa soal yang memiliki daya beda 0,2 0,4 (cukup) sebaiknya direvisi
pada stem soal, setelah lolos revisi maka soal tersebut dapat digunakan dalam tes.
c. Efektifitas pengecoh
Berdasarkan tabel di atas yang menunjukkan hasil analisis butir soal menggunakan ITEMAN
maka dapat diketahui bahwa 90% pilihan jawaban pada soal dapat berfungsi. Artinya pilihan jawaban
(bukan kunci jawaban) telah berfungsi sebagaimana mestinya yaitu sebagai pengecoh. Sisanya yaitu
sebanyak 10% pengecoh tidak berfungsi. Pada soal dengan tingkat kesukaran sangat mudah maka
pengecoh tidak berfungsi yaitu soal no 1,2,3 dan 4. Hal ini karena pokok soal yang terlalu mudah
sehingga peserta tes dengan mudah menjawab tanpa menghiraukan pilihan jawaban lain (dalam hal ini
pengecoh).
Maka dalam menyusun soal perlu diperhatikan tingkat kesukaran soal dan hubungannya dengan
pilihan jawaban. Tes pilihan ganda yang disusun tanpa memperhatikan homogenitas tidaknya pilihan
jawaban akan berpeluang untuk tidak berfungsi. Karena peserta tes akan dengan mudah menebak
tanpa berpikir panjang akan langsung menjawab pada kunci jawaban, artinya tidak menghiraukan pilihan
jawaban lain sebagai pengecoh yang tidak homogen.
Demikian juga jika pokok soal memberi petunjuk untuk jawaban yang benar. Petunjuk untuk
pilihan jawaban yang benar membuat peserta tes menjawab sesuai dengan petunjuk. Hal ini akan
menyebabkan alternatif jawaban lain tidak berfungsi. Menurut Aprianto (2008) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi berfungsi tidaknya suatu pengecoh yaitu jika soal terlalu mudah, pokok soal
memberi petunjuk pada kunci jawaban dan siswa sudah mengetahui materi yang akan ditanyakan terlalu
mudah.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

243

Efektifitas pengecoh dikatakan berfungsi jika dipilih oleh sebagian besar siswa yang
berkemampuan rendah dan dipilih minimal 5% dari seluruh peserta tes dan dikatakan kurang berfungsi
jika dipilih oleh peserta tes yang berkemampuan tinggi. Jika pengecoh lebih banyak dipilih oleh peserta
yang berkemampuan tinggi maka dapat dikatakan pengecoh tersebut menyesatkan. Apabila tes dipilih
secara merata oleh peserta tes maka pengecoh tersebut berfungsi.
Hasil analisis seluruh butir soal fisika terdapat beberapa butir soal yang memiliki daya beda
(biser dan point biser) untuk pengecoh yang bernilai positif yaitu soal no 14 pada pengecoh D; no 16
pada pengecoh B; no 22 pada pengecoh B. Dalam hal ini berarti pengecoh tersebut tidak dapat
membedakan kemampuan peserta tes, yaitu siswa yang memperoleh skor tinggi menjawab salah soal
tersebut. Hal ini sesuai dengan Shakil (2008) yang menyatakan bahwa kualitas pengecoh dalam soal
mempengaruhi hasil dari skor keseluruhan peserta tes. Tanda negatif pada pengecoh (pilihan jawaban
bukan kunci jawaban) menunjukkan bahwa pengecoh sudah berfungsi dengan baik dimana peserta tes
yang skornya rendah memilih pengecoh sebagai jawaban yang benar.
Soal no 4 dimana terdapat tanda tanya pada pengecoh A (dimana kunci jawaban adalah D); no
20 dimana terdapat tanda tanya pada pengecoh D (dimana kunci jawaban adalah A); no 25 dimana
terdapat tanda tanya pada pengecoh A (dimana kunci jawaban adalah D);, maka pengecoh atau kunci
jawaban tersebut perlu ditinjau lagi dari segi kualitatif. Sebagai tindak lanjut atas hasil analisis terhadap
berfungsi tidaknya pengecoh maka untuk pengecoh yang telah berfungsi pada soal tersebut dapat
digunakan untuk ulangan akhir semester selanjutnya, sedangkan pengecoh yang belum berfungsi perlu
diganti atau direvisi dengan pengecoh lainnya.
Selain itu jika soal memiliki tingkat kesukaran 1 (misalnya pada soal no 1,2,dan 3 dari hasil
analisis ) artinya semua siswa menjawab benar soal tersebut. Nilai biser menunjukkan angka -9,000, hal
ini berarti bahwa pengecoh tidak dapat membedakan peserta tes yang memiliki kemampuan tinggi dan
yang memiliki kemampuan rendah. Menurut Widodo (2010) penyebab pengecoh yang tidak dipilih oleh
peserta tes karena terlalu kelihatan menyesatkan. Pengecoh yang jelek sebaiknya diganti. Selain itu juga
perlu diperhatikan lagi, apakah pilihan jawaban tidak homogen atau justru siswa sudah benar-benar
memahami konsep materi yang diajarkan.
2. Reliabilitas soal
Penghitungan menggunakan ITEMAN dapat diketahui nilai reliabilitas soal melalui scale statistic.
Indeks reliabilitas berkisar antara 0-1 dengan lima kriteria. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes,
semakin tinggi pula keajegan atau ketepatannya. Nilai alpha/reliabilitas soal yang dihitung secara
keseluruhan adalah sebesar 0,761(lihat lampiran 1) artinya soal tersebut memiliki keajegan yang tinggi.
Kehandalan yang dimaksud dalam hal ini meliputi ketepatan/kecermatan hasil pengukuran dan
keajegan/kestabilan dari hasil pengukuran. Gronlund yang diacu dalam Surapranata (2005) menyebutkan
bahwa untuk pengambilan keputusan individu, koefisien reliabilitasnya harus tinggi.
3. Keputusan
Setelah melihat hasil analisis tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas pengecoh serta
reliabilitas soal, maka dapat diambil keputusan sebagai berikut.
Butir

Tingkat
Kesukaran

Sgt.Mudah

Daya
Pembeda

Sgt.Jelek

Pengecoh

Keputusan

Tidak
berfungsi

Soal sangat jelek, dibuang, atau diperbaiki


melalui revisi. Dapat dilihat dari tabel bahwa
butir soal ini tingkat kesulitannya adalah 1,000
yang artinya soal tersebut terlalu mudah. Dapat
dilihat pula dari distribusi bahwa butir soal 1
kurang mampu membedakan siswa dengan
kemampuan tinggi dengan sisiwa dengan
kemampuan rendah.

Sgt.Mudah

Sgt.Jelek

Tidak
berfungsi

Soal sangat jelek, dibuang, atau diperbaiki


melalui revisi. Dapat dilihat dari tabel bahwa
butir soal ini tingkat kesulitannya adalah 1,000
yang artinya soal tersebut terlalu mudah. Dapat
dilihat pula dari distribusi bahwa butir soal 1
kurang mampu membedakan siswa dengan
kemampuan tinggi dengan sisiwa dengan
kemampuan rendah.

Sgt.Mudah

Sgt.Jelek

Tidak

Soal sangat jelek, dibuang, atau diperbaiki


melalui revisi. Dapat dilihat dari tabel bahwa

244

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

berfungsi

butir soal ini tingkat kesulitannya adalah 1,000


yang artinya soal tersebut terlalu mudah. Dapat
dilihat pula dari distribusi bahwa butir soal 1
kurang mampu membedakan siswa dengan
kemampuan tinggi dengan sisiwa dengan
kemampuan rendah.

Sgt.Mudah

Jelek

Tidak
berfungsi

Soal jelek, dibuang, atau diperbaiki melalui


revisi. Dapat dilihat dari tabel bahwa butir soal
ini tingkat kesulitannya adalah 0,925 yang
artinya soal tersebut terlalu mudah. Dapat dilihat
pula dari distribusi bahwa butir soal 1 kurang
mampu
membedakan
siswa
dengan
kemampuan tinggi dengan sisiwa dengan
kemampuan rendah.

Sedang

Baik Skli

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

Sedang

Baik Skli

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

Sukar

Baik Skli

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

10

Sedang

Cukup

Berfungsi

Sebelum dipakai sebaiknya direvisi dulu pada


stem soalnya

11

Sedang

Cukup

Berfungsi

Sebelum dipakai sebaiknya direvisi dulu pada


stem soalnya

12

Sedang

Cukup

Berfungsi

Sebelum dipakai sebaiknya direvisi dulu pada


stem soalnya

13

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

14

Sedang

Baik

Berfungsi

Sebaiknya sebelum dipakai terlebih dahulu


pengecoh D agar direvisi karna memiliki point
biser positif dimana ada beberapa peserta yang
berkemampuan tinggi tidak bisa menjawab
dengan benar butir tersebut (daya beda butir ini
tidak
bisa
membedakan
siswa
yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah

15

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

Berfungsi

Sebaiknya sebelum dipakai terlebih dahulu


pengecoh B agar direvisi karna memiliki point
biser positif dimana ada beberapa peserta yang
berkemampuan tinggi tidak bisa menjawab
dengan benar butir tersebut (daya beda butir ini
tidak
bisa
membedakan
siswa
yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah

Berfungsi

Dibuang atau direvisi terlebih dahulu pengecoh


A karna memiliki point biser hampir mendekati
positif yaitu
-0,001dimana ada
beberapa peserta yang berkemampuan tinggi
tidak bisa menjawab dengan benar butir
tersebut (daya beda butir ini tidak bisa

16

17

Sedang

Sedang

Cukup

Jelek

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

245

membedakan siswa yang berkemampuan tinggi


dengan siswa yang berkemampuan rendah
18

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

19

Sedang

Cukup

Berfungsi

Sebelum dipakai sebaiknya direvisi dulu pada


stem soalnya

20

Sedang

Sgt.Jelek

Berfungsi

Dibuang

21

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

22

Sedang

Cukup

Berfungsi

Sebaiknya sebelum dipakai terlebih dahulu


pengecoh B agar direvisi karna memiliki point
biser positif dimana ada beberapa peserta yang
berkemampuan tinggi tidak bisa menjawab
dengan benar butir tersebut (daya beda butir ini
tidak
bisa
membedakan
siswa
yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah

23

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

24

Sedang

Baik

Berfungsi

Dipakai untuk tes selanjutnya

25

Sedang

Jelek

Berfungsi

Dibuang atau diperbaiki kunci jawabannya

CONTOH DAFTAR JAWABAN PESERTA TES


NO

NAMA

JAWABAN PESERTA UAS

001

ANI

BCCDDADCCCBCBACBDBDABBCCD

002

SERLI

BCCDDADCCCBCBACBDBDABBCCD

003

ANDI

BCCDDADCCBBCBACBDBDABBCCD

004

AGUS

BCCDDADCCCBDBACCCBDABDCCD

005

FADLI

BCCDDAACCCBCAACCDADABCCCA

006

ANTI

BCCDDADCCCACBACADBDAACCCD

007

JASMIN

BCCDDADCCCACBAACDBCABCDCD

008

AKMAL

BCCDDADCCDBCBDCCDBCABCDCD

009

RESTU

BCCDDADCCCBDBACDDBDDBCCCA

010

SANTI

BCCDDADCCABCBACADBAABCACD

011

FADLAN

BCCDDADCCABCBDCCDADABACCD

012

YATI

BCCADADCACBCBCCCABDCBCDCD

013

TANTI

BCCDDDDCACBCDACCABDCBCDCD

014

FARUK

BCCDDADCACBABACCABDAACCCA

015

FAJRUL

BCCDDDDDCCDCDACCABDCBCBCD

016

KASWIN

BCCDDAACCABCCACADBCABACCC

246

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

017

SAHRUN

BCCDDDDDCCDCBCCCABDDBDCDD

018

ERNA

BCCDDADDCCDCBBCBDBBABDCCB

019

DANI

BCCDDDDDCCDCDACBDCDCBCBCD

020

WARDA

BCCDDADCCDBCAACBDBBABBCCA

021

ASNI

BCCDDDDDCCACBBCCCBDCBCDCD

022

ASJON

BCCDDDDDCCACBBCCCBDCBCDCD

023

ISMAWATI

BCCDDDDCBCCCBDCDDBAABACCA

024

RATNA

BCCDDADDCCACBDCBDCDCBACCA

025

KODIRIN

BCCDDAACACBABACBDCDACCCDD

026

RASYID

BCCDDBDDCDBCAAACDADDBDCDD

027

JEIN

BCCDDAACCABABAACBBAACCDCA

028

WAYAN

BCCDDADACABCDAACDDDDBCDCD

029

EKAWATI

BCCDDBDBCBBDBADCDADAACCDD

030

WULANSARI

BCCDDADCCCACBDCCABDDBCDCD

MicroCAT (tm) Testing System


Copyright (c) 1982, 1984, 1986, 1988 by Assessment Systems Corporation
Item and Test Analysis Program -- ITEMAN (tm) Version 3.00
Item analysis for data from file mts.dat
Item Statistics
Alternative Statistics
--------------------------------------------------- --------------------------------------------------Seq.
Scale Prop.
Point
Prop.
Point
No.
-Item Correct Biser. Biser.
Alt. Endorsing
Biser. Biser. Key
---- ----- ------- ------ ------ ----- --------- ------ ------ -------------- ------ -----1

0-1

1.000 -9.000 -9.000

0.000
B 1.000
C 0.000
D 0.000
Other 0.000

-9.000 -9.000
-9.000 -9.000 *
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000

0-2

1.000 -9.000 -9.000

0.000
B 0.000
C 1.000
D 0.000
Other 0.000

-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000 *
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000

0-3

1.000 -9.000 -9.000

0.000
B 0.000
C 1.000
D 0.000
Other 0.000

-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000 *
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000

A
B
C
0.925

0.607 0.152 ?
-0.163 -0.041
-0.284 -0.141
0.163 0.087 *

4 0-4

0.925

0.163 0.087

CHECK THE KEY


D was specified, A works better

0.008
0.008
0.058

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

247

Other 0.000

-9.000 -9.000

5 0-5

0.417

0.797 0.631

A 0.325
B 0.108
C 0.150
D 0.417
Other 0.000

-0.441
-0.517
-0.241
0.797
-9.000 -9.000

-0.339
-0.309
-0.158
0.631 *

6 0-6

0.375

0.654 0.512

A 0.375
B 0.092
C 0.200
D 0.333
Other 0.000

0.654
-0.247
-0.473
-0.206
-9.000 -9.000

0.512 *
-0.141
-0.331
-0.159

7 0-7

0.308

0.863 0.657

A 0.325
B 0.125
C 0.242
D 0.308
Other 0.000

-0.266
-0.418
-0.390
0.863
-9.000 -9.000

-0.205
-0.260
-0.284
0.657 *

8 0-8

0.392

0.504 0.397

A 0.300
B 0.058
C 0.392
D 0.250
Other 0.000

-0.236
-0.522
0.504
-0.161
-9.000 -9.000

-0.179
-0.260
0.397 *
-0.118

9 0-9

0.267

0.976 0.725

A 0.425
B 0.083
C 0.267
D 0.225
Other 0.000

-0.205
-0.526
0.976
-0.532
-9.000 -9.000

-0.163
-0.292
0.725 *
-0.382

10 0-10

0.567

0.288 0.229

A 0.200
B 0.117
C 0.567
D 0.117
Other 0.000

-0.009
-0.397
0.288
-0.167
-9.000 -9.000

-0.007
-0.243
0.229 *
-0.102

11 0-11

0.500

0.263 0.210

A 0.283
B 0.500
C 0.067
D 0.150
Other 0.000

-0.078
0.263
-0.228
-0.210
-9.000 -9.000

-0.059
0.210 *
-0.118
-0.137

12 0-12

0.575

0.399 0.316

A 0.192
B 0.033
C 0.575
D 0.200
Other 0.000

-0.033
-0.317
0.399
-0.442
-9.000 -9.000

-0.023
-0.131
0.316 *
-0.309

13 0-13

0.400

0.511 0.403

A 0.217
B 0.400
C 0.208
D 0.175
Other 0.000

-0.029
0.511
-0.378
-0.312
-9.000 -9.000

-0.021
0.403 *
-0.267
-0.212

14 0-14

0.425

0.475 0.377

A 0.425
B 0.083
C 0.350
D 0.142
Other 0.000

0.475
-0.098
-0.466
0.006
-9.000 -9.000

0.377 *
-0.054
-0.362
0.004

248

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

15 0-15

0.467

0.495 0.395

A 0.250
B 0.117
C 0.467
D 0.167
Other 0.000

-0.229
-0.449
0.495
-0.144
-9.000 -9.000

-0.168
-0.275
0.395 *
-0.096

16 0-16

0.383

0.284 0.223

A 0.250
B 0.175
C 0.383
D 0.192
Other 0.000

-0.211
0.072
0.284
-0.220
-9.000 -9.000

-0.155
0.049
0.223 *
-0.153

17 0-17

0.592

0.158 0.125

A 0.208
B 0.033
C 0.167
D 0.592
Other 0.000

-0.002
-0.317
-0.150
0.158
-9.000 -9.000

-0.001
-0.131
-0.100
0.125 *

18 0-18

0.408

0.487 0.385

A 0.225
B 0.408
C 0.250
D 0.117
Other 0.000

-0.148
0.487
-0.303
-0.249
-9.000 -9.000

-0.106
0.385 *
-0.222
-0.152

19 0-19

0.525

0.221 0.176

A 0.167
B 0.050
C 0.258
D 0.525
Other 0.000

-0.109
-0.073
-0.165
0.221
-9.000 -9.000

-0.073
-0.035
-0.122
0.176 *

20 0-20

0.608 -0.019 -0.015

A 0.608
B 0.008
C 0.300
0.083
Other 0.000

-0.019
-0.163
-0.110
0.320 0.178
-9.000 -9.000

-0.015 *
-0.041
-0.083
?

CHECK THE KEY


A was specified, D works better

21 0-21

0.533

0.465 0.371

A 0.192
B 0.533
C 0.208
D 0.067
Other 0.000

-0.333
0.465
-0.144
-0.409
-9.000 -9.000

-0.231
0.371 *
-0.102
-0.212

22 0-22

0.533

0.297 0.236

A 0.158
B 0.083
C 0.533
D 0.225
Other 0.000

-0.321
0.273
0.297
-0.274
-9.000 -9.000

-0.212
0.151
0.236 *
-0.197

23 0-23

0.342

0.469 0.363

A 0.175
B 0.117
C 0.342
D 0.367
Other 0.000

-0.386
-0.182
0.469
-0.099
-9.000 -9.000

-0.262
-0.111
0.363 *
-0.077

24 0-24

0.600

0.470 0.371

A 0.058
B 0.133
C 0.600
D 0.208
Other 0.000

-0.109
-0.423
0.470
-0.271
-9.000 -9.000

-0.054
-0.268
0.371 *
-0.191

25 0-25

0.692

0.094 0.072

A
B

0.092
0.008

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

0.479 0.273 ?
0.351 0.088

249

CHECK THE KEY


D was specified, A works better

C 0.208
0.692
Other 0.000

-0.418 -0.296
0.094 0.072 *
-9.000 -9.000

MicroCAT (tm) Testing System


Copyright (c) 1982, 1984, 1986, 1988 by Assessment Systems Corporation
Item and Test Analysis Program -- ITEMAN (tm) Version 3.00
Item analysis for data from file mts.dat

Page 7

There were 120 examinees in the data file.


