Oleh:
Lukman Arsyad
Abstrak
Semakin erat kesamaan genetik antar manusia semakin tinggi korelasi intelegensi mereka dan tentunya
sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya dalam belajar. Sedangkan lingkungan yang sama atau hampir
sama, akan melahirkan intelegensi yang sama atau hampir sama. Situasi terhadap lingkungan khusus telah
dilakukan, termasuk faktor-faktor dalam keluarga (buku-buku yang ada di rumah dan sikap orang tua
terhadap sekolah), masalah gizi, variasi dalam stimulans, pengalaman lampau, dan dorongan dari orang tua.
Ditinjau dari waktunya, pengaruh lingkungan amat besar atas perkembangan inteligensi dalam masa awal
(waktu) usia anak-anak.
Kata kunci : Belajar, Anak Didik, Genetik
A. Pendahuluan
Proses belajar seseorang dapat melalui
beragam cara, semua tergantung kepada sifat yang
diturunkan oleh orang tua kepada anaknya dan
lingkungan pun berperan penting dalam hal ini.
namun dalam materi ini, hanya menjelaskan tentang
ketergantungan proses belajar dalam pengaruh
genetik.
Sejak lama para psikolog mengklaim bahwa
kecerdasan sebagai suatu sifat yang diturunkan
secara genetik oleh orang tua kita seperti
kebanyakan sifat lain. Namun, studi terbaru
mengungkapkan fakta mengejutkan. Studi yang
dipimpin oleh Christopher Chabris dari Union College
mengungkapkan bahwa kebanyakan gen spesifik
yang selama ini dianggap memiliki keterkaitan
dengan kecerdasan mungkin tidak berpengaruh
terhadap IQ (intelligence quotient) seseorang.
Masalah faktor genetik dan inteligensi dalam
dunia pendidikan merupakan salah satu masalah
pokok; karenanya tidak mengherankan kalau kedua
masalah tersebut banyak di kupas orang, baik
secara khusus maupun secara sambil lalu dalam
pertautan dengan pengupasan yang lain. Tentang
pengaruh genetik dan inteligensi itu dalam proses
pendidikan ada yang menganggap demikian
pentingnya sehingga dipandang menentukan dalam
hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal
belajar; sedang pada sisi lain ada juga yang
menganggap bahwa genetik dan inteligensi tidak
lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada
umumnya orang berpendapat, bahwa keduanya
merupakan salah satu faktor penting yang ikut
menentukan berhasil atau gagalnya belajar
seseorang; terlebih-lebih pada waktu anak masih
sangat muda, untuk faktor inteligensi sangat besar
pengaruhnya. Oleh karena itu, pertanyaan yang
mencari
faktor mana yang paling dominan
200
Genetik
dan
Pengaruhnya
Keberhasilan Belajar
Terhadap
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifatsifat keturunan (hereditas) serta segala seluk
beluknya secara ilmiah. Genetika berasal dari
Bahasa Latin genos yang berarti suku bangsa atau
asal usul. Dengan demikian genetika berarti ilmu
yang mempelajari bagaimana sifat keturunan
(hereditas) yang diwariskan kepada anak cucu, serta
variasi yang mungkin timbul di dalamnya. Menurut
sumber lainnya, genetika berasal dari Bahasa
3
http://episentrum.com/search/pengertianfaktor-genetik-dan-lingkungan.html
6
http://idonkelor.blogspot.com/2009/02/pengertiangenetika.html
201
202
Intelegensi
dan Pengaruhnya Terhadap
Keberhasilan Belajar
Ibid.,h.167
203
204
E. Pembahasan
1. Pengaruh Genetik
Belajar Anak
Terhadap
Keberhasilan
oleh pendidikan.
Bagi kaum nativis mereka
mengangap yang menentukan perkembangan
seorang anak itu hanyalah faktor pembawaan,
mereka tidak memperhatikan rangsangan atau
pengaruh yang datang dari luar. Padahal kita tahu
bahwa tidak semua sesuatu ditentukan oleh warisan
atau pembawaan orang tuanya, misalnya orang
tuanya adalah sesorang tentara ternyata karena
pengaruh teman-temannya, anaknya menjadi
seorang seorang guru. Hal semacam ini mungkin
saja terjadi, karena lingkungan pergaulan anak itu
tidak hanya di rumah atau dibawah pengawasan
orang tuanya saja, tetapi juga di sekolah, masyakat,
organisasi dan lain-lain.
b. Aliran Empirisme
Paham empirisme ini tokoh utamanya adalah
John Locke. Teori ini secara ekstrem menekankan
kepada pengaruh lingkungan. Menurut teori ini
lingkunganlah yang menjadi penentu perkembangan
seseorang. Baik buruknya perkembangan pribadi
seseorang sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan
atau pendidikan.
Jadi teori ini menganggap faktor pembawaan
tidak berperan sama sekali terhadap perkembangan
manusia. Menurut pendapat kaum empiris,
lingkunganlah yang maha kuasa dalam menentukan
perkembangan pribadi seseorang. Oleh karena itu,
dalam ilmu pendidikan aliran ini disebut dengan
aliran pendidikan Pedagogik Optimisme artinya
pendidikan maha kuasa untuk membentuk atau
mengembangkan pribadi seseorang.
Permasalahanya adalah apakah pendidikan
atau lingkungan dapat dengan sepenuhnya
mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang.
Sebagai contoh di dalam sebuah sekolah yang
sama, di kelas yang sama, dan guru yang sama, kita
menemukan tingkat pemahaman anak terhadap
pelajaran itu berbeda-beda. Ada anak yang cepat
paham,
ada
anak
yang
lambat
dalam
pemahamannya, bahkan ada juga anak yang sulit
sekali dalam memahami pelajaran. Hal ini
menunjukan bahwa faktor lingkungan bukan satusatunya yang mempengaruhi dalam perkembangan
anak.
c. Aliran Konvergensi
Aliran
ini
yang
menjembatani
atau
menengahi kedua teori/paham sebelumnya bersifat
ekstrem yaitu teori nativisme dan teori empirisme.
Sesuai dengan namanya konvergensi yang artinya
perpaduan, maka teori ini tidak memihak bahkan
memadukan pengaruh kedua unsur pembawaan
dan
lingkungan
tersebut
dalam
proses
perkembangan.
Pada teori ini baik unsur pembawaan
maupun unsur linkungan keduanya merupakan
sama-sama faktor yang dominan pengaruhnya bagi
perkembangan seseorang. Misalnya seseorang yang
berbakat musik tidak akan berkembang menjadi
seorang ahli musik apabila tidak ditunjang oleh
lingkungan atau pendidikan yang memadai.
205
206
Usia
Anak
Mental
Usia
Sesungguhnya
Contoh :
x 100 = IQ
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat Super
120 140
Super
110 120
Normal
90 -110
Bodoh
80 90
Perbatasan
70 80
Moron / Dungu
50 70
Imbecile
25-50
Idiot
0 25
3. Keberhasilan
Intelegensi
Belajar
antara
Genetik
dan
207
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta:
Ngalim,
208
A. Pendahuluan
Sebagaimana
lazimnya
suatu
dialog
intelektual, di satu sisi terdapat bagian yang
dilestarikan dan sisi lain ada bagian dikritisi atau
diserang bahkan mungkin ada bagian yang ditolak.
Di dunia Islampun muncul pelestari warisan Yunani,
Persia dan Romawi, namun juga banyak yang
melakukan kritik terhadapnya. Disinilah tampak
dinamika intelektual. Konsep Ide Plato terus
dipelajari dan dikembangkan,begitu juga konsep Akal
dan Logika Aristoteles serta konsep Emanasi
Plotinus. Semunya tetap dijadikan pijakan. Ini
membuktikan bahwa ketiga filsuf tersebut yang nota
bene merupakan para pionir memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam membentuk pola pikir para
filusuf generasi berikutnya tidak terkecuali Immauel
Kant, Filsuf kelahiran Jerman yang abad ke-18.
Menurut Kant,Filsafat adalah ilmu (Pengetahuan)
yang menjadi pangkal dari semua pengetahuan yang
di dalamnya tercakup masalah epistemologi yang
menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
Tampak adanya perbedaan yang menyolok
antara abad ke-17 dan abad ke-18. Pada abad ke17 membatasi diri pada usaha memberikan tafsiran
baru terhadap kenyataan bendawi dan rohani, yaitu
kenyataan yang mengenai manusia, dunia dan Allah,
dan tokoh-tokoh filsafat di era ini adalah juga tokohtokoh gereja sehingga mereka tidak lepas dari isu-isu
ketuhanan,Yesus dan sebagainya. Akan tetapi abad
ke-18 menganggap dirinya mendapat tugas untuk
meneliti secara kritik (sesuai dengan kaidah-kaidah
yang diberikan akal)segala yang ada,baik di dalam
negara maupun di dalam masyarakat. John Locke
209
210
211
212
demikian juga di Perancis terdapat bermacammacam aliran: ada golongan Ensiklopedi, yang
menyusun ilmu pengetahuan dalam bentuk
Ensiklopedi, dan ada golongan materialis, yang
meneruskan
asas
mekanisme
menjadi
materialisme semata-mata.
Diantara tokoh yang menjadi sentral
pembicaraan disini adalah Voltaire (1694-1778),
Pada tahun 1726 ia mengungsi ke Inggris. Di situ
ia berkenalan dengan teori-teori Locke dan
Newton. Apa yang telah diterimanya dari kedua
tokoh ini ialah: a) sampai di mana jangkauan akal
manusia, dan b) di mana letak batas-batas akal
manusia. Berdasarkan kedua hal itu ia membicarakan soal-soal agama alamiah dan etika.
Maksud tujuannya tidak lain ialah mengusahakan
agar hidup kemasyarakatan zamannya itu sesuai
dengan tuntutan akal. Mengenai jiwa dikatakan,
bahwa kita tidak mempunyai gagasan tentang
jiwa (pengaruh Locke).Yang kita amati hanyalah
gejala-gejala psikis. Pengetahuan kita tidak
sampai kepada adanya suatu substansi jiwa yang
berdiri sendiri.
Oleh karena agama dipandang sebagai
terbatas kepada beberapa perintah kesusilaan,
maka ia menentang segala dogma, dan
menentang agama. Di Perancis pada era
pencerahan ini juga ada Jean Jacques Rousseau
(1712-1778), yang telah memberikan penutupan
yang sistematis bagi cita-cita pencerahan di
Perancis. Sebenarnya ia menentang Pencerahan,
yang menurut dia, menyebarkan kesenian dan
ilmu pengetahuan yang umum, tanpa disertai
penilaian yang baik, dengan terlalu percaya
kepada pembaharuan umat manusia melalui
pengetahuan
dan
keadaban.
Sebenarnya
Rousseau adalah seorang filsuf yang bukan
menekankan kepada akal, melainkan kepada
perasaan dan subjektivitas. Akan tetapi di dalam
menghambakan diri kepada perasaan itu akalnya
yang tajam dipergunakan.
Terkait kebudayaan menurut Rousseau,
kebudayaan bertentangan dengan alam, sebab
kebudayaan merusak manusia. (Yang dimaksud
ialah kebudayaan yang berlebih-lebihan tanpa
terkendalikan dan yang serba semu, seperti yang
tampak di Perancis pada abad ke-18 itu.
Mengenai agama Rousseau berpendapat, bahwa
agama adalah urusan pribadi.
Harun Hadiwijono berkesimpulan bahwa
Pencerahan di Perancis memberikan senjata
rohani kepada revolusi Perancis. Aliran-aliran
yang muncul dimasa pencerahan adalah sebagai
berikut.
1. Kritisisme
Aliran ini dimulai di Inggris, kemudian
Prancis dan selanjutnya menyebar keseluruh
Eropa,terutama di Jerman. Di Jerman
pertentangan
antara
rasionalisme
dan
empirisme terus berlanjut. Masing-masing
berebut
otonomi.
Kemudian
timbul
masalah,siapah sebenarnya dikatakan sumber
213
214
215
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi,Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Drajat,Amroeni & Suhrawardi. 2005. Kritik Filsafat
Peripatetik. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara
Gazalba,Sidi. 1992. Sistematika Filsafat. Jakarta:
Bulan Bintang
Kartenagara, Mulyadhi. 2005. Panorama Filsafat
Ilmu. Cet II; Bandung:Mizan Pustaka
Koentjaranigrat. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Palmouist, Stephen. 2003. The Tree of Philosophy.
Diterjemahkan oleh Muhammad Shodiq.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Praja.Juhaya. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.
Cet II; Jakarta:Prenada Media
Ravertz,
R. Jerome.
2004. Filsafat Ilmu.
Diterjemahkan Saut Pasaribu Cet I
Yogykarta:Pustaka Pelajar
Suriasumantri R & Jujun S.1999. Ilmu dalam
Perspektif. Cet XIV. Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat. Jakarta. Bumi Aksara
E. Penutup
Sebagai
kontribusi
pemikiran
dari
pembahasan tulisan ini, melahirkan saran-saran
sebagai berikut.
1. Langkah-langkah untuk menentukan masa depan
peradaban manusia bukan sebagai suatu
jawaban terhadap kemungkinan perspektif dari
perkembangan kebutuhan manusia, namun juga
mempertimbangkan kelestarian habitat kehidupan
secara keseluruhan. Untuk itu kontemplasi
keilmuan memerlukan pandangan-pandangan
yang bersifat spiritual yang akan mampu
menerobos
kecongkakan
manusia
dan
partikularisasi pikiran itu sendiri.
2. Berbagai pandangan tentang ilmu dan teknologi
memang sepakat untuk menyatakan bahwa,
keduanya merupakan piranti kehidupan manusia
yang sangat proaktif. Namun untuk itu harus
diciptakan
keseimbangan-keseimbangan,
terutama dengan hadirnya kesadaran manusia
tentang kepribadian, moral ataupun etika yang
melihat permasalahan sosial secara holistik.
216
Abstrak
Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, bahkan mungkin kita sering melakukannya, baik
secara sadar maupun tidak sadar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, guru sering melihat,
mengamati, dan melakukan interpretasi. Dalam kehidupan sehari-hari pun kita sering mengamati orang lain.
Pentingnya observasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran mengharuskan guru untuk memahami lebih jauh
tentang judgement, bertindak secara reflektif, dan menggunakan komentar orang lain sebagai informasi untuk
membuat judgement yang lebih reliabel. Hal yang harus dipahami oleh guru adalah bahwa tidak semua yang
dilihat disebut observasi. Observasi yang dilakukan oleh guru di kelas tidak cukup hanya dengan duduk dan
melihat melainkan harus dilakukan secara sengaja, hati-hati, sistematis, sesuai dengan aspek-aspek tertentu,
dan berdasarakan tujuan yang jelas. Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemampuan guru
dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai dengan hal-hal
yang kompleks. Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif,
dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan
untuk mencapai tujuan tertentu. Alat yang digunakan dalam melakukan observasi disebut pedoman observasi.
Observasi tidak hanya digunakan dalam kegiatan evaluasi, tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama
penelitian kualitatif (qualitative research). Tujuan utama observasi dalam penelitian adalah untuk
mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa perisiwa maupun tindakan,
baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan. Oleh karena itu, observasi tidak bisa
lepas dari kegiatan peneltian dan memegang peranan penting dalam menyajikan dan review data.
A.
Pendahuluan
Laporan penelitian bagian hasil penelitian
terdapat bahasan mengenai deskripsi data, analisis
data dan pembahasan. Deskripsi data adalah
kegiatan menyajikan data dari data yang
dikumpulkan. Data yang dikumpulkan dalama proses
pengumpulan
data
merupakan
data
yang
berserakan, tidak beraturan dan sulit dibaca. Agar
tersusun dalam bentuk yang teratur dan mudah
dibaca maka dilakukan penyajian data atau
penyusunan data.
Penyajian data adalah usaha membantu
pembaca dalam memahami data secara cepat dan
mudah.
Ferguson
&
Takane
(1989:16)
mengemukakan penyajian data mempunyai dua
tujuan yaitu: Pertama, penyajian data memudahkan
membaca dan memahami data. Data mentah yang
tidak beraturan sulit dibaca dan dipahami. Dengan
menyajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka
penampilan dan gambaran data lebih mudah dibaca
dan dipahami. Kedua, penyajian data memudahkan
analisis data. Data mentah yang belum tersusun
dengan baik memerlukan waktu yang lama dan sulit
untuk dianalisis. Dengan menyusunnya dalam
bentuk yang lebih teratur maka data lebih mudah
dianalisis.
Salah satu teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian adalah observasi.
Observasi atau pengamatan merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis
dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan
terhadap gejala-gejala yag diselidiki. Sebagai salah
satu teknik dalam asesmen non tes, pengamatan
217
218
bagaimana
perilaku
masyarakat
dalam
menggunakan hak pilihnya.
Suratno (2010:8) mengemukakan hal-hal
yang harus diperhatikan dalam observasi adalah
sebagai berikut: (1) Pengamat tidak mungkin dapat
mengamati segala-galanya di lapangan. (2) Dalam
melakukan catatan lapangan, kata sifat interpretative
seperti menyenangkan, cantik dan menarik
harus dihindari dan kata sifat diskriptif seperti warna,
pengukuran dan kesengajaan. Pada waktu mencatat
hasil observasi agar tidak mencampur adukan hasil
pengumpulan data dengan interprestasi. (3)
Kehadiran peneliti selama pengamatan hendaknya
tidak mengganggu komunitas subyek, sehingga
mereka tidak terpengaruh perilakunya.
Mencermati beberapa pendapat di atas,
tentang observasi ini dapat dikatakan bahwa
observasi yaitu pemilihan, pengubahan, pencatatan,
dan pengkodean serangkaian prilaku dan suasana
yang berkenaan dengan organisme sesuai dengan
tujuan-tujuan empiris.
Sementara pada tahap review data peneliti
melakukan uji kekerabatan setiap makna yang
muncul dari data. Disamping menyandar pada
klarifikasi data, peneliti juga memfokuskan pada
abstraksi data yang tertuang dalam bagan. Setiap
bagan yang menunjang bagan, klarifikasi kembali,
baik dengan informan di lapangan maupun melalui
diskusi dengan sejawat. apabila hasil klarifikasi
memperkuat
kesimpulan
atas
data
maka
pengumpulan untuk komponen tersebut siap
dihentikan (Suratno, 2010:8).
D. Bentuk Data Yang Disajikan
Purwanto (2008:262) mengemukakan bahwa
data yang disajikan dapat berbentuk skor,
persentase atau indeks. Bentuk data sangat
tergantung pada bentuk mana yang memberikan
manfaat maksimal kepada pembaca dalam
memahami data.
1. Skor
Data berbentuk skor merupakan data asli
hasil pengukuran. Data ini langsung diambil
berdasarkan hasil pengukuran variabel tertentu
atas responden. Pengukuran dilakukan dengan
mengubah respons yang diberikan oleh
responden atas instrument menggunakan aturan
skoring.
2. Persentase
Data dapat disajikan dalam bentuk
persentase. Skor diubah menjadi persentase
dengan cara memabagi suatu skor dengan
totalnya dan mengalikan 100. Misalnya: siswa
yang tidak lulus ujian adalah 15 orang dari 50
orang peserta ujian. Data siswa yang tidak lulus
adalah (15/50) x 100=30%.
Data dalam bentuk persentase umumnya
dipilih bila ingin diketahui posisi data diantara total
keseluruhannya. Misalnya siswa sebanyak 15
orang yang tidak lulus sangat banyak jika yang
mengikuti ujian 20 orang, sebab angka
219
Kelas V
Tampak
SD
Jl.
CL (Catatan
Lapangan) No. 5
Siring,
Selatan
Bandung
Pengamatan Tgl
22/04/2002
Tanggapan Pengamat :
FORMAT OBSERVASI
TEMA OBSERVASI:
Lokasi Obyek
Tgl/Jam :
Jenis Obyek
Pengamat :
Catatan
Koding
E.
220
mainan
Sapu
9
Baik
Baik
Meja
untuk
menempatkan
9
mainan
Baik
Alat
kelengkapan
9
setiap sentra
Baik
Papan/meja
9
lukis
9
Orgen/Piano
Televisi
9
Baik
Tempat sampah
9
Baik
Sumber Data: TK Abadi Kota Gorontalo, 2014
Berdasarkan data pada tabel 1 tentang
keadaan perabot ruangan kegiatan bermain
bebas di TK Abadi Kota Gorontalo, menunjukkan
adanya kesediaan beberapa jenis perabot yang
dibutuhkan misalnya dalam hal: tikar/karpet,
lemari tempat mainan, meja untuk menempatkan
mainan, alat kelengkapan setiap sentra,
papan/meja lukis, televisi, serta sapu dan tempat
sampah tersedia dalam kondisi yang baik.
Sedangkan perabotan yang tidak ada seperti: rak
tempat mainan dan orgen/piano.
b. Tabel distribusi frekuensi
Tabel ini adalaha tabel yang menyusun
distribusi datanya dalam bentuk frekuensi. Tabel
ini dibagi menjadi dua yaitu tabel distribusi
frekuensi tunggal dan bergolong. Tabel distribusi
frekuensi tunggal adalah tabel yang digunakan
untuk menyusun distribusi data dalam frekuensi
dengan distribusi
yang bersifat tunggal.
Contohnya sebagai berikut.
Tabel 2
Data Daya Serap Siswa
Frekuensi
Nilai
(Siswa)
65
6
71
4
76
6
81
2
86
2
Jumlah
20
Sementara
untuk
tabel
distribusi
frekuensi bergolong adalah tabel yang digunakan
untuk menyajikanm data dalam frekuensi dengan
distribusi data bergolong. Berikut ini contohnya
hasil pengamatan kegiatan guru dalam mengajar
dengan menggunakan metode demonstrasi
sebagai berikut.
Tabel 3
Hasil Pengamatan Terhadap Kegiatan Guru
Kategori Juml Persen
Rentang
tase
ah
No.
Penilaia
Nilai
(%)
n
90
Sangat
1.
100
Baik
2.
75 89
Baik
6
40
3.
60 74
4.
40 59
5.
0 39
Jumlah
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak
Baik
Total
7
2
15
47
13
100
221
140
120
100
3
3%
80
60
Tidak Tuntas
40
20
Tuntas
2
33%
1
2
1
64%
0
Observasi
Awal
b.
c.
d.
222
Siklus II
Grafik lambang
Grafik lambing adalah penyajian data
dengan menggambarkan data menggunakan
lambing dari data yang dijelaskan. Misalnya
data penduduk digambarkan dengan gambar
manusia, data hasil panen digambarkan dengan
ikatan
padi
dan
sebagainya.
Dalam
menggambarkan lambing, grafik lambing
menyertakan keterangan harga untuk tiap satu
gambar, misalnya satu gambar mobil sama
dengan 100 unit.
Grafik garis
Grafik garis sering disebut juga peta
garis (line chart) atau kurva (curve), merupakan
bentuk penyajian yang paling banyak dipakai
dalam berbagai laporan perusahaan maupun
penelitian ilmiah. Data dapat diklasifikasikan
atas ciri-ciri kronologis, geografis, kuantitatif
maupun kualitatif. Salah satu bentuk data yang
dapat diklasifikasi secara kronologis adalah data
deret berkala (time series). Sebagian besar
distribusi data dapat diklasifikasi secara
kuantitatif dalam bentuk distribusi frekuensi.
Hasil kedua cara klasifikasi tersebut dapat
digambarkan secara visual dalam bentuk kurva.
Sedangkan
data
yang
diklasifikasikann
berdasarkan geografis maupun kualitatif, jarang
digambarkan dalam bentuk kurva. Data
demikian dapat digambarkan dengan peta balok
(bar chart) atau bentuk peta lainnya.
Grafik lingkaran
Grafik lingkaran ini menarik, namun
memiliki sisi kelemahan dalam hal tujuan untuk
perbandingan
antara
sektor-sektor
yang
terdapat
dalam
lingkarannya.
Penyajian
berbagai data yang besarnya berbeda (ekstrim)
dalam diagram yang sama, merupakan suatu
prosedur yang meragukan. Mengingat lingkaran
terdiri dari 360 derajat, maka 3,6 derajat berarti
menggambarkan persentase sebesar 1%.
Contohnya sebagai berikut.
Histogram
Histogram adalah penyajian data
kontinum dengan menggambarkannya dengan
batang histogram. Contohnya sebagai berikut.
25
20
15
Tuntas
10
Belum tuntas
5
0
Observasi
Awal
Siklus II
Poligon
Poligon
adalah
grafik
untuk
menggambarkan data dengan menghubungkan
titik-titik tengah batang histogram.
b.
Kurva
Kurva
juga
digambarkan
denganmenghubungkan titik-titik tengah batang
histogram. Bedanya polygon berbentuk garis
patah-patah, sedang pada kurva garis-garis itu
dihaluskan.