Scale Statistics
---------------Scale:

0
------N of Items
40
N of Examinees 120
Mean
22.533
Variance
32.682
Std. Dev.
5.717
Skew
0.843
Kurtosis
-0.178
Minimum
14.000
Maximum
36.000
Median
20.000
Alpha
0.761
SEM
2.794
Mean P
0.563
Mean Item-Tot. 0.320
Mean Biserial 0.410
7 1 Scores for examinees from file mts.dat
001
002
003
004
005
006
007
008
009
010
011
012
013
014
015
016
017
018
019
020
021
022
023
024
025
026
027

250

36.00
36.00
35.00
34.00
35.00
35.00
35.00
35.00
34.00
35.00
34.00
32.00
30.00
31.00
30.00
28.00
28.00
28.00
28.00
30.00
28.00
29.00
29.00
29.00
29.00
29.00
29.00

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

028
029
030

29.00
29.00
29.00

Penutup
Analisis kualitas butir soal pilihan ganda
berfungsi untuk menentukan soal-soal yang cacat
atau tidak berfungsi penggunaannya; (untuk
meningkatkan butir soal melalui tiga komponen
analisis yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda, dan
pengecoh soal, serta meningkatkan pembelajaran
melalui ambiguitas soal dan keterampilan tertentu
yang menyebabkan peserta didik sulit. Analisis butir
soal secara klasik adalah proses penelaahan butir
soal melalui informasi dari jawaban peserta didik
guna meningkatkan mutu butir soal yang
bersangkutan dengan menggunakan teori tes
klasik. Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis
butir soal secara klasik adalah setiap butir soal
ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya
pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban
(untuk soal bentuk obyektif) atau frekuensi jawaban
pada setiap pilihan jawaban.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, Lewis R. 1994. Psychological Testing and
Assessment, (Eight Edition), Boston: Allyn
and Bacon.
Gronlund, N.E. 1982. Constructing Achievement
Test. (3rd ed). New York: Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffs.
Linn, Robert L & Gronlund, Norman E. 1995.
Measurement and Assessment in teaching
(Seventh Edition). Ohio: Merrill, an immprint
of Prentice Hall.
Naga, Dali. S. 1992. Pengantar Teori Sekor pada
Pengukuran
Pendidikan.
Jakarta:
Gunadarma.
Nitko, Anthony J. 1996. Educational Assessment of
Students, Second Edition. Ohio: Merrill an
imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suwandi, Sarwiji. 2011. Model-Model Assesmen
dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Thorndike, R.M. 2005. Measurement and Evaluation
in Psychology and Education (7th ed). New
Jersey: Pearson Education. Inc.
Zulaiha, Rahmah. 2008. Bagaimana Menganalisis
Soal dengan Program Iteman. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat
Penilaian Pendidikan.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

251

APLIKASI TEORI PERKEMBANGAN BAHASA MENURUT VYGOTSKY DALAM PENDIDIKAN


Oleh:
Sumarlin Adam
Abstrak
Bahasa pada dasarnya merupakan suatu bentuk komunikasi antar manusia. Namun sewaktu-waktu
perkembangan berlangsung, perkembangan tersebut terinternalisasi dan dilaksanakan oleh kemampuan
intelektual. Hubungan anak dengan lingkungannya pun berubah dengan meningkatnya usia dan oleh karena
itu peran dari lingkungan dalam perkembangan berubah pula. Lingkungan harus dianggap sebagai hal yang
relatif. Karena pengaruh dari lingkungan ditentukan oleh pengalaman si anak. Untuk menyoroti interaksi yang
berubah ini, Vygotsky mengajukan gagasan pengalaman-pengalaman yang pokok. Konsep pengalaman dari
Vygotsky merupakan realitas psikologi yang paling penting. Pengalaman harus dimulai dengan penelitian
tentang peranan lingkungan dalam perkembangan anak. Pengalaman merupakan inti dari semua pengaruh
yang berbeda-beda dari keadaan-keadaan internal dan ekstrnal.

A. Pendahuluan
Bicara mengenai bahasa merupakan salah
satu pembahasan yang penting, karena perkembangan bahasa mencerminkan kognisi dasar
manusia. Selain itu, bahasa adalah sarana alat
komunikasi. menurut para psikolog kognitif, Bahasa
adalah suatu sistem komunikasi yang didalamnya
pikiran-pikiran dikirimkan dengan perantara suara
(percakapan atau simbol).
Vygotsky memandang pentingnya bahasa
dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun
Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan
kepada perkembangan sosial yang disebut sebagai
sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau
perkembangan kognitif individu. perkembangan
bahasa pertama anak tahun kedua di dalam
hidupnya dipercaya sebagai pendorong terjadinya
pergeseran dalam perkembangan kognitifnya.
Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga
memberi kesempatan baru kepada anak untuk
melakukan berbagai hal, untuk menata informasi
dengan menggunakan simbol-simbol. Anak-anak
sering terlihat berbicara sendiri dan mengatur dirinya
sendiri ketika ia berbuat sesuatu atau bermain. Ini
disebut sebagai private speech. Ketika anak menjadi
semakin besar, bicaranya semakin lirih, dan mulai
membedakan mana kegiatan bicara yang ditujukan
ke orang lain dan mana yang ke dirinya sendiri.
Hal yang mendasari teori Vygotsky adalah
pengamatan bahwa perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni di dunia
yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan
anak sejak anak itu lahir. Ini berbeda dengan Piaget
yang memandang anak sebagai pembelajar yang
aktif di dunia yang penuh orang. Orang-orang inilah
yang sangat berperan dalam membantu anak belajar
dengan menunjukkan benda-benda, dengan berbicara sambil bermain, dengan membacakan ceritera,
dengan mengajukan pertanyaan dan sebagainya.
Dengan kata lain, orang dewasa menjadi perantara
bagi anak dan dunia sekitarnya.
Kemampuan belajar lewat instruksi dan
perantara adalah ciri inteligensi manusia. Dengan

252

pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan


dan memahami lebih banyak hal dibandingkan
dengan jika anak hanya belajar sendiri. Konsep inilah
yang disebut Vygotsky sebagai Zone of Proximal
Development (ZPD). ZPD memberi makna baru
terhadap kecerdasan. Kecerdasan tidak diukur dari
apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan
yang semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan
belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi dengan
orang dewasa.
Menurut Vygotsky, pertama-tama anak
melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial
dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini
dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin
menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada
orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak
dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara
nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir
dalam hati tanpa suara disebut internalisasi. Menurut
Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi
Vygotsky bukanya transfer, melainkan sebuah
transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang
sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan
mampu berbuat sesuatu. Dalam proses internalisasi,
kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau
berkegiatan
bersama,
kemudian
menjadi
interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan
oleh seorang individu.
Banyak gagasan Vygotsky yang dapat
membantu dalam membangun kerangka berpikir
untuk mengajar bahasa bagi anak-anak. Untuk
membuat keputusan apa yang bisa dilakukan guru
agar
mendukung
pembelajaran
kita
dapat
menggunakan gagasan bahwa orang dewasa
menjadi perantara.
B. Biografi Vigotsky
Vygotsky nama lengkapnya adalah Lev
Semenovich Vygotsky. Dia adalah seorang psikolog
yang berkebangsan rusia, dia sezaman dengan

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

Piaget, Namun dia meninggal pada tahun 1934.1 Ia


lahir di Rusia pada tanggal 5 November 1896.
Pada tanggal 11 Juni 1934 ia telah menjadi
ahli psikologi perkembangan di Soviet dan ia
mendasarkan pada psikologi cultural -historis.
Vygotsky telah belajarprivat pada Solomon Ashpiz
dan lulus dari Universitas negeri di moskow 1917.
Setelah itu, dia memberikan kuliah tentang psikologi
di moskow pada tahun 1924. Dimana ia bekerja
dengan khusus pada pemikiran (ide) tentang
perkembangan kognitif, terutama hubungan antara
bahasa dan pikiran, tulisannya menitik beratkan pada
peran latar sejarah, budaya, dan faktor sosial. Dalam
kognitif dan berdebat melalui bahasa khusus yang
telah banyak dijadikan simbol dan alat-alat yang di
2
sediakan masyarakat.
Pada awalnya karya-karyanya tidak begitu di
kenal dalam bahasa inggris hingga tahun 1970,
bagaimanapun juga, sejak teori-teorinya berpengaruh di Amerika Utara. Teori Vygostky sekarang
sangat kuat dalam pengembangan psikologi dan
banyak kritik-kritik yang dia lontarkan terhadap teroi
3
piaget lebih dari 60 tahun yang lalu.
Vygotsky adalah teorisi utama yang sangat
menghargai
daya-daya
Developmentalis
dan
Environmentalis diwilayah teori perkembangan
kognitif (area kekuasaan Piget). Tepatnya seorang
pemikir Rusia yang juga merupakan seorang marxis
yang percaya bahwa kita bisa memahami manusia
hanya dalam konteks lingkungan yang sosial historis.
Karena itu Vygotsky berusaha menciptakan sebuah
teori yang memadukan dua garis utama perkembangan garis alamiyah yang muncul dari dalam diri
manusia, dan garis social historis yang
mempengaruhi manusia sejak kecil tanpa bisa
dihindari.
Lev Semenovich Vygotsky tumbuh besar di
Gomel, sebuah kota pelabuhan yang di Rusia
sebelah barat. Ayahnya adalah seorang ekskutif
bank, dan ibunya seorang guru, meskipun hidupnya
kemudian habis hanya untuk membesarkan ke-8
anaknya. Keluarga ini menyukai percakapan yang
menarik, sebab karakter yang tertanam sangat kuat
dalam diri Vygotsky kecil. Saat mencapai usia
remaja, dia dikenal oleh teman -temannya sebagai
professor kecil. Karena dia selalu mengarahkan
percakapan mereka kepada diskusi, perbantahan
dan perdebatan. Saat usianya menginjak 17 tahun,
Vygotsky muda masuk ke Universitas Moskow.
Selama di Universitas, Vygotsky mengkhususksn diri
mempelajari hukum, namun dia juga mengambil
mata kulia di wilayah studi yang lain. Bahkan dia juga
mengikuti mata kuliah di Universitas Rakyat
Shanyavski, dimana sejumlah profesor dari
Universitas moskow mengajar disana setelah
1

Robet E. Slavin, Educational Psychology Theory


and Practice, (Johns Hopkins University,1986), h.48.
2
http://en. wikipedia.Org/Wiki/Lev- vygotsky
3
Ibid., Robet E. Slavin, Educational Psychology
Theory and Practice. h.48.

dikeluarkan karena pemikiran mereka yang anti Tzart. Vygotsky lulus kesarjanaannya dibidang
hukum dari Universitas moskow pada 1917 dan
kembali kerumahnya di Gomel. Diantara tahun 1917
(tahun pecahnya revolusi komunis) sampai 1924,
Vygotsky mengajar sastra di SMP dan Psikologi di
Institut perguruan lokal, dimana dia sangat tertarik
untuk mengajar anak-anak yang fisiknya cacat. Dia
juga sedang
menyelesaikankan
disertasi
doktoralnya tentang psikologi seni.4
Pada 6 Januari 1924, Vygotsky melakukan
perjalanan ke Leningrad untuk memberikan kuliah
terbuka tentang psikologi kesadaran. Kejernihan dan
kecermelangannya dalam membawakan kuliah,
seorang pemuda tak dikenal dari pelosok
menggugah kesadaran para psikolog muda
pendengarnya. Salah satu psikolog muda ini, A.R.
Luria (1902-1977), menawarinya sebuah posisi
dosen di Institute Psikologi Moskow, yang segera
diterimanya. Selama tahun pertama bekerja di
institute inilah Vygotsky menyelesaikan disertasinya
dan menerima gelar doktoralnya.
Di Moskow, Vygotsky segera menjadi pemikir
ulung. Jika memberikan kuliah, maka banyak
mahasiswa berdiri di luar auditorium dan
mendengarkan pengajarannya. Lewat jendelajendela yang terbuka. Vygotsky menginspirasikan
begitu banyak antusiasme bukan hanya karena ideidenya cemerlang, namun juga karena dia
memimpin sekelompok Marxis muda. Kesatu misi
menciptakan sebuah psikologi yang bisa membantu
pembangunan masyarakat sosialis baru.
Vygotsky
telah mengusulkan suatu
mekanisme yang didalamnya budaya menjadi bagian
dari hakekat (nature) setiap individu. Melalui
berbagai pikiran atau mental yang berkelanjutan,
wawasan atau pikiran ditransmisikan atau
disalurklan dari generasi kegenerasi. Melalui bahasa
dan produknya , misalnya ilmu pengetahuan, melek
5
huruf, teknologi dan literatur.
Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis
menentukan fungsi-fungsi elementer memorie,
atensi, persepsi, dan stimulus respon, faktor sosial
sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi
mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep,
penalaran logis, dan pengambilan keputusan, teori
Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial
6
dari pembelajaran. Sejalan dengan teori konvergensi yang dipelopori oleh Wlliam Stern, Ia
berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia
sudah
disertai
pembawaan
baik
maupun
pembawaan buruk. Proses perkembangan anak,
4

William Crain, Teori perkembangan / konsep dan


aplikasi, (Yogyakarata: Pustaka Pelajar: 2007), h.335.
5
Singgih. D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia
Lanjut, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), h. 75
6
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Pustaka Pelajar,
2007), h. 27.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

253

baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan


sama sama mempunyai peranan sangat penting.
Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan
lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
Selain itu, Vygotsky mengemukakan pengetahuan
dan perkembangan kognitif individu berasal dari
sumber-sumber sosial diluar dirinya, hal ini tidak
berarti bahwa individu bersikap positif dalam
perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga
menekankan pent ingnya peran aktif seseorang
dalam mengkonstruksi pengetahuan. Maka teori
Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan
pendekatan kontrukvisme. Maksudnya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh
individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan
sosial yang aktif pula.
C. Perkembangan Bahasa
Dewasa ini kebanyakan peneliti bahasa
yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks social
yang luas menguasai bahasa dari ibu mereka tanpa
diajarkan secara khusus. Seperti halnya saat anak
menangis, menangis merupakan bahasa anak saat
meraka belum bisa berbicara, menangis dijadikan
sebagai bahasa mereka saat mereka menginginkan
sesuatu. Walaupun begitu proses pembelajaran
bahasa biasanya memerlukan lebih banyak
dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru.
Karena dari lingkungan juga mereka akan dapat
tambahan kosakata. Suatu lingkungan juga yang
membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan
bahasa pada anak. Perkembangan pemahaman
bahasa pada anak bukan saja dipengaruhi oleh
kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa
disekitar anak sejak usia dini itu lebih penting.
Karena bahasa berfungsi sebagai komunikasi. Dan
suatu komunikasih itu digunakan sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah.
Perkembangan
bahasa
meliputi
juga
perkembangan kompetensi komunikasi, yakni
kemampuan untuk menggunakan semua keterampilan berbahasa manusia untuk berekspresi dan
memaknai. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
lingkungan anak dan lingkungan sekitarnya. Interaksi
dengan orang yang lebih dewasa atau penutur yang
lebih matang memainkan peranan yang amat penting
dalam membantu peningkatan kemampuan anak
untuk berkomunikasi.
Menurut Vygotsky, tidak ada batasan umur
ketika kita membicarakan perkembangan bahasa,
karena konsepnya, hanya lingkungan yang dapat
meningkatkan pengetahuan kognitif seseorang.
Anak yang sejak kecil sudah diajarkan
membaca
akan
memiliki
lebih
banyak
perbendaharaan kata.Selain itu Vygotsky juga
memperkenalkan tentang Private Speech, ucapan
atau komunikasi untuk diri kita sendiri, akan
membantu dalam proses pengembangan internal.
Semakin
sering
orang
melakukan private
speech maka akan semakin pandai keterampilan
sosialnya.

254

Meski begitu Vygotsky memiliki pandangan tentang


tahapan perkembangan bahasa, yaitu:
1. More dependence, merupakan masa dimana kita
tergantung pada orang atas bahasa dan kata.
2. Less dependence, tahap dimana kita dapat mulai
mencari tau sendiri sehingga tidak terlalu
membutuhkan orang lain
3. Internalization, merupakan tahap dimana katakata dapat terinternalisasi, jadi dapat lebih mudah
terucap secara natural.
4. De-automatization, merupakan tahap dimana kita
dapat menciptakan gaya bahasa sendiri dan
7
memiliki sense of language.
Vygotsky juga menekankan bagaimana
anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan
dari orang-orang yang sudah terampil didalam
bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada
peran
kebudayaan
dan
sosial
didalam
perkembangan kognitif berbeda dengan teori Peaget
tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian.
Karena Peaget memandang anak-anak sebagai
pembelajaran
lewat
penemuan
individual.
Sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan
peranan orang dewasa dan anak anak lain dalam
memuahkan perkembangan si anak. Menurut
Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental
yang relatif dasar seperti kemampuan untuk
memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.
Namun,anak-anak tidak banyak meiliki fungsi mental
yang lebih tinggi. Pengalaman dengan orang lain
secara berangsur menjadi semakin mendalam dan
membentuk gambaran batin anak tentang dunia.
Vygotsky juga menekankan baik level konteks sosial
yang bersifat inter personal. Pada level institusional,
sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan
alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalu
instuisi seperti sekolah, penemuan seperti computer.
Interaksi intuisional memberi kepada anak suatu
norma-norma perilaku dan social yang luas untuk
membimbing hidupnya.level interpersonal memiliki
suatu pengaruh yang lebih langsung pada
kefungsian mental anak. Menurut Vygotsky
keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian
mental berkembang melalui interaksi sosial
langsung. Melalui pengoranisasian pengalamanpengalaman interaksi sosial yang berada dalam
suatu latar belakang kebudayaan ini. Perkembangan
anak menjadi matang.
Dalam suatu penelitian tentang hubungan
antara anak-anak yang baru belajar berjalan dengan
ibunya,
pasangan
itu
ditugaskan
untuk
menyelesaikan sejumlah masalah yang terdiri atas
berbagai jumlah (sedikit obyek vs banyak obyek) dan
berbagai kompleksitas (perhitungan sederhana vs
reproduksi angka). Para ibu di minta mengerjakan
tugas ini sebagai suatu peluang untik mendorong
7

Aulia Kirana, Perkembangan Bahasa Vigotsky,


(http://psiko-page.blogspot.com/2013/04/
perkembangan-bahasa-vygotsky.html).

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

pembelajaran dan pemahaman akan anak mereka.


Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran
pada mulanya berkembang sendiri-sendiri, tetapi
pada akhirnya bersatu.
Ada dua prinsip yang mempengaruhi
penyatuan pemikiran dan bahasa. Pertama, semua
fungsi mental memiliki asal usul eksternal atau
sosial. Anak-anak harus menggunakan bahasa dan
mengkomunikasikannya kepada orang lain sebelum
mereka berfokus ke dalam proses-proses mental
mereka
sendiri.
Kedua,
anak-anak
harus
berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan
bahasa selama periode waktu yang lama sebelum
transisi dari kemampuan bicara secara eksternal ke
internal berlangsung. Periode transisi ini terjadi
antara usia 3 hingga 7 tahun dan meliputi berbicara
kepada dirinya sendiri. Setelah beberapa saat,
berbicara sendiri itu menjadi hakekat kedua anakanak dan mereka dapat
bertindak tanpa
menverbalisasikannya. Bila ini terjadi anak-anak
telah menginternalisasikan pembicaraan mereka
yang egosentris dalam bentuk berbicara sendiri,
yang menjadi pemikiran anak.
Teori
Vygotsky
menentang
gagasangagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran.
Vygotsky menyatakan bahwa bahasa, bahkan dalam
bentuknya yang paling awal, adalah berbasis sosial,
sementara Piaget menekankan pada percakapan
anak-anak yang bersifar egosentris dan berorientasi
nonsosial. Anak-anak berbicara kepada diri mereka
untuk mengatur perilakunya dan untuk mengarahkan
diri mereka (Duncan, 1991). Sebaliknya, Piaget
menekankan bahwa percakapan anak kecil yang
egosentris mencerminkan ketidakmatangan sosial
dan kognitif mereka. Meskipun pada akhirnya anakanak akan mempelajari sendiri bebrapa konsep
melalui pengalaman. sehari-hari, Vygotsky percaya
bahwa anak akan jauh lebih maju dan berkembang
jika berinteraksi dengan orang lain. anak-anak tidak
akan mengembangkan pemikiran operasional formal
tanpa bantuan orang lain.
Menurut Vygotsky, zona perkembangan
proksimal
merupakan
celah
antara
actual
development dan potensial development, dimana
antara seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa
bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak
dapat melakukan Sesuatu dengan arahan orang
dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya.
Zona perkembangan proximal menitik beratkan pada
interaksi
social
akan
dapat
memudahkan
perkembangan anak. Ketika seorang siswa
mengerjakan pekerjaannya
disekolah sendiri,
perkembangan mereka akan lambat. Jadi untuk
memaksimalkan perkembangan siswa seharusnya
bekerja dengan teman sebaya yang lebih terampil
yang dapat memimpin secara sistematis dalam
memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui
interaksi yang berturut-turut ini diharapkan dapat
mengembangkan pengalaman berbicara, bersikap
dan berdiskusi secara baik.
Perkembangan bahasa memainkan peranan
yang signifikan dalam perkembangan sosial anak.