Berdasarkan
uraian
diatas,
dapat
disimpulkan bahwa data yang dikumpulkan melalui
kegiatan pengumpulan data harus disajikan dengan
baik sehingga memudahkan didalam membaca dan
memahami data yang disajikan, baik dengan
menggunakan tabel atau grafik. Penyajian data
menggunakan tabel atau grafik dapat dilakukan
dan
: Madrasah Tsanawiyah
: IXA/2
: Mengurusi Jenajah
: 2 x 40 menit
Klasifikasi Nilai
SB
-
B
9
CB
-
KB
-
TB
-
9
9
2
13%
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
6
7
40%
47%
Kurang Baik
: KB
Tidak Baik
: TB
223
RataRata
88
83
58
83
60
62
64
83
95
74
81
81
90
81
61
80
92
81
80
83
70
80
62
80
58
81
224
Klasifikasi Nilai
SB
B
9
CB
-
KB
-
TB
-
9
9
9
9
9
8
9
10
11
12
13
14
15
9
9
9
9
9
9
9
14
93%
9
1
7%
Keterangan:
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
: SB
:B
: CB
: KB
: TB
Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa
Siklus II
Sekolah
: Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
Kelas /Semester
: IXA/2
Mata Pelajaran : Fikih
Pokok Bahasan
: Mengurusi Jenajah
Waktu
: 2 x 40 menit
No
Nama Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Abd. M Tandjung
Amal Mahdang
Moh.Afandi
Moh.Arif
Moh. Amal
Moh.Rinaldi
Muh.Andi Sukri
Muh. Triyanto
Ramdan Moo
Ridwan
Rofil
Sulman
Zulkarnain
Ikhsan
Ayu Milanda
Despin
Fatimatuzzahra
Hariyati
Indriyani .K
Magfirah
Maryam
Miftahuljannah
Lasmin
Nurhatimah
Verawati
Windriyani
RataRata
94
89
78
90
80
85
80
85
100
87
90
86
98
84
76
88
100
89
90
92
85
92
80
85
87
80
225
Kategori
Penilaian
2.
90
100
75 89
3.
60 74
4.
40 59
5.
0 39
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak Baik
No.
1.
Jumlah
Total
Jum
lah
6
7
2
15
Persent
ase
(%)
40
47
13
100
226
Tabel 2: Distribusi Tes Hasil Belajar Siklus I Pada Mata Pelajaran Fikih
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
No
Nama Siswa
Skor
Keterangan
No
T
TT
9
14
Nama Siswa
Skor
Keterangan
T
TT
9
-
Abd. M
88
Ikhsan
81
Tandjung
9
9
2 Amal Mahdang 83
15 Ayu Milanda
61
9
9
3 Moh.Afandi
58
16 Despin
80
9
9
4 Moh.Arif
83
17 Fatimatuzzahra 92
9
9
5 Moh. Amal
60
18 Hariyati
81
9
9
6 Moh.Rinaldi
62
19 Indriyani .K
80
9
9
7 Muh.Andi Sukri 64
20 Magfirah
83
9
9
8 Muh. Triyanto
83
21 Maryam
70
9
9
9 Ramdan Moo
95
22 Miftahuljannah
80
9
9
10 Ridwan
74
23 Lasmin
62
9
9
11 Rofil
81
24 Nurhatimah
80
9
9
12 Sulman
81
25 Verawati
58
9
9
13 Zulkarnain
90
26 Windriyani
81
Jumlah
1004 8
5
Jumlah
1160 9
4
Jumlah skor
: 2164
Jumlah skor maksimal ideal
: 2600
Rata-rata skor tercapai
: 83,23
Sumber Data: Olahan Data Primer dari Kegiatan Siswa Siklus 1, 2014
Keterangan:
metode demonstrasi diperoleh nilai rata-rata
T
: Tuntas
hasil belajar siswa adalah 83,23 dan
TT
: Tidak Tuntas
ketuntasan belajar mencapai 65,38% atau ada
Jumlah siswa yang tuntas
: 17 orang
17 siswa dari 26 siswa sudah tuntas belajar.
Jumlah siswa yang belum tuntas : 9 orang
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada
Klasikal
: Belum tuntas
siklus I secara klasikal siswa belum tuntas
Berdasarkan data pada tabel 2
belajar, karena siswa yang memperoleh nilai
tersebut, diperoleh data bahwa dari 26 siswa
80 hanya sebesar 65,38% lebih kecil dari
Kelas IXA Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
Gorontalo sudah terdapat 17 orang siswa yang
sebesar 85%. Sebagaimana digambarkan
tuntas dalam belajar Fikih, namun masih
dalam histogram berikut ini.
terdapat 9 orang siswa yang belum mencapai
Grafik 1:
Hasil Tes Belajar Siklus 1 Pada
ketuntasan belajar. Hal ini dapat dilihat dari
Mata Pelajaran Fikih Siswa Kelas
nilai rata-rata tes formatif yang diperoleh
IX Madrasah Tsanawiyah Negeri
meningkat dari 26,92% menjadi 83,23%
Kota Gorontalo
setelah didakan tindakan siklus 1. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dalam tabel rekapitulasi
20
hasil tes belajar siswa berikut ini.
Tabel 3: Rekapitulasi Hasil Tes Belajar Siklus
15
1 Pada Mata Pelajaran Fikih
10
Siswa
Kelas
IXA
Madrasah
Tuntas
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
5
Belum tuntas
1
No
Uraian
0
Observasi
Awal
Hasil
Siklus 1
Keterangan:
Observasi awal
dari
227
Kategori
Penilaian
2.
90
100
75 89
3.
60 74
4.
40 59
5.
0 - 39
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak
Baik
No.
1.
Jumlah
No
1
2
3
4
5
6
7
8
228
Juml
ah
Persenta
se
(%)
93
14
1
Total
100
15
Nama Siswa
Skor
Abd. M
Tandjung
Amal Mahdang
Moh.Afandi
Moh.Arif
Moh. Amal
Moh.Rinaldi
Muh.Andi Sukri
Muh. Triyanto
Keterangan
No
Berdasarkan
hasil
pengamatan
kegiatan guru pada siklus II diketahui bahwa
semua aspek dilaksanakan oleh guru dengan
baik. Hal ini dapat dilihat dari 15 (lima belas)
aspek yang dinilai terdapat 14 aspek (80%)
yang mendapat penilaian dengan kategori
baik, 1 aspek (13%) yang mendapat penilaian
cukup baik.
Berdasarkan data observasi yang
telah diperoleh pada siklus II disebutkan
bahwa (1) selama proses belajar mengajar
guru telah melaksanakan semua pembelajaran
dengan baik sesuai dengan RPP. Meskipun
ada beberapa aspek yang belum sempurna,
tetapi persentase pelaksanaannya untuk
masing-masing aspek cukup besar; (2)
berdasarkan data hasil pengamatan diketahui
bahwa siswa aktif dan semangat selama
proses belajar berlangsung; (3) kekurangan
pada siklus sebelumnya sudah mengalami
perbaikan
dan
peningkatan
sehingga
hasilnhya menjadi lebih baik, serta (4) hasil
belajar siswa pada siklus II sudah tuntas baik
individual atau klasikal.
Pada siklus II guru telah menerapkan
metode demonstrasi dalam pembelajaran
dengan baik, dan dilihat dari aktivitas siswa
serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses
belajar mengajar sudah berjalan dengan baik,
maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak,
tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan
selanjutnya
adalah
menyempurnakan
kekurangan yang ada dan mempertahankan
apa yang telah dicapai sehingga tujuan
pembelajaran
dapat
terwujud
dengan
maksimal
2) Hasil pengamatan kegiatan siswa
Berdasarkan hasil analisis data sesuai
dengan aspek yang diamati diperoleh hasil
belajar rata-rata siswa setelah diadakan
tindakan siklus II mengalami peningkatan
sebagaimana dalam tabel berikut ini.
Tabel 5: Distribusi Tes Hasil Belajar Siklus II
Pada
Mata
Pelajaran
Fikih
Siswa
Kelas
IX
Madrasah
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
Keterangan
Nama Siswa
Skor
T
TT
TT
94
14
Ikhsan
84
89
78
90
80
85
80
85
9
9
9
9
9
9
9
-
15
16
17
18
19
20
21
Ayu Milanda
76
Despin
88
Fatimatuzzahra 100
Hariyati
89
Indriyani .K
90
Magfirah
92
Maryam
85
9
9
9
9
9
9
9
-
9
9
Ramdan Moo
100
22 Miftahuljannah
92
9
9
Ridwan
87
23 Lasmin
80
9
9
Rofil
90
24 Nurhatimah
85
9
9
Sulman
86
25 Verawati
87
9
9
Zulkarnain
98
26 Windriyani
80
Jumlah
1142 12
1
Jumlah
1312 12
1
Jumlah skor
: 2454
Jumlah skor maksimal ideal
: 2600
Rata-rata skor tercapai
: 94,38
(termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II
Sumber Data: Olahan Data Primer dari
ini mengalami peningkatan signifikan lebih
Kegiatan Siswa Siklus II, 2014
baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil
Keterangan:
belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh
adanya peningkatan kemampuan guru dalam
T
:
menerapkan metode demonstrasi sehingga
Tuntas
siswa menjadi termotivasi, antusias, aktif dan
TT
:
partisipatif dengan metode pembelajaran
Tidak Tuntas
seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam
Jumlah siswa yang tuntas
: 24 orang
memahami materi yang telah diberikan.
Jumlah siswa yang belum tuntas : 2 orang
Sebagaimana digambarkan dalam gambar
Klasikal
:
berikut ini.
Tuntas
Berdasarkan data pada tabel 5
Grafik 2: Hasil Tes Belajar Siklus II Pada Mata
tersebut, diperoleh data bahwa dari 26 siswa
Pelajaran Fikih Siswa Kelas IX
Kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota
Madrasah Tsanawiyah Negeri
Gorontalo sudah terdapat 24 orang siswa yang
Kota Gorontalo
tuntas dalam belajar Fikih, sementara siswa
yang belum tuntas belajarnya tinggal 2 orang
siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
tes formatif yang diperoleh meningkat dari
25
83,23% menjadi 94,38% setelah didakan
20
tindakan siklus 1. Untuk lebih jelasnya dapat
15
dilihat dalam tabel rekapitulasi hasil tese
Tuntas
10
belajar siswa berikut ini.
Belum tuntas
5
Tabel 6: Rekapitulasi Hasil Tes Belajar
0
Siklus II Pada Mata Pelajaran Fikih
Observasi
Siklus II
Siswa
Kelas
IXA
Madrasah
Awal
Tsanawiyah Negeri Kota Gorontalo
No
Uraian
Hasil Siklus 1
Keterangan:
9
10
11
12
13
Jumlah
siswa yang
tuntas
belajar
24
Persentase
ketuntasan
belajar
92,31
Observasi awal
94,38
dari
229
DAFTAR PUSTAKA
Ferquson, G.A & Takane, Y. 1989. Statistical
Analysis in Psychology and Education. New
York: McGRaw Hill Book Company
Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif
(Untuk
Psikologi
dan
Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Suratno. 2010. Metode Penelitian Kualitatif.
Banjarmasin: Program Pasca Sarjana Institut
Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin
230
ANALISIS KUALITAS BUTIR SOAL PILIHAN GANDA MENURUT TEORI TES KLASIK
DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ITEMAN
Oleh:
Lian G. Otaya
Email: lian.otaya@yahoo.com
Abstrak
Analisis butir soal menjadi langkah yang penting karena untuk menentukan kualitas soal sehingga
soal tersebut dapat digunakan atau tidak. Soal pilihan ganda yang baik secara kuantitatif perlu
diperhatikan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda soal, dan efektivitas pengecoh
berdasarkan teori klasik. Meskipun penggunaan teori tes klasik relatif mudah dalam menganalisis
butir, namun teori ini memiliki beberapa kelemahan mendasar. Kemampuan kelompok peserta
didik yang mengikuti tes sangat mempengaruhi nilai statistik. sehingga nilai statistiknya akan
berbeda jika tes diberikan kepada kelompok yang lain. Selain itu, perkiraan kemampuan peserta
tergantung pada butir soal. Jika indeks kesukaran rendah maka estimasi kemampuan seseorang
akan tinggi dan sebaliknya. Perkiraan kesalahan pengukuran tidak mencakup perorangan tetapi
kelompok secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan respon setiap peserta tes terhadap soal tidak
bisa dijelaskan oleh teori tes klasik. Iteman merupakan salah satu program komputer yang dapat
digunakan untuk menganalisis butir soal secara klasik yang berguna menentukan kualitas butir
soal berdasarkan data empiris hasil ujicoba. Hasil analisis butir soal mencakup informasi mengenai
tingkat kesukaran soal, daya pembeda soal, dan statistik penyebaran jawaban. Selain
menghasilkan statistik butir soal, program ini juga menghasilkan statistik tes yang meliputi
kehandalan/reliabilitas tes, kesalahan pengukuran (standard error), dan distribusi skor. Program ini
juga memberikan output skor untuk setiap peserta tes.
.
A. Pendahuluan
keunggulan soal pilihan ganda yang dapat diskor
Penilaian dalam pembelajaran adalah
dengan mudah, cepat, obyektif, dan dapat
segala kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan
mencakup bahan atau materi yang luas dalam
secara
disengaja
dan
sistematis
dalam
suatu tes, dapat mengukur berbagai jenjang
mengumpulkan informasi yang akan digunakan
kognitif mulai dari ingatan sampai dengan evaluasi.
sebagai dasar dalam mengambil keputusan
Lebih mudah dianalisis baik dari segi tingkat
tentang pengetahuan, sikap, dan keterampilan
kesukaran, daya beda, validitas, dan reliabilitasnya.
peserta
didik
untuk
berbagai
macam
Selain itu, reliabilitas tes pilihan ganda relatif lebih
kepentingan/tujuan pembelajaran. Soal-soal bentuk
tinggi dibandingkan dengan soal uraian.
objektif banyak digunakan dalam menilai hasil
Beberapa
butir
pernyataan
yang
belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya
merupakan bagian pokok dalam pedoman umum
bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan
penulisan butir soal pilihan ganda adalah sebagai
mudahnya menilai jawaban yang diberikan.
berikut: (1) butir soal harus sesuai dengan
Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, hanya
indikator; (2) pokok soal dan pilihan jawaban harus
ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Jika
di rumuskan secara jelas, singkat, padat, dan
peserta didik tidak menjawab seperti itu dinyatakan
tegas, sehingga perumusan tersebut hanya
salah, tidak ada bobot atau skala terhadap jawaban
mencakup pernyataan yang diperlukan saja; (3)
suatu butir soal, seperti halnya pada tes esai.1
pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah
jawaban yang benar; (4) pokok soal dan pilihan
Salah satu bentuk tes obyektif yang paling
jawaban tidak mengandung pernyataan yang
sering digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes
bersifat negatif ganda; (5) pilihan jawaban yang
pilihan ganda sangat cocok digunakan jika peserta
merupakan kunci jawaban harus menunjukan
tes sangat banyak dan hasil tes yang harus segera
kebenaran mutlak dan terbaik; (6) pilihan jawaban
diumumkan seperti tes ujian akhir nasional,
harus homogen dan logis secara materi dan
ulangan umum, ulangan kenaikan kelas, tes
bahasa; (7) panjang rumusan pilihan jawaban
penerimaan mahsiswa baru, dan sebagainya.
harus relatif sama; (8) pilihan jawaban sebaiknya
Penggunaan yang luas ini tidak terlepas dari
jangan memakai bunyi semua pilihan jawaban di
1
atas salah atau semua pilihan jawaban di atas
Suwandi, Sarwiji, Model-Model Assesmen
benar; (9) pilihan jawaban berbentuk angka harus
dalam Pembelajaran, (Surakarta: Yuma Pustaka,
2011), h.57.
231
232
Penelaahan
soal
secara
kuantitatif
maksudnya adalah penelaahan butir soal
didasarkan pada data empirik dari butir soal yang
bersangkutan. Ada dua pendekatan dalam analisis
secara kuantitatif, yaitu teori secara klasik dan
teori modern. Teori tes klasik adalah analisis butir
soal yang menggunakan model pengukuran yang
sangat sederhana, yakni skor yang tampak terdiri
dari skor sebenarnya dan skor kesalahan.
Sedangkan teori modern mempunyai orientasi
pada item yang karakteristiknya tidak tergantung
pada kelompok tertentu. Teori ini membebaskan
ketergantungan antara item tes dan peserta tes
(konsep invariansi parameter), respon peserta tes
pada satu item tes tidak mempengaruhi item tes
lainnya (konsep independensi lokal), dan item tes
hanya mengukur satu dimensi ukur (konsep
unidimensi).
Salah satu teori pengukuran yang tertua
didunia pengukuran adalah classical true-score
theory. Teori ini dalam bahasa Indonesia sering
disebut dengan teori tes klasik. Teori tes klasik
merupakan sebuah teori yang mudah dalam
penerapannya serta model yang sederhana serta
sangat
berguna
dalam
mendeskripsikan
bagaimana kesalahan dalam pengukuran dapat
mempengaruhi skor amatan.
Pada teori tes klasik, ciri klasik ditunjukkan
bahwa kelompok butir pada uji tes atau kuesioner
tidak dapat dipisahkan dari kelompok peserta yang
menempuh uji tes atau yang mengisi kuesioner
(Naga, 1992: 4). Sebagai akibatnya, jika kelompok
butir atau kuesioner yang sama ditempuh atau diisi
oleh kelompok yang berbeda, maka ciri atau
karakteristik kelompok butir itu pada umumnya
berubah. Dengan kata lain, taraf kesukaran dan
daya beda kelompok butir itu berubah semata-mata
karena mereka ditanggapi oleh peserta yang
berbeda. Untuk butir yang sama, kelompok peserta
8
berbeda menunjukkan ciri butir yang berbeda.
Demikian pula, jika kelompok peserta yang
sama menempuh kelompok butir tes atau mengisi
kelompok butir kuesioner berbeda, maka ciri
kelompok peserta pun pada umumnya berubah.
Dengan kata lain, kemampuan atau sikap peserta
berubah semata-mata karena mereka menempuh
atau mengisi butir yang berbeda. Untuk peserta
yang sama, kelompok butir berbeda menunjukkan
ciri peserta yang berbeda. Dengan demikian, pada
teori tes klasik, uji tes atau kuesioner sangat
bergantung pada butir dan peserta. Sebagai
konsekuensinya antara lain adalah kemampuan
peserta seolah-olah tinggi jika diberikan tes yang
tingkat kesukarannya rendah. Demikian juga
sebaliknya, tingkat kesukaran butir tes kelihatannya
Penelitian dan Pengembangan Pusat Penilaian
Pendidikan, 2008), h.1
8
Naga, Dali. S. Pengantar Teori Sekor
pada
Pengukuran
Pendidikan.
(Jakarta:
Gunadarma, 1992), h.4.
233
Ibid.,h.5.
234
235
236
Untuk lebih jelasnya cara menggunakan program ini, pertama data diketik di DOS atau
Windows. Cara termudah adalah menggunakan program Windows yaitu dengan mengetik
data di tempat Notepad. Caranya adalah klik Start-Programs-Accessories-Notepad.
Contoh pengetikan data untuk soal bentuk pilihan ganda
30 o n 6
[Jumlah soal, kode omit, kode tidak dijawab, jmlh karakterl
43142442113424141324213411334 [Kunci jawaban dapat ditulis dengan angka atau hurufl
444444444444444444444444444444 [Jumlah pilihan]
YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY [Soal yang dianalisis, bila tidak dianalisis
ditulis NJ
237
Dita
211214123242343423111231243767
312214214242443423224562332565
Ali
Kiki
2242123313324431243254624371YY
22421112X432443323226556664122
Chanan
32421424234244344322653546X343
Langkah kedua data yang telah diketik disimpan, misal disimpan pada file: Tes1.txt.
Selanjutnya untuk menggunakan program Iteman yaitu dengan mengklik icon Iteman.
Kemudian isilah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di layar computer seperti berikut.
Langkah ketiga adalah membaca hasil, yaitu dengan mengklik icon hsltes1. Hasilnya adalah
seperti pada contoh berikut.
238
Seq.
No.
---1
Scale
-Item
----0-1
Item Statistics
----------------------Prop.
Point
Correct Biser. Biser.
------- ------ -----0.850
-0.018
-0.012
0-2
0-3
0-4
0.450
0.600
0.400
0.534
0.515
0.172
0.425
0.406
0.135
0-5
0.700
0.215
0.163
0-6
0.850
-0.089
-0.058
Page
Alternative Statistics
----------------------------------Prop.
Point
Alt. Endorsing Biser. Biser. Key
----- --------- ------ ------ --A
B
C
D
E
Other
0.850
0.000
0.100
0.050
0.000
0.000
-0.018
-9.000
0.047
-0.040
-9.000
-9.000
-0.012
-9.000
0.028
-0.019
-9.000
-9.000
A
B
C
D
E
Other
0.050
0.450
0.300
0.150
0.050
0.000
-1.000
0.534
-0.262
0.231
0.121
-9.000
-0.856
0.425
-0.199
0.151
0.057
-9.000
A
B
C
D
E
Other
0.050
0.100
0.250
0.600
0.000
0.000
-1.000
-0.142
0.039
0.515
-9.000
-9.000
-0.856
-0.083
0.029
0.406
-9.000
-9.000
A
B
C
D
E
Other
0.050
0.200
0.400
0.200
0.150
0.000
-1.000
-0.059
0.172
0.474
0.018
-9.000
-0.856
-0.041
0.135
0.332
0.012
-9.000
A
B
C
D
E
Other
0.050
0.050
0.100
0.100
0.700
0.000
0.281
-1.000
0.142
0.331
0.215
-9.000
0.133
-0.856
0.083
0.194
0.163
-9.000
A
B
C
D
E
Other
0.000
0.850
0.050
0.100
0.000
0.000
-9.000
-0.089
-0.040
0.142
-9.000
-9.000
-9.000
-0.058
-0.019
0.083
-9.000
-9.000
*
?
*
?
?
*
*
?
239
Seq.
No.
----
Scale
-Item
-----
25
0-25
Item Statistics
----------------------Prop.
Point
Correct Biser. Biser.
------- ------ -----0.850
1.000
0.685
Page
Alternative Statistics
----------------------------------Prop.
Point
Alt. Endorsing Biser. Biser. Key
----- --------- ------ ------ --A
B
C
D
E
Other
0.050
0.850
0.050
0.000
0.050
0.000
-1.000
1.000
-0.523
-9.000
-0.040
-9.000
-0.856
0.685
-0.247
-9.000
-0.019
-9.000
K
eterangan:
Prop. Correct= tingkat kesukaran butir:,
Biser dan Point Biser.= korelasi Biserial dan Korelasi Point Biserial,
Alt.= alternative/pilihan jawaban,
Prop. Endorsing= proporsi Jawaban pada setiap option
MicroCAT (tm) Testing System
Copyright (c) 1982, 1984, 1986, 1988 by Assessment Systems Corporation
Item and Test Analysis Program -- ITEMAN (tm) Version 3.00
Item analysis for data from file tes1.txt
Scale Statistics
---------------Scale:
0
------N of Items
25
N of Examinees
20
Mean
16.250
Variance
9.087
Std. Dev.
3.015
Skew
-2.463
Kurtosis
6.976
Minimum
5.000
Maximum
20.000
Median
17.000
Alpha
0.437
SEM
2.261
Mean P
0.650
Mean Item-Tot.
0.266
Mean Biserial
0.352
Hasil scor butir soal pilihan ganda dari ITEMAN versi 3.00
240
Page
r pbi =
Yp
Yt dan St
p
U
Y p Yt
St
=
=
=
=
Y p Yt
p
atau r bis =
(1 p )
St
p(1 p )
U
Korelasi point-biserial (r pbi) tidak sama dengan 0, korelasi biserial (r bis) paling sedikit 25% lebih besar
daripada r pbi untuk perhitungan pada data yang sama. Korelasi point-biserial (r pbi) merupakan korelasi
product moment antara skor dikotomus dan pengukuran kriterion; sedangkan korelasi biserial (r bis)
merupakan korelasi product moment antara variabel latent distribusi normal berdasarkan dikotomi benarsalah dan pengukuran kriterion.
Menurut Millman dan Greene (1989) dalam Educational Measurement, kedua korelasi ini memiliki
kelebihan masing-masing. Kelebihan korelasi point biserial adalah: (1) memberikan refleksi kontribusi soal
secara sesungguhnya terhadap fungsi tes. Maksudnya ini mengukur bagaimana baiknya soal berkorelasi
dengan kriterion (tidak bagaimana baiknya beberapalsecara abstrak); (2) sederhana dan langsung
berhubungan dengan statistik tes; (3) tidak pernah mempunyai value 1,00 karena hanya variabel-variabel
dengan distribusi bentuk yang sama yang dapat berkorelasi secara sempurna, dan variabel kontinyu
(kriterion) dan skor dikotomus tidak mempunyai bentuk yang sama. Kelebihan korelasi biserial adalah: (1)
cenderung lebih stabil dari sampel ke sampel, (2) penilaian lebih akurat tentang bagaimana soal dapat
diharapkan untuk membedakan pada beberapa perbedaan point di skala abilitas, (3) value r bis yang
sederhana lebih langsung berhubungan dengan indikator diskriminasi kurva karakteristik butir (Item
Characteristic Curve atau ICC). Kebanyakan para ahli pendidikan, khususnya di Indonesia, banyak yang
menggunakan korelasi point biserial daripada korelasi biserial.
Kriteria baik tidaknya butir soal menurut Ebel dan Frisbie (1991) dalam Essentials of Educational
Measurement halaman 232 adalah bila korelasi point biserial: >0.40=butir soal sangat baik; 0.30 - 0.39=soal
baik, tetapi perlu perbaikan; 0.20 - 0.29=soal dengan beberapa catatan, biasanya diperlukan perbaikan; <
0. 19=soal jelek, dibuang, atau diperbaiki melalui revisi. Adapun tingkat kesukaran butir soal memiliki
skala 0 - 1. Semakin mendekati 1 soal tergolong mudah dan mendekati 0 soal tergolong sukar.
241
D. Hasil Analisis
Hasil analisis secara kuantitatif soal pilihan ganda sebanyak 25 soal dengan menggunakan program
ITEMAN versi 3.00 dapat diketahui validitas soal yang meliputi indeks tingkat kesukaran soal, daya pembeda,
dan efektifitas pengecoh serta reliabilitas soal sebagai berikut.