Bahasa lisan juga menyediakan piranti yang


diperlukan untuk representasi mental atau dalam
istilah
Vygotsky
disebut
verbal
mediation
(kemampuan untuk memberikan label pada objek
dan proses, yang diperlukan untuk pengembangan
konsep, generalisasi, dan pemikiran). Kecakapan
menggunakan bahasa dalam pikiran adalah
perkembangan kunci
yang membantu anak
memecahkan
berbagai masalah
baru,
tidak
semata-mata trial and error (coba-ralat).
D. Aplikasi Teori Vigotsky dalam Pendidikan
Perkembangan bahasa juga dipandang
menyebabkan
perkembangan
budaya
sebab
peristiwa berbahasa dianggap sebagai peristiwa
budaya. Karena antara ilmu bahasa ( linguistik ) dan
ilmu budaya ( antropologi) jelas tidak bisa dipisahkan
. keduanya saling mempengaruhi dalam hubungan
saling terkait, bukan hubungan sebab akibat. Penutur
bahasa idealnya mengetahui budaya masyarakat
pemilik bahasa yang bersangkutan agar tidak terjadi
kesalahan komunikasi yang dapat saja menimbulkan
kesalahpahaman, ketersinggungan dan bahkan
pertengkaran. Sebab berbahasa bukan sekedsar
mengucapkan kata yang diatur sedemikian rupa
menurut kaidah bahasa atau gramatika. Tetapi
berbahasa menyiratkan keluhuran makna baik
makna social maupun cultural dari kata yang
diucapkan.
Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang
memfokuskan kepada perkembangan sosial yang
disebut sebagai sosiokultural, dia tidak mengabaikan
individu atau perkembangan kognitif individu.
perkembangan bahasa pertama anak tahun kedua di
dalam hidupnya dipercaya sebagai pendorong
terjadinya
pergeseran
dalam
perkembangan
kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat baru
sehingga memberi kesempatan baru kepada anak
untuk melakukan berbagai hal, untuk menata
informasi dengan menggunakan simbol-simbol.
Anak-anak sering terlihat berbicara sendiri dan
mengatur dirinya sendiri ketika ia berbuat sesuatu
atau bermain. Ini disebut sebagai private speech.
Ketika anak menjadi semakin besar, bicaranya
semakin lirih, dan mulai membedakan mana kegiatan
bicara yang ditujukan ke orang lain dan mana yang
ke dirinya sendiri.
Vygotsky juga menekankan bagaimana
anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan
dari orang-orang yang sudah terampil didalam
bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada
peran
kebudayaan
dan
sosial
didalam
perkembangan kognitif berbeda dengan teori Peaget
tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian.
Karena Peaget memandang anak-anak sebagai
pembelajaran
lewat
penemuan
individual.
Sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan
peranan orang dewasa dan anak anak lain dalam
memuahkan perkembangan si anak..Menurut
Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental
yang relative dasar seperti kemampuan untuk
memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

255

Namun,anak-anak tidak banyak meiliki fungsi mental


yang lebih tinggi. Pengalaman dengan orang lain
secara berangsur menjadi semakin mendalam dan
membentuk gambaran batin anak tentang dunia.
Vygotsky juga menekankan baik levelkonteks sosial
yang bersifat inter personal. Pada level institusional,
sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan
alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalu
instuisi seperti sekolah, penemuan seperti computer.
Interaksi intuisional memberi kepada anak suatu
norma-norma perilaku dan social yang luas untuk
membimbing hidupnya.level interpersonal memiliki
suatu pengaruh yang lebih langsung pada
kefungsian mental anak. Menurut Vygotsky
keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian
mental berkembang melalui interaksi social
langsung. Melalui pengoranisasian pengalamanpengalaman interaksi social yang berada dalam
suatu latar belakang kebudayaan ini. Perkembangan
anak menjadi matang.
Pertama-tama anak melakukan segala
sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan
bahasa membantu proses ini dalam banyak hal.
Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari
ketergantungannya kepada orang dewasa dan
menuju kemandirian bertindak dan berpikir.
Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring
sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam
hati tanpa suara disebut internalisasi.
1. ZPD (Zone of Proximal Development)
Merupakan konsep Vygotsky untuk
rangkaian tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai
namun dapat belajar dengan orang dewasa
ataupun temannnya yang lebih mahir.ZPD
adalah tingkat keahlian anak yang dilakukan
secara mandiri. "seperti kata yang dia dengar
dari orang tuanya seperti misalnya kata "takut"
kata itu untuk mengungkapkan perasaan kalau
dia takut".
Penekanan
Vygotsky
pada
ZPD
menegaskan keyakinannya tentang pentingnya
pengaruh-pengaruh
social
terhadap
perkembangan kognitif dan peran pengajaran
dalam
perkembangan
social.
ZPD
dikonseptualisasikan sebagai suatu ukuran
potensi
pembelajaran,akan
tetapi
IQ
menekankan bahwa intelegensi adalah milik
anak. sedangkan ZPD menekankan bahwa
pembelajaran adalah suatu peristiwa social
yang bersifat interpersonal dan dinamis yang
tergantung pada paling sedikit dua pikiran,
dimana yang satu lebih berilmu atau lebih
terlatih dari yang lain. Pembelajaran oleh anakanak kecilyang baru berjalan memberi contoh
bagaimana ZPD bekerja. Anak-anak kecil yang
baru berjalan itu harus di motivasi dan harus
dilibatkan
dalam
kegiatan-kegiatan
yang
menuntut ketrampilan buat mereka. Guru harus
harus memiliki pengetahuan untuk melatihkan
ketrampilan yang menjadi target pada setiap
tingkat yang di persyaratkan oleh aktifitasnya.

256

Guru dan anak harus saling menyesuaikan


persyaratan masing-masing.
Dalam suatu penelitian tentang hubungan
antara anak-anak yang baru belajar berjalan
dengan ibunya,pasangan itu di tugaskan untuk
menyelesaikan sejumlah masalah yang terdiri
atas berbagai jumlah (sedikit obyek vs banyak
obyek) dan berbagai kompleksitas (perhitungan
sederhana vs reproduksi angka). Para ibu di
minta mengerjakan tugas ini sebagai suatu
peluang untik mendorong pembelajaran dan
pemahaman akan anak mereka. Vygotsky
mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran pada
mulanya berkembang sendiri-sendiri, tetapi
pada akhirnya bersatu.
Ada dua prinsip yang mempengaruhi
penyatuan pemikiran dan bahasa. Pertama,
semua fungsi mental memiliki asal usul
eksternal atau sosia. Anak-anak harus
menggunakan
basa
dan
mengkomunikasikannya kepada orang lain
sebelum mereka berfokus ke dalam prosesproses mental mereka sendiri. Kedua, anakanak harus berkomunikasi secara eksternal dan
menggunakan bahasa selama periode waktu
yang lama sebelum transisi dari kemampuan
bicara secara eksternal ke internal berlangsung.
Periode transisi ini terjadi antara usia 3 hingga 7
tahun dan meliputi berbicara kepada dirinya
sendiri. Setelah beberapa saat, berbicara sendiri
itu menjadi hakekat kedua anak-anak dan
mereka dapat bertindak tanpa menverbalisasikannya. Bila ini terjadi anak-anak telah
menginternalisasikan pembicaraan mereka yang
egosentris dalam bentuk berbicara sendiri, yang
menjadi pemikiran anak.
Teori Vygotsky menentang gagasangagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran.
Vygotsky menyatakan bahwa bahasa, bahkan
dalam bentuknya yang paling awal, adalah
berbasis sosial, sementara Piaget menekankan
pada percakapan anak-anak yang bersifar
egosentris dan berorientasi nonsosial. Anakanak berbicara kepada diri mereka untuk
mengatur perilakunya dan untuk mengarahkan
diri mereka (Duncan, 1991). Sebaliknya, Piaget
menekankan bahwa percakapan anak kecil
yang
egosentris
mencerminkan
ketidakmatangan sosial dan kognitif mereka.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan
mempelajari sendiri bebrapa konsep melalui
pengalaman. sehari-hari, Vygotsky percaya
bahwa anak akan jauh lebih maju dan
berkembang jika berinteraksi dengan orang lain.
anak-anak
tidak
akan
mengembangkan
pemikiran operasional formal tanpa bantuan
orang lain.
Menurut Vygotsky, zona perkembangan proksimal merupakan celah antara
actual development dan potensial development,
dimana antara seorang anak dapat melakukan
sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

apakah seorang anak dapat melakukan Sesuatu


dengan arahan orang dewasa atau kerja sama
dengan teman sebaya. Zona perkembangan
proximal menitik beratkan pada interaksi social
akan dapat memudahkan perkembangan anak.
Ketika
seorang
siswa
mengerjakan
pekerjaannya disekolah sendiri, perkembangan
mereka akan lambat . jadi untuk memaksimalkan perkembangan siswa seharusnya
bekerja dengan teman sebaya yang lebih
terampil yang dapat memimpin secara
sistematis dalam memecahkan masalah yang
lebih kompleks. Melalui interaksi yang berturutturut ini diharapkan dapat mengembangkan
pengalaman berbicara, bersikap dan berdiskusi
secara baik.
2. Scaffolding
Adalah perubahan tingkat dukungan
dan merupakan konsep yang berkaitan denagn
ZPD, di saat anak belajar dg tugas baru, orang
dewasa/teman yang sudah mahir mengintruksikan langsung, namun ketika kemampuan anak
meningkat maka bantuan itu dikurangi agar
anak lebih mampu melewati tugasnya dan tidak
tergantung. "secara yang namanya belajar
berbahasa..., jadi diajarnya kata "takut"tadi di
kurangi dan anak belajar sendri untuk
menyampaikannya sendri...,".
Bantuan yang diberikan guru dapat
berupa
petunjuk,
peringatan,
dorongan
menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri.
1) Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori
pembelajarannya
yaitu:
Menghendaki setting kelas kooperaif,
sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan
saling
memunculkan
strategi-strategi
pemecahan masalah yang efekif dalam
masng-masing
zone
of
proximal
development mereka.
2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran
dalam menekankan scaffolding. Jadi teori
belajar vigotsky adalah salah satu teori
belajar social sehingga sangat sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif
karena dalam model pembelajaran kooperatif
terjadi interaktif social yaitu interaksi antara
siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan guru dalam usaha menemukan
konsep-konsep danpemecahan masalah.
3. Dialog
Bentuk komunikasi antara anak
dengan orang lain, dimana anak dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa, agar
anak dapat memahami suatu konsep yang
sistematis, logis dan rasional. "Banyaknya waktu
anak berbicara/komunikasai dengan orang lain
akan membuatnya semakin baik dalam
penyampaian bahasanya pada orang lain".
4. Bahasa dan Pikiran
Ketika anak berbicara dengan orang lain
bukan hanya sebagai bentuk interaksi sosial saja,

namu juga dapat membantu anak pada usia dini


dalam melewati tugas perkembangannya, seperti:
untuk megamati perilaku, meyusun rencana,
bimbingan dan lain-lain.
Menurut Vygotsky, dengan melibatkan anak
berdiskusi
dan
berfikir
(reasoning)
dalam
mempelajari segala kejadian, akan mendorong anak
untuk merefleksikan apa yang telah dikatakan atau
diperbuatnya. Hal ini dapat menjadi inner speech
atau inner dialogue, dialog dengan dirinya sendiri.
Ini proses awal bagi anak untuk mengetahui tentang
dirinya sendiri. Selanjutnya, dikemudian hari ia akan
mampu mengevaluasi diri, menganalisis kekurangan
serta kekuatan yang dimilikinya. Dengan terbiasa
melibatkan anak diskusi, akan membantu anak untuk
bisa berfikir pada tahapan yang lebih tinggi atau
meta-cognition. Proses seperti ini dapat membuatnya
menjadi manusia spiritual, yaitu manusia yang tahu
siapa dirinya, dan mempunyai kesadaran bahwa
dirinya adalah bagian dari masyarakat, komunitas
dan alam semesta.
Teori kontrukivis sosial dibangun berdasarkan pengembangan yang dibuat oleh Lev
Vygotsky. Vygotsky menekankan pada lingkungan
social yang ikut membantu perkembangan seorang
anak. Bagi Vygotsky, budaya sangat berpengaruh
sekali dalam membentuk strutur kognitif anak. Yang
membantu perkembangan anak bukan hanya guru,
tetapi jaga anak-anak yang lebih dewasa. Vygotsky
mengemukakan konsep mengenai zone of proximal
development. Dalam konsep ini seorang anak dapat
memahami suatu konsep dengan bantuan orang lain
yang lebih dewasa yang tidak bisa dilakukannya
sendiri. Dengan begitu seorang anak akan lebih
mengerti dan mempunyai banyak pengalaman dan
wawasan serta dapat menyelesaiakan suatu
permasalahan yang dianggapnya rumit dan
memerlukan bantuan orang lain yang dianggapnya
mampu
membantu
untuk
menyelesaikan
permasalahan tersebut, suatu wawasan yang tidak
hanya didapat didalam sekolah tapi diluar sekolah.
Dan permasalahan tersebut yang ada hubungannya
dengan
sekolah.
Disini
para
pendukung
kontruktivisme yakin bahwa pengalaman melalui
lingkungan, kita aka memperoleh informasi, dan
dapat menggabungkan pengalaman yang didapat
sebelumnya dengan pengalaman yang baru.
Karya Vygotsky didasarkan pada tiga ide
utama: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat
individu menghadapi ide-ide baru dan sulit
mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang
mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan
orang lain memperkaya perkembangan intelektual;
(3) peran utama guru adalah bertindak sebagai
seorang pembantu dan mediator pembelajaran
siswa.Implikasi dari teori Vygostky dalam pendidikan
yaitu :
1. Dikehendaki
setting
kelas
berbentuk
pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga
siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas- tugas
dan saling memunculkan strategi -strategi

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

257

pemecahan masalah afektif dalam zona of


proximal development.
2. Dalam
pengajaran
ditekankan
scaffolding
sehingga
siswa
semakin
lama
semakin
bertanggung jawab terhadap pembelajarannya
sendiri perkembangan dan pembelajaran suatu
anak terjadi di dalam konteks sosial, yakni di
dunia yang penuh dengan orang yang
berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir.
Orang-orang inilah yang sangat berperan dalam
membantu anak belajar dengan menunjukkan
benda-benda, dengan berbicara sambil bermain,
dengan
membacakan
ceritera,
dengan
mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Dengan
kata lain, orang dewasa menjadi perantara bagi
anak dan dunia sekitarnya. Belajar lewat instruksi
dan perantara adalah ciri inteligensi manusia.
Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat
melakukan dan memahami lebih banyak hal
dibandingkan dengan jika anak hanya belajar
sendiri .
Jadi perkembangan dan pembelajaran anak
tidak didapat melalui perkembangan anak itu sendiri
melainkan terjadi dalam konteks sosial/ melibatkan
orang lain. Secara khusus Vygotsky mengemukakan
bahwa disamping guru, teman sebaya juga
berpengaruh pada perkembangan kognitif anak.
Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan
individu (individual discovery learning) kerja
kelompok
secara
kooperatif
tampaknya
mempercepat perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA
Aulia

Kirana, Perkembangan Bahasa Vigotsky,


(http://psiko-page.blogspot.com/2013/04/
perkembangan-bahasa-vygotsky.html).

Helena I.R. Agustien. 2004. Landasan Filosofis


Teoritis Pendidikan Bahasa. Jakarta: Dirjend
Dikdasmen Depdiknas.
Ns. Anisah Ardiana. 2007. Konsep Pertumbuhan dan
Perkembangan Manusia (Diktat, tidak
dipublikasikan).
Jember:
Prodi
Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
Rumini,

Sri dkk. 1993. Psikologi


Yogyakarta: FIP UNY.

Suparno, Paul. 2004. Teori Inteligensi Ganda dan


Aplikasinya di Sekolah (Cara Menerapkan
Teori
Multiple
Intelligences
Howard
Gardner). Yogyakarta: Kanisius.
William Crain. 2007. Teori perkembangan/konsep
dan aplikasi, (Yogyakarata: Pustaka Pelajar.

E. Penutup
1.

2.

258

Pendidikan.

Bahasa memberi anak sebuah alat baru


sehingga memberi kesempatan baru kepada
anak untuk melakukan berbagai hal, untuk
menata informasi dengan menggunakan simbolsimbol. Anak-anak sering terlihat berbicara
sendiri dan mengatur dirinya sendiri ketika ia
berbuat sesuatu atau bermain. Ini disebut
sebagai private speech. Ketika anak menjadi
semakin besar, bicaranya semakin lirih, dan
mulai membedakan mana kegiatan bicara yang
ditujukan ke orang lain dan mana yang ke
dirinya sendiri.
Banyak gagasan Vygotsky yang dapat
membantu dalam membangun kerangka berpikir
untuk mengajar bahasa bagi anak-anak. Untuk
membuat keputusan apa yang bisa dilakukan
guru agar mendukung pembelajaran kita dapat
menggunakan gagasan bahwa orang dewasa
menjadi perantara.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

KINERJA PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


DALAM MENINGKATKAN MUTU MADRASAH
Oleh:
ABDURAHMAN R. MALA
Abstrak
Pengawas/Supervisor mempunyai posisi yang stratejik dalam peningkatan mutu Madrasah. Hal ini terlihat pada
peranan yang harus dilakukan dalam pembinaan kompetensi guru menuju pada peningkatan mutu pendidikan
dalam hal ini mutu sekolah/ madrasah. Untuk meningkatkan mutu madrasah maka ada tiga variabel yang
mempengaruhi kinerja pengawas dalam meningkatkan mutu sekolah/ madrasah. Dalam upaya pemberdayaan
pengawas/supervisor maka diperlukan komitemen dari pihak-pihak penentu kebijakan di daerah untuk
melakukan rekruitmen pengawas/supervisor secara baik dan benar sesuai standar dan persyaratan yang ada,
pembinaan dan pengembangan kompetensi pengawas/supervisor secara terus menerus melalui kegiatan diklat
kepengawasan. Untuk menjadi pengawas yang profesional butuh komitmen yang tinggi dari pengawas itu
sendiri. Dan yang tak kala pentingnya juga adalah pemberian penghargaan terutama kesejahteraan yang
memadai, dan mengefektifkan organisasi kepengawasanan untuk pembinaan anggotanya.