B
K
Distribusi
Tingkat
Daya Pembeda
Kesukaran
U
U
jawaban tiap butir
Pengecoh
(Biser)
(Prop.Correct)
T
N
(dalam %)
(Prop.
I
Endorsing)
Angka
Kategori
Angka
Kategori
1.000
Sgt.Muda
h
-9.000
Sgt.Jelek
0.000
1.000
0.000
0.000
Tidak berfungsi
1.000
Sgt.Muda
h
-9.000
Sgt.Jelek
0.000
0.000
1.000
0.000
Tidak berfungsi
1.000
Sgt.Muda
h
-9.000
Sgt.Jelek
0.000
0.000
1.000
0.000
Tidak berfungsi
D*
0.925
Sgt.Muda
h
0.163
Jelek
0.008
0.008
0.058
0.925
Tidak berfungsi
0.417
Sedang
0.797
Baik Skli
0.325
0.108
0.150
0.417
Berfungsi
0.375
Sedang
0.654
Baik
0.375
0.092
0.200
0.333
Berfungsi
0.308
Sedang
0.863
Baik Skli
0.325
0.125
0.242
0.308
Berfungsi
0.392
Sedang
0.504
Baik
0.300
0.058
0.392
0.250
Berfungsi
0.267
Sukar
0.976
Baik Skli
0.425
0.083
0.267
0.225
Berfungsi
10
0.567
Sedang
0.288
Cukup
0.200
0.117
0.567
0.117
Berfungsi
11
0.500
Sedang
0.263
Cukup
0.283
0.500
0.067
0.150
Berfungsi
12
0.575
Sedang
0.399
Cukup
0.192
0.033
0.575
0.200
Berfungsi
13
0.400
Sedang
0.511
Baik
0.217
0.400
0.208
0.175
Berfungsi
14
0.425
Sedang
0.475
Baik
0.425
0.083
0.350
0.142
Berfungsi
15
0.467
Sedang
0.495
Baik
0.250
0.117
0.467
0.167
Berfungsi
16
0.383
Sedang
0.284
Cukup
0.250
0.175
0.383
0.192
Berfungsi
17
0.592
Sedang
0.158
Jelek
0.208
0.033
0.167
0.592
Berfungsi
18
0.408
Sedang
0.487
Baik
0.225
0.408
0.250
0.117
Berfungsi
19
0.525
Sedang
0.221
Cukup
0.167
0.050
0.258
0.525
Berfungsi
20
A*
0.608
Sedang
-0.019
Sgt.Jelek
0.608
0.008
0.300
0.083
Berfungsi
21
0.533
Sedang
0.465
Baik
0.192
0.533
0.208
0.067
Berfungsi
22
0.533
Sedang
0.297
Cukup
0.158
0.083
0.533
0.225
Berfungsi
23
0.342
Sedang
0.469
Baik
0.175
0.117
0.342
0.367
Berfungsi
24
0.600
Sedang
0.470
Baik
0.058
0.133
0.600
0.208
Berfungsi
242
25
D*
0.692
Sedang
=0
=1
= 20
=0
=4
0.094
Jelek
0.092
0.008
0.208
0.692
=3
=9
=6
=3
=4
pengecoh berfungsi
tidak berfungsi = 4
Berfungsi
= 21
E. Pembahasan
Hasil analisis kuantitatif yang mencakup analisis validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat
kesukaran, efektifivitas pengecoh diperoleh dengan bantuan program computer microCat iteman. Dengan
melihat hasil iteman, akan mengetahui reliabilitas soal dari koefisien alpha dan analisis butir soal berupa indeks
kesulitan, indeks daya beda, dan keefektifan distraktor.
1. Validitas soal
Validitas soal dalam analisis ini yang dimaksud validitas soal meliputi tingkat kesukaran, daya beda,
dan efektifitas pengecoh.
a. Tingkat kesukaran
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif soal pilihan ganda menggunakan ITEMAN pada Tabel 1
diketahui bahwa soal 0% sangat sukar; 2,5% sukar; 80% sedang; 10% mudah dan 7,5% sangat mudah.
Tingkat kesukaran soal tersebut secara keseluruhan termasuk sedang.
Dilihat dari tingkat kesukaran (dengan menggunakan ITEMAN ditunjukkan dengan proporsi
siswa menjawab benar/proportion correct), maka soal Fisika memiliki tingkat kesukaran sedang.
b. Daya beda
Pada tabel di atas diketahui bahwa soal dengan daya beda baik sekali memiliki persentase 15%,
soal dengan daya beda baik sebesar 32,5%, soal dengan daya beda cukup sebesar 20%, soal dengan
daya beda jelek sebesar 22,5%, dan soal dengan daya beda sangat jelek sebesar 10% yang bernilai
positif. Artinya soal tersebut dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan yang
berkemampuan rendah. Soal yang memiliki nilai daya beda negatif sebesar 10% (4 soal yaitu no 1,2,3,
dan 20) tidak dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai biser berturut-turut sebesar -9,000, -9,000, -9,000 dan -0.019
dan point biser berturt-turut sebesar -9,000, -9,000, -9,000 dan -0.015 (tabel 1).
Butir soal yang memiliki nilai negatif menunjukkan peserta tes yang menjawab benar butir soal
tersebut memiliki skor yang relatif rendah atau dengan kata lain peserta tes yang memiliki skor relatif
tinggi tidak mampu menjawab butir soal tersebut. Dapat dikatakan bahwa butir soal tersebut tidak dapat
membedakan siswa yang pandai dan yang tidak pandai. Semakin tinggi nilai daya beda soal (bernilai
positif) maka semakin baik soal tersebut. Meskipun memiliki nilai positif, akan tetapi soal yang sebaiknya
digunakan adalah soal yang memiliki daya beda cukup, baik dan baik sekali. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zaman et al (2010) bahwa soal yang memiliki daya beda 0,2 0,4 (cukup) sebaiknya direvisi
pada stem soal, setelah lolos revisi maka soal tersebut dapat digunakan dalam tes.
c. Efektifitas pengecoh
Berdasarkan tabel di atas yang menunjukkan hasil analisis butir soal menggunakan ITEMAN
maka dapat diketahui bahwa 90% pilihan jawaban pada soal dapat berfungsi. Artinya pilihan jawaban
(bukan kunci jawaban) telah berfungsi sebagaimana mestinya yaitu sebagai pengecoh. Sisanya yaitu
sebanyak 10% pengecoh tidak berfungsi. Pada soal dengan tingkat kesukaran sangat mudah maka
pengecoh tidak berfungsi yaitu soal no 1,2,3 dan 4. Hal ini karena pokok soal yang terlalu mudah
sehingga peserta tes dengan mudah menjawab tanpa menghiraukan pilihan jawaban lain (dalam hal ini
pengecoh).
Maka dalam menyusun soal perlu diperhatikan tingkat kesukaran soal dan hubungannya dengan
pilihan jawaban. Tes pilihan ganda yang disusun tanpa memperhatikan homogenitas tidaknya pilihan
jawaban akan berpeluang untuk tidak berfungsi. Karena peserta tes akan dengan mudah menebak
tanpa berpikir panjang akan langsung menjawab pada kunci jawaban, artinya tidak menghiraukan pilihan
jawaban lain sebagai pengecoh yang tidak homogen.
Demikian juga jika pokok soal memberi petunjuk untuk jawaban yang benar. Petunjuk untuk
pilihan jawaban yang benar membuat peserta tes menjawab sesuai dengan petunjuk. Hal ini akan
menyebabkan alternatif jawaban lain tidak berfungsi. Menurut Aprianto (2008) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi berfungsi tidaknya suatu pengecoh yaitu jika soal terlalu mudah, pokok soal
memberi petunjuk pada kunci jawaban dan siswa sudah mengetahui materi yang akan ditanyakan terlalu
mudah.
243
Efektifitas pengecoh dikatakan berfungsi jika dipilih oleh sebagian besar siswa yang
berkemampuan rendah dan dipilih minimal 5% dari seluruh peserta tes dan dikatakan kurang berfungsi
jika dipilih oleh peserta tes yang berkemampuan tinggi. Jika pengecoh lebih banyak dipilih oleh peserta
yang berkemampuan tinggi maka dapat dikatakan pengecoh tersebut menyesatkan. Apabila tes dipilih
secara merata oleh peserta tes maka pengecoh tersebut berfungsi.
Hasil analisis seluruh butir soal fisika terdapat beberapa butir soal yang memiliki daya beda
(biser dan point biser) untuk pengecoh yang bernilai positif yaitu soal no 14 pada pengecoh D; no 16
pada pengecoh B; no 22 pada pengecoh B. Dalam hal ini berarti pengecoh tersebut tidak dapat
membedakan kemampuan peserta tes, yaitu siswa yang memperoleh skor tinggi menjawab salah soal
tersebut. Hal ini sesuai dengan Shakil (2008) yang menyatakan bahwa kualitas pengecoh dalam soal
mempengaruhi hasil dari skor keseluruhan peserta tes. Tanda negatif pada pengecoh (pilihan jawaban
bukan kunci jawaban) menunjukkan bahwa pengecoh sudah berfungsi dengan baik dimana peserta tes
yang skornya rendah memilih pengecoh sebagai jawaban yang benar.
Soal no 4 dimana terdapat tanda tanya pada pengecoh A (dimana kunci jawaban adalah D); no
20 dimana terdapat tanda tanya pada pengecoh D (dimana kunci jawaban adalah A); no 25 dimana
terdapat tanda tanya pada pengecoh A (dimana kunci jawaban adalah D);, maka pengecoh atau kunci
jawaban tersebut perlu ditinjau lagi dari segi kualitatif. Sebagai tindak lanjut atas hasil analisis terhadap
berfungsi tidaknya pengecoh maka untuk pengecoh yang telah berfungsi pada soal tersebut dapat
digunakan untuk ulangan akhir semester selanjutnya, sedangkan pengecoh yang belum berfungsi perlu
diganti atau direvisi dengan pengecoh lainnya.
Selain itu jika soal memiliki tingkat kesukaran 1 (misalnya pada soal no 1,2,dan 3 dari hasil
analisis ) artinya semua siswa menjawab benar soal tersebut. Nilai biser menunjukkan angka -9,000, hal
ini berarti bahwa pengecoh tidak dapat membedakan peserta tes yang memiliki kemampuan tinggi dan
yang memiliki kemampuan rendah. Menurut Widodo (2010) penyebab pengecoh yang tidak dipilih oleh
peserta tes karena terlalu kelihatan menyesatkan. Pengecoh yang jelek sebaiknya diganti. Selain itu juga
perlu diperhatikan lagi, apakah pilihan jawaban tidak homogen atau justru siswa sudah benar-benar
memahami konsep materi yang diajarkan.
2. Reliabilitas soal
Penghitungan menggunakan ITEMAN dapat diketahui nilai reliabilitas soal melalui scale statistic.
Indeks reliabilitas berkisar antara 0-1 dengan lima kriteria. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes,
semakin tinggi pula keajegan atau ketepatannya. Nilai alpha/reliabilitas soal yang dihitung secara
keseluruhan adalah sebesar 0,761(lihat lampiran 1) artinya soal tersebut memiliki keajegan yang tinggi.
Kehandalan yang dimaksud dalam hal ini meliputi ketepatan/kecermatan hasil pengukuran dan
keajegan/kestabilan dari hasil pengukuran. Gronlund yang diacu dalam Surapranata (2005) menyebutkan
bahwa untuk pengambilan keputusan individu, koefisien reliabilitasnya harus tinggi.
3. Keputusan
Setelah melihat hasil analisis tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas pengecoh serta
reliabilitas soal, maka dapat diambil keputusan sebagai berikut.
Butir
Tingkat
Kesukaran
Sgt.Mudah
Daya
Pembeda
Sgt.Jelek
Pengecoh
Keputusan
Tidak
berfungsi
Sgt.Mudah
Sgt.Jelek
Tidak
berfungsi
Sgt.Mudah
Sgt.Jelek
Tidak
244
berfungsi
Sgt.Mudah
Jelek
Tidak
berfungsi
Sedang
Baik Skli
Berfungsi
Sedang
Baik
Berfungsi
Sedang
Baik Skli
Berfungsi
Sedang
Baik
Berfungsi
Sukar
Baik Skli
Berfungsi
10
Sedang
Cukup
Berfungsi
11
Sedang
Cukup
Berfungsi
12
Sedang
Cukup
Berfungsi
13
Sedang
Baik
Berfungsi
14
Sedang
Baik
Berfungsi
15
Sedang
Baik
Berfungsi
Berfungsi
Berfungsi
16
17
Sedang
Sedang
Cukup
Jelek
245
Sedang
Baik
Berfungsi
19
Sedang
Cukup
Berfungsi
20
Sedang
Sgt.Jelek
Berfungsi
Dibuang
21
Sedang
Baik
Berfungsi
22
Sedang
Cukup
Berfungsi
23
Sedang
Baik
Berfungsi
24
Sedang
Baik
Berfungsi
25
Sedang
Jelek
Berfungsi
NAMA
001
ANI
BCCDDADCCCBCBACBDBDABBCCD
002
SERLI
BCCDDADCCCBCBACBDBDABBCCD
003
ANDI
BCCDDADCCBBCBACBDBDABBCCD
004
AGUS
BCCDDADCCCBDBACCCBDABDCCD
005
FADLI
BCCDDAACCCBCAACCDADABCCCA
006
ANTI
BCCDDADCCCACBACADBDAACCCD
007
JASMIN
BCCDDADCCCACBAACDBCABCDCD
008
AKMAL
BCCDDADCCDBCBDCCDBCABCDCD
009
RESTU
BCCDDADCCCBDBACDDBDDBCCCA
010
SANTI
BCCDDADCCABCBACADBAABCACD
011
FADLAN
BCCDDADCCABCBDCCDADABACCD
012
YATI
BCCADADCACBCBCCCABDCBCDCD
013
TANTI
BCCDDDDCACBCDACCABDCBCDCD
014
FARUK
BCCDDADCACBABACCABDAACCCA
015
FAJRUL
BCCDDDDDCCDCDACCABDCBCBCD
016
KASWIN
BCCDDAACCABCCACADBCABACCC
246
017
SAHRUN
BCCDDDDDCCDCBCCCABDDBDCDD
018
ERNA
BCCDDADDCCDCBBCBDBBABDCCB
019
DANI
BCCDDDDDCCDCDACBDCDCBCBCD
020
WARDA
BCCDDADCCDBCAACBDBBABBCCA
021
ASNI
BCCDDDDDCCACBBCCCBDCBCDCD
022
ASJON
BCCDDDDDCCACBBCCCBDCBCDCD
023
ISMAWATI
BCCDDDDCBCCCBDCDDBAABACCA
024
RATNA
BCCDDADDCCACBDCBDCDCBACCA
025
KODIRIN
BCCDDAACACBABACBDCDACCCDD
026
RASYID
BCCDDBDDCDBCAAACDADDBDCDD
027
JEIN
BCCDDAACCABABAACBBAACCDCA
028
WAYAN
BCCDDADACABCDAACDDDDBCDCD
029
EKAWATI
BCCDDBDBCBBDBADCDADAACCDD
030
WULANSARI
BCCDDADCCCACBDCCABDDBCDCD
0-1
0.000
B 1.000
C 0.000
D 0.000
Other 0.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000 *
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
0-2
0.000
B 0.000
C 1.000
D 0.000
Other 0.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000 *
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
0-3
0.000
B 0.000
C 1.000
D 0.000
Other 0.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000 *
-9.000 -9.000
-9.000 -9.000
A
B
C
0.925
0.607 0.152 ?
-0.163 -0.041
-0.284 -0.141
0.163 0.087 *
4 0-4
0.925
0.163 0.087
0.008
0.008
0.058
247
Other 0.000
-9.000 -9.000
5 0-5
0.417
0.797 0.631
A 0.325
B 0.108
C 0.150
D 0.417
Other 0.000
-0.441
-0.517
-0.241
0.797
-9.000 -9.000
-0.339
-0.309
-0.158
0.631 *
6 0-6
0.375
0.654 0.512
A 0.375
B 0.092
C 0.200
D 0.333
Other 0.000
0.654
-0.247
-0.473
-0.206
-9.000 -9.000
0.512 *
-0.141
-0.331
-0.159
7 0-7
0.308
0.863 0.657
A 0.325
B 0.125
C 0.242
D 0.308
Other 0.000
-0.266
-0.418
-0.390
0.863
-9.000 -9.000
-0.205
-0.260
-0.284
0.657 *
8 0-8
0.392
0.504 0.397
A 0.300
B 0.058
C 0.392
D 0.250
Other 0.000
-0.236
-0.522
0.504
-0.161
-9.000 -9.000
-0.179
-0.260
0.397 *
-0.118
9 0-9
0.267
0.976 0.725
A 0.425
B 0.083
C 0.267
D 0.225
Other 0.000
-0.205
-0.526
0.976
-0.532
-9.000 -9.000
-0.163
-0.292
0.725 *
-0.382
10 0-10
0.567
0.288 0.229
A 0.200
B 0.117
C 0.567
D 0.117
Other 0.000
-0.009
-0.397
0.288
-0.167
-9.000 -9.000
-0.007
-0.243
0.229 *
-0.102
11 0-11
0.500
0.263 0.210
A 0.283
B 0.500
C 0.067
D 0.150
Other 0.000
-0.078
0.263
-0.228
-0.210
-9.000 -9.000
-0.059
0.210 *
-0.118
-0.137
12 0-12
0.575
0.399 0.316
A 0.192
B 0.033
C 0.575
D 0.200
Other 0.000
-0.033
-0.317
0.399
-0.442
-9.000 -9.000
-0.023
-0.131
0.316 *
-0.309
13 0-13
0.400
0.511 0.403
A 0.217
B 0.400
C 0.208
D 0.175
Other 0.000
-0.029
0.511
-0.378
-0.312
-9.000 -9.000
-0.021
0.403 *
-0.267
-0.212
14 0-14
0.425
0.475 0.377
A 0.425
B 0.083
C 0.350
D 0.142
Other 0.000
0.475
-0.098
-0.466
0.006
-9.000 -9.000
0.377 *
-0.054
-0.362
0.004
248
15 0-15
0.467
0.495 0.395
A 0.250
B 0.117
C 0.467
D 0.167
Other 0.000
-0.229
-0.449
0.495
-0.144
-9.000 -9.000
-0.168
-0.275
0.395 *
-0.096
16 0-16
0.383
0.284 0.223
A 0.250
B 0.175
C 0.383
D 0.192
Other 0.000
-0.211
0.072
0.284
-0.220
-9.000 -9.000
-0.155
0.049
0.223 *
-0.153
17 0-17
0.592
0.158 0.125
A 0.208
B 0.033
C 0.167
D 0.592
Other 0.000
-0.002
-0.317
-0.150
0.158
-9.000 -9.000
-0.001
-0.131
-0.100
0.125 *
18 0-18
0.408
0.487 0.385
A 0.225
B 0.408
C 0.250
D 0.117
Other 0.000
-0.148
0.487
-0.303
-0.249
-9.000 -9.000
-0.106
0.385 *
-0.222
-0.152
19 0-19
0.525
0.221 0.176
A 0.167
B 0.050
C 0.258
D 0.525
Other 0.000
-0.109
-0.073
-0.165
0.221
-9.000 -9.000
-0.073
-0.035
-0.122
0.176 *
20 0-20
A 0.608
B 0.008
C 0.300
0.083
Other 0.000
-0.019
-0.163
-0.110
0.320 0.178
-9.000 -9.000
-0.015 *
-0.041
-0.083
?
21 0-21
0.533
0.465 0.371
A 0.192
B 0.533
C 0.208
D 0.067
Other 0.000
-0.333
0.465
-0.144
-0.409
-9.000 -9.000
-0.231
0.371 *
-0.102
-0.212
22 0-22
0.533
0.297 0.236
A 0.158
B 0.083
C 0.533
D 0.225
Other 0.000
-0.321
0.273
0.297
-0.274
-9.000 -9.000
-0.212
0.151
0.236 *
-0.197
23 0-23
0.342
0.469 0.363
A 0.175
B 0.117
C 0.342
D 0.367
Other 0.000
-0.386
-0.182
0.469
-0.099
-9.000 -9.000
-0.262
-0.111
0.363 *
-0.077
24 0-24
0.600
0.470 0.371
A 0.058
B 0.133
C 0.600
D 0.208
Other 0.000
-0.109
-0.423
0.470
-0.271
-9.000 -9.000
-0.054
-0.268
0.371 *
-0.191
25 0-25
0.692
0.094 0.072
A
B
0.092
0.008
0.479 0.273 ?
0.351 0.088
249
C 0.208
0.692
Other 0.000
-0.418 -0.296
0.094 0.072 *
-9.000 -9.000
Page 7
0
------N of Items
40
N of Examinees 120
Mean
22.533
Variance
32.682
Std. Dev.
5.717
Skew
0.843
Kurtosis
-0.178
Minimum
14.000
Maximum
36.000
Median
20.000
Alpha
0.761
SEM
2.794
Mean P
0.563
Mean Item-Tot. 0.320
Mean Biserial 0.410
7 1 Scores for examinees from file mts.dat
001
002
003
004
005
006
007
008
009
010
011
012
013
014
015
016
017
018
019
020
021
022
023
024
025
026
027
250
36.00
36.00
35.00
34.00
35.00
35.00
35.00
35.00
34.00
35.00
34.00
32.00
30.00
31.00
30.00
28.00
28.00
28.00
28.00
30.00
28.00
29.00
29.00
29.00
29.00
29.00
29.00
028
029
030
29.00
29.00
29.00
Penutup
Analisis kualitas butir soal pilihan ganda
berfungsi untuk menentukan soal-soal yang cacat
atau tidak berfungsi penggunaannya; (untuk
meningkatkan butir soal melalui tiga komponen
analisis yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda, dan
pengecoh soal, serta meningkatkan pembelajaran
melalui ambiguitas soal dan keterampilan tertentu
yang menyebabkan peserta didik sulit. Analisis butir
soal secara klasik adalah proses penelaahan butir
soal melalui informasi dari jawaban peserta didik
guna meningkatkan mutu butir soal yang
bersangkutan dengan menggunakan teori tes
klasik. Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis
butir soal secara klasik adalah setiap butir soal
ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya
pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban
(untuk soal bentuk obyektif) atau frekuensi jawaban
pada setiap pilihan jawaban.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, Lewis R. 1994. Psychological Testing and
Assessment, (Eight Edition), Boston: Allyn
and Bacon.
Gronlund, N.E. 1982. Constructing Achievement
Test. (3rd ed). New York: Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffs.
Linn, Robert L & Gronlund, Norman E. 1995.
Measurement and Assessment in teaching
(Seventh Edition). Ohio: Merrill, an immprint
of Prentice Hall.
Naga, Dali. S. 1992. Pengantar Teori Sekor pada
Pengukuran
Pendidikan.
Jakarta:
Gunadarma.
Nitko, Anthony J. 1996. Educational Assessment of
Students, Second Edition. Ohio: Merrill an
imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suwandi, Sarwiji. 2011. Model-Model Assesmen
dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Thorndike, R.M. 2005. Measurement and Evaluation
in Psychology and Education (7th ed). New
Jersey: Pearson Education. Inc.
Zulaiha, Rahmah. 2008. Bagaimana Menganalisis
Soal dengan Program Iteman. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat
Penilaian Pendidikan.
251
A. Pendahuluan
Bicara mengenai bahasa merupakan salah
satu pembahasan yang penting, karena perkembangan bahasa mencerminkan kognisi dasar
manusia. Selain itu, bahasa adalah sarana alat
komunikasi. menurut para psikolog kognitif, Bahasa
adalah suatu sistem komunikasi yang didalamnya
pikiran-pikiran dikirimkan dengan perantara suara
(percakapan atau simbol).
Vygotsky memandang pentingnya bahasa
dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun
Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan
kepada perkembangan sosial yang disebut sebagai
sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau
perkembangan kognitif individu. perkembangan
bahasa pertama anak tahun kedua di dalam
hidupnya dipercaya sebagai pendorong terjadinya
pergeseran dalam perkembangan kognitifnya.
Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga
memberi kesempatan baru kepada anak untuk
melakukan berbagai hal, untuk menata informasi
dengan menggunakan simbol-simbol. Anak-anak
sering terlihat berbicara sendiri dan mengatur dirinya
sendiri ketika ia berbuat sesuatu atau bermain. Ini
disebut sebagai private speech. Ketika anak menjadi
semakin besar, bicaranya semakin lirih, dan mulai
membedakan mana kegiatan bicara yang ditujukan
ke orang lain dan mana yang ke dirinya sendiri.
Hal yang mendasari teori Vygotsky adalah
pengamatan bahwa perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni di dunia
yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan
anak sejak anak itu lahir. Ini berbeda dengan Piaget
yang memandang anak sebagai pembelajar yang
aktif di dunia yang penuh orang. Orang-orang inilah
yang sangat berperan dalam membantu anak belajar
dengan menunjukkan benda-benda, dengan berbicara sambil bermain, dengan membacakan ceritera,
dengan mengajukan pertanyaan dan sebagainya.
Dengan kata lain, orang dewasa menjadi perantara
bagi anak dan dunia sekitarnya.