A. PENDAHULUAN
Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20
tahun 2003 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan
adalah anggota masyarakat mengabdikan diri dan
diangkat
untuk
menunjang
penyelenggaraan
pendidikan (Tim Fokusmedia, 2003: 3). Jadi,
termasuk di dalamnya para pengawas yang dalam
kedudukannya antara supervisor dan fasilitator
diharapkan untuk bekerja keras dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Karena itulah, dapat
dirumuskan bahwa pencapaian mutu pendidikan
yang tinggi, bukan saja terletak di tangan para guru,
tetapi juga terletak di tangan para pengawas.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
maka posisi supervisor (pengawas) sangat
menentukan dan sekaligus menantang karena
banyak aspek yang saling terkait. Supervisor
bertanggung jawab dalam membina dan meningkatkan kompetensi
guru yang biasa dikaitkan
dengan tugas supervisi akademik. Di samping itu,
supervisor juga berperan dalam supervisi manajerial
dimana supervisor bertanggung jawab dalam
membinan tugas-tugas manajerial kepala sekolah.
Tampaknya kinerja pengawas/supervisor
dalam membina guru-guru belum efektif, hal ini
tampak pada hasil uji Kompetensi Awal (UKA) guru
2012 yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud) secara nasional ratarata masih rendah. Mendikbud Mohammad Nuh
membeberkan, hasil rata-rata UKA 2012 yaitu 42,25
dengan nilai tertinggi 97,0 dan nilai terendah 1,0.
Dikatakannya, hasil rata-rata UKA itu mencakup
seluruh peserta (guru) dari jenjang TK sampai
jenjang SMA. (KOMPAS.com, 27 September 2012).
Ketidak efektifan pelakasanaan tugas dan
tanggung jawab supervisor disebabkan oleh
kondisi kualifikasi dan kompetensi pengawas
belum sebagaimana yang diharapkan. Di
beberapa daerah para pengawas menyatakan

bahwa wawasan akademik dirinya berada di bawah


guru dan kepala sekolah sebab mereka tidak pernah
disentuh dengan inovasi yang terjadi. Temuan di
lapangan dari pengawas yang hampir mewakili
semua propinsi, menunjukkan tenaga pengawas
kurang diminati sebab rekruitmen pengawas bukan
karena prestasi tetapi semacam tenaga buangan dari
kepala sekolah dan guru atau tenaga struktural yang
memperpanjang masa pensiun (Depdiknas, 2006).
Mencermati kinerja pengawas/supervisor
yang masih rendah dan kondisi supervisor yang
belum memenuhi standar maka perlu kiranya
dilakukan pengkajian secara ilmiah untuk lebih
memberdayakan supervisor sebagai pembina
kompetensi guru di sekolah. Supervisor harus
diberdayakan sebagai agen dan pelopor inovasi di
sekolah, supervisor harus diberdayakan sebagai
gurunya guru. Melalui pemberdayaan supervisor
maka peran nyata yang diharapkan dalam
peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat
terealisir.
B. KINERJA PENGAWAS PENDIDIKAN
Pengawas
yang
profesional
mutlak
menguasai enam kompetensi. Selanjutnya kinerja
seorang pengawas dapat dilihat dari aktifitasnya
melakasnakan tugas supervisi mulai dari penyusunan program supervisi, pelaksanaan program
supervisi dan evaluasi program pelaksanaan
supervisi. Disamping itu sebagai seorang supervisor
harus pula memiliki dan mampu menerapkan tiga
keteranpilan
supervisor.
Tiga
keterampilan
supervisor itu adalah sebagai berikut : 1)
keterampilan teknis yang meliputi a) menetapkan
kriteria
untuk
menyeleksi
sumber-sumber
pengajaran, b) mendayagunakan sistem kunjungan/
observasi kelas, c) mendayagunakan rapat supervisi
pengajaran, d) merumuskan tujuan pengajaran
secara jelas, e) mengaplikasikan hasil-hasil

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

259

penelitian, f) mengembangkan langkah-langkah


evaluasi, g) mendemontrasikan keterampilanketerampilan mengajar. 2) keterampilan manajerial
yang meliputi : a) mengenal ciri-ciri masyarakat, b)
mengakses kebutuhan guru/staf, c) menerapkan
prioritas pengajaran guru/staf d) menganalisis
lingkunagn pendidikan, e) memanfaatkan sistem
perencanaan pendidikan, f) memonitor dan
mengontrol kegiatan guru/staf, g) melimpahkan
tanggungjawab, h) mengolah waktu, i) mengalokasikan sumber-sumber pengajaran dan sumber
lainnya, j) mengurangi ketegangan guru/staf, k)
mendokumentasikan
kegiatan
organisasi
pengajaran. 3) Keterampilan manusiawi yang
meliputi : a) merespon perbedaan individu guru/staf,
b) mengenali kekuatan dan kelemahan guru/staf, c)
mengkalsifikasi nilai-nilai, d) menspesifikasi persepsi,
e) membuat komitmen tentang tujuan yang
disepakati, f) menyelenggarakan diskusi kelompok/
dinamika
kelompok,
g)
mendengarkan,
h)
melaksanakan pertemuan, j) mengadakan interaksi
secara bersama-sama, k) mengadakan interaksi
secara lugas tetapi tegas, l) memecahkan konflik, m)
membangkitkan kerjasama, n) menjadikan diri
sebagai model atau contoh. (Alfonso 1981)
C. VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KINERJA
PENGAWAS
1. Kompetensi pengawas
Kompetensi
pengawas
pendidikan
di
Indonesia telah ditetapkan melalui peraturan menteri
pendidikan nasional RI nomor 12 tahun 2007 tentang
standar pengawas sekolah /madrasah. Peraturan
menteri tersebut menegaskan tentang kualifikasi dan
kompetensi pengawas. Kompetensi pengawas terdiiri
dari : 1) Kompetensi kepribadian , indikatornya : a)
memilki tanggungjawab sebagai pengawas satuan
pendidikan, b) kreatif dalam bekerja dan
memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan
kehidupan
pribadinya
maupun
tugas-tugas
jabatannya, c) memilki rasa ingin tahu akan hal-hal
baru tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni menunjang tugas pokok dan
tanggungjawabnya, 4) menumbuhkan motivasi kerja
pada dirinya dan pada stakeholder pendidikan. 2)
kompetensi manajerial : a) menguasai metode,
teknik, dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, b)
menyusun program pengawasan berdasarkan visi
misi tujuan dan program pendidikan di sekolah, c)
menyusun metode kerja dan instrumen yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi pengawasan di sekolah, d) menyusun laporan
hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya
untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di
sekolah, e) membina kapala sekolah dan guru dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah,
f) mendorong guru dan kepala sekolah dalam
merefleksikan hasil-hasil yang dicapai untuk
menemukan kelebihan dan kekurangan dalam
melaksnakan tugas pokoknya di sekolah, g)

260

memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan


dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu
kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi
sekolah. 3) kompetensi supervisi akademik : a)
memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik,
dan kecenderungan perkembangan tiap bidang
pengembangan mata pelajaran, b) memahami
konsep, prinsip, teori/teknologi, karaktaristik dan
kecenderungan perkembangan proses pembelajaran
/pembimbingan, c) membimbing guru dalam
menyusun silabus tiap bidang pengembangan atau
mata pelajaran berdasarkan standar isi, standar
kompetensi, dan kompetensi dasar dan prinsipprinsip pengembanagn KTSP, d) membimbing guru
dalam memilih dan menggunakan starategi/
metode/teknik pembelajaran /bimbingan yang dapat
mengembangkan berbagai potensi melalui bidang
penegembangan/mata pelajaran, e) membimbing
guru dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran atau mata pelajaran/bimbingan untuk
pengembangan atau mata pelajaran, f) membimbing
guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/
bimbingan di kelas atau di lapangan untuk
mengembangkan potensi siswa pada tiap bidang
pengembangan atau mata pelajaran, g) membimbing
guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan
dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas
pembelajaran tiap bidang pengembangan atau mata
pelajaran, h) memotivasi guru untuk memanfaatkan
teknologi informasi untuk pembelajaran/bimbingan
tiap bidang pengembangan atau matapelajaran. 4)
kompetensi Evaluasi Pendidikan : a) menyusun
kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan
pembelajaran/bidang pengembangan di sekolah, b)
membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek
penting dinilai dalam pembelajaran/bimbingan tiap
bidang pengembangan atau mata pelajaran, c)
menilai kinerja kepala sekolah/madrasah, guru dan
staf dalam melaksanakan tugas pokok dan
tanggungjawabnya untuk meningkatkan mutu
pendidikan
dan
pembelajaran
tiap
bidang
pengembangan atau mata pelajaran, d) memantau
pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan hasil
belajar siswa serta menganalisisnya untuk perbaikan
mutu
pembelajaran/bimbingan
tiap
bidang
pengemmbangan atau mata pelajaran, e) membina
guru dalam memanfaatkan hasil penilaian
untuk
perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran/
bimbingan tiap bidang pengembangan atau mata
pelajaran, f) mengolah dan menganalisis data hasil
penilaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru dan
staf sekolah. 5) Kompetensi penelitian pengembangan : a) menguasai berbagai pendekatan, jenis
dan metode penelitian dalam pendidikan, b)
menentukan masalah kepengawasan yang penting
diteliti baik untuk keperluan tugas pengawasan
maupun untuk pengembangan karirnya sebagai
pengawas, c) menyusun proposal penelitian
pendidikan baik proposal penelitian kualitatif maupun
penelitian kuantitatif, d) melaksanakan penelitian
pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan
dan perumusan kebijakan pendidikan yang

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

bermanfaat
bagi
tugas
pokok
dan
tanggungjawabnya, e) mengolah dan menganalisis
data hasil penelitian pendidikan baik data kualitatif
maupun data kuantitatif, f) menulis karya tulis ilmiah
(KTI) dalam bidang pendidikan atau bidang
pengawasan dan memanfaatkan untuk perbaikan
mutu pendidikan, g) menyusun pedoman/panduan
dan atau buku/modul yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas pengawasan di sekolah, h)
memberikan bimbingan pada guru tentang penelitian
tindakan
kelas
baik
perencanaan
maupun
pelaksanaannya di sekolah. 6) Kompetensi Sosial :
a) bekerja sama dengan berbagai fihak dalam
rangka peningkatan kualitas diri untuk dapat
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, b) aktif
dalam kegiatan asosiasi pengawas atau satuan
pendidikan.
2. Pendidikan dan Latihan Pengawas
Pengawas/ Supervisor sekolah mulai jenjang
TK/RA sampai dengan SMA/SMK/MA perlu
mendapat pelatihan. Para pengawas ini perlu
mendapatkan
perhatian
dalam
peningkatan
kompetensi kepengawasan dan memantau kinerja
kepala sekolah. Pengawas sekolah dipilih dari guru
dan kepala sekolah yang berkualitas. Para
pengawas yang berasal dari latar belakang berbeda
ini perlu disiapkan untuk menjadi pengawas yang
mumpuni melalui pendidikan dan pelatihan
pengawas.Mereka seharusnya punya kemampuan
yang melebihi kepala sekolah dan guru karena
tugasnya mengawasi mereka, kata Muhammad
Hatta, Kepala Pusat Pengembangan Tenaga
Kependidikan, Badan Pengembangan Sumber Daya
Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Pelatihan untuk pengawas masih sangat
terbatas. Para pengawas sering melakukan secara
mandiri lewat kelompok kerja pengawas sekolah
yang bertemu seminggu sekali, pengawas mesti
selalu melek dengan regulasi atau kebijakan pusat
dan daerah sehingga dapat membantu sekolah
dalam penyesuaian dan perubahan.
Sulistiyo, Ketua Umum Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI),
mengatakan, para pengawas sekolah berasal dari
guru dan kepala sekolah. Karena itu, penguatan
profesionalisme dan kompetensi guru merupakan
langkah awal untuk menyiapkan calon-calon
pengawas
sekolah
yang
mumpuni
menuju
peningkatan mutu sekolah/madrsah.
3. Komitmen pengawas
Komitmen adalah suatu sikap kebulatan
tekad yang dimiliki oleh seseorang di dalam
mencapai sebuah tujuan, tanpa dapat dipengaruhi
oleh keadaan apapun juga, hingga tujuan tersebut
tercapai.
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan
komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang
individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keangotaan-

nya dalam organisasi. Komitmen adalah suatu janji


pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang
tercermin dalam tindakan. Harusnya, sekali kita
komitmen, maka kita akan selalu mempertahankan
janji itu sampai akhir. Setiap orang dari kecil sampai
dewasa pastilah pernah membuat komitmen,
meskipun terkadang komitmen itu seringkali tidak
diucapkan dengan kata-kata.
Komitmen adalah kemampuan dan kemauan
untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan
kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini
mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau
memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya
mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan
pribadi (Soekidjan, 2009). Menurut Meyer dan Allen
(1991, dalam Soekidjan, 2009), komitmen dapat juga
berarti penerimaan yang kuat individu terhadap
tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu
berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang
kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.
Di dalam meningkatkan kinerja pengawas
pendidikan agama Islam, komitmen pengawas
terhadap tugasnya adalah suatu hal sangat penting.
Apabila seorang pengawas memiliki komitmen, maka
cita-cita yang hendak anda capai dalam hal ini
meningkatkan mutu madrasah akan lebih mudah
terlaksana. Karena pentingnya komitmen ini, maka
sebelum menjalankan komitmen, setiap langkah
yang akan dijalani oleh pengawas pendidikan agama
Islam, harus benar-benar direncanakan dengan
matang. Pengawas atau biasa disebut supervisor
dalam
merencanakan
kepengawasan
perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk supervisi tidak ada rencana yang standar
Karena setiap guru mempunyai kemampuan
dan kelemahan yang berbeda-beda, tentu
memerlukan bantuan yang berbeda-beda pula.
Supervisi merupakan suatu usaha untuk
membantu
guru
untuk
meningkatkan
kemampuan dan penampilannya, sesuai
dengan kebutuhan dalam situasi bekerjanya.
Karena
bantuan
harus
diberikan
dan
direncanakan sesuai dengan kebutuhan dan
situasi tersebut.
b. Perencanaan supervisi memerlukan kreatifitas
Supervisi tidak dapat direncanakan dan
dilaksanakan menurut satu pola tertentu yang
dapat diberlakukan untuk segala macam tujuan
dan keadaan. Tiap sekolah mempunyai
karakteristik lingkungan tersendiri dengan
keadaan yang berbeda dan masalah yang
berlainan. Peningkatan pendidikan di sekolah
harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakreristik murid-murid dan karakteristik guru
dan tujuan khusus sekolah itu. Semua hal
tersebut harus diperhatikan dan dijadikan faktor
penentu dalam menyusun program supervisi di
sekolah. Hal itu memerlukan kreatifitas dari
pengawas/supervisor
dalam
menyusun
programnya.
Apakah kegiatan supervisi di sekolah
akan ditujukan untuk memperkaya pengalaman

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

261

belajar murid, apakah untuk meningkatkan


kemampuan para guru dalam memilih dan
menggunakan alat pelajaran dll.
c. Perencanaan supervisi harus komprehensif
Usaha
meningkatkan
proses
pembelajaran mencakup berbagai segi yang
sukar dipisah-pisahkan. Guru, alat, metode,
fasilitas, murid, sikap kepala sekolah, semua
bersangkut paut dan saling mempengaruhi.
Usaha
peningkatan
penggunaan
alat
pembelajaran
baru
dengan
cara-cara
pemeliharaannya, serta peningkatan sikap
profesional harus dilaksanakan secara totalitas
sistem bukan parsial sistem.
d. Perencanaan supervisi harus kooperatif
Supervisi bukan masalah perseorangan.
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem
yang menyangkut seluruh komponen sekolah,
bukan hanya seorang guru saja atau hanya
kepala saja.
Pelaksanaan
kegiatan-kegiatan
supervisi oleh seorang supervisor memerlukan
bantuan orang lain, anggota staf lainnya.
Sehingga dalam perencanaan pun diperlukan
bantuan dari orang-orang yang berkaiatan
langsung dalam pelaksanaannya.
e. Perencanaan supervisi harus fleksibel
Seorang pengawas/supervisor yang bijaksana
tidak terpaku pada cara-cara penyampaian
tujuan yang telah direncanakan, tetapi selalu
berusaha menyesuaikannya pada situsi baru
dan
tekanan-tekanan
keadaan
sesuai
karakteristik guru-gurunya.

D. KINERJA PENGAWAS DALAM


MENINGKATKAN MUTU MADRASAH
Pengawas melakukan fungsi tunggal, yaitu
fungsi
pembinaan
dan
pengembangan
profesionalitas kepala sekolah dan guru, serta
perbaikan mutu pendidikan tingkat mikro yang ada
pada wilayah tugasnya. Kaitannya dengan ini, dan
untuk mengetahui peranan kinerja pengawas
sebagai tenaga pengembang dideskripsikan oleh
Danim (2002: 91), sebagai berikut:
Pertama, dalam melaksanakan fungsi
pembinaan dan bimbingan profesional, pada
umumnya pengawas sudah tampil pada lingkup
tugas dan fungsi yang harus dijalankan.
Kedua, sebagian lagi memandang bahwa
pengawas belum memiliki tingkat profesionalitas
yang tinggi, namun cukup memadai dalam
melaksanakan tugas pembinaan, baik dalam bidang
administratif, akademik, maupun teknis.
Ketiga, menurut penilaian atasan, mereka
dipandang memiliki kemauan dan kemampuan untuk
tumbuh mandiri secara professional; mampu
menciptakan hubungan kerjasama dan koordinasi
yang baik dengan Kepala Diknas, Kasubdit

262

Dikmenum, dan Dinas Diknas Kabupaten/Kota; dan


dapat menjalin hubungan harmonis dengan kepala
sekolah dan guru-guru.
Keempat, pengawas cukup berpengalaman
dalam bidang kebijakan dan praktik kependidikan,
tugas-tugas kepengawasan, banyak aktif di
kelompok kerja guru (KKG), dan memiliki
pengalaman yang cukup luas dalam bidang
organisasi dan kemasyarakatan.
Kelima, pada aspek personal pengawas
dipersepsi telah memiliki kemampuan hubungan
personal dan sosial yang harmonis.
Keenam, pengawas sendiri merasakan
masih ada kelemahan dalam berbagai hal, terutama
berkaitan dengan pemilihan strategi efektif dalam
menerapkan prinsip, teknik, fungsi dan sasaran
supervisi.
Ketujuh, kelemahan itu mereka rasakan juga
dalam hal menjalankan tugas, seperti penguasaan
bidang studi tertentu, dan penguasaan teori dan
praktek BP/BK di sekolah.
Kedelapan, pengawas masih merasakan ada
kelemahan dalam hal kompetensi pribadi bagi
pelaksanaan
pembinaan,
pengendalian,
dan
penilaian terhadap guru dan kepala sekolah, serta
kiat
melakukan
hubungan
sosial
dan
kemasyarakatan.
Berdasarkan persepsi di atas, maka dapat
dirumuskan kinerja pengawas sekolah menengah
dalam satu sisi dipandang sangat memadai untuk
meningkatkan kemampuan profesional, pribadi, dan
sosial mereka erat kaitannya dengan tugas-tugas
mikro pembelajaran atau untuk pelaksanaan tugastugas operasional.
Di sisi lain, kinerja pengawas sekolah
menengah dianggap simultan untuk mewujudkan
peningkatan mutu pendidikan dengan harus
melakukan program pembinaan profesional para
guru-guru secara kontinyu atau terus-menerus,
teratur dan komprehensif.
Dengan demikian, dapat dirumuskan di sini
bahwa dalam rangka peningkatan mutu pendidikan,
maka pengawas
hendaknya melakukan hal-hal
berikut :
1.

2.

3.

Membangkitkan dan merangsang semangat


guru-guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
menjalankan tugasnya masing-masing dengan
sebaik-baiknya.
Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat
perlengkapan termasuk macam-macam media
instruksional yang diperlukan bagi kelancaran
proses belajar mengajar yang baik.
Bersama kepala sekolah, guru-guru berusaha
mengembangkan, mencari dan menggunakan
metode-metode baru dalam proses belajar
mengajar yang lebih baik

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

4.

5.

Membina kerjasa sama yang baik dan harmonis


antara kepala sekolah, guru-guru dan ppihakpihak terkait, termasuk siswa.
Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan
guru-guru dengan melakukan bimbingan baik
secara individu maupun secara berkelompok.

Kinerja pengawas dapat dilihat dari


bagaimana upaya mengendalikan dalam artian
mengawasi pelaksanan kurikulum, pelaksanaan
pengajaran, pengelolaan keuangan sekolah, dan jika
kesemuanya ini berjalan dengan baik, praktis bahwa
mutu pendidikan mengalami peningkatan yang
signifikan. Sebaliknya, bila pengawas sekolah tidak
mampu bertindak sebagai pengendali, praktis bahwa
kinerjanya dianggap kurang memadai.
Di samping sebagai pengendali, kinerja
pengawas dapat dilihat dari kemampuannya dalam
melaksanakan program supervisi sekolah, serta
memberi petunjuk perbaikan terhadap peyimpangan
dalam pengelolaan sekolah.Yang terpenting pula
untuk melihat kinerja pengawas adalah bagaimana ia
melaksanakan tugas-tugas dengan baik dalam hal
menilai proses dan hasil pelaksanaan kurikulum
berdasarkan ketetapan waktu; menilai pelaksanaan
kerja tenaga teknis sekolah; menilai pemanfaatan
sarana sekolah; menilai efisiensi dan keefektifan tata
usaha sekolah; menilai hubungan kerja sama
dengan masyarakat. Jadi, jelaslah bahwa kinerja
pengawas
dalam peranannya, ia sebagai
supervisor, pengendali dan penilai dalam dunia
pendidikan,
yang
pada
gilirannya
jika
ia
memperlihatkan kinerjanya yang efektif dan efisien
sesuai dengan kewajiban, maka akan bermuara
pada pencapaian mutu pendidikan yang tinggi.

E. PENUTUP
Keberhasilan peningkatan mutu pendidikan
selama ini yang secara terus menerus selalu
dilaksanakan, memiliki keterkaitan erat dengan
kinerja pengawas sekolah. Pengawas/Supervisor
mempunyai posisi yang stratejik dalam peningkatan
mutu Madrasah. Hal ini terlihat pada peranan yang
harus dilakukan dalam pembinaan kompetensi guru
menuju pada peningkatan mutu pendidikan dalam
hal ini mutu sekolah/ madrasah. Untuk meningkatkan
mutu madrasah maka ada tiga variabel yang
mempengaruhi
kinerja
pengawas
dalam
meningkatkan mutu sekolah/ madrasah. Dalam
upaya pemberdayaan pengawas/supervisor maka
diperlukan komitemen dari pihak-pihak penentu
kebijakan di daerah untuk melakukan rekruitmen
pengawas/supervisor secara baik dan benar sesuai
standar dan persyaratan yang ada, pembinaan dan
pengembangan kompetensi pengawas/supervisor
secara terus menerus melalui kegiatan diklat
kepengawasan. Untuk menjadi pengawas yang
profesional butuh komitmen yang tinggi dari
pengawas itu sendiri. Dan yang tak kala pentingnya

juga adalah pemberian penghargaan terutama


kesejahteraan yang memadai, dan mengefektifkan
organisasi kepengawasanan untuk pembinaan
anggotanya. Dengan demikian pengawas/supervisor
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara
optimal untuk mewujudkan sekolah/madrasah yang
bermutu.

DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarman. Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan
Profesionalisme
Tenaga
Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia,
2002.
Departemen Agama RI Ditjen Kelembagaan Agama
Islam, Profesionalisme Pengawas Pendais,
Jakarta:2003
Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi
Pendidikan. Bandung: Rodakarya, 1998.
Republik Indonesia. Peraturan pemerintah
No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Depdikbud, 1992.
Sidi, Indra Jati (ed). Menuju Masyarakat Belajar;
Menggagas Paradigma Baru Pendidikan.
Jakarta: Paramadina, 2001.
Suryadi. A. Tilaar. H.A.R. Analisis Kebijakan
Pendidikan; Suatu Pengantar. IBandung:
Remaja karya, 1993.s
Tim Redaksi Fokusmedia. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003.
Bandung: Fokusmedia, 2003
Masaong, A.K .2011. Supervisi
Gorontalo: Sentra Media

Pendidikan,

Masaong, A.K. 2012. Pemberdayaan Supervisor


sebagai Gurunya Guru. Makalah Simposium
Ilmu Pendidikan, UNESA.
Sahertian, P.A. (2000). Konsep Dasar & Teknik
Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bineka Cipta.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

263

EFEKTIFITAS SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME KINERJA GURU


Oleh:
Fatimah Djafar
Abstrak
Guru memegang peran utama dalam pendidikan secara formal di sekolah. Guru merupakan komponen yang
berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya
perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan
yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional. Program sertifikasi telah membawa pengaruh yang
cukup signifikan terhadap peningkatan profesionalitas kinerja guru. Kesadaran untuk menjadi guru yang
profesional dibuktikan dengan semakin besarnya keinginan para guru tersertifikasi untuk terus menambah
pengetahuan mereka dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat menambah wawasan mereka. Oleh
karena itu penulis berasumsi bahwa profesionalisme kinerja guru sangat penting untuk diperhatikan,. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa program sertifikasi efektif dalam meningkatkan profesionalisme guru.

A.

Pendahuluan

Kemajuan suatu bangsa tidak dapat lepas


dari sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa
tersebut. Baik buruknya kualitas sumber daya
manusia yang ada menjadi tolak ukur majunya
perkembangan suatu bangsa. Adapun sarana yang
dapat mempengaruhi baik tidaknya kualitas sumber
daya manusia dipengaruhi oleh baik tidaknya sistem
pendidikan yang ada, hal ini tentunya memerlukan
upaya secara terus menerus dari pemerintah baik
daerah
maupun
pusat
untuk
menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negaranya.
Fenomena yang sangat dramatis, yakni
rendahnya daya saing bahwa pendidikan belum
mampu menghasilkan sumber daya manusia
berkualitas. Kualitas sumber daya manusia memiliki
peran strategis untuk mencapai kemajuan suatu
negara. Hal ini bisa kita buktikan dengan
mengkomparasikan kemajuan Negara Jepang
dengan Negara Indonesia. Kemajuan Negara
Jepang lebih disebabkan kualitas sumber daya
manusianya ketimbang kekayaan alam yang dimiliki.
Sementara Negara Indonesia yang kaya sumber
daya alam, tetapi kualitas sumber daya manusianya
rendah belum dapat mencapai kemajuan. Oleh
sebab itu, untuk mencapai kemajuan Negara
Indonesia salah satu caranya dengan meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya.
Disisi lain, pembangunan di Indonesia
sedang
berfokus
pada
otonomi
dengan
menyerahkan sebagian wewenang pusat kepada
daerah melalui mekanisme otonomi daerah.
Pendidikan dalam konteks otonomi daerah
diharapkan
dapat
mengambil
peran
dalam
mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang
tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas,
Pasal 3). Untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional tersebut, dalam tatanan mikro pendidikan
harus mampu menghasilkan sumber daya manusia
(SDM) berkualitas dan profesional.
Salah satu SDM dalam pendidikan adalah
guru, karena guru merupakan komponen paling

264

menentukan dalam sistem pendidikan yang harus


mendapatkan perhatian sentral dan utama. Dalam
sejarah pendidikan guru di Indonesia khususnya
pada perkembangan agama Hindu, Budha, dan
kerajaan-kerajaan Islam, guru pernah mempunyai
status yang sangat tinggi dalam masyarakat,
mempunyai wibawa yang sangat tinggi dan dianggap
sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat
itu tidak hanya mendidik anak didepan kelas, tetapi
mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk
bertanya, baik itu untuk memecahkan masalah
pribadi ataupun masalah sosial.1
Guru memegang peran utama dalam
pendidikan secara formal di sekolah. Guru
merupakan komponen yang berpengaruh terhadap
terciptanya proses dan hasil pendidikan yang
berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan
apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang
signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional.
Dalam upaya meningkatkan profesionalisme
guru tersebut maka diberlakukan sertifikasi guru
sebagaimana UU RI No. 14 Tahun 2005 yang
disahkan pemerintah pada tanggal 30 Desember
2005. Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
2
menengah. Dengan adanya program sertifikasi
diharapkan bangsa Indonesia memiliki guru
profesional yang memenuhi standar dan lisensi
sesuai dengan kebutuhan.
Guru sebagai sebuah profesi yang sangat
strategis dalam pembentukkan dan pembardayaan
anak-anak penerus bangsa memiliki peran dan
1

Djaman Satori, dkk, profesi keguruan,


(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hal.30
2
Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen dan peraturan mendiknas
nomor 11 tahun 2005 (Bandung : Citra Umbara,
2006), hal.2.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

fungsi yang akan semakin signifikan dimasa


mendatang. Fokus utama dalam pendidikan adalah
terbentuknya peserta didik menjadi manusia baru
yang menyadari posisi kemanusiaannya yang
melekat.
Oleh sebab itu peningkatan kualitas guru
sebagai tenaga pendidik
merupakan suatu
keharusan yang memerlukan penanganan lebih
serius, disamping perlunya unsur-unsur penunjang
lain, guru harus mampu menarik simpati sehingga
menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang
diberikan hendaknya dapat memberi motivasi bagi
siswa.3 Guru sebagai pengajar berperan dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
Oleh sebab itu guru dituntut untuk menguasai
seperangkat
pengetahuan
dan
keterampilan
mengajar. Guru sebagai pembimbing diharapkan
dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Peranan ini
termasuk ke dalam aspek pendidik sebab tidak
hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan
juga mendidik untuk mengalihkan nilai-nilai. Guru
sebagai administrator mempunyai peranan dalam
pengelolaan kelas.
Setiap guru harus dipersiapkan menjadi
tenaga profesional yang memiliki profesionalisme
kinerja yang tinggi untuk dapat memajukan dunia
pendidikan.
Meskipun
untuk
mewujudkan
profesionalisme kinerja guru tersebut kadang masih
dijumpai
beberapa
kendala,
seperti
faktor
keterkekangan guru dalam berkarya ataupun faktor
gaji yang belum memadai, namun guru harus tetap
berupaya untuk dapat meningkatkan profesionalisme
kinerjanya.
Untuk mewujudkan guru profesional bukan
pekerjaan yang sederhana. Upaya mewujudkan guru
profesional merupakan pekerjaan yang rumit dan
kompleks. Mewujudkan guru profesional tidak hanya
sekedar perbaikan gaji guru, akan tetapi banyak
faktor
yang
perlu
dipertimbangkan.
Upaya
mewujudkan guru profesional ini membutuhkan
perhatian dan komitmen bersama, baik pemerintah,
masyarakat, guru sendiri, maupun pihak-pihak yang
terlibat dalam pengelolaan pendidikan. Dengan
upaya sungguh-sungguh yang dilakukan secara
bersama-sama diharapkan guru profesioanal lebih
cepat dapat diwujudkan.
Kesesuaian latar belakang pendidikan
seorang guru merupakan persyaratan yang harus
dipenuhi
agar
proses
pembelajaran
yang
dilaksanakan dapat berlangsung secara optimal.
Namun demikian yang menjadi pertanyaan dalam
dunia pendidikan sekarang ini, apakah dengan
sertifikasi akan benar-benar melahirkan guru yang
profesional?. Oleh karena itu penulis berasumsi
bahwa profesionalisme kinerja guru sangat penting
untuk diperhatikan, agar nilai-nilai keagamaan yang
terkandung dalam pembelajaran dapat tersampaikan

ibid, hal. 15.

dengan baik dan dapat diamalkan oleh peserta didik


dengan baik pula.

B. Sertifikasi Guru
1. Pengertian Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses untuk mengukur
dan menilai pencapaian kualifikasi akademik dan
kompetensi minimal yang dicapai oleh seorang guru.
Guru profesional yang memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi yang memenuhi standar akan
mampu mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu. Oleh karena itu, program sertifikasi
merupakan salah satu program utama untuk
4
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sertifikasi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru yang telah memenuhi standar profesi
guru.5 Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat
yang
ditandatangani
oleh
perguruan
tinggi
6
penyelenggara sertifikasi.
Sertifikasi merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan profesionalisme guru, sebagai
sebuah
proses
ilmiah
yang
memerlukan
pertanggungjawaban moral dan akademis. Dalam
sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan yang
harus dijalani seorang guru terhadap kriteria-kriteria
yang secara ideal telah ditetapkan. Pelaksanaan
sertifikasi dilakukan dengan mendata semua yang
dimiliki setiap guru, dapat berupa ijazah sarjana atau
diploma, tanda lulus kursus dan tanda telah
mengikuti pelatihan. Data tersebut juga berupa hasil
karya ilmiah atau kepesertaan dalam kegiatan
pengabdian masyarakat.
2. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi
Banyak sekali tujuan sertifikasi guru. Tujuan
utama sertifikasi guru adalah:7
a. Menentukan
kelayakan
guru
dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Agen pembelajaran berarti pelaku proses
pembelajaran, bukan broker pembelajaran. Bila
belum layak guru perlu mengikuti pendidikan
formal tambahan atau pelatihan profesional
tertentu.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil hasil
pendidikan. Mutu siswa sebagai hasil proses
pendidikan akan sangat ditentukan oleh
kecerdasan,
minat,
dan
upaya
siswa
bersangkutan. Mutu siswa juga ditentukan oleh
4

Fasli
Jalal,
Sertifikasi
Guru
Untuk
Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2006), hal. 7
5
Kunandar, Guru Profesional Implementasi
KTSP dan sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010 ), hal. 72
6
Bedjo Sujanto, Cara Efektif Menuju
Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009),
hal. 1.
7
H. Suyatno, Op, Cit. H. 23

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

265

mutu guru dan muru proses pembelajaran, baik


proses pembelajaran dilingkup sekolah maupun
lingkup nasional.
c. Meningkatkan
profesionalitas
guru.
Mutu
profesionalitas guru banyak ditentukan oleh
pendidikan, pelatihan, dan pengembangan diri
lain oleh guru bersangkutan. Sertifikasi guru
hendaknya dapat kita jadikan sebagai langkah
awal menuju guru yang profesional.
d. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan
Manfaat sertifikasi guru juga banyak, yang utama
adalah:
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang
tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi
guru. Saat ini guru dituntut menerapkan teori dan
praktik kependidikan yang telah teruji kedalam
pembelajaran di kelas.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik
pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak
profesional.
c. Meningkatkan kesejahteraan guru.
Dari pembahasan di atas, diketahui bahwa
sertifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan
salah satu komponen sistem pendidikan yang dapat
menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu
pendidikan. Oleh karena itu, untuk memperoleh mutu
pendidikan
yang
baik,
diperlukan
proses
pembelajaran yang berkualitas pula.8
Pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada
mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil,
pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang
bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang
bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil
pula, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika
tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses
pendidikan yang bermutu pula.
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai
gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang
dicapai oleh peserta
didik
dalam proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah dianggap
bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan
keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan
pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem
selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang
membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang
9
berlangsung hingga membuahkan hasil.
3. Proses Pelaksanaan Sertifikasi
Sertifikasi guru dapat dilaksanakan dengan
berbagai pola diantaranya melalui pola pendidikan
dan latihan profesi guru (PLPG). PLPG harus
dipersiapkan secara matang dan diimplementasikan
8

Syafaruddin
dan
Irwan
Nasution,
Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), hlm. 41.
9
Nana Syaodih S., dkk., Pengendalian Mutu
Pendidikan Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, dan
Instrumen, (Bandung: Rafika Aditama, 2010), hal. 7.

266

sebaik-baiknya
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik. Salah
satu bentuk dari persiapan PLPG ini diwujudkan
melalui penerbitan panduan. Panduan teknis ini
memberikan informasi kepada semua pihak yang
terkait dalam pelaksanaan PLPG sehingga terjadi
sinergitas dilapangan sehingga akan menghasilkan
output yang berkualitas.
Proses penyelanggaraan PLPG ini yaitu :
a. Proses pembelajaran PLPG dilaksanakan
dengan beberapa ketentuan sebagai berikut :
1) Sebelum memulai pembelajaran, instruktur
harus menjelaskan target capaian dan
pokok bahasan materi PLPG.
2) Proses pembelajaran diorientasikan pada
pencapaian kompetensi yang terukur, bukan
pada isi materi.
3) Pembelajaran untuk pendalaman kompetensi
profesional dilengkapi dengan tugas individu
dalam berbagai bentuk antara lain
mengerjakan soal, mengerjakan kuis,
membaca buku, membuat ringkasan buku,
membuat makalah, dan diskusi kelompok
dengan topik sesuai dengan materi PLPG.
4) Pembimbingan khusus bagi kelompok
peserta
dibawah
rata-rata
dalam
melaksanakan berbagai tugas individu.
5) Pembelajaran yang dilaksanakan dapat
memotifasi
peserta
PLPG
untuk
mengembangkan kompetensinya secara
mandiri, berpikir kritis, dan memecahkan
masalah.
6) Pembelajaran yang dilaksanakan dapat
memotivasi
peserta
PLPG
untu
memanfaatkan sumber belajar yang ada di
lingkungan sekitar, misalnya : internet,
tumbuhan dan halaman sekolah.
7) Workshop dimulai dengan penjelasan
instruktur tentang format dan substansi
perangkat pembelajaran (silabus, RPP,
penilaian hasil belajar, dll).
8) Dalam memfasilitasi workshop, instruktur
harus aktif menumbuhkan kreatifitas dan
mendorong
peserta
dapat
menggali
pengalamannya untuk dituangkan dalam
perangkat pembelajaran.
9) Instruktur peka (cepat tangkap) terhadap
permasalahan yang dihadapi peserta.
b. Penugasan
instruktur
mempertimbangkan
penguasaan
substansi
dan
kemampuan
mengaplikasikan berbagai strategi pembelajaran
yang sesuai dengan kurikulum 2013 serta
memiliki komitmen dalam menjalankan tugas.
c. Instruktur workshop harus mampu memfasilitasi
dan memotifasi peserta sehingga workshop
dapat menjadi wahana pembelajaran dalam
mengembangkan
perangkat
pembelajaran
sesuai dengan ketentuan kurikulum 2013.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

d.

Pada akhir PLPG dilakukan uji kompetensi yang


10
meliputi uji tulis dan uji kinerja (praktek).
Sertifikasi dengan cara pelatihan PLPG
menjadikan guru lebih terlatih dan memiliki
peningkatan kemampuan pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial daripada sertifikasi dengan
cara portofolio. Hal ini disebabkan karena dengan
cara pelatihan, seorang guru mendapatkan
pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan untuk menjadi
seorang guru yang profesional. Peserta sertifikasi
pola PLPG adalah guru yang bertugas sebagai guru
kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan
konseling atau konselor, serta guru yang diangkat
dalam jabatan pengawas satuan pendidikan.
Sedangkan kriteria guru yang dapat
mengikuti sertifikasi adalah guru yang telah
memenuhi persyaratan utama, yaitu memiliki ijazah
akademik atau kualifikasi akademik minimal S-1 atau
D-4. Syarat yang harus dimiliki oleh guru antara lain :
1. Masa kerja/pengalaman mengajar guru
2. Usia
3. Pangkat/golongan bagi PNS
4. Beban mengajar
5. Jabatan/tugas tambahan
6. Prestasi kerja11
Adapun mekanisme pelaksanaan sertifikasi
guru ada dua macam: melalui penilaian portofolio
bagi guru dalam jabatan dan melalui pendidikan
profesi calon guru.12
Penilaian portofolio merupakan pengakuan
atas pengalaman profesional guru dalam bentuk
penilaian terhadap kumpulan dokumen yang
mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan
dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari
atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya
pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum
ilmiah,
pengalaman
organisasi
di
bidang
kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang
relevan dengan bidang pendidikan.
4. Dasar Hukum
Adapun dasar hukum dari sertifikasi yaitu:
a. Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
b. Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen
c. Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan

10

Rayon 128, Paduan Teknis Pelaksanaan


PLPG , (Universitas Negeri Gorontalo, 2013), hal. 24
11

Mansur Muchlis, Sertifikasi Guru Menuju


Profesionalisme Pendidik (Jakarta: Bumu Aksara,
2007), hal. 11
12
J.B. Situmorang Winarno, Pendidikan
Profesi & Sertifikasi Pendidik, (Klaten: Saka Mitra
Kompetensi, 2008), hal. 23

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional


nomor 16 tahun 2005 tentang Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik
e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru
dalam jabatan.
5. Pengaruh Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru pada hakekatnya untuk
meningkatkan kualitas guru, sehingga membawa
perbaikan mutu pendidikan nasional. Hingga saat ini
masih sulit dilihat keterkaitan sertifikasi dengan
peningkatan mutu guru. hampir semua guru
menyatakan bahwa motivasi utama mengikuti
sertifikasi adalah terkait masalah finansial.
Di bawah ini penulis akan mengidentifikasi
pengaruh positif dan pengaruh negatif dari kebijakan
sertifikasi guru.
a. Pengaruh positif sertifikasi
Sertifikasi guru sangat bermanfaat bagi
perkembangan pendidikan di sekolah-sekolah.
Manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:
1) Melindungi profesi guru dari praktik layanan
pendidikan yang tidak kompeten sehingga
dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
2) Melindungi
masyarakat
dari
praktik
pendidikan yang tidak berkualitas dan
profesional yang akan menghambat upaya
peningkatan
kualitas
pendidikan
dan
penyiapan sumber daya manusia di negeri
ini.
3) Menjadi wahana penjamin mutu bagi
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon
guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu
bagi pengguna layanan pendidikan.
4) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan
dari keinginan internal dan eksternal yang
potensial dapat menyimpang dari ketentuan
yang berlaku.
b. Pengaruh negatif sertifikasi
Pelaksanaan program sertifikasi tujuan
dasarnya adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Karena dengan meningkatnya
kualitas pendidikan, maka akan dapat pula
mendongkrak kualitas pendidikan bangsa
Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru
sudah memasuki periode keempat, bukan berarti
kendala dan permasalahan yang menyertai
sertifikasi guru sirna. Adapun pengaruh negatif
dari sertifikasi guru berbasis portofolio terhadap
kinerja dan kompetensi guru adalah:
1) Menjadi Sosok yang Certificate-Oriented
Ternyata implementasi sertifikasi guru
dalam bentuk penilaian portofolio ini
kemudian menimbulkan polemik baru.
Banyak para pengamat pendidikan yang
menyangsikan
keefektifan
pelaksanaan
sertifikasi dalam rangka meningkatkan
kinerja guru. Bahkan ada yang berhipotesis
bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian
portofolio tak akan berdampak sama sekali

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

267

terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi


dikaitkan
dengan
peningkatan
mutu
pendidikan nasional. Hal ini berkaitan
dengan temuan-temuan dilapangan bahwa
adanya
indikasi
kecurangan
dalam
melengkapi berkas portofolio oleh para guru
peserta sertifikasi. Kecurangan dengan
memalsukan dokumen portofolio itu memang
ada.
2) Miskin Keterampilan dan Kreatifitas
Guru bukanlah bagian dari sistem
kurikulum, tetapi keberhasilan pelaksanaan
kurikulum
akan
bergantung
pada
kemampuan,
kemauan,
dan
sikap
profesional tenaga guru. Kalau dikaitkan
persyaratan profesional seorang guru yang
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
yaitu
mampu
merencanakan,
mengembangkan,
melaksanakan,
dan
menilai proses belajar secara relevan dan
efektif maka seorang guru yang profesional
akan dengan mudah lolos sertifikasi berbasis
portofolio
tanpa
harus
memanipulasi
berkasnya. Karena sebelumnya ia telah giat
mengembangkan dirinya demi anak didiknya.
Namun yang menjadi persoalan adalah
mereka para guru yang melakukan
13
kecurangan dalam sertifikasi.
C. Profesionalisme Kinerja Guru
1. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme berasal dari kata profesi
yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau
akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan
sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang
mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan
khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis
yang intensif.14 Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan
pendidikan
profesi.
Sedangkan
profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan
dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang
15
berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai,
tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan
dalam bidang pendidikan dan pengejaran yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi
mata pencaharian.
Dari pengertian ini tersirat bahwa dalam
profesionalisme menuntut adanya suatu keharusan
memiliki kemampuan agar profesi itu berfungsi
sebaik-baiknya. Karena dalam poses pembelajaran
guru memegang peranan sebagai sutradara

sekaligus actor. Artinya pada gurulah terletak


keberhasilan pembelajaran.
Untuk mencapai suatu profesionalisme
bukanlah hal yang mudah, harus melalui suatu
pendidikan dan latihan yang relefan dengan profesi
yang ditekuni. Profesionalitas sangat dibutuhkan
diera global, jika tidak maka kita akan tergilas oleh
arus dan pada akhirnya tersisih. Demikian pula
halnya dengan guru, sebuah profesi yang tidak kalah
mulianya dibanding profesi yang lain, bahkan dari
profesi
inilah
lahir
generasi-generasi
yang
diharapkan menjadi penentu masa depan.
Ciriciri pekerjaan profesi :
a. Pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi
sosial karena diperlukan masyarakat.
b. Pekerjaan itu menuntut adanya keterampilan
atau bidang keahlian tertentu yang hanya dapat
diperoleh malalui pendidikan dan pelatihan.
c. Didukung oleh disiplin ilmu tertentu.
d. Adanya kode etik yang menjadi pedoman bagi
anggotanya
dalam
berperilaku
dan
melaksanakan tugas profesional, disertai sangsi
tertentu.
e. Sebagai konsekwensi dari layanan bidang yang
diberikan kepada masyarakat, maka mereka
yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut
berhak untuk memperoleh imbalan finansial
16
dengan sistem penggajian yang memadai.
2. Kinerja Guru
Kinerja berasal dari kata kerja yang berarti
kegiatan melakukan sesuatu, yang dilakukan,
sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, mata
17
Sedangkan
kinerja
adalah
pencaharian.
seperangkat hasil yang dicapai merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu
pekerjaan yang diminta. Sedangkan yang dimaksud
dengan kinerja guru adalah prestasi kerja atau hasil
unjuk kerja yang telah dicapai guru. Prestasi kerja
adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengelaman, dan kesungguhan serta waktu.
Jadi yang dimaksud profesionalisme kinerja
guru dalam penulisan ini adalah kondisi, kualitas
hasil kerja yang dicapai guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pengampuh mata pelajaran Akidah
Akhlak, khususnya setelah guru lulus sertifikasi.
3. Prinsip Profesionalisme Kinerja Guru
Guru profesional adalah guru yang
mempunyai kompetensi yang dipersyaratkan untuk
melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Kompetensi merupakan seperangkat tindakan
intelegen penuuh tanggung jawab yang harus dimiliki
16

13

Marselus R, Op.Cit. hal. 13


14
J.B. Situmorang Winarno, M. Sc, Op.Cit.

hal. 45

268

15

Ibid, hal. 46

Mulyasa, Standar kompetensi dan


sertifikasi guru, (Bandung : Rosda, 2007), hal. 86
17
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), hal. 554.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

seseorang sebagi syarat untuk dianggap mampu


melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukkan sebagai
kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan tindakan.
Sifat tanggung jawab yang harus ditunjukkan
sebagai kebenaran tindakan, baik dipandang dari
18
sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.
Pada pasal 7 Undang-undang Guru dan
Dosen disebutkan bahwa profesi guru dan dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
idealisme
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan,keimanan, ketaqwaan, dan akhlak
mulia
c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengann prestasi kerja
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat
h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunayi
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
19
dengan tugas keprofesionalan guru.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi
yang demikian pesat saat ini, guru tidak lagi
bertindak hanya sebagai penyaji informasi, tetapi
juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator,
motivator dan pembimbing, yang lebih banyak
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mencari dan mengelolah sendiri informasi.
Guru merupakan kunci keberhasilan sebuah
lembaga pendidikan. Guru adalah ujung tombak dari
lembaga pendidikan. Baik dan buruknya prilaku atau
cara mengajar guru akan sangat mempengaruhi citra
lembaga pendidikan, oleh sebab itu sumber daya
guru ini harus dikembangkan baik melalui pendidikan
dan
pelatihan
atau
kegiatan
lain
agar
profesionalisme kinerjanya lebih meningkat.
D. Pengaruh Sertifikasi Guru Dalam
Meningkatkan Profesionalisme Kinerja Guru
Untuk mencapai tingkat guru profesional
yang sesuai dengan bidangnya maka harus melalui
tahapan atau proses yang lama dan butuh sebagai
pengorbanan. Keberhasilan guru dalam proses
pembelajaran tergantung sejauhmana tingkat

profesionalisme guru yang dimilikinya dengan


indikator penguasaan kompetensi keguruan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk menjadi
guru yang baik dan sukses itu bukan hanya
ditentukan oleh penguasaan mata pelajaran yang
akan diajarkan tetapi juga harus menguasai cara
mengajarkannya agar lebih mudah dipahami oleh
para siswa.
Sesuai dengan pasal 7 UU Guru dan dosen yang
menyebutkan bahwa profesi guru dan dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan dengan beberapa prinsip tertentu.
Prinsip-prinsip tersebut secara garis besar dapat
digunakan untuk mengukur profesionalitas
seorang guru karena merupakan hal mendasar
yang mengatur hak dan kewajiban seorang guru.
Olehnya, penulis memberikan pertanyaan
kepada para guru di MTS Al-Ikhwan khususnya
mereka yang sudah mengikuti program sertifikasi
mengenai item-item yang terdapat dalam pasal 7
UU guru dan dosen tersebut.
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh
sertifikasi guru dalam meningkatkan profesionalisme
kinerja, penulis telah menuyusun beberapa
pertanyaan yang diberikan kepada para responden
selaku guru yang sudah tersertifikasi.
Pertama-tama,
dari
hasil
wawancara
mengenai jumlah guru di MTS Al-ikhwan Dumoga
Barat yang sudah mengikuti sertifikasi, dan pada
pelajaran apa saja dijelaskan oleh pihak Kepala
Madrasah Drs. Mohamad Ali sebagai berikut :
Di MTS Al-ikhwan Dumoga Barat, dari 16
orang tenaga pendidik, baru 4 orang yang sudah
mengikuti sertifikasi. Yaitu saya sendiri untuk
pelajaran PAI pada tahun 2009, ibu Rosdiana S.
Maspeke, S.Ag untuk bidang studi matematika lulus
sertifikasi tahun 2008, bapak Muh. Zidiq Lapaga,
S.Pd.I untuk bidang studi Al-Quran Hadist lulus
sertifikasi tahun 2009, dan terakhir ibu Ratmi Bonde,
S.Ag, untuk bidang studi akidah akhlak,lulus
sertifikasi tahun 2012,20
Berdasarkan jawaban tersebut, dapat dilihat
bahwa jumlah guru yang sudah mengikuti sertifikasi
di MTS Al-ikhwan Dumoga Barat baru 4 orang yang
berarti hanya 25 persen dari total guru yang ada di
MTS Al-ikhwan Dumoga Barat. Selain itu, dapat
diketahui juga bahwa ke 4 guru yang telah mengikuti
sertifikasi baru guru yang sudah berstatus PNS.
Sementara 12 guru lainnya yang belum mengikuti
sertifikasi semuanya masih berstatus guru honorer.
Kemudian, dari hasil wawancara mengenai
pandangan responden tentang program sertifikasi,
dan yang responden dapatkan setelah mengikuti

18

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran


Mengembangkan
Standar
Kompetensi
Guru,
(Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 5
19
Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, hal. 7-8

20

Mohamad Ali ,
Kepala
Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 12 Juni 2014

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

269

sertifikasi mendapat penjelasan dari Rosdiana S.


Maspeke, S.Ag sebagai berikut :
Saya tentunya menyambut positif adanya
program sertifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah,
karena
selain
merupakan
pengakuan
atas
keprofesionalan kami sebagai guru, tak dapat
dipungkiri adanya pemberian tunjangan sertifikasi
21
sangat membantu dalam segi perekonomian,
Sementara Muh. Zidiq Lapaga, S.Pd.I
menjelaskan bahwa : Program sertifikasi ini
merupakan program yang sangat bagus dan
memacu semua guru untuk bisa mengikutinya.
Dimana dalam program sertifikasi kita dituntut untuk
mampu menjadi seorang guru yang profesional dan
tentu saja apa yang sudah kita dapatkan dalam
program tersebut bisa diterapkan dalam proses
pembelajaran di madrasah,22
Sementara
itu
Ratmi
Bonde,
S.Ag
memberikan penjelasan bahwa :Tidak bisa
dinafikkan adanya program sertifikasi ini ibarat
sebuah oase di padang gurun yang luas jika ditinjau
dari segi ekonomi. Pasalnya sebelum ada program
ini, para guru masih terkesan setengah hati dalam
menjalankan tugasnya karena pikiran juga masih
dipusingkan dengan kebutuhan rumah tangga yang
kadang
tidak
bisa
terpenuhi
jika
hanya
mengandalkan gaji saja. Namun sejak adanya
program sertifikasi yang memberikan tunjangan
sebesar gaji perbulan, tentu saja membuat guru-guru
jadi lebih bersemangat. Bahkan sejak adanya
program ini, banyak orang ingin jadi guru. Sementara
kalau dari segi peningkatan mutu, harus diakui
adanya program ini juga membuat guru-guru lebih
terpacu untuk memberikan yang terbaik bagi siswa
karena kami merasa sudah diperhatikan oleh
pemerintah, dan juga hal tersebut menjadi tanggung
jawab kami karena telah diakui sebagai guru
profesional maka hal tersebut harus mampu kami
23
buktikan dengan karya nyata,
Menanggapi hal tersebut Drs. Mohamad Ali
menjelaskan bahwa : Program sertifikasi ini
dirancang oleh pemerintah tentunya mempunyai
tujuan yang mulia,yaitu peningkatan profesionalisme
guru dan juga peningkatan kesejahteraan guru.
Artinya seorang guru yang sudah mengikuti
sertifikasi,mendapatkan sertifikat dan tentunya
tunjangan
dari
pemerintah
harus
semakin
meningkatkan kualitas dirinya terutama dalam proses
pembelajaran di kelas. Kalau dulu mungkin ada guru
yang mencari penghasilan sampingan untuk
menambah biaya dapur, maka dengan adanya
21

Rosdiana S. Maspeke, Guru di Madrasah


Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014
22
Muh Zidiq Lapaga, Guru di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014
23
Ratmi
Bonde,
Guru
di
Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014

270

program sertifikasi ini diharapkan seorang guru


hanya fokus untuk bagaimana meningkatkan kualitas
anak didiknya. Memang belum semua guru tercover
dalam program ini, namun semuanya akan bermuara
kesana dan tinggal waktu saja,24
Dari jawaban para responden diatas, penulis
menyimpulkan bahwa adanya program sertifikasi ini
disambut baik oleh para guru mengingat adanya
iming-iming tunjangan yang besarannya seperti gaji
pokok, sehingga secara ekonomi mereka merasa
lebih tercukupi, dan hal itu secara otomatis juga
memacu semangat mereka untuk meningkatkan
profesionalitas kinerja sebagai seorang guru yang
telah diakui oleh pemerintah.
Selanjutnya, dari hasil wawancara dengan
Kepala Madrasah selaku pimpinan mengenai
peningkatan
mutu
pengajaran
dan
inovasi
pembelajaran yang guru laksanakan setelah lulus uji
sertifikasi yaitu bahwa peningkatan mutu pengajaran
yang tampak setelah seorang guru mengikuti
sertifikasi lebih kepada bagaimana orientasi guru
tersebut dalam melakukan proses pembelajaran
karena
menurutnya
sebelum
tersertifikasipun
seorang guru haruslah bersikap profesional dalam
menjalankan tugasnya.
Sesungguhnya
hakikat
profesionalitas
seorang guru bukan saja nanti setelah mendapat
sertifikasi namun sejak dia memilih guru sebagai
profesinya karena guru memang sebuah pekerjaan
yang menuntut anda bukan hanya sekedar berdiri
dikelas dan mengajar namun bagaimana sikap dan
tingkah laku kita dijadikan panutan oleh seluruh
siswa. Artinya bukan hanya sebatas dalam proses
pembelajaran kita dituntut untuk profesional namun
dalam perilaku keseharian juga harus memberikan
25
teladan bagi para siswa,
Lebih lanjut Drs. Mohamad Ali menjelaskan,
untuk
inovasi
pembelajaran,
dirinya
telah
berulangkali menyampaikan dalam forum rapat
dewan guru agar para guru mampu berinovasi dalam
proses pembelajaran dalam artian tidak terpaku pada
satu strategi dan metode saja namun harus mampu
menyajikan bahan ajar dengan berbagai pendekatan
yang dapat membuat siswa merasa enjoy dan
nyaman untuk mengikuti pembelajaran. Karena jika
siswa sudah merasa nyama, maka secara otomatis
tugas guru untuk mentransfer ilmu maupun
membimbing
siswa
menemukan
sendiri
pengetahuannya dapat berjalan dengan lebih baik
lagi.
Inovasi pembelajaran yang sering saya
tekankan kepada para guru secara umum maupun
para guru yang sudah tersertifikasi termasuk diri
saya pribadi yaitu lebih kepada bagaimana
24

Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014
25
Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,
Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,

penguasaan bahan ajar serta keterampilan guru


dalam menggunakan media pembelajaran ataupun
mempergunakan strategi dan metode pembelajaran
yang bervariasi. Alhamdulillah khusus guru yang
sudah tersertifikasi mampu menjabarkannya dengan
baik, bahkan mereka pun menjadi mentor bagi
rekan-rekan guru lainnya yang belum mengikuti
sertifikasi maupun guru yang latar belakang
pendidikannya masih SMA. Artinya program
sertifikasi yang telah diikuti mampu membawa
manfaat bukan hanya bagi pribadi guru yang sudah
tersertifikasi namun mampu membawa manfaat juga
bagi para rekan guru lainnya. Para guru yang sudah
tersertifikasi menjadi contoh da teladan bagi para
guru lain dan kami selalu memberikan apa yang kami
dapatkan kepada guru-guru lain agar mereka juga
semakin profesional dalam menjalankan tugas
keseharian yang menjadi tanggung jawab mereka,26
Sementara itu responden yang berasal dari
siswa, memberikan penilaian bahwa guru yang
sudah tersertifikasi jauh lebih mantap cara
mengajarnya dibandingkan guru yang belum
tersertifikasi. Seperti yang dituturkan oleh Ramadan
Tayeb sebagai berikut : Bukan bermaksud untuk
membeda-bedakan guru, namun harus diakui guru
yang sudah tersertifikasi lebih bagus cara
mengajarnya dan kami lebih cepat mampu
27
memahami apa yang mereka ajarkan,
Dari penjelasan responden diatas, penulis
berkesimpulan ada peningkatan mutu pengajaran
yang terjadi dari para guru yang sudah tersertifikasi
dan juga mereka telah menularkannya kepada guruguru lain yang belum mengikuti sertifikasi sehingga
hal tersebut memacu para guru yang belum
tersertfikasi untuk lebih bersikap seprofesional
mungkin dalam menjalankan tugas yang diberikan.
Seorang guru selain mengajar juga dituntut
untuk selalu memperbaharui pengetahuannya yang
bisa dilakukan dengan mengikuti berbagai macam
kegiatan penunjang. Seperti disampaikan oleh
Kepala Madrasah Drs. Mohamad Ali bahwa
sesungguhnya
seluruh
guru
berkesempatan
mengikuti berbagai kegiatan di luar madrasah yang
diyakini akan membawa manfaat bagi para guru
seperti workshop, diklat, ataupun seminar-seminar
pendidikan baik itu diselenggarakan oleh Pemerintah
daerah, Kementrian Agama, maupun pihak-pihak
lainnya. Namun untuk pendelegasian guru untuk
mengikuti kegiatan, tentu saja harus disesuaikan
dengan jenis kegiatan yang akan diikuti.
Misalnya ada seminar pendidikan yang
temanya tentang ekonomi, maka tidak cocok kalau
saya, pak Zidiq,atau Ibu Ratmi yang diutus kan.tentu
saja harus guru yang mengampu bidang studi yang

sesuai dengan tema seminar. Demikian halnya juga


kalau workshopnya mengenai pembelajaran agama,
ya harus guru agama yang ikut serta dan bukan guru
28
bidang studi penjas,
Lebih lanjut Muhammad Ali menjelaskan,
meskipun demikian apabila kegiatan yang akan
diikuti oleh guru tidak bertabrakan dengan jam
pelajaran guru yang bersangkutan, maka dia
membebaskan para guru yang berminat untuk ikut
dengan catatan kegiatan tersebut benar-benar
bermanfaat bagi guru tersebut dan bukan karena
ingin meninggalkan madrasah atau hanya karena
alasan tidak produkif lainnya.
Jadi apabila waktu pelaksanaan kegiatan
workshop, seminar, atau diklat yang akan diikuti itu
bertepatan guru yang ingin berpartisipasi tidak ada
jam pelajaran, maka meskipun kegiatannya bukan
sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, saya
akan mengizinkan untuk ikut. Apalagi saya kan
paham kalau guru yang sudah PNS selalu butuh
sertifikat untuk tambahan nilai saat akan mengurus
kenaikan pangkat, jadi kegiatan seperti itu cukup
penting bagi mereka. Sementara bagi guru yang
masih honorer, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan
seperti itu bisa membawa manfaat bagi diri mereka
pribadi sebagai tambahan pengetahuan yang
nantinya juga bisa ditransfer kepada para anak
29
didik,
Berdasarkan
penjelasan
dari
Kepala
Madrasah tersebut penulis mengambil kesimpulan
bahwa pada dasarnya Kepala Madrasah selaku
pimpinan juga menginginkan yang terbaik bagi para
guru-gurunya
dengan
memberikan
mereka
kebebasan apabila hendak mengikuti kegiatan yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas diri para guru
yang kemudian diharapkan akan berimplikasi positif
bagi peningkatan profesionalitas kinerja mereka di
Madrasah.
Para guru yang sudah tersertifikasi pun
mengakui hal tersebut seperti penuturan Ratmi
Bonde S.Ag sebagai berikut :
Tentu saja saya selalu berusaha mengikuti
kegiatan yang saya pikir akan bermanfaat bagi
peningkatan kualitas saya sebagai seorang guru
seperti
workshop,
diklat,
maupun
seminar
pendidikan. Namun sebagai seorang guru yang juga
mempunyai tugas mengajar tentu saja saya harus
menyesuaikan dengan jadwal pelajaran saya di
kelas. Apabila kebetulan tidak bertabrakan dengan
jam mengajar saya pasti akan ikut serta namun jika
bertabrakan, maka biasanya saya memilih untuk
tetap mengajar karena biar bagaimanapun juga itu

28

26

Mohamad Ali ,
Kepala Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 12 Juni 2014
27
Ramadan Tayeb, Siswa di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 9 Agustus 2014

Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014
29
Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014

Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,
Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

271

yang menjadi tugas utama saya. Untuk kegiatan,


30
bisa ikut di lain kesempatan,
Sementara itu Muh. Zidiq Lapaga, S.Pd.I
menambahkan bagi dia pribadi semua kegiatan yang
bertujuan untuk peningkatan kualitas seorang guru
haruslah diikuti terlebih lagi oleh mereka yang sudah
mengikuti sertifikasi. Karena dengan tercatat sebagai
guru yang mendapat sertifikasi, ia mempunyai
tanggung jawab moral untuk terus mencari inovasiinovasi yang berhubungan dengan dunia pendidikan
sehingga hal tersebut nantinya bisa dia terapkan
dalam interaksi dengan para siswanya
Jika ada undangan untuk mengikuti
workshop, diklat, dialog, ataupun seminar-seminar
yang ada kaitannya dengan pendidikan, biasanya
kepala Madrasah akan menunjuk 1 atau 2 orang
guru untuk ikut tergantung jumlah permintaan
peserta karena memang biasanya kalau kegiatan
yang memakai undangan pesertanya pasti dibatasi.
Nah penunjukan itu bergantung pada kegiatan apa
yang akan diikuti. Biasanya akan disesuaikan
dengan bidang studi yang diajarkan, berarti tema
seminar apa,nah gurunya yang akan diutus. Namun
apabila kegiatan tersebut bebas dalam artian guru
siapa saja bisa ikut, maka Kepala Madrasah akan
memprioritaskan guru yang sudah PNS dan
tersertifikasi karena memang ada tuntutan sertifikat
sebagai salah satu tambahan penilaian saat hendak
mengurus kenaikan pangkat. Namun jika saat
pelaksaan kegiatan tersebut guru yang PNS ada jam
mengajar di madrasah, maka yang diutus adalah
guru honorer yang kebetulan sedang kosong
jamnya,31
Terhadap pertanyaan ini Rosdiana S.
Maspeke, S.Ag menerangkan : Saya sangat senang
apabila ada undangan untuk kegiatan seperti
workshop, diklat, ataupun seminar mengenai
pendidikan sepanjang bisa diikuti dan tidak
mengganggu tugas utama saya untuk mengajar pasti
saya ikut ambil bagian. Namun jika pelaksanaannya
bersamaan dengan jam mengajar saya,dan kegiatan
tersebut tidak bisa diwakilkan dalam artian harus
saya yang ikut, maka agar tidak merugikan siswa,
saya biasanya minta tukaran jam dengan guru lain
agar bisa ikut kegiatan tersebut,dan nantinya jam
mengajar saya diisi oleh guru lain dan nanti saat jam
32
guru itu maka saya yang akan masuk,
Hal ini dibenarkan oleh salah seorang siswi
Nurdila Oktaviani yang menjelaskan bahwa
:Meskipun guru-guru kami mengikuti kegiatan di luar
madrasah,namun sangat jarang kami ditinggalkan
30

Ratmi Bonde, Guru di Madrasah


Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014
31
Muh Zidiq Lapaga, Guru di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014
32
Rosdiana S. Maspeke, Guru di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014

272

tidak belajar. Karena pasti ada tugas yang diberikan


33
kemudian diawasi oleh guru lain,
Berdasarkan jawaban para responden
tersebut, penulis berkesimpulan bahwa para guru
yang sudah tersertifikasi selalu berusaha untuk
meningkatkan kualitas diri mereka dengan mengikuti
berbagai kegiatan di luar madrasah seperti
workshop, diklat, maupun seminar-seminar tentang
pendidikan.
Selanjutnya dari hasil wawancara mengenai
jika ada materi yang didapat saat mengikuti
workshop, diklat, atau seminar pendidikan, apakah
kemudian diambil dan dikaji oleh guru yang
mengikuti kegiatan mendapat penjelasan dari
Rosdiana S. Maspeke, S.Ag bahwa setiap kali
dirinya mengikuti kegiatan diluar madrasah, pastilah
ia mengambil materi yang ada untuk dipelajari
kembali.
Setiap mengikuti kegiatan, saya tentunya
mengambil materi yang diberikan oleh panitia
sebagai bahan kajian saya nanti. Apalagi jika
materinya tersebut sesuai dengan bidang studi yang
34
saya ajarkan,
Hal senada disampaikan oleh Muh. Zidiq
Lapaga, S.Pd.I, menurutnya sangatlah rugi jika
dirinya mengikuti kegiatan di luar madrasah
kemudian tidak membawa hasil apa-apa.
Jadi setiap kali saya diutus oleh madrasah
untuk mengikuti kegiatan baik itu workshop, diklat,
dialog, maupun seminar pasti saya akan mengambil
materi yang diberikan oleh panitia. Seringkali juga
ada materi yang tidak dicopikan oleh panitia, maka
saya akan minta langsung filenya pada pemateri.
Setelah itu materi tersebut biasanya juga saya
bagikan ke guru-guru lain yang tidak mengikuti
kegiatan tersebut agar bisa dipelajari bersama-sama.
Seringkali juga materi yang saya dapat akan saya
jadikan bahan referensi untuk pembuatan karya
ilmiah mengingat untuk kenaikan pangkat nanti dari
III D ke IV A itu mensyaratkan adanya karya ilmiah.
Olehnya mulai sekarang saya sudah mulai membuat
karya ilmiah tersebut yang bahannya banyak saya
peroleh dari materi-materi yang saya ikuti pada
35
kegiatan-kegiatan diluar madrasah tersebut,
Sementara Ratmi Bonde, S.Ag menerangkan
bahwa
:Setiap
mengikuti
kegiatan
yang
diselenggarakan di luar madrasah, sudah menjadi
kewajiban bagi saya apabila diutus untuk mewakili
madrasah untuk mengambil setiap materi yang
diberikan, dimana materi itu nantinya akan saya
jadikan tambahan referensi dan juga bisa diberikan
33

Nurdila Oktaviani, Siswi di Madrasah


Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 9 agustus 2014
34
Rosdiana S. Maspeke, Guru di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014
35
Muh Zidiq Lapaga, Guru di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

kepada teman-teman lain yang mungkin juga


36
menginginkannya,
Sementara itu Kepala Madrasah Tsanawiyah
Al-Ikhwan Dumoga Barat Drs Muhammad Ali yang
juga tercatat sebagai guru tersertifikasi menjelaskan
bahwa dirinya selalu meminta kepada semua guru
yang mengikuti kegiatan pendidikan di luar madrasah
baik itu diutus oleh madrasah maupun ikut secara
pribadi agar dapat memanfaatkan kegiatan tersebut
sebaik-baiknya termasuk dengan mengambil materimateri yang didapat dalam kegiatan itu.
Jadi setiap kali ada undangan untuk
mengikuti sebuah kegiatan yang bersifat menambah
wawasan para guru baik itu yang saya ikuti ataupun
yang mengutus guru-guru lain, saya selalu
menekankan kepada mereka agar sampai ditempat
kegiatan dapat mencatat materi-materi yang
diberikan. Dan apabila materi yang disajikan itu bisa
diambil dalam bentuk softcopy maka harus diambil.
Hal ini juga sebagai bentuk pertanggungjawaban
peserta kegiatan kepada guru-guru lain yang tidak
mengikuti. Hal ini sengaja saya terapkan agar tidak
ada kecemburuan di kalangan para guru karena
memang biasanya pada kegiatan-kegiatan tertentu
itu ada pengganti uang transportnya yang jumlahnya
lumayan. Jadi agar jelas bahwa yang ikut ini benarbenar mengikuti kegiatan dan bukan hanya
datang,duduk,diam,dengar dan duit, maka saya
wajibkan semua guru apabila ikut kegiatan
mengatasnamakan madrasah maka harus ada
bentuk
pertanggungjawabannya.
Namun
bila
kegiatan itu dilaksanakan bukan pada jam madrasah,
dan atas nama pribadi maka hal tersebut tidak
perlu,37
Keikutsertaan guru-guru dalam workshop,
diklat, maupun seminar tentu saja diharapkan dapat
membawa manfaat khususnya untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran. Seperti dijelaskan oleh
responden Ratmi Bonde, S.Ag bahwa
Setiap saya ikut sebuah kegiatan diluar
sekolah dan mendapat materi, maka tentu saja
apabila materi yang diberikan itu bisa diterapkan
dalam
pembelajaran,
maka
saya
pasti
38
menerapkannya,
Hal serupa disampaikan oleh Rosdiana S.
Maspeke, S.Ag, menurutnya seorang guru dituntut
untuk terus mampu melahirkan inovasi-inovasi baru
dalam
pembelajaran.
Olehnya
setiap
kali
memperoleh ilmu baru dalam sebuah kegiatan,
dirinya akan memanfaatkannya untuk inovasi
pembelajaran.
36

Ratmi Bonde, Guru di Madrasah


Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014
37
Mohamad Ali ,
Kepala Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 12 Juni 2014
38
Ratmi
Bonde,
Guru
di
Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 13 Juni 2014

Itulah pentingnya kita mengikuti kegiatankegiatan diluar madrasah. Akan ada tambahan ilmu
yang kita dapatkan untuk kemudian diterapkan
39
dalam proses pembelajaran di madrasah,
Sementara Muh. Zidiq Lapaga, S.Pd.I
menambahkan sebagai seorang guru yang sudah
tersertifikasi maka dirinya selalu tertantang untuk
dapat melahirkan inovasi-inovasi baru saat
melakukan
proses
pembelajaran.
Karena
menurutnya jika sudah tersertifikasi kemudian cara
mengajarnya masih sama seperti belum tersertifikasi,
maka itu sama saja mempermalukan diri sendiri
serta menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan
oleh negara.
Kita tidak boleh naif, sebagai guru yang
sudah tersertifikasi maka kita sudah disebut sebagai
guru yang profesional dan negara juga sudah
menghargainya dengan memberikan tunjangan
sertifikasi. Lantas apabila cara mengajar kita sama
saja sebelum mendapat sertifikasi maka apa
gunanya?olehnya saya selalu berusaha untuk terus
mencari inovasi-inovasi baru yang saya terapkan
saat mengajar. Dan biasanya saat ikut kegiatan di
luar madrasah, banyak pengetahuan atau materi
yang saya peroleh dan kemudian hal tersebut saya
terapkan di madrasah,40
Adanya inovasi yang diterapkan oleh para
guru seusai mengikuti kegiatan di luar madrasah
mendapat
pembenaran
dari salah seorang
responden Moh.Adrian Malentang yang menjelaskan
sebagai berikut : Biasanya jika ada guru yang
mengikuti kegiatan di luar madrasah,mereka akan
menceritakan pada kami di kelas tentang apa-apa
yang mereka ikuti dan biasanya ada pegetahuan dan
41
hal-hal baru yang diajarkan pada kami,
Dari jawaban para responden diatas, penulis
berkesimpulan bahwa para guru yang sudah
tersertifikasi selalu berupaya untuk melahirkan
inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran yang
diantaranya mereka peroleh dari berbagai kegiatan
pendidikan yang mereka ikuti di luar madrasah.
Dari seluruh jawaban yang penulis peroleh
dari para responden mulai dari pertanyaan pertama
sampai
terakhir,
penulis
dapat
mengambil
kesimpulan bahwa adanya program sertifikasi cukup
efektif dan mampu membawa perubahan signifikan
bagi profesionalitas kinerja para guru di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat.

39

Rosdiana S. Maspeke, S.Ag, Guru di


Madrasah Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat,
Wawancara, tanggal 13 Juni 2014
40
Muh Zidiq Lapaga, S.Pd.I, Guru di
Madrasah Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat,
Wawancara, tanggal 13 Juni 2014
41
Moh.Adrian Malanteng, Siswa di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 9 Agustus 2014

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

273

DAFTAR PUSTAKA
E. Penutup
Efektifitas sertifikasi dalam meningkatkan
profesionalisme kinerja para guru, khususnya di
Madrasah Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat juga
dapat dilihat dari komitmen yang dimiliki oleh para
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia dari peserta
didik. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin
besarnya rasa tanggung jawab para guru untuk
melaksanakan
tugas
keprofesionalan
dan
mengembangkannya
secara
berkelanjutan.
Kepedulian para guru yang tersertifikasi juga terlihat
terhadap para siswanya, hal ini dibuktikan dengan
semakin giatnya para guru yang sudah tersertifikasi
untuk
mengikuti
kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan dengan dunia pendidikan di luar
sekolah dengan tujuan agar mereka memperoleh
tambahan pengetahuan yang nantinya bisa mereka
kaji dan terapkan sehingga menghasilkan inovasiinovasi terbaru dalam pembelajaran.
Bagi para guru yang sudah tersertifikasi
untuk terus mempertahankan dan meningkatkan
kinerja mereka serta menjadi suri tauladan bagi para
siswa maupun guru-guru lainnya yang belum
tersertifikasi. Pihak Madrasah juga harus terus
memacu para guru-gurunya yang belum ikut program
tersertifikasi untuk dapat mengikuti program tersebut
karena program ini bukan hanya bagi guru yang
sudah berstatus PNS namun juga bisa bagi guru
yang masih honorer. Pihak madrasah juga
diharapkan untuk mendorong para gurunya yang
latar belakang pendidikannya masih SMA sederajat
untuk bisa meneruskan pendidikan lebih tinggi
mengingat kedepan kualifikasi seorang guru
disyaratkan haruslah berijazah sarjana. Bagi pihak
Pemerintah daerah setempat maupun Kementrian
Agama agar dapat memperhatikan Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat sebagai satusatunya madrasah di wilayah tersebut terutama dari
sarana dan prasarana agar kualitas siswa yang
dihasilkan akan lebih berkualitas.

274

Bedjo Sujanto, 2009, Cara Efektif Menuju Sertifikasi


Guru, Jakarta: Raih Asa Sukses.
Dr. H. Suyatno, M.Pd, 2008, Paduan Sertifikasi Guru,
Jakarta: PT Indeks.
Dr.

J.B. Situmorang Winarno, M. Sc, 2008,


Pendidikan Profesi & Sertifikasi Pendidik,
Klaten : Saka Mitra Kompetensi.

Dr. Marselus R, 2011, Sertifikasi Profesi Guru


(Konsep
Dasar,
Problematika,
dan
Implementasinya), Jakarta : PT Indeks.
Farida

Sarimaya, 2008, sertifikasi Guru, apa


mengapa dan bagaimana? Bandung : Yrama
Widya.

Fasli Jalal, 2006, Sertifikasi Guru Untuk Mewujudkan


Pendidikan yang Bermutu, Jakarta : Bumi
Aksara.
Kunandar S.Pd., M.Si, 2010, Guru Profesional
Implementasi KTSP dan sukses dalam
Sertifikasi Guru, Jakarta : Rajawali Pers.
Malayu S.P. Hisabuan, 2005, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara.
Mulyasa, 2007, Standar kompetensi dan sertifikasi
guru, Bandung : Rosda.
Nana Syaodih S, dkk, 2010, Pengendalian Mutu
Pendidikan Sekolah Menengah: Konsep,
Prinsip, dan Instrumen, Bandung : Rafika
Aditama
Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005, Manajemen
Pembelajaran, Jakarta : Quantum Teaching.
Zainal Aqib, 2007, Profesionalisme Guru dalam
Pembelajaran, Surabaya : Insan Cendekia.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

PEMAHAMAN PENELITIAN KUANTITATIF BAGI MAHASISWA


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Alfian Erwinsyah
IAIN Sultan Amai Gorontalo
alfianerwinsyah@gmail.com
ABSTRAK
Metode Penelitian Kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu, random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif, statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.Tujuan tulisan ini ialah sebagai
referensi tambahan bagi mahasiswa program studi manajemen pendidikan islam yang akan memilih metode
penelitian kuantitatif dalam menyelesaikan tugas akhir/skripsinya. Dalam tulisan ini membahas tentang definisi
dan karakteristik metode penelitian kuantitatif, Proses Penelitian Kuantitatif mulai dari masalah, rumusan
masalah, menulis kajian puataka, menetapkan hipotesis, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan
data, variabel penelitian, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas, cara melakukan penelitian, analisis
data, uji hipotesis sampai pada menarik kesimpulan. Tetapi tulisan ini membatasi hanya pada ranah penelitian
kuantitatif (pengaruh & hubungan) dua variabel.
Kata Kunci : Penelitian Kuantitatif, Program Studi Manajemen Pendidikan Islam

PENDAHULUAN
Pengembangan ilmu pengetahuan sejak
lama diyakini sudah semestinya diperoleh dari
upaya-upaya sains yang bagus (good science).
Upaya-upaya sains yang bagus ini diantaranya
adalah dengan menggunakan metode yang tepat
untuk melihat suatu gejala, sehingga penjelasan
serta pemahaman terhadap gejala tersebut pun
memiliki kualitas yang baik dari sisi validitas dan
reliabilitasnya.
Dalam
sejarah
perkembangan
ilmu
pengetahuan, para ilmuwan pada abad ke-20
mengembangkan dua pendekatan yaitu pendekatan
positivis yang melahirkan metode kuantitatif dan
pendekatan post positivis yang merupakan kritik
terhadap pendekatan sebelumnya yang kemudian
melahirkan metode kualitatif.
Metode kuantitatif dan kualitatif mempunyai
paradigma teoritik, gaya, dan asumsi paradigmatik
penelitian yang berbeda. Masing-masing memuat
kekuataan dan keterbatasan, mempunyai topik dan
isu penelitian sendiri, serta menggunakan cara
pandang berbeda untuk melihat gejala-gejala
perilaku dan sosial. Sehingga, dari sisi epistemologi
yang berupaya menjawab pertanyaan bagaimana
dan apa yang bisa kita ketahui dari suatu gejala,
maka kedua metode tersebut memiliki pendekatan
dan pertanyaan penelitian yang berbeda. Singkatnya
keduanya memiliki jalan untuk memberikan
penjelasan dari suatu gejala secara berbeda
Metode kuantitatif dinamakan juga metode
tradisional, karena metode ini sudah lama digunakan
sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk
penelitian. Metode ini disebut sebagai metode
positivistik karena berlandaskan pada filsafat
positivisme.
Metode
ini
sebagai
metode
ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidahkaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur,
rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut

metode discovery, karena dengan metode ini dapat


ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.
Metode ini disebut metode kuantitatif karena data
penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik.
Penelitian kuantitatif, menurut Robert
Donmoyer adalah pendekatan-pendekatan terhadap
kajian empiris untuk mengumpulkan, menganalisa,
dan menampilkan data dalam bentuk numerik
daripada naratif. Menurut Cooper & Schindler, riset
kuantitatif mencoba melakukan pengukuran yang
akurat terhadap sesuatu. Penelitian kuantitatif sering
dipandang sebagai antitesis atau lawan dari
penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaan
kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan.
Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif
tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari
fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi
kualitas
menjadi
skala-skala
numerik
yang
memungkinkan analisis statistik.1
Dalam definisi yang lain, Metode Penelitian
Kuantitatif juga diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, random, pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif,
statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan.
Bagi mahasiswa program studi manajemen
pendidikan islam sangat dianjurkan untuk dapat
memilih metode kuantitatif dalam tugas akhir
mereka. Terlebih karena kebanyakan mahasiswa
dari tahun ke tahun hanya menggunakan metode
kualitatif dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Jadi
1

Cooper, Donald R. (Business research


methods, 9th edition) terj. Budijanto, Didik Djunaedi,
dan Damos Sihombing: . Metode riset bisnis, edisi ke
9 (Jakarta: Media Global Edukasi, 2006), h. 4.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

275

metode kuantitatif sebagai solusi kemonotonan


mahasiswa program studi manajemen pendidikan
islam dalam hal memilih metode penelitian selama
ini. Banyak yang beranggapan bahwa metode
penelitian kuantitatif itu sangatlah susah karena
banyak menggunakan rumus, angka-angka dan
alasan lainnya. Tetapi jika kita cermati penelitian
dengan metode kuantitatif itu setara dengan
penelitian metode kualitatif atau bahkan lebih mudah.
Karena Penelitian kuantitatif ketika telah dibuatkan
proposal penelitian maka itu saja yang menjadi
acuan kita untuk turun di lapangan, tidak seperti
penelitian kualitatif yang bersifat berubah-ubah
tergantung situasi dan kondisi. Berkenaan dengan
rumus-rumus dan angka-angka, di zaman teknologi
maju seperti ini, pengoalahan data kuantitatif dalam
penelitian dapat menggunakan suatu program
aplikasi di komputer yakni proram SPSS. Microsoft
Excel, Amos, dsb. Jadi mahasiswa tidak perlu lagi
menghitung secara manual, tetapi langsung saja
memasukkan data ke program tersebut lalu
menunggu hasilnya sebentar, dan muncullah
hasilnya. Tetapi tidak serta merta berhenti sampai
disitu, mahasiswa juga harus mempelajari maksud
ataupun arti dari yang dihasilkan oleh program
tersebut. Banyak sekali buku yang menjelaskan
tentang itu.
KARAKTERISTIK METODE PENELITIAN
KUANTITATIF
Karakteristik Metode penelitian kuantitatif
yakni dapat dilihat dari 11 item:
1. Dari desainnya metode kuantitatif spesifik, jelas
dan rinci, ditentukan secara mantap sejak awal,
menjadi pegangan langkah demi langkah
2. Dari Tujuannya, menunjukkan hubungan/
pengaruh antar variabel, menguji teori, mencari
generalisasi.
3. Dari teknik pengumpulan data, yakni kuesioner,
observasi,
dokumentasi
dan
wawancara
terstruktur.
4. Dari insterumen penelitian yakni tes, angket,
wawancara terstruktur, instrumen yang telah
terstandar.
5. Dari data, yakni kuantitatif, berupa angka-angka,
hasil pengukuran variabel yang dioperasionalkan dengan menggunakan instrumen
6. Dari sampel, yakni besar, representatif, random,
ditentukan sejak awal.
7. Dari analisis data, yakni setelah selesai
pengumpulan data, deduktif, menggunakan
statistik untuk uji hipotesis.
8. Dari hubungan dengan responden, yakni dibuat
berjarak, kedudukan peneliti lebih tinggi
daripada responden, jangka pendek sampai
hipotesis dapat dibuktikan
9. Dari usulan desain, yakni luas dan rinci, literatur
yang berhubungan variabel yang diteliti,
prosedur spesifik, masalah yang jelas, hipotesis
yang jelas, ditulis secara rinci sebelum terjun ke
lapangan.

276

10. Dari waktu penelitian, yakni penelitian dianggap


selesai jika setelah semua kegiatan yang
direncanakan dapat diselesaikan,
11. Dari segi kepercayaan terhadap hasil penelitian,
yakni pengujian validitas dan relaibilitas
instrumen.2
PROSES PENELITIAN KUANTITATIF
Masalah, Rumusan Masalah & Hipotesis
Pada dasarya penelitian itu dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara
lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
Untuk itu setiap penelitian yang akan dilakukan harus
selalu berangkat dan masalah. Jadi setiap penelitian
yang akan dilakukan harus selalu berangkat dan
masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah
penelitian sering merupakan hal yang paling sulit
dalam proses penelitian. Bila dalam penelitian telah
dapat menemukan masalah yang betul-betul
masalah, maka sebenarnya pekerjaan penelitian itu
50% telah selesai. Oleh karena itu menemukan
masalah dalam penelitian merupakan pekerjaan
yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat
ditemukan, maka pekerjaan penelitian akan segera
dapat dilakukan.
Masalah
dapat
diartikan
sebagai
penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa
yang benr-benar terjadi, antara teori dengan
praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara
rencana dengan pelaksanaan. Stonner mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat diketahui atau
dicari apabila terdapat penyimpangan antara
pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang
direncanakan
dengan
kenyataan,
adanya
3
pengaduan, dan kompetisi.
Setelah masalah diidentifikasi dan dibatasi,
maka selanjutnya masalah tersebut dirumuskan.
Rumusan masalah pada umumnya dinyatakan dalam
kalimat pertanyaan. Dengan pertanyaan ini maka
akan dapat memandu peneliti untuk kegiatan
penelitian selanjutnya.
Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, maka peneliti menggunakan
berbagai teori untuk menjawabnya. Jadi teori dalam
penelitian kuantitatif berperan sebagai acuan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian tersebut.
Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru
menggunakan teori tersebut disebut hipotesis, maka
hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian.

Pengumpulan Data, Populasi & Sampel

Sugiyono, Metode Penelitian Administratif,


(Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.12.
3

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,


(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.52.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Hipotesis
yang
masih
merupakan
jawaban
sementara terhadap rumusan masalah tersebut,
selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara
empiris berdasarkan data dan lapangan. Untuk itu
peneliti melakukan pengumpulan data. Pengumpulan
data dilakukan pada populasi tertentu yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Bila populasi terlalu luas,
sedangkan peneliti memiliki keterbatasan waktu,
dana dan tenaga, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dan populasi tersebut. Bila
peneliti bermaksud membuat generalisasi, maka
sampel yang diambil harus representatif, dengan
teknik random sampling. Sampel adalah bagian dari
populasi yang diamati melalui teknik pengambilan
sampling. Dalam penelitian, teknik sampling yang
dapat gunakan yakni probability sampling, artinya
teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel).
Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel
yakni teknik simple random sampling adalah teknik
pengambilan sampel anggota populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada pada populasi itu. Maka untuk menentukan
jumlah sampel yang akan dipergunakan dalam
penelitian ini, peneliti mengacu pada Rumus Slovhin,
dimana ukuran berdasarkan presisi (tingkat
kesalahan) 10 % (0,1) diperoleh jumlah sampel
sebagai berikut.

n=

N
Ne2 + 1

Keterangan:
N = Jumlah Populasi
n = Jumlah Sampel
e = Efiasi (derajat kebebasan dengan nilai presisi
10%).
Pendapat lain yakni Menurut Arikunto,
apabila dalam penelitian subyeknya kurang dari 100,
lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika
jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 1015% & atau 20-25% atau lebih.4
Variabel Penelitian
Variabel penelitian muncul ketika rumusan
masalah telah ditetapkan. Variabel penelitian
merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Pada tingkatan
strata satu (S1) khususnya prodi manajemen
pendidikan islam biasanya hanya menggunakan 2
variabel penelitian, yakni variabel x dan y, apakah itu
ingin mencari pengaruh maupun hubungan antar
variabel tersebut. Variabel x atau variabel
4

Suharsimi
Arikunto,
Manajemen
Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.81.

independen/bebas sering disebut variabel stimulus,


predictor atau variabel yang mempengaruhi. Variabel
y atau variabel dependen/terikat sering disebut
variabel output atau variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Validitas & Reliabilitas Instrumen Penelitian
Meneliti adalah
mencari data
yang
teliti/akurat. Untuk itu peneliti perlu menggunakan
instrumen penelitian. Dalam penelitian sosial seperti
pendidikan, sering instrumen yang akan digunakan
untuk meneliti belum ada, sehingga peneliti harus
membuat atau mengembangkan sendiri. Agar
instrumen dapat dipercaya, maka harus diuji validitas
dan reliabilitasnya. Instrumen yang valid adalah
instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur
apa yang seharusnya diukur. Intrumen yang reliabel
adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur obyek yang sama, akan
menghasilkan data yang sama. Jadi instrumen yang
valid dan reliabel adalah syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid dan
reliabel.5
Cara pengujian validitas instrumen yakni
dengan validitas konstrak, dapat digunakan
pendapat dari ahli (judgment experts). Dalam hal ini
setelah setelah instrumen dikonstruksi tentang
aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan
teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan
dengan ahli. Dalam hal ini mahasiswa sebagai calon
peneliti mengkonsultasikan ke dosen (biasanya
dosen yang mengampuh mata kuliah evaluasi
pembelajaran,
metodologi
penelitian,
statistik
pendidikan, dsb.). Instrumen yang divalidasikan ke
ahli sudah berbentuk kuesioner/angket, dilengkapi
dengan variabel, subvariabel dan indikator atau
sering disebut kisi-kisi instrumen penelitian.
Saran dan perbaikan instrumen hasil validasi
dari ahli segera ditindak lanjuti oleh calon peneliti
dan selanjutnya mempersiapkan untuk ujicoba
instrumen tersebut pada subjek di luar sampel
penelitian yang memiliki karakteristik yang hampir
sama. Hasil dari ujicoba instrumen tersebut
kemudian dapat diolah menggunakan statistik
dengan bantuan program SPSS. Tujuan dari ujicoba
instrumen atau reliabilitas instrumen adalah untuk
mengidentifikasi soal yang tidak layak/drop. Ketika
disapatkan item instrumen yang drop maka item
tersebut wajib untuk tidak digunakan dalam
penelitian nantinya. Setelah instrumen teruji validitas
dan reliabilitasnya, maka dapat digunakan untuk
mengukur variabel yang telah ditetapkan untuk
diteliti.
Pelaksanaan Penelitian
Setelah didapatkan instrumen yang valid dan
reliabel selanjutnya peneliti turun ke lapangan
5

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian


Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hlm.134.

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

277

(tempat penelitian) untuk mengumpulkan data dari


sampel yang telah ditentukan. Biasanya penelitian
kuantitatif
pada
program
studi
manajemen
pendidikan islam yakni untuk mencari hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat ataupun
mencari pengaruh dari variabel bebas terhadap
variabel terikat. Jadi ada dua instrumen yang
diedarkan yakni satu untuk variabel bebas dan satu
untuk variabel terikat. Ataupun ketika penelitian itu
hanya untuk melihat pengaruh/hubungan variabel
bebas terhadap sesuatu yang tidak perlu
menggunakan instrumen datanya tetap ada. Seperti
pengaruh pemanfaatan sarana dan prasaran sekolah
terhadap hasil belajar siswa. Jadi pada variabel
terikat yakni hasil belajar tidak perlu dibuatkan
instrumen/angket, langsung diambil datanya saja di
sekolah tersebut kemudian dianalisis.
Pada penelitian kuantitatif ketika angket yang
disebar ke sampel penelitian (dalam hal ini disebut
responden) telah terkumpulkan semua, maka
pelaksanaan penelitian dianggap selesai. Ketika
peneliti mengumpulkan data hanya 1 hari ataupun
hanya beberapa jam, dan data terkumpul semua dari
responden maka penelitian dianggap telah selesai.
Inilah keunggulan penelitian dengan metode
kuantitatif, waktu penelitian relatif singkat jadi dapat
menghemat tenaga maupun biaya. Berbeda dengan
penelitian kualitatif yang waktu relatif panjang karena
data yang didapatkan harus jenuh/berulang lalu
penelitian dianggap selesai, itupun jika data yang
ditemukan tetap dan tidak berubah.
Analisis Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya
dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab
rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan.
Dalam
penelitian
kuantitatif
analisis
data
menggunakan statistik. Statistik yang digunakan
dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial.
Statistik inferensial dapat berupa statistik parametris
dan statistik nonparametris. Peneliti menggunakan
statistik inferensial bila penelitian dilakukan pada
sampel yang diambil secara random.
Banyak
yang
mengartikan
penelitian
kuantitatif untuk melihat pengaruh antar dua variabel
sama dengan melihat hubungan antar 2 variabel,
namun sesungguhnya dua hal tersebut berbeda.
Memang dalam analisisnya rumus yang digunakan
hampir sama tetapi dengan tujuan berbeda.
1. Penelitian kuantitatif untuk melihat pengaruh
variabel x terhadap y
Biasanya analisis data untuk dapat melihat
pengaruh 2 variabel, terlebih dahulu dilakukan
pengelompokan dalam tabel, satu tabel untuk
variabel x dan satu tabel untuk variabel y. Seperti
tabel berikut:

Resp.

278

Skor item angket no.

Skor

total

1
2
3
4
5
Juml.
Setelah data item angket ditabulasikan,
selanjutnya dilakukan uji normalitas data untuk
kedua variabel tersebut. Uji normalitas digunakan
untuk mengetahui apakah populasi data yang
diteliti memiliki distribusi normal atau tidak normal.
Uji normalitas ini menggunakan Uji Lilliefors
karena metode analisis data yang digunakan
adalah metode statistik parametrik. Populasi data
dikatakan normal jika nilai signifikansi > 0,05. Uji
Chi kuadrat juga biasa digunakan untuk menguji
6
normalitas data.
Untuk pengujian hipotesis digunakan
dua analisis yakni analisis korelasi pearson
product moment untuk mengetahui kuatnya
pengaruh variabel x terhadap variabel y, serta
analisis
regresi
linear
sederhana
untuk
mengetahui adanya pengaruh yang signifikan/
positif antar variabel yang diteliti. Berikut contoh
analisis korelasi pearson product moment:
Tabel 1
Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment

No.

Riduwan, Pengantar Statistika Untuk


Penelitian Pendidikan, Sosial, Komunikasi, Ekonomi
Dan Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 67.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Tabel 3
x
Pearson Correlation

y
**

.681

Sig. (2-tailed)

ANOVAb

.000

59

Pearson Correlation

.681

Sig. (2-tailed)

.000

59

Model

59
**

Regre
ssion

Total

.68
1a

R Square
.464

Adjusted R Std. Error of


Square
the Estimate
.454

Df

1294.029

5.126

Intepretasi untuk data contoh diatas:


Pada tabel 1 di atas merupakan hasil korelasi dari
variabel x dengan y. Nilai yang diperoleh R =
0,681, berdasarkan tabel interpretasi nilai R, dari
rentang 0,60 0,799 termasuk pada tingkat
hubungan yang kuat antara variabel x dan
variabel y. Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel x
dengan variabel y yang dapat dilihat dari nilai
signifikansinya.
Dari hasil hitung pada tabel 1, diperoleh nilai sig.
(2 tailed) sebesar 0,000 kemudian bila
dibandingkan dengan nilai probabilitas 0,05
ternyata nilai probabilitas 0,05 lebih besar
daripada nilai probabilitas sig. (2 tailed) atau
(0,05 > 0,000) artinya signifikan. Terbukti bahwa
variabel x mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap variabel y.
Pada tabel 2 dapat dilihat nilai koefisien
determinasi (Rsquare) sebesar 0,464. Hal ini
menunjukkan pengertian bahwa variabel y
dipengaruhi sebesar 46,4% oleh variabel x,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab
yang lain yang tidak dijadikan variabel oleh
peneliti.
Pengujian signifikansi pengaruh variabel
x terhadap variabel y menggunakan analisis
regresi sederhana digambarkan dalam tabel
berikut ini.

Mean
Square

Sig.

1 1294.02 49.255 .000a


9

Residu 1497.497 57
al

59

Tabel 2
Hasil Uji Korelasi (R square)
M
od
el R

Sum of
Squares

26.272

2791.525 58

Dari tabel 3 di atas diperoleh nilai Fhitung =


49,255 dengan tingkat probabilitas sig. 0,000 jauh
lebih kecil dari 0,05 maka model regresi bisa
dipakai untuk memprediksi pengaruh x terhadap
y.
Tabel 4
Hasil Uji Koefisien Regresi
Dari hasil perhitungan regresi sederhana,
variabel x terhadap variabel
Y1, diperoleh
persamaan regresi y = 31,029 + 0,569x. Ini
a

Coefficients

Standardize
Unstandardize
d
d Coefficients Coefficients
Model

(Const 31.029
ant)
x

.569

Std.
Error

Beta

Sig.

8.764

3.541 .001

.081

.681 7.018 .000

a. Dependent Variabel: y
menunjukkan bahwa arah pengaruh variabel x
terhadap variabel y searah (tanda +), dimana jika
nilai variabel x naik maka variabel y juga akan
naik begitupun sebaliknya.
Dengan hipotesis:
Ha :
variabel x berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel y.
variabel x tidak berpengaruh secara
Ho :
signifikan terhadap variabel y.
Berdasarkan hasil analisis korelasi dan
regresi dapat disimpulkan bahwa hipotesis
alternatif (Ha) diterima dengan kata lain hipotesis
nihil (Ho) ditolak.
2. Penelitian kuantitatif untuk melihat hubungan
variabel x dan variabel y.
Untuk melihat hubungan variabel x dan
variabel y, prosedurnya sama dengan no. 1, tetapi
tidak dilakukan analisis regresi sederhana, hanya
menggunakan analisis korelasi. Sesungguhnya
penelitian kuantitatif untuk melihat hubungan
antar dua variabel lebih sederhana dibandingkan

Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014

279

Anda mungkin juga menyukai