Kemampuan belajar lewat instruksi dan
perantara adalah ciri inteligensi manusia. Dengan
252
dikeluarkan karena pemikiran mereka yang anti Tzart. Vygotsky lulus kesarjanaannya dibidang
hukum dari Universitas moskow pada 1917 dan
kembali kerumahnya di Gomel. Diantara tahun 1917
(tahun pecahnya revolusi komunis) sampai 1924,
Vygotsky mengajar sastra di SMP dan Psikologi di
Institut perguruan lokal, dimana dia sangat tertarik
untuk mengajar anak-anak yang fisiknya cacat. Dia
juga sedang
menyelesaikankan
disertasi
doktoralnya tentang psikologi seni.4
Pada 6 Januari 1924, Vygotsky melakukan
perjalanan ke Leningrad untuk memberikan kuliah
terbuka tentang psikologi kesadaran. Kejernihan dan
kecermelangannya dalam membawakan kuliah,
seorang pemuda tak dikenal dari pelosok
menggugah kesadaran para psikolog muda
pendengarnya. Salah satu psikolog muda ini, A.R.
Luria (1902-1977), menawarinya sebuah posisi
dosen di Institute Psikologi Moskow, yang segera
diterimanya. Selama tahun pertama bekerja di
institute inilah Vygotsky menyelesaikan disertasinya
dan menerima gelar doktoralnya.
Di Moskow, Vygotsky segera menjadi pemikir
ulung. Jika memberikan kuliah, maka banyak
mahasiswa berdiri di luar auditorium dan
mendengarkan pengajarannya. Lewat jendelajendela yang terbuka. Vygotsky menginspirasikan
begitu banyak antusiasme bukan hanya karena ideidenya cemerlang, namun juga karena dia
memimpin sekelompok Marxis muda. Kesatu misi
menciptakan sebuah psikologi yang bisa membantu
pembangunan masyarakat sosialis baru.
Vygotsky
telah mengusulkan suatu
mekanisme yang didalamnya budaya menjadi bagian
dari hakekat (nature) setiap individu. Melalui
berbagai pikiran atau mental yang berkelanjutan,
wawasan atau pikiran ditransmisikan atau
disalurklan dari generasi kegenerasi. Melalui bahasa
dan produknya , misalnya ilmu pengetahuan, melek
5
huruf, teknologi dan literatur.
Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis
menentukan fungsi-fungsi elementer memorie,
atensi, persepsi, dan stimulus respon, faktor sosial
sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi
mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep,
penalaran logis, dan pengambilan keputusan, teori
Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial
6
dari pembelajaran. Sejalan dengan teori konvergensi yang dipelopori oleh Wlliam Stern, Ia
berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia
sudah
disertai
pembawaan
baik
maupun
pembawaan buruk. Proses perkembangan anak,
4
253
254
255
256
257
DAFTAR PUSTAKA
Aulia
E. Penutup
1.
2.
258
Pendidikan.
A. PENDAHULUAN
Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20
tahun 2003 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan
adalah anggota masyarakat mengabdikan diri dan
diangkat
untuk
menunjang
penyelenggaraan
pendidikan (Tim Fokusmedia, 2003: 3). Jadi,
termasuk di dalamnya para pengawas yang dalam
kedudukannya antara supervisor dan fasilitator
diharapkan untuk bekerja keras dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Karena itulah, dapat
dirumuskan bahwa pencapaian mutu pendidikan
yang tinggi, bukan saja terletak di tangan para guru,
tetapi juga terletak di tangan para pengawas.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
maka posisi supervisor (pengawas) sangat
menentukan dan sekaligus menantang karena
banyak aspek yang saling terkait. Supervisor
bertanggung jawab dalam membina dan meningkatkan kompetensi
guru yang biasa dikaitkan
dengan tugas supervisi akademik. Di samping itu,
supervisor juga berperan dalam supervisi manajerial
dimana supervisor bertanggung jawab dalam
membinan tugas-tugas manajerial kepala sekolah.
Tampaknya kinerja pengawas/supervisor
dalam membina guru-guru belum efektif, hal ini
tampak pada hasil uji Kompetensi Awal (UKA) guru
2012 yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud) secara nasional ratarata masih rendah. Mendikbud Mohammad Nuh
membeberkan, hasil rata-rata UKA 2012 yaitu 42,25
dengan nilai tertinggi 97,0 dan nilai terendah 1,0.
Dikatakannya, hasil rata-rata UKA itu mencakup
seluruh peserta (guru) dari jenjang TK sampai
jenjang SMA. (KOMPAS.com, 27 September 2012).
Ketidak efektifan pelakasanaan tugas dan
tanggung jawab supervisor disebabkan oleh
kondisi kualifikasi dan kompetensi pengawas
belum sebagaimana yang diharapkan. Di
beberapa daerah para pengawas menyatakan
259
260
bermanfaat
bagi
tugas
pokok
dan
tanggungjawabnya, e) mengolah dan menganalisis
data hasil penelitian pendidikan baik data kualitatif
maupun data kuantitatif, f) menulis karya tulis ilmiah
(KTI) dalam bidang pendidikan atau bidang
pengawasan dan memanfaatkan untuk perbaikan
mutu pendidikan, g) menyusun pedoman/panduan
dan atau buku/modul yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas pengawasan di sekolah, h)
memberikan bimbingan pada guru tentang penelitian
tindakan
kelas
baik
perencanaan
maupun
pelaksanaannya di sekolah. 6) Kompetensi Sosial :
a) bekerja sama dengan berbagai fihak dalam
rangka peningkatan kualitas diri untuk dapat
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, b) aktif
dalam kegiatan asosiasi pengawas atau satuan
pendidikan.
2. Pendidikan dan Latihan Pengawas
Pengawas/ Supervisor sekolah mulai jenjang
TK/RA sampai dengan SMA/SMK/MA perlu
mendapat pelatihan. Para pengawas ini perlu
mendapatkan
perhatian
dalam
peningkatan
kompetensi kepengawasan dan memantau kinerja
kepala sekolah. Pengawas sekolah dipilih dari guru
dan kepala sekolah yang berkualitas. Para
pengawas yang berasal dari latar belakang berbeda
ini perlu disiapkan untuk menjadi pengawas yang
mumpuni melalui pendidikan dan pelatihan
pengawas.Mereka seharusnya punya kemampuan
yang melebihi kepala sekolah dan guru karena
tugasnya mengawasi mereka, kata Muhammad
Hatta, Kepala Pusat Pengembangan Tenaga
Kependidikan, Badan Pengembangan Sumber Daya
Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Pelatihan untuk pengawas masih sangat
terbatas. Para pengawas sering melakukan secara
mandiri lewat kelompok kerja pengawas sekolah
yang bertemu seminggu sekali, pengawas mesti
selalu melek dengan regulasi atau kebijakan pusat
dan daerah sehingga dapat membantu sekolah
dalam penyesuaian dan perubahan.
Sulistiyo, Ketua Umum Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI),
mengatakan, para pengawas sekolah berasal dari
guru dan kepala sekolah. Karena itu, penguatan
profesionalisme dan kompetensi guru merupakan
langkah awal untuk menyiapkan calon-calon
pengawas
sekolah
yang
mumpuni
menuju
peningkatan mutu sekolah/madrsah.
3. Komitmen pengawas
Komitmen adalah suatu sikap kebulatan
tekad yang dimiliki oleh seseorang di dalam
mencapai sebuah tujuan, tanpa dapat dipengaruhi
oleh keadaan apapun juga, hingga tujuan tersebut
tercapai.
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan
komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang
individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keangotaan-
261
262
2.
3.
4.
5.
E. PENUTUP
Keberhasilan peningkatan mutu pendidikan
selama ini yang secara terus menerus selalu
dilaksanakan, memiliki keterkaitan erat dengan
kinerja pengawas sekolah. Pengawas/Supervisor
mempunyai posisi yang stratejik dalam peningkatan
mutu Madrasah. Hal ini terlihat pada peranan yang
harus dilakukan dalam pembinaan kompetensi guru
menuju pada peningkatan mutu pendidikan dalam
hal ini mutu sekolah/ madrasah. Untuk meningkatkan
mutu madrasah maka ada tiga variabel yang
mempengaruhi
kinerja
pengawas
dalam
meningkatkan mutu sekolah/ madrasah. Dalam
upaya pemberdayaan pengawas/supervisor maka
diperlukan komitemen dari pihak-pihak penentu
kebijakan di daerah untuk melakukan rekruitmen
pengawas/supervisor secara baik dan benar sesuai
standar dan persyaratan yang ada, pembinaan dan
pengembangan kompetensi pengawas/supervisor
secara terus menerus melalui kegiatan diklat
kepengawasan. Untuk menjadi pengawas yang
profesional butuh komitmen yang tinggi dari
pengawas itu sendiri. Dan yang tak kala pentingnya
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarman. Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan
Profesionalisme
Tenaga
Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia,
2002.
Departemen Agama RI Ditjen Kelembagaan Agama
Islam, Profesionalisme Pengawas Pendais,
Jakarta:2003
Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi
Pendidikan. Bandung: Rodakarya, 1998.
Republik Indonesia. Peraturan pemerintah
No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Depdikbud, 1992.
Sidi, Indra Jati (ed). Menuju Masyarakat Belajar;
Menggagas Paradigma Baru Pendidikan.
Jakarta: Paramadina, 2001.
Suryadi. A. Tilaar. H.A.R. Analisis Kebijakan
Pendidikan; Suatu Pengantar. IBandung:
Remaja karya, 1993.s
Tim Redaksi Fokusmedia. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003.
Bandung: Fokusmedia, 2003
Masaong, A.K .2011. Supervisi
Gorontalo: Sentra Media
Pendidikan,
263
A.
Pendahuluan
264
B. Sertifikasi Guru
1. Pengertian Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses untuk mengukur
dan menilai pencapaian kualifikasi akademik dan
kompetensi minimal yang dicapai oleh seorang guru.
Guru profesional yang memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi yang memenuhi standar akan
mampu mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu. Oleh karena itu, program sertifikasi
merupakan salah satu program utama untuk
4
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sertifikasi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru yang telah memenuhi standar profesi
guru.5 Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat
yang
ditandatangani
oleh
perguruan
tinggi
6
penyelenggara sertifikasi.
Sertifikasi merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan profesionalisme guru, sebagai
sebuah
proses
ilmiah
yang
memerlukan
pertanggungjawaban moral dan akademis. Dalam
sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan yang
harus dijalani seorang guru terhadap kriteria-kriteria
yang secara ideal telah ditetapkan. Pelaksanaan
sertifikasi dilakukan dengan mendata semua yang
dimiliki setiap guru, dapat berupa ijazah sarjana atau
diploma, tanda lulus kursus dan tanda telah
mengikuti pelatihan. Data tersebut juga berupa hasil
karya ilmiah atau kepesertaan dalam kegiatan
pengabdian masyarakat.
2. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi
Banyak sekali tujuan sertifikasi guru. Tujuan
utama sertifikasi guru adalah:7
a. Menentukan
kelayakan
guru
dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Agen pembelajaran berarti pelaku proses
pembelajaran, bukan broker pembelajaran. Bila
belum layak guru perlu mengikuti pendidikan
formal tambahan atau pelatihan profesional
tertentu.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil hasil
pendidikan. Mutu siswa sebagai hasil proses
pendidikan akan sangat ditentukan oleh
kecerdasan,
minat,
dan
upaya
siswa
bersangkutan. Mutu siswa juga ditentukan oleh
4
Fasli
Jalal,
Sertifikasi
Guru
Untuk
Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2006), hal. 7
5
Kunandar, Guru Profesional Implementasi
KTSP dan sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010 ), hal. 72
6
Bedjo Sujanto, Cara Efektif Menuju
Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009),
hal. 1.
7
H. Suyatno, Op, Cit. H. 23
265
Syafaruddin
dan
Irwan
Nasution,
Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), hlm. 41.
9
Nana Syaodih S., dkk., Pengendalian Mutu
Pendidikan Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, dan
Instrumen, (Bandung: Rafika Aditama, 2010), hal. 7.
266
sebaik-baiknya
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik. Salah
satu bentuk dari persiapan PLPG ini diwujudkan
melalui penerbitan panduan. Panduan teknis ini
memberikan informasi kepada semua pihak yang
terkait dalam pelaksanaan PLPG sehingga terjadi
sinergitas dilapangan sehingga akan menghasilkan
output yang berkualitas.
Proses penyelanggaraan PLPG ini yaitu :
a. Proses pembelajaran PLPG dilaksanakan
dengan beberapa ketentuan sebagai berikut :
1) Sebelum memulai pembelajaran, instruktur
harus menjelaskan target capaian dan
pokok bahasan materi PLPG.
2) Proses pembelajaran diorientasikan pada
pencapaian kompetensi yang terukur, bukan
pada isi materi.
3) Pembelajaran untuk pendalaman kompetensi
profesional dilengkapi dengan tugas individu
dalam berbagai bentuk antara lain
mengerjakan soal, mengerjakan kuis,
membaca buku, membuat ringkasan buku,
membuat makalah, dan diskusi kelompok
dengan topik sesuai dengan materi PLPG.
4) Pembimbingan khusus bagi kelompok
peserta
dibawah
rata-rata
dalam
melaksanakan berbagai tugas individu.
5) Pembelajaran yang dilaksanakan dapat
memotifasi
peserta
PLPG
untuk
mengembangkan kompetensinya secara
mandiri, berpikir kritis, dan memecahkan
masalah.
6) Pembelajaran yang dilaksanakan dapat
memotivasi
peserta
PLPG
untu
memanfaatkan sumber belajar yang ada di
lingkungan sekitar, misalnya : internet,
tumbuhan dan halaman sekolah.
7) Workshop dimulai dengan penjelasan
instruktur tentang format dan substansi
perangkat pembelajaran (silabus, RPP,
penilaian hasil belajar, dll).
8) Dalam memfasilitasi workshop, instruktur
harus aktif menumbuhkan kreatifitas dan
mendorong
peserta
dapat
menggali
pengalamannya untuk dituangkan dalam
perangkat pembelajaran.
9) Instruktur peka (cepat tangkap) terhadap
permasalahan yang dihadapi peserta.
b. Penugasan
instruktur
mempertimbangkan
penguasaan
substansi
dan
kemampuan
mengaplikasikan berbagai strategi pembelajaran
yang sesuai dengan kurikulum 2013 serta
memiliki komitmen dalam menjalankan tugas.
c. Instruktur workshop harus mampu memfasilitasi
dan memotifasi peserta sehingga workshop
dapat menjadi wahana pembelajaran dalam
mengembangkan
perangkat
pembelajaran
sesuai dengan ketentuan kurikulum 2013.
d.
10
267
13
hal. 45
268
15
Ibid, hal. 46
18
20
Mohamad Ali ,
Kepala
Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 12 Juni 2014
269
270
Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014
25
Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014
Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,
Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,
28
26
Mohamad Ali ,
Kepala Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 12 Juni 2014
27
Ramadan Tayeb, Siswa di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat, Wawancara,
tanggal 9 Agustus 2014
Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014
29
Mohamad
Tsanawiyah Al-Ikhwan
tanggal 12 Juni 2014
Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,
Ali,
Kepala
Madrasah
Dumoga Barat, Wawancara,
271
272
Itulah pentingnya kita mengikuti kegiatankegiatan diluar madrasah. Akan ada tambahan ilmu
yang kita dapatkan untuk kemudian diterapkan
39
dalam proses pembelajaran di madrasah,
Sementara Muh. Zidiq Lapaga, S.Pd.I
menambahkan sebagai seorang guru yang sudah
tersertifikasi maka dirinya selalu tertantang untuk
dapat melahirkan inovasi-inovasi baru saat
melakukan
proses
pembelajaran.
Karena
menurutnya jika sudah tersertifikasi kemudian cara
mengajarnya masih sama seperti belum tersertifikasi,
maka itu sama saja mempermalukan diri sendiri
serta menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan
oleh negara.
Kita tidak boleh naif, sebagai guru yang
sudah tersertifikasi maka kita sudah disebut sebagai
guru yang profesional dan negara juga sudah
menghargainya dengan memberikan tunjangan
sertifikasi. Lantas apabila cara mengajar kita sama
saja sebelum mendapat sertifikasi maka apa
gunanya?olehnya saya selalu berusaha untuk terus
mencari inovasi-inovasi baru yang saya terapkan
saat mengajar. Dan biasanya saat ikut kegiatan di
luar madrasah, banyak pengetahuan atau materi
yang saya peroleh dan kemudian hal tersebut saya
terapkan di madrasah,40
Adanya inovasi yang diterapkan oleh para
guru seusai mengikuti kegiatan di luar madrasah
mendapat
pembenaran
dari salah seorang
responden Moh.Adrian Malentang yang menjelaskan
sebagai berikut : Biasanya jika ada guru yang
mengikuti kegiatan di luar madrasah,mereka akan
menceritakan pada kami di kelas tentang apa-apa
yang mereka ikuti dan biasanya ada pegetahuan dan
41
hal-hal baru yang diajarkan pada kami,
Dari jawaban para responden diatas, penulis
berkesimpulan bahwa para guru yang sudah
tersertifikasi selalu berupaya untuk melahirkan
inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran yang
diantaranya mereka peroleh dari berbagai kegiatan
pendidikan yang mereka ikuti di luar madrasah.
Dari seluruh jawaban yang penulis peroleh
dari para responden mulai dari pertanyaan pertama
sampai
terakhir,
penulis
dapat
mengambil
kesimpulan bahwa adanya program sertifikasi cukup
efektif dan mampu membawa perubahan signifikan
bagi profesionalitas kinerja para guru di Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat.
39
273
DAFTAR PUSTAKA
E. Penutup
Efektifitas sertifikasi dalam meningkatkan
profesionalisme kinerja para guru, khususnya di
Madrasah Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat juga
dapat dilihat dari komitmen yang dimiliki oleh para
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia dari peserta
didik. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin
besarnya rasa tanggung jawab para guru untuk
melaksanakan
tugas
keprofesionalan
dan
mengembangkannya
secara
berkelanjutan.
Kepedulian para guru yang tersertifikasi juga terlihat
terhadap para siswanya, hal ini dibuktikan dengan
semakin giatnya para guru yang sudah tersertifikasi
untuk
mengikuti
kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan dengan dunia pendidikan di luar
sekolah dengan tujuan agar mereka memperoleh
tambahan pengetahuan yang nantinya bisa mereka
kaji dan terapkan sehingga menghasilkan inovasiinovasi terbaru dalam pembelajaran.
Bagi para guru yang sudah tersertifikasi
untuk terus mempertahankan dan meningkatkan
kinerja mereka serta menjadi suri tauladan bagi para
siswa maupun guru-guru lainnya yang belum
tersertifikasi. Pihak Madrasah juga harus terus
memacu para guru-gurunya yang belum ikut program
tersertifikasi untuk dapat mengikuti program tersebut
karena program ini bukan hanya bagi guru yang
sudah berstatus PNS namun juga bisa bagi guru
yang masih honorer. Pihak madrasah juga
diharapkan untuk mendorong para gurunya yang
latar belakang pendidikannya masih SMA sederajat
untuk bisa meneruskan pendidikan lebih tinggi
mengingat kedepan kualifikasi seorang guru
disyaratkan haruslah berijazah sarjana. Bagi pihak
Pemerintah daerah setempat maupun Kementrian
Agama agar dapat memperhatikan Madrasah
Tsanawiyah Al-Ikhwan Dumoga Barat sebagai satusatunya madrasah di wilayah tersebut terutama dari
sarana dan prasarana agar kualitas siswa yang
dihasilkan akan lebih berkualitas.
274
PENDAHULUAN
Pengembangan ilmu pengetahuan sejak
lama diyakini sudah semestinya diperoleh dari
upaya-upaya sains yang bagus (good science).
Upaya-upaya sains yang bagus ini diantaranya
adalah dengan menggunakan metode yang tepat
untuk melihat suatu gejala, sehingga penjelasan
serta pemahaman terhadap gejala tersebut pun
memiliki kualitas yang baik dari sisi validitas dan
reliabilitasnya.
Dalam
sejarah
perkembangan
ilmu
pengetahuan, para ilmuwan pada abad ke-20
mengembangkan dua pendekatan yaitu pendekatan
positivis yang melahirkan metode kuantitatif dan
pendekatan post positivis yang merupakan kritik
terhadap pendekatan sebelumnya yang kemudian
melahirkan metode kualitatif.
Metode kuantitatif dan kualitatif mempunyai
paradigma teoritik, gaya, dan asumsi paradigmatik
penelitian yang berbeda. Masing-masing memuat
kekuataan dan keterbatasan, mempunyai topik dan
isu penelitian sendiri, serta menggunakan cara
pandang berbeda untuk melihat gejala-gejala
perilaku dan sosial. Sehingga, dari sisi epistemologi
yang berupaya menjawab pertanyaan bagaimana
dan apa yang bisa kita ketahui dari suatu gejala,
maka kedua metode tersebut memiliki pendekatan
dan pertanyaan penelitian yang berbeda. Singkatnya
keduanya memiliki jalan untuk memberikan
penjelasan dari suatu gejala secara berbeda
Metode kuantitatif dinamakan juga metode
tradisional, karena metode ini sudah lama digunakan
sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk
penelitian. Metode ini disebut sebagai metode
positivistik karena berlandaskan pada filsafat
positivisme.
Metode
ini
sebagai
metode
ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidahkaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur,
rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut
275
276
Hipotesis
yang
masih
merupakan
jawaban
sementara terhadap rumusan masalah tersebut,
selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara
empiris berdasarkan data dan lapangan. Untuk itu
peneliti melakukan pengumpulan data. Pengumpulan
data dilakukan pada populasi tertentu yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Bila populasi terlalu luas,
sedangkan peneliti memiliki keterbatasan waktu,
dana dan tenaga, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dan populasi tersebut. Bila
peneliti bermaksud membuat generalisasi, maka
sampel yang diambil harus representatif, dengan
teknik random sampling. Sampel adalah bagian dari
populasi yang diamati melalui teknik pengambilan
sampling. Dalam penelitian, teknik sampling yang
dapat gunakan yakni probability sampling, artinya
teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel).
Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel
yakni teknik simple random sampling adalah teknik
pengambilan sampel anggota populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada pada populasi itu. Maka untuk menentukan
jumlah sampel yang akan dipergunakan dalam
penelitian ini, peneliti mengacu pada Rumus Slovhin,
dimana ukuran berdasarkan presisi (tingkat
kesalahan) 10 % (0,1) diperoleh jumlah sampel
sebagai berikut.
n=
N
Ne2 + 1
Keterangan:
N = Jumlah Populasi
n = Jumlah Sampel
e = Efiasi (derajat kebebasan dengan nilai presisi
10%).
Pendapat lain yakni Menurut Arikunto,
apabila dalam penelitian subyeknya kurang dari 100,
lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika
jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 1015% & atau 20-25% atau lebih.4
Variabel Penelitian
Variabel penelitian muncul ketika rumusan
masalah telah ditetapkan. Variabel penelitian
merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Pada tingkatan
strata satu (S1) khususnya prodi manajemen
pendidikan islam biasanya hanya menggunakan 2
variabel penelitian, yakni variabel x dan y, apakah itu
ingin mencari pengaruh maupun hubungan antar
variabel tersebut. Variabel x atau variabel
4
Suharsimi
Arikunto,
Manajemen
Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.81.
277
Resp.
278
Skor
total
1
2
3
4
5
Juml.
Setelah data item angket ditabulasikan,
selanjutnya dilakukan uji normalitas data untuk
kedua variabel tersebut. Uji normalitas digunakan
untuk mengetahui apakah populasi data yang
diteliti memiliki distribusi normal atau tidak normal.
Uji normalitas ini menggunakan Uji Lilliefors
karena metode analisis data yang digunakan
adalah metode statistik parametrik. Populasi data
dikatakan normal jika nilai signifikansi > 0,05. Uji
Chi kuadrat juga biasa digunakan untuk menguji
6
normalitas data.
Untuk pengujian hipotesis digunakan
dua analisis yakni analisis korelasi pearson
product moment untuk mengetahui kuatnya
pengaruh variabel x terhadap variabel y, serta
analisis
regresi
linear
sederhana
untuk
mengetahui adanya pengaruh yang signifikan/
positif antar variabel yang diteliti. Berikut contoh
analisis korelasi pearson product moment:
Tabel 1
Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
No.
Tabel 3
x
Pearson Correlation
y
**
.681
Sig. (2-tailed)
ANOVAb
.000
59
Pearson Correlation
.681
Sig. (2-tailed)
.000
59
Model
59
**
Regre
ssion
Total
.68
1a
R Square
.464
Df
1294.029
5.126
Mean
Square
Sig.
Residu 1497.497 57
al
59
Tabel 2
Hasil Uji Korelasi (R square)
M
od
el R
Sum of
Squares
26.272
2791.525 58
Coefficients
Standardize
Unstandardize
d
d Coefficients Coefficients
Model
(Const 31.029
ant)
x
.569
Std.
Error
Beta
Sig.
8.764
3.541 .001
.081
a. Dependent Variabel: y
menunjukkan bahwa arah pengaruh variabel x
terhadap variabel y searah (tanda +), dimana jika
nilai variabel x naik maka variabel y juga akan
naik begitupun sebaliknya.
Dengan hipotesis:
Ha :
variabel x berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel y.
variabel x tidak berpengaruh secara
Ho :
signifikan terhadap variabel y.
Berdasarkan hasil analisis korelasi dan
regresi dapat disimpulkan bahwa hipotesis
alternatif (Ha) diterima dengan kata lain hipotesis
nihil (Ho) ditolak.
2. Penelitian kuantitatif untuk melihat hubungan
variabel x dan variabel y.
Untuk melihat hubungan variabel x dan
variabel y, prosedurnya sama dengan no. 1, tetapi
tidak dilakukan analisis regresi sederhana, hanya
menggunakan analisis korelasi. Sesungguhnya
penelitian kuantitatif untuk melihat hubungan
antar dua variabel lebih sederhana dibandingkan
